Upload
anggimontazeri
View
383
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat ITP
REFERAT
IDIOPATIC TROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)
Diajukan kepada :
Dr.Wahyu Djatmiko,Sp.PD
Disusun oleh :
HANI YUSTIKARINI BURHAN K1A 002036
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2008
1
LEMBAR PENGESAHAN
IDIOPATIC TROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMS
Disusun Oleh :
HANI YUSTIKARINI BURHAN K1A 002036
Telah dipresentasikan pada
Tanggal, 11 Juni 2008
Pembimbing,
Dr.Wahyu Djatmiko, Sp.PD
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil’ alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan anugerah-Nya kepada kita, khususnya
kepada penulis sehingga referat dengan judul “Idiopatic Trombocytopenia
Purpura (ITP)”, ini dapat selesai.
Referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian ilmu
anestesiologi di SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSMS. Penulis yakin dalam
penulisan referat ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan yang akan datang. Tak
lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak dan rekan-
rekan Co Assisten atas semangat dan dorongannya serta bantuannya.
Akhirnya penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kedokteran.
Purwokerto, 11 Juni 2008
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................. 1
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... 2
KATA PENGANTAR............................................................................... 3
DAFTAR ISI.............................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………….. 5
B. Tujuan Masalah…………………………………………………. 6
C. Manfaat Penulisan………………………………………………. 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Trombosit………………………………………………………... 7
B. Idiopatic trombositopenia Purpura (ITP)……………………... 8
BAB III. KESIMPULAN……………………………………..……….. 30
DAFTRA PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Purpura Trombositopenia Idiopatik (ITP) merupakan kelainan didapat yang
berupa gangguan autimun yang mengakibatkan trombositopenia karena adanya
penghancuran trombosit secara dini dalam system retikuloendotel akibat adanya
autoantibody terhadap trombosit yang berasal dari Immunoglobulin G.1
Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada
system hemostase karena trombosit bersama dengan system vaskulerfaktor
koagulasi darah terlihat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostase
normal. Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi
perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang
fatal. Kadang juga simptomatik. Oleh karena merupakan penyakit autoimun
maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan ITP.
Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang
mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat
perdarahan fatal, ataupun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau relaps.1
Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2 yaitu: primer (idiopatik) dan
sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya
kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik
bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa. Diperkiraan
insidensi ITP terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, kira-kira
setengahnya terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit mengalami
5
destruksi secara premature dari deposisi autoantibody atau kompleks imun dalam
membrane system retikuloendotel limpa dan umumnya hati.2
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali sel
darah merah berada dalam jumlah yang normal. Sel darah merah (Platelets)
adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat
teriris / terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan sel
darah merah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami
luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah
mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae)
muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah sel darah merah ini sangat
rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau
mengalami perdarahan dalam organ ususnya.3
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang penyakit yang disebabkan kelainan trombosit
yaitu Idiopatic Trombocytopenia Purpura (ITP).
2. Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang tepat terhadap penyakit
Idiopatic Trombocytopenia Purpura (ITP).
C. Manfaat Penulisan
1. Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami penyakit yang disebabkan
kelainan trombosit yaitu Idiopatic Trombositopenia Purpura.
2. Agar mahasiswa dan pembaca dapat mengetahui penanganan penyakit
Idiopatic Trombositopenia Purpura.
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. TROMBOSIT
Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit
tidak dapat dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang
berada disumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya,
megakariosit ini pecah menjadi 3000 – 4000 serpihan sel yang dinamai
trombosit. Trombosit mempunyai bentuk bicembung dengan garis tengah 0.75 –
2.25 mm. Ciri-ciri trombosit adalah:2
1. Tidak memiliki inti tetapi masih bila melakukan sintesa protein walaupun
terbatas, karena didaam sitoplasma masih ada sejumlah RNA.
2. Mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai
cadangan energi dan 2 jenis granula yaitu granula α yang berisi enzim
hidrolase asam/ lisosom dan granula yang padat yang berisi factor
penggumpalan atau factor V, factor pertumbuhan serta beberapa jenis
glikoprotein.
