16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia belum terlepas dari ancaman penyakit menular, salah satu penyakit menular yang saat ini semakin menjadi perhatian di Indonesia adalah HIV-AIDS karena epideminya yang meningkat dengan sangat cepat. Sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. 1 Insiden pasien dengan HIV positif di Indonesia terus meningkat. Sebanding dengan hal itu, kematian pasien dengan HIV positif juga meningkat. Pada orang-orang di mana ada bukti yang jelas dan bukti infeksi oportunistik, menemukan penyebab kematian tanpa melakukan otopsi tidak akan menjadi masalah. Di sisi lain, mungkin ada pasien dengan HIV positif dimana penyebab kematian ante-mortem belum jelas dan dokter mungkin secara bijaksana merasa perlu untuk meminta pemeriksaan post-mortem. Dalam sebuah penelitian, terjadi penularan HIV pada patolog atau tenaga medis yang melakukan penanganan pada jenazah HIV positif. 1 1

Refrat Hiv

Embed Size (px)

DESCRIPTION

r

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIndonesia belum terlepas dari ancaman penyakit menular, salah satu penyakit menular yang saat ini semakin menjadi perhatian di Indonesia adalah HIV-AIDS karena epideminya yang meningkat dengan sangat cepat. Sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria.1Insidenpasien dengan HIV positif di Indonesia terus meningkat. Sebanding dengan hal itu, kematian pasien dengan HIV positif juga meningkat. Pada orang-orang di mana ada bukti yang jelas dan bukti infeksi oportunistik, menemukan penyebabkematian tanpa melakukan otopsi tidakakan menjadi masalah. Di sisi lain, mungkin ada pasien dengan HIV positif dimana penyebab kematian ante-mortem belum jelas dan dokter mungkinsecara bijaksana merasa perlu untuk meminta pemeriksaan post-mortem. Dalam sebuah penelitian, terjadi penularan HIV pada patolog atau tenaga medis yang melakukan penanganan pada jenazah HIV positif.1Penanganan jenazah yang terkena penyakit HIV-AIDS tidak dapat sembarangan. Penanganan jenazah adalah penanganan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien. Penanganan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, penanganan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi. Penanganan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Para petugas kesehatan seperti dokter dan paramedis sebagai pihak yang sering berhubungan langsung dengan pasien yang mengidap penyakit HIV-AIDS sangat rentan untuk tertular, sehingga diperlukan pengetahuan dan kehati-hatian dalam penanganan pasien-pasien tersebut. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui berapa lama HIV bertahan pada jenazah HIV/AIDS dan prosedur penanganan jenazah dengan HIV/AIDS sehingga risiko penularan terhadap para petugas kesehatan dapat diminimalisir.

1.2 Rumusan Masalah1. Berapa lama HIV bertahan pada jenazah dengan HIV-AIDS ?2. Bagaimana penanganan pada jenazah dengan HIV-AIDS?

1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan referat ini antara lain sebagai berikut :1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian forensik dan medikolegal RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.2. Untuk mengetahui berapa lama masih HIV bertahan pada jenazah dengan HIV.3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pada jenazah dengan HIV.

1.4 Metode PenulisanPenulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV/ AIDS2.1.1. Definisi HIV/AIDSAcquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang ditandai dengan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS dapat dikatakan suatu kumpulan tanda/gejala atau sindrom yang terjadi akibat adanya penurunan daya kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi, bukan dibawa sejak lahir. Penderita AIDS mudah diserang infeksi oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan sistem kekebalan tubuh normal tidak terjadi) dan kanker dan biasanya berakhir dengan kematian.2Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih (Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari limfosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak penderita AIDS.2

2.1.2. EpidemiologiUNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.2Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua setelah Afrika Sub Sahara yang terinfeksi dengan besar 15%. Dari 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua per tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.2

Tabel 1. Jumlah Kumulatif Kasus HIV AIDS di Indonesia berdasarkan Provinsi Tahun 1987 - Maret 20133

2.1.3. Gejala Klinis HIV/AIDSLebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang tertular HIV sesudah masa inkubasi, yang biasanya berlangsung antara 5-7 tahun setelah terinfeksi. Selama masa inkubasi jumlah HIV dalam darah terus bertambah sedangkan jumlah sel T semakin berkurang, kekebalan tubuhpun semakin rusak jika jumlah sel T makin sedikit.4Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.5a. Gejala Mayor Penurunan berat badan lebih dari 10% Diare kronik lebih dari satu bulan Demam lebih dari satu bulanb. Gejala Minor Batuk lebih dari satu bulan Dermatitis preuritik umum Herpes zoster recurrens Kandidias orofaring Limfadenopati generalisata Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

