Click here to load reader
Upload
adipradesta
View
68
Download
7
Embed Size (px)
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ......................................................................................... 2
BAB II
Definisi .................................................................................................. 4
Etiologi .................................................................................................. 4
Patogenesis .......................................................................................... 5
Gejala klinis .......................................................................................... 7
Diagnosis .............................................................................................. 9
Diagnosis banding ............................................................................... 10
Komplikasi ............................................................................................ 10
Prognosis ............................................................................................. .10
Tatalaksana ........................................................................................... 11
Pencegahan .......................................................................................... 13
BAB III
Kesimpulan ............................................................................................ 14
Saran ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
infeksi dari spesies Leptospira, famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales
yang patogen, bermanifestasi sebagai demam akut. Infeksi pada manusia
pada umumnya disebabkan oleh roden (misalnya tikus), kadang-kadang
babi dan anjing. Organisme ini hidup di air sehingga air merupakan sarana
penular pada munasia. Sebagian besar kasus leptospirosis akan sembuh
sempurna, walaupun sekitar sepuluh persen diantaranya dapat bersifat
fatal.
Mortalitas meningkat apabila didapatkan gejala ikterus, gagal ginjal,
dan perdarahan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
diagnosis pasti apabila ditemukan organisme dalam darah atau urin pada
pemeriksaan dark-groun microscope, biakan darah dan urin, uji aglutinasi,
serta imunoglobuln.. Antibiotik golongan penisilin dapat diberikan untuk
pengobatan leptospirosis. Perawatan diperlukan apabila terdapat
komplikasi.
Infeksi leptospirosis lebih sering muncul pada daerah yang beriklim
tropis dikarenakan pada kondisi higienis yang jelek, maka kuman patogen
akan bertahan hidup dan dapat menyebar. Kebanyakan kasus
leptospirosis didaptkan pada pria, dan insidensi tertinggi didapatkan pada
musim panas dan musim gugur di negara barat dan musim hujan di
negara beriklim tropis. Transmisi masuknya leptospira kedalam tubuh
manusia bisa melalui kontak langsung dengan urine yang terinfeksi,
darah, ataupun jaringan tubuh, dapat pula melalui lingkungan yang
terkontaminasi. Penularan dari manusia ke manusia jarang ditemukan.
Ketika leptospira dikeluarkan melalui urin, leptosipra dapat bertahan hidup
dalam air untuk beberapa bulan. Air merupakan “kendaraan” penting
untuk penularan leptospira.
2
Data morbiditas dan mortalitas dari leptospirosis didaptkan angka
peningkatan. Pada tahun 1999, sebanyak lebih dari 500.000 kasus telah
dilaporkan dari China dengan angka kematian berkisar hingga 7.9%. Di
Brazil, lebih dari 28.000 kasus juga dilaporkan pada tahun yang sama.
Meskipun manusia dapat dengan mudah terinfeksi leptospira, namun
hanya sebagian kecil saja yang menunjukkan gejala yang nyata atau
bahkan berubah menjadi leptospirosis yang berat.
Di Amerika Serikat dari 40-120 kasus yang dilaporkan CDC
(Centers for Diseaase Control and Prevention) sebagian besar kasus
didaptkan pada orang-orang dengan risiko tinggi, diantaranya orang yang
bekerja sebagai petani, pekerja pengolahan daging, dan pekerja dalam
bidang perikanan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Leptospirosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang dapat
mengenai manusia dan hewan. Manusia dapat terinfeksi akibat dari
kontak langsung dengan urin dari hewan yang terinfeksi ataupun
lingkungan yang terkontaminasi urin. Bakteri masuk kedalam tubuh
melalui kulit yang terluka ataupun dari mukosa mulut, mata, dan
hidung. Penularan infeksi dari manusia ke manusia jarang
ditemukan. (WHO, 2012)
B. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh infeksi dari spesies
Leptospira, famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales yang
patogen, bermanifestasi sebagai demam akut. Infeksi pada
manusia pada umumnya disebabkan oleh roden (misalnya tikus),
kadang-kadang babi dan anjing. Organisme ini hidup di air
sehingga air merupakan sarana penular pada manusia. (Setiadi B,
2001)
Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit yang
luka, selaput lendir mulut, mata dan hidung, inhalasi droplet
infeksius, dan minum air yang terkontaminasi. (Wijayanti K, 2008)
C. Patogenesis
1. Masa Inkubasi dan klinis
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 -
26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang
4
sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat
berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan
sampai berat Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi
tidak bergejala tetapi serologis positif Sekitar 90 persen
penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis
berat yang sering dikenal sebagai penyakit Weil Perjalanan
penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik
dan fase imun Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari
kondisi penderita membaik Selain itu ada Sindrom Weil
yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
2. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau
fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari
darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan
tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala
mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam,
kedinginan, dan kelemahan otot Gejala lain adalah sakit
tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala,
takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak
(meningitis), serta pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada
juga gejala lain seperti Malaise , Rasa nyeri otot betis dan
punggung , Konjungtivitis tanpa disertai eksudat
serous/porulen (kemerahan pada mata).
3. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau
leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan
isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat didapatkan
lagi dari darah atau cairan serebrospinalis Fase ini terjadi
5
pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu
seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal dan Terbentuk
anti bodi di dalam tubuh penderita .Gejala yang timbul lebih
bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama . Apabila
demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan
terjadi meningitis. Stadium ini terjadi biasanya antara minggu
kedua dan keempat.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan
terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. pemeriksaan
fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati
(hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paru-paru
berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan
hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa
(splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau
perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis
paling penting pada fase imun.
Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48
jam setelah timbul jaundis Pada 30 persen pasien terjadi
diare atau kesulitan buang air besar (konstipasi), muntah,
lemah, dan kadang-kadang penurunan nafsu makan
Kadang-kadang terjadi perdarahan di bawah kelopak mata
dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien, dan gangguan
paru-paru pada 20-70 persen pasien.
D. Gejala Klinis
1. Mata
Pada fase akut dapat ditemukan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva, dan retinal
6
vasculitis. Sedangkan pada fase imun, sering ditemukan
iridosiklitis.
2. Saluran cerna
Gejala klinik pada saluran cerna termasuk ikterus, hepatitis,
kolesistitis, pankreatitis, dan perdarahan saluran cerna.
Terdapat peningkatan ringan kadar enzim transaminase dan
gamma-GT, namun pada anak yang menderita ikterus kadar
enzim transaminase dapat normal; sedangkan bilirubin pada
Weil disease dapat mencapai 30 mg/dl. Pada leptospirosis
yang disertai keluhan nyeri perut, mual dan muntah perlu
dipikirkan adanya pankreatitis.
3. Paru
Gejala klinik dapat berupa batuk, hemoptisis, dan
pneumonia. Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan
infiltrat unilateral atau bilateral, dan efusi pleura. Gangguan
pernafasan dapat berkembang menjadi adult respiratory
distress syndrome (ARDS) yang memerlukan tindakan
intubasi dan ventilator.
4. Sistem saraf pusat
Meningitis pada leptospirosis mempunyai hubungan yang
klasik dengan fase imun. Nyeri kepala merupakan gejala
awal. Leptospira dapat ditemukan pada likuor serebrospinal
pada fase leptospiremia. Limfosit predominan terjadi pada
hari ke-4. Hitung jenis mencapai puncak antara hari ke-5
sampai hari ke-10. Meskipun lebih dari 80% ditemukan
organisme pada biakan likuor serebrospinal pada kasus
meningitis, hanya setengah dari kasus tersebut terdapat
tanda rangsang meningeal.
5. Ginjal
Kelainan ginjal dapat bervariasi selama perjalanan penyakit.
Pada urinalisis dapat ditemukan piuria, hematuria, dan
7
proteinuia yang steril. Nekrosis tubulus akut dan nefritis
interstisial merupakan 2 kelainan ginjal klasik pada
leptospirosis. Nekrosis tubulus akut dapat disebabkan
langsung oleh leptospira, sedangkan nefritis terjadi lebih
lambat yang diduga berhubungan dengan komplek
antigenantibodi pada fase imun. Fungsi ginjal yang semula
normal dapat menjadi gagal ginjal yang memerlukan dialisis.
Hipokalemia sekunder dapat terjadi akibat rusaknya tubulus.
Hiperkalemia yang berhubungan dengan asidosis metabolik
dan hiponatremia telah dilaporkan pada kasus leptospirosis.