Umur trombosit setelah pecah dari sel dan masuk ke dalam darah ialah
antara 8 – 14 hari. Konsentrasi trombosit didalam darah ialah antara 105 – 106/mL
darah. Perubahan dalam jumlah trombosit umumnya penurunan yang
dihubungkan dengan fungsinya. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
trombositopenia ialah kelainan yang disebabkan oleh mekanisme autoimun.
Dalam keadaan ini, tubuh membuat antibody terhadap trombosit yang dibuatnya
7
sendiri. Trombositopenia dapat pula disebabkan oleh berkurangnya produksi sel-
sel megakariosit oleh sumsum tulang.2
B. IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA (ITP)
Definisi dan Epidemiologi
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau
singkatan dari 'Immune Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak
diketahui penyebabnya. 'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup
memiliki sel darah merah (trombosit). 'Purpura' berarti seseorang memiliki luka
memar yang banyak (berlebihan).3
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia
yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/μL) akibat
autoantibody yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi premature
trombosit dalam system retikuloendotel terutama di limpa. 1
8
Insidensi ITP pada anak-anak antara 4,0 – 5,3 per 100.000 ITP akut
umumnya menyerang anak-anak usia antara 2 – 6 tahun. 7 – 28 % anak-anak
dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15 – 20 %. ITP pada anak
berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP
dewasa yang khas. Insideni ITP pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak
per tahun. Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58 – 66 kasus baru per satu juta
populasi pertahun (5,8 – 6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan
di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median
rata-rata usia 40 – 45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adaah 1:1 pada
pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2 – 3 : 1.1
Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi
dengan kortikosteroid dosis standard dan splenektomi yang selanjutnya mendapat
terapi karena angka trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP
refrakter ditemukan kira-kira 25 – 30 % dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini
mempunyai respon jelek terhadap pemberan terapi dengan morbiditas yang cukup
bermakna dan mortalitas kira-kira 16 %.1
Penyebab
Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam
tubuhnya membentuk antibodi yang mampu menghancurkan sel-sel darah
merahnya. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat
terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita
ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel darah merah tubuhnya sendiri.3
Jenis-jenis ITP
9
Ada 2 tipe ITP, antara lain:3
1. Umumnya menyerang kalangan anak-anak. berusia 2 hingga 4 tahun yang
umumnya menderita penyakit ini. ITP yang dialami anak-anak berbeda
dengan yang dialami oleh orang dewasa. Sebagian besar anak yang
menderita ITP memiliki jumlah sel darah merah yang sangat rendah dalam
tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan tiba-tiba. Gejala-
gejala yang umumnya muncul di antaranya luka memar dan bintik-bintik
kecil berwarna merah di permukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan
gusi berdarah.
2. Menyerang orang dewasa. sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi
dapat pula terjadi pada siapa saja (ITP bukanlah penyakit keturunan).
Penyakit ITP untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama
dibandingkan yang dialami anak-anak. Pada saat dilakukan diagnosa,
sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah mengalami adanya
perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka
memar dalam kurun waktu beberapa minggu, atau bahkan bulan. Untuk
pasien wanita, meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan
tanda-tanda utama. Banyak orang dewasa yang mengalami
thrombocytopenia (jumlah sel darah merah dalam darah relatif sedikit)
yang tidak terlalu parah. Pada kenyataannya,sebagian kecil orang bahkan
tidak mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya
didiagnosa ITP saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu
keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya menunjukkan jumlah sel darah
merah yang sedikit.
10
Patofisiologi
Sindroma ITP disebabkan oleh antibody trombosit spesifik yang berikatan
dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
system fagosit mononuklir melalui reseptor Fe makrofag. Pada tahun 1982 Van
Leeuwen pertama mengidentifikasi membrane trombosit glikoprotein IIb/IIIa
(CD41) sebagai antigen yang dominant dengan mendemostrasikan bahwa elusi
autoantibody dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.4
Diperkiraan ITP diperantai oleh suatu autoantibody, mengingat kejadian
transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP,
dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang
sehat yang menerima transfuse plasma kaya Ig G, dari seorang pasien ITP.