2.2. Lamanya HIV Bertahan pada Jenazah HIV/AIDSMedia penularan HIV pada pasien hidup hampir sama dengan pada pasien yang telah meninggal. Dalam hal ini yang memiliki resiko besar untuk mendapat paparan HIV adalah ahli patologi, dokter yang melakukan otopsi dan asisten otopsi.1HIV yang menular ditemukan pada 5% dari sampel darah yang diperoleh dari pasien AIDS pada 24 jam post mortem. Retrovirus yang infeksius juga ditemukan dari jaringan, tulang dan darah enam hari post mortem, sedangkan dari limpa dua minggu post mortem. Tingkat virulensi postmortem dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk potensi mematikan dari virus, strain virus, terapi antivirus premortem dan suhu kamar mayat.1Penelitian menunjukkan bahwa infektivitas HIV dalam sampel berkurang perlahan-lahan seiring waktu. Infektivitas ini bervariasi tergantung pada faktor lingkungan dan virus. HIV dapat tetap menular selama tiga minggu dan terdeteksi pada 51% dari plasma dan atau fraksi dari mononuklear sel darah yang terinfeksi HIV. HIV terdeteksi di tulang tengkorak pada enam hari pasca-mortem, di spesimen limpa disimpan sampai 14 hari dan dalam darah kadaver 16,5 hari setelah kematian. Oleh karena itu mayat HIV positif harus dianggap mengandung HIV yang dapat menular. Kenyataannya, telah didokumentasikan bahwa teknisi kamar otopsi mempunyai kemungkinan infeksi HIV karena pekerjaannya. Ada juga risiko pekerjaan tertular infeksi lain dari mayat dengan HIV positif.1Spektrum infeksi pada AIDS merupakan refleksi dari patogen yang lebih sering terlihat di daerah geografis tertentu dan populasi penduduknya. Dalam keadaan immunocompromised, organisme ini berkembang dan akibatnya spektrum infeksi pada individu tersebut besar. Paparan terhadap sejumlah besar patogen dalam ruang otopsi yang tertutup meningkatkan risiko untuk tertular penyakit yang sama antara staf ruang otopsi.6Paparan yang mungkin menyebabkan petugas kesehatan mendapat risiko infeksi HIV sebagai berikut:1,6 Cedera perkutan (misalnya, tertusuk jarum atau terpotong denganbenda tajam) Kontak mukosa atau kulit yang tidak utuh Kontak dengan kulit utuh dengan durasi kontakyang berkepanjangan (beberapa menit atau lebih) atau melibatkanwilayah yang luas, dengan darah, jaringan, atau cairan tubuh lainnya.Studi telah memperkirakan rata-ratarisiko penularan HIV setelah pajanan perkutansebesar 0,3%. Rata-rata 99,7% dari petugas kesehatan, yangterpapar HIV, tidak akan terinfeksi.Untuk paparan mukosarisiko adalah 0,09% dan untuk kulit yang tidak utuh bahkan kurang. Inimeningkat ketika kulit yang terkena pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis.Dalam konteks otopsi itulayak menyebutkan bahwa, kecuali darah, beberapa tubuh lainnyacairan berpotensi menular: 1,6 Air mani, Sekresi vagina,serebrospinal Cairan sinovial, pleural, peritoneal, perikardial,ketuban.

2.3. Penanganan Jenazah HIV/AIDSPerawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.7Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:A. Tindakan di Luar Kamar Jenazah7,81. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan2. Memakai pelindung wajah dan jubah3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya6. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air7. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal8. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga10. Pasang label identitias pada kaki11. Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular12. Cuci tangan setelah melepas sarung tanganB. Tindakan di Kamar Jenazah7,81. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan2. Petugas memakai alat pelindung: Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku) Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut Pelindung wajah (masker dan kaca mata) Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan6. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah: Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarumkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua alat/ benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5% Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastic Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis

Otopsitidakboleh dilakukanjika fasilitas yang lengkap dan memakai pelindung tidak tersedia bagi ahli patologi dan asisten otopsi. Penerapan kewaspadaan universal harus diambil untuk semua otopsi terlepasdaristatus HIV positif. Personil yang menderita luka atau infeksi kulit, tidak harus melakukan otopsi pada penderita HIV-positif. Semua personil yang menangani tubuh dan berbagai jaringan harus menggunakan sarung tangan ganda. Terus-menerus mengenakan sepasang sarung tangan yang sama dianggap merugikan.Oleh karena itu, sarung tangan harus diganti setelah digunakan selama satu jam.6Pakaian pelindung anti air harus digunakan termasuk piyama plastik dan kaos lengan penuh. Celemek plastik, sepatu plastik meliputi topi plastik dan topeng plastik juga harus digunakan. Kacamata diharuskan untuk digunakan untuk menghindari cedera percikan ke mata. Kacamata polos tanpa pelindung samping dianggap kurang memadai.6Mayat diletakkan dalam kantong plastik anti bocor, tas harus dicap sebagai 'Biohazard'. Sebelum menyerahkan tubuh untuk keluarga terdekat, itu adalah tugas ahli patologiyang bersangkutanuntuk memberi kabar secara pribadi orang yang bertanggung jawab untuk tubuh tentang bahaya dan penanganan mengekspos tubuh. HIV dapat bertahan hingga 15 hari pada suhu kamar dan sampai 10-15 hari pada370C.9Setelahotopsiwajib mendisinfeksi kamar mayat dengan sodium hipoklorit1% atau cairan pemutih 1:10 (klorin tersedia 10.000 ppm) sebelumotopsilain dilakukandikamar yang sama. Masa kontak setidaknya 30 menit diperlukanuntuk desinfeksi. Ahli patologi dan staf lainnya harus mencuci tangan mereka dengan teliti dengan sabun dan air. Celemek plastik, tutup plastik sepatu, sarung tangan, topi dan topeng plastik harus dibuang dalam kantong plastik. Pakaian yang digunakan di balik apron plastik harus direndam dalam larutan sodium hipoklorit dan dicuci dengan air, dan kemudian dikirim untuk diautoklaf.9

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanInfektivitas HIV pada jenazah akan meluruhperlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Peluruhan infektivitas ini sangat bervariasi, tergantung pada faktor lingkungan dan virus itu sendiri. Virus HIV dapat tetap menular selama 3 minggu dimana konsentrasinya terdeteksi pada 51% dari plasma dan atau fraksi dari mononuklear sel darah mayat yang terinfeksi HIV. HIV juga terdeteksi di tulang tengkorak hingga di enam hari post-mortem, di spesimen limpa dapat disimpan sampai 14 hari dan dalam darahkadaver 16,5 hari setelah kematian. Oleh karena itu mayat HIV positif harus dianggap mengandung HIV yang infeksius.1Berdasarkan hal di atas, penanganan pada jenazah dengan HIV-AIDS harus dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal (universal precaution). Kewaspadaan universal ini meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah.6

3.2. Saran1. Perlu bagi seorang petugas kesehatan untuk mengetahui lamanya HIV bertahan pada jenazah dengan HIV/AIDS dan selalu menerapkan kewaspadaan universal pada penanganan jenazah dengan HIV/AIDS sehingga risiko penularan terhadap para petugas kesehatan dapat diminimalisir.2. Perlunya informasi mengenai penanganan jenazah dengan HIV/AIDS positif ini untuk disampaikan kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganczak, et al. 2003. Pathologist and HIV - Are Safe Autopsies Possible?. Pol J Pathol 2003, 54, 2, 143-146.2. UNAIDS. 2006. "Overview of the global AIDS epidemic"3. Depkes. 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Ditjen PPM & PL Depkes Republik Indonesia.4. CDC. 2009. HIV And Its Transmission. Center for Disease Control And Prevention. USA.5. Carpenter, R.J. 2011. Early Symptomatic HIV Infection. Medscape Reference.6. Krishan,V. 2003. Risk Factors And Prevention Of Infection In Autopsy Room - A Review.7. Depkes. 2001. Pedoman Tatalaksanaan Klinis Infeksi HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan. Ditjen PPM & PL Depkes Republik Indonesia.8. Anonim. 2010. Perawatan Jenazah dengan HIV-AIDS. Available from : http://spiritia.or.id/li/pdf/LI930.pdf.9. National Aids Control Organisation. 2007. Autopsies On Cadavers Infected With The Human Immunodeficiency Virus

11