Gagal ginjal akut yang ditandai oleh oliguria atau poliuria
dapat timbul 4–10 hari setelah gejala timbul.
6. Kulit
Ruam pada kulit dapat timbul dalam bentuk makulopapular
dengan eritema, urtikaria, petekie, atau lesi deskuamasi.
7. Otot
Miositis sering timbul pada minggu pertama dan berakhir
hingga minggu ketiga atau keempat dari perjalanan
penyakit. Perdarahan pada otot, sebagian pada dinding
abdomen dan ekstremitas bawah menyebabkan nyeri yang
hebat dan diyakini sebagai penyebab akut abdomen.
8. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada 39% pasien yang berupa
epistaksis, perdarahan gusi, hematuria, hemoptisis, dan
perdarahan paru.
9. Sistem kardio-vaskular
Vaskulitis akibat leptospira dapat menimbulkan syok
hipovolemik dan pembuluh darah yang kolaps. Komplikasi
pada jantung terjadi pada kasus berat. Dapat timbul
miokarditis, arteritis koroner, dan pada beberapa pasien
ditemukan friction rubs. Pada pemeriksaan EKG dapat
8
dijumpai kelainan berupa blok AV derajat 1, inversi
gelombang T, elevasi segmen ST, dan disritmia.
10.Kelenjar getah bening
Limfadenopati pada kelenjar ketah bening leher, aksila, dan
mediastium dapat timbul dan berkembang selama
perjalanan penyakit.
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis leptospirosis terbagi dalam tiga
klasifikasi. Pertama adalah suspect, yakni bila ada gejala klinis
tanpa dukungan laboratorium. Kedua adalah probable, yakni bila
ada gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil serologi penyaring
yaitu dipstick, lateral flow atau dri dot positif. Klasifikasi ketiga
adalah definitive, yakni bila hasil pemeriksaan laboratorium
langsung positif atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan
hasil tes MAT/ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau
peningkatan titer 4 kali atau lebih.
Penegakan diagnosa leptospirosis dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis berupa keluhan demam yang muncul mendadak, nyeri
kepala terutama di daerah frontal, mata merah atau fotofobia,
keluhan gastrointestinal, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan demam, bradikardi, mialgia, nyeri sendi serta
conjungtival suffussion.
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan penyakit
leptospirosis ada dua, yaitu pemeriksaan laboratorium umum dan
pemeriksaan laboratorium spesifik. Pemeriksaan laboratorium
umum meliputi pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan fungsi ginjal,
dan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan laboratorium spesifik
meliputi pemeriksaan mikroskopik, biakan, inokulasi, MAT, dan
ELISA.
9
F. Diagnosis Banding
Termasyuk dalam diagnosis banding adalah infeksi virus
dengue, baik demam dengue maupun demam berdarah dengue,
hemorrhagic fever yang lain, dan penyakit lain yang ditularkan
melalui arthropod-borne dan rodent-borne yang patogen.
G. Komplikasi
Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering
ditemukan. Gagal gnjal, kerusakan hati, perdarahan paru,
vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan walaupun pada
umumnya sebagai menyebabkan kematian.
H. Prognosis
Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian
paling sering disebabkan karena gagal ginjal, perdarahan masif
atau ARDS. Fungsi hati dan ginjal akan kembali normal, meskipun
terjadi disfungsi berat, bahkan pada pasien yang menjalani dialisis.
Sekitar sepertiga kasis yang menderita meningitis aseptik dapat
mengalami nyeri kepala secara periodik. Beberapa pasien dengan
riwayat uveitis leptospirosis mengalami kehilangan ketajaman
penglihatan dan pandangan yang kabur.
I. Penatalaksanaan
Pengobatan Leptospirosis pada dasarnya dibagi menjadi
leptospirosis an-ikterik dan leptospirosis ikterik (leptospira berat),
seperti tertera pada tabel di bawah ini.
Antibiotik An-ikterik Ikterik
Pilihan pertama 1. Ampisilin 75-
100mg/kgBB/hari,
oral, tiap 6 jam selama
1. Penisilin G
100.000U/kgBB/hari,
intravena diberiksan
10
Pilihan kedua
Alergi Penisilin
7 hari
2. Amoksisilin
50mg/kgBB/hari, tiap
6 – 8 jam, selama 7
hari
Doksisiklin 40
mg/kg/hari, oral, dua
kali sehari selama 7
hari (tidak
direkomendasikan
untuk umur di bawah
8 tahun).