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibody Ig G akan mengalami percepatan
pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang
diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi
mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian
kecil yang lain, produksi trombsit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibody oleh makrofag di dalam sumsum tulang
(intramedullary) atau karena hambatan pembentukan megakariosit
(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan
adanya masa megakariosit normal.5
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasikan berasal dari kegagalan
antibody ITP untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan
kompleks glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, IV dan V dan determinan trombosit yang lain.
11
Juga dijumpai antibody yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda.
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen diperkirakan dipicu oleh antibody,
akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi
antibody yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni (Gambar I). Secara
alamiah, antibody terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa memperlihatkan
restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody ang berasal dari display
phage menunjukkan penggunaan gen VH+. Pelacakan pada daerah yang berikatan
dengan antigen dari antibody-antibodi ini menunjukkan bahwa antibody tersebut
berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantai antigen
dan melalui mutasi somatic. Pasien ITP pada orang dewasa sering menunjukan
peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumah interleukin 2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivitas precursor sel T helper dan
sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis
antibody setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena
terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan
aktivasi sel yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.1
Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa, factor yang memicu produksi
autoantibody tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap
glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara
klinis. Pada awalnya glikoprotein II/IIIa dikenali autoantibody, sedangkan
antibody yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1).
Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4)
12
mengekspresikan peptide baru pada permuakaan sel dengan bantuan kostimulasi
(yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang
memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cellclone (T-cell clone-1) dan
spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel immunoglobulin sel B yang
mengenali antigen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi
proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibody dan juga meningkatkan
produksi anti-glikoprotein IIb/IIIa antibody oeh B-cell clone 1.1
Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan ITP diarahkan secara
langsung pada berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antbosi dan
sensitisasi. Klirens dan produki trombosit (2).
Dari gambar 2 dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan
sebagai terapi awal ITP menghambat terjadinya klirens antibody yang
menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1).
13
Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin
pula menggangu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody
pada beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatan trombosit dengan
cara menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk
menghancurkan trombosit, seangkan trombopoetin berperan merangsang
progenitor megakariosit (2). Beberapa immunosupresan non spesifik seperti
azathioprin dan siklosporin, bekerja pada tingkat sel-T (3). Antibody monoclonal
terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi
molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-
T dan sel-B yang terlibat dalam interaksi antibody dan pertukaran klas (4).
Immunoglobulin iv mengandung antiidiopytic antybody yang dapat menghambat
produksi antibody. Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi CD20 pada
sel-sel B masih menjadi penelitan (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan
antibody sementara dari plasma (6). Tranfusi trombosit diperlukan pada kondisi
darrat untuk terapi perdarahan. Efek dari stafilokokkus protein A masih dalam
penelitian (7).1
Genetik
ITP telah didiagnosa pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga,
serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada
anggota keluarga yang sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan
DRB*0410 pada beberapa populasi etnis diketahui. Alel HLA-DR4 dan
DRB*0410 dihubungkan dengan respon yang menguntungkan dan merugikan
terhadap kortikosteroid, dan HLADRB1*1510 dihubungkan dengan respon yang
tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak
14
penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara ITP dan kompleks
HLA yang spesifik.1
Antibodi-anti Trombosit
Autoantibody yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada
75 % pasien ITP. Autoantibody IgG antitrombosit ditemukan pada + 50 – 85 %
pasien. Antibody antitrombosit IgA serum ditemukan sesering IgG, dan hampir
50 % kasus, kedua serotype immunoglobulin tersebut ditemukan pada pasien yang
sama. Antibody IgM juga ditentukan pada sejumah kecil pasien tetapi tidak
pernah sebagai autoantibody tunggal. Peningkatan jumlah IgG telah tampak di
15
permukaan trombosit dan kecepatan destruksi trombosit pada ITP adalah
proporsional terhadap kadar yang menyerupai trombosit yang berhubungan
dengan immunoglobulin. Autoantibody dengan mudah ditemukan dalam plasma
atau dalam elusi trombosit pada pasien dengan penyakit yang aktif, tetapi jarang
ditemukan pada pasien yang mengalami remisi. Hilangnya antibody-antibodi
berkaitan dengan kembalinya jumlah trombosit yang normal.1
Masa Hidup Trombosit
Masa hidup trombosit memendek pada ITP berkisar dari 2-3 hari sampai
beberapa menit. Pasien yang trombositopenia ringan sampai dengan mempunyai
masa hidup terukur yang lebih lama dibandingkan dengan pasien dengan
trombositopenia berat.1
Gambaran Klinis
IPT Akut
IPT akut lebih sering dijumpai pada anak-anak, jarang pada umur dewasa,
awitan biasanya mendadak riwayat infeksi sering mengawali terjadinya
perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubella dan
rubeola) dan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus merupakan
90% dari kasus pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak
diidentifikasi adalah varisella zooser dan Ebstein barr. Manifestasi perdarahan
IPT akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intracranial biasanya terjadi
kurang dari 1% pasien. Pada IPT umur dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun
dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminan. IPT akut
pada anak basanya Self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60%
sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 minggu.3
16
IPT Kronik
Awitan IPT kronk biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari
ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki
perjalanan yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat terjadi beberapa hari sampai
beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi
spontan jarang terjadi dan dampaknya remisi tidak lengkap.
Manifestasi perdarahan IPT berupa ekimosis, petekie, purpura, pada
umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit.
Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien
dengan AT > 50.000 /μL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 – 50.0000 //μL
terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000 – 30.000 /μL terdapat perdarahan
spontan, menoragia, dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT < 10.000 /μL
terjadi perdarahan mukosa (epistasis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan system saraf pusat. Perdarahan gusi dan
epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga
dapat ditemukan ditenggorokan dan mulut. Traktus genitouinaria merupakan
gejala satu-satunya dari IPT dan mungkin tampak perama kali pada pubertas.
Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan gastrointestinal
bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis.
Perdarahan intrakanial merupakan komplikasi yang paling serius dari IPT. Hal ini
mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya
di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dari petekie sampai
ekstravasasi darah yang luas. 3
Diagnosa
17
Lamanya perdarahan dapat membantu anak menentukan dan membedakan
ITP akut dan ITP kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu
dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosa lain. Penting untuk
anamnesa pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan
pemeriksaan fisis hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah
(petekie, purpura, perdarahan konjungiva dan perdarahan selaput lendir yang
lain). ITP dewasa terjadi umumnya pada usia 18 – 40 tahun dan 2 – 3 kali lebih
sering mengenai perempuan daripada pria.4
Splenomegali ringan ((hanya ruang troube yang terisi), tidak ada
limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain normal.
Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia
dan kelainan hematology yang lain. Megatrombosit sering terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow sitometri
berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada ITP
tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit
yang serupa. Salah satu diagnosa penting adalah fungsi sumsum tulang. Pada
sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak
mengandung trombosit.1
Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari
40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran
sitopenia) atau pada pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun
tidak dianjurkan, banyak ahli pediatric hematology merekomendasikan dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai terapi kortikosteroid untuk
menyingkirkan kasus leukemia akut.2
18
Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibody secara uji langsung
untuk mengukur trombosit yang berikatan dengan antibody yakni dengan
Monoclonal-Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45 – 66%, spesifitasnya 78 –
92% dan diperkirakan bernilai positif 80 -83 %. Uji negative tidak
menyingkirkan diagnosa deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma tidak
digunakan. Uji ini tidak membedakan bentuk primer ataupun bentuk sekunder.1
Diagnosa ITP selama kehamilan cukup sulit dilakukan, karena jumlah sel-
sel darah merah pada wanita hamil memang cukup rendah. Sekitar 5% wanita
hamil memiliki jumlah sel darah merah yang normalnya juga cukup rendah di
masa kehamilan tuanya. Penyebabnya juga tidak diketahui. Tetapi kondisi ini
akan kembali normal sesaat setelah proses bersalin dilakukan. Bayi yang lahir
dari seorang ibu yang menderita ITP kemungkinan juga memiliki jumlah sel darah
merah yang rendah dalam tubuhnya. Kondisi ini bisa berlangsung selama
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah ia dilahirkan. Setelah lahir, bayi
umumnya tetap dirawat di rumah sakit untuk keperluan observasi beberapa hari.