Doksisiklin 40
mg/kg/hari, oral, dua
kali sehari selama 7
hari (tidak
direkomendasikan
untuk umur di bawah
8 tahun).
tiap 6 jam selama 7
hari
2. Ampisilin 200
mg/kg/hari, intravena,
tiap 6 jam,
3. Amoksisilin 200
mg/kg/hari, intravena,
tiap 6 jam
Eritromisin 50
mg/kg/hari, intravena
(data penelitian in-
vitro)
Eritromisin 50
mg/kg/hari, intravena
(data penelitian in-
vitro)
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik
doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis
yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin
dan eritromisin. Dan sebaiknya waspada terlebih dahulu sebelum
terserang penyakit ini.
11
J. Pencegahan
Pemberian doksisiklin dengan dosis 200 mg/minggu dapat
memberikan pencegahan sekitar 95% pada orang dewasa yang
berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belum ditemukan.
Pengontrolan lingkungan rumah terutama daerah endemik dapat
memberikan pencegahan pada penduduk berisiko tinggi walaupun
hanya sedikit manfaatnya. Imunisasi hanya memberikan sedikit
perlindungan pada masyarakat karena terdapat serotipe kuman
yang berbeda.
Jagalah selalu kebersihan lingkungan dan perhatikan tingkat
higienitas, seperti:
a) Membiasakan diri pola hidup sehat dan bersih
b) Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari
dengan air seni binatang.
c) Pakailah alas kaki bila keluar terutama jika tanahnya basah
atau berlumpur.
d) Jauhkan binatang vektor pembawa leptospira dengan cara
membersihkan dan menjauhkan sampah dan makanan dari
perumahan.
e) Cucilah tangan dengan sabun sebelum melakukan kegiatan
ataupun makan.
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri leptospira yang ditularkan melalui urin hewan
yang terinfeksi ataupun lingkungan yang terkontaminasi.
2. Tanda dan gejala penderita leptospirosis dapat berupa
demam, menggigil, kelemahan otot, mual, muntah, fotofobia.
3. Pembagian Leptospirosis berdasarkan gejala klinis, terbagi
atas dua, yaitu leptospirosis dengan gejala ataupun
leptospirosis tanpa gejala (asimptomatis)
4. Pasien yang terinfeksi leptospira dapat sembuh dengan baik
bila ditanagani dengan cepat. Hanya pasien dengan gejala
ikterik yang dapat meningkatkan angka mortalitas.
SARAN
1. Selalu jaga kebersihan diri dan lingkungan. Terutama orang-
orang dengan risiko tinggi.
2. Tanda dan gejala leptospirosis hampir sama dengan dengue
fever, oleh sebab itu perlu pemeriksaan yang teliti dan
pemeriksaan pennjang lebih lanjut supaya dapat terdiagnosa
dengan tepat dan memberikan modalitas terapi engan cepat.
13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatrics. Leptospirosis. Dalam: Pickering LK,
penyuinting. Redbook: Report of The Committee on Infectious
Disease. 25th ed. Elk Grove Village, Il: American Academy of
Pediatrics; 2000
Fauci, Braunwald, Kasper, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies: New York
Hickey PW, Denners D. Leptospirosis. Medicine J 2002
Speck WT, Toltziis P. Leptospirosis. Dalam: Behrman RE, Kliecman RM,
Nelson WE, penyunting, Nelson Textbook of Pediatric; edisi ke-16.
Philadelphia, Tokyo: WB.Saunders; 2000
Chaparro S, Montoya J.G. Borrelia & leptospirosis species. Dalam:
Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases, Wilson W.R,
Sande M.A, penyunting. Edisi pertama. New York, Toronto: Lange
Med Bool/ McGraw-Hill; 2001
Bannister BA, Begg NT, Gillespie S. Penyunting. Leptospirosis. Dalam:
Infectious disease, Bannister BA, Begg NT, Gillespie S, penyunting.
Edisi pertama. Cambridge: Blackwel Scinece 1996
14