Sampai diperoleh kepastian bahwa tidak ada masalah, bayi boleh dibawa pulang
ke rumah.3
Diagnosa Banding
Diagnosa banding IPT antara lain: anemi aplastik, leukemia akut, Dissaminated intravascular coagulation (DIC), Thrombotic
thtombocytopenic purpura-hemolytic uremic syndrome (TTP-HUS), Antiphospholipid antibody syndrome (APS), Myelodysplastic syndrome,
hiperspelnisme, alcoholic liver disease, bentuk sekunder IPT (SLE, HIV, leukemia limfositik kronik), psedutrombositopenia karena
ethylenediamine tetraacetat (EDTA), obat-obatan untuk menentukkan diagnosa banding IPT tersebut perlu meninjau kembali patofisiologi
klasifikasi trombositopenia pada table 1.1
Tabel.1 Patofisiologi Klasifikasi Trombositopenia
19
a) Trombositopenia artifaktual
- Trombosit bergerombol disebabkan oleh anticoagulant-dependent
immunoglobulin (pseudotrombositopenia)
- Trombosit satelit
- Gaint trombosit
b) Penurunan produksi trombosit
- Hiposplasi megakariosit
- Trombopoesis yang tidak efektif
- Gangguan control trombopoetik
- Trombositopenia herediter.
c) Peningkatan destruksi trombosit
- Proses imunologis
Autoimun
Idiopatik sekunder: infeksi, kehamilan, gangguan vaskuler kolagen
gangguan limfopriliferatif.
Alloimun
Trombositopenia neonatus
Purpura pasca tranfusi
- Proses Non imunologis
Trombosis mikroangiopati
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Thrombotic thrombositoeni purpura (TTP)
Hemolityc-uremic syndrome (HUS)
Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vascular
Infeki
Transfusi darah massif
Lain-lain
- Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling
Gangguan pada limfa (neoplastik, kongestif, infiltratif infeksi yang
tidak diketahui sebabnya)
Hipotermia
20
Dilusi trombosit dengan transfuse massif.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa ITP diperlukan pemerikan penunjang, antara
lain:
1. Pemeriksaan labolatorium darah rutin dan lengkap untuk mencari adanya
anemia hemolitika dengan fragmentasi eritrosit.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk mencari apakah ada gangguan fungsi
ginjal.
3. Biopsi kulit, otot, gusi, kelenjar getah bening atau sumsum tulang untuk
mencari apakah ada kelainan arterioal yang khas.3
Penatalaksanaan
Terapi PTI ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi
menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma kepala. Terapi
khusus yaitu terapi farmakologis, antara lain:1.3.4
1. Terapi Awal PTI (Standar)
Prednisolon. Terapi awal prednisolon atau prednisone dosis 1.0 –
1.5 mg/KgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone
terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu
pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1
bulan, kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT < 30.000 /ml, AT > 50.000/ μL setelah 10 hari
terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila
21
peningkatan AT < 30.000/ μL, AT 50.000/ μL setelah terapi 10
hari. Respon menetap bila AT > 50.000/ μL setelah 6 bulan
follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan trombositopenia
berat (AT < 10.000/ μL) setelah mendapat terapi prednisolon perlu
dipertimbangkan untuk splenektomi.
Immunoglobullin Intervena. Immunogobullin intervena (Ig IV)
dosis 1gr/Kg/hari selama 2 – 3 hari berturut-turut bila terjadi
perdarahan interna, setelah 5000/ μL meskipun telah mendapatkan
kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang
progresif. Hampir 80 % pasien berespon baik dengan cepat
meningatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal
dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada
pasien yang mempunyai defisiensi IgA congenital. Mekanisme
kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui, namun
meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV
yang menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang
bersirkulasi dan imunosupresi.
Splenektomi. Splenektomi untuk terapi PTI sudah digunakan sejak
tahun 1916 dan digunakan sebagai pilihan terapi setelah steroid
sejak tahun 1950-an. Splenektomi pada PTI dewasa
dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon
dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus-
menerus. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah
menghilangkan tempat-tempat antbodi yang tertempel trombosit
22
yang bersifat merusak dan menghilangkan produksi antibody
antitrombin. Indikasi splenektomi sebagai berkut: Bila AT <
50.000/ μL setelah 4 minggu (satu studi menyatakan bahwa semua
pasien yang mengalami remisi komplit mempunyai AT
>50.000/μL dalam 4 minggu), angka trombosit tidak menjadi
normal setelah 6 -8 minggu (karena problem efek samping), angka
trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturunkan (tapering
off). Respon pasca splenektomi didefinisikan sebagai: tak ada
respon bila gagal mempertahankan > 50.000/ μL beberapa waktu
setelah splenektomi. Relaps bila AT turun < 50.000/ μL. Angka
50.000 dipilih karena diatas batas ini, pasien tidak diberi terapi.
Respon splenektomi bervariasi antara 50% sampai dengan 80%.
2. Penanganan Relaps Pertama
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau
yang tidak berespon dengan kortikosteroid, IgIV dan Ig anti-D.
Dari gambar 3. dijelaskan bahwa lebih banyak spesialis menggunakan AT
<30.000/μL. Tidak ada consensus yang menetapkan lama terapi
kortikosteroid. Penggunaan terapi Ig anti-D sebagai terapi awal masih
dalam penelitian dan hanya cocok bagi pasien Rh-positif. Apakah
penggunaan IgIV atau Ig anti-D sebagai terapi awal tergantung pada
beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk
memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT <30.000/μL
23
sampai 50.000/ μL tergantung pada ada tidaknya factor resiko perdarahan
yang menyertai dan ada tidaknya resiko tinggi untuk truma. Pada AT
>50.000/ μL perlu diberi IgIV sebelum pembedahan atau setelah trauma
pada beberapa pasien. Pada pasien PTI kronik dan AT <30.000/μL IgIV
atau metilprednisolon meningkatkan AT dengan segera sebelum
splenektomi. Daftar untuk medikasi terapi PTI kronik pada pasien yang
mempunyai AT <30.000/ μL dapat dipergunakan secara individual, namun
danazol atau dapson sering dikombinasikan dengan prednisone dosis
rendah untuk mencapai suatu AT hemostasis. IgIV dan Ig anti-D umunya
sebagai cadangan untuk PTI yang berat yang tidak berespon dengan terapi
oral. Untuk diteruskan atau dosis diturunkan dan akhirnya terapi
dihentikan pada pasien PTI kronik dengan AT 30.000/mL atau lebih,
bergantung pada intensitas terapi yang diperlukan, toleransi efek samping,
risiko yang berhubungan dengan pembedahan dan pilihan pasien.
3. Terapi PTI Kronik Refrakter
Pasien refakter (+ 25 – 30 % pada PTI) didefinsikan sebagai terap
kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta lebih membutuhkan
terapi lanjut karena AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis.
Kelompok ini memiliki respon terapi yang rendah, mempunyai morbiditas
yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki
mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3
kriteria sebagai berikut: PTI menetap lebih dari 3 bulan, pasien gagal
berespon dengan splenektomi dan AT < 30.000/ mL.
4. Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua
24
Untuk pasien yang terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada
beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:
Steroid dosis tinggi. Terapi pasien PTI refrakter selain
prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi.
Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari
untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua
memberi respon yang baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan
sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Pasien yang tidak berespon
dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.
Metilpednisolon. Steroid perenteral seperti metilprednisolon
digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga pada PTI refrakter.
Metilprednisolon pada dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak
dan dewasa yang resisten terhadap prednisolon dosis konvensional.
Dari penelitian Weil pada pasien PTI berat menggunakan dosis
tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan
tiap 3 hari sampai 1 mg/kg/hari dibandingkan dengan pasien PTI
klinis ringan yang telah mendapat terapi prednisolon dosis
konvensional. Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon dosis
tinggi mempunyai respon lebih cepat (4.7 vs 8.4 hari) dan
mempunyai angka respon (80% vs 53%). Respon steroid intravena
bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral
untuk menjaga agar AT tetap adekuat.
IVIg dosis tinggi. Immunoglobulin intravena dosis tinggi 1
mg/kgBB/hari selama 2 hari berturut-turut sering dikombinasikan
25
dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek
samping terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat
diberikan secara intermitten atau substitusi dengan anti-D
intravena.
Anti-D intravena. Anti-D intravena telah menunjukkan
peningatan AT 79-90% pada orang dewasa. Dosis anti-D 50-75%
mg/kg/hari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES
terutama dilien, jadi bersaing dengan autoantibody yang
menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
Alkaloid vinka. Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang
digunakan meskipun mungkin bernilai ketika terapi lainnya gagal
dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya
vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5 - 10 mg, setiap minggu
selama 4 – 6 minggu.
Danazol. Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama 6 bulan
karena respon sering lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap
bulan. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal
sekuang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari
selama 4 bulan.
Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi. Immunosuprsif
digunakan pada pasien yang gagal berespon dengan terapi lainnya.
Terapi dengan azatrioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau
siklofosfamid sebagai obat tunggal yang dapat dipertimbangkan
26
dan responya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat,
simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi
sebelumnya. Pemakaian siklofosfamid, vinkristin dan prednisolon
sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti pada limfoma.
Siklofosfamid 50 – 100 mg p.o bila 3 bulan tidak ada respon obat
dihentikan, bila ada respon sampai 3 bulan turunkan sampai dosis
terkecil.
Dapsone. Dapson dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2
bulan. Pasien-pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan
kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
5. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standard dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini
pertama atau kedua dan memberi masalah besar. Beberapa diantaranya
mengalami perdarahan aktif namun lebih banyak yang berpotensi untuk
perdarahan serta masalah penanganannya. Pada umumnya PTI refrakter
kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa
mempunyai kualitas hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka
yang gagal dengan terapi lini pertama dan kedua hanya memilih terapi
yang terbatas meliputi: interferon-α, anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat
mofetil, protein A columnd dan terapi lainnya.
6. Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Campatth-H dan Rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada
pasien tidak berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk
meningkatkan AT (misalnya: perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil
27
tampak efektif pada beberapa pasien PTI refrakter tetapi studi lebih besar
diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan keamanannya. Dalam
hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-α, protein
A columns, plasmaferesis dan liposomal doksorubisin tidaklah
direkomendasikan.
Prognosis
Respons terapi dapat mencapai 50 – 70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI
dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian
pada PTI biasanya disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal
berkisar 2.2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47.8% untuk usia lebih
dari 60 tahun.1
28
29
BAB III
KESIMPULAN
ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura) adalah suatu gangguan
autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit
darah perifer kurang dari 150.000/μL) akibat autoantibody yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam system
retikuloendotel terutama di limpa.
Penyebab ITP ini tidak diketahui.
Ada 2 tipe ITP, antara lain: umumnya menyerang kalangan anak-anak
berusia 2 hingga 4 tahun dan menyerang orang dewasa sebagian besar dialami
oleh wanita muda awitan.
Diagnosa banding IPT antara lain: anemi aplastik, leukemia akut, DIC, TTP-
HUS, APS, Myelodysplastic syndrome, hiperspelnisme, alcoholic liver disease,
IPT, psedutrombositopenia.
Pengobatan ITP dilakukan dengan farmakologi dan tindakan operatif yaitu
splenektomi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru. W. S., dkk., 2006., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi
IV., Jakarta: Departemen Penyakit Dalam FK UI.
2. Sadikin. Mohammad. H. 2001., Biokimia Darah., Jakarta: Widya
Medika.
3. Isbister, James P., 1999. Hematologi Klinik: Pendekatan Berorientasi
masalah., Jakarta: Hipokrates.
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Idiopathic_thrombocytopenic_purpura., Juni
2008., Idiopathic thrombocytopenic purpura.,
5. http://dranak.blogspot.com/2006/10/itp-idiopathic-
thrombocytopenic.html., October 2006., ITP: IDIOPATHIC
THROMBOCYTOPENIC PURPURA., American Academy of Family
Physicians.
31