refrat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Fotosensitivitas atau sensitivitas terhadap cahaya matahari adalah reaksi terhadap cahaya matahari yang menyebabkan bercak merah dan gatal pada bagian kulit yang mengalami kontak langsung dengan cahaya matahari, terjadi dalam beberapa menit, jam, hari, saat terkena cahaya tersebut, dan bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan lebih lama lagi.2,4,6Fotosensitivitas dapat terjadi karena penggunaan zat kimia dalam sunscreen, parfum, makeup, krim, dan lotion yang kita gunakan pada kulit. Mengkonsumsi obat seperti antibiotik, obat tekanan darah, dan obat penyakit jantung, obat KB, ibuprofen (Advil or Motrin), atau naproxen (Aleve or Naprosyn) dapat menyebabkan fotosensitivitas ketika kulit kontak dengan cahaya matahari.4Bentuk-bentuk fotosensitifitas adalah fototoksisitas dan fotoalergik. Gangguan-gangguan fototoksik memiliki tingkat kejadian yang tinggi, sedangkan reaksi-reaksi fotoalergik lebih jarang pada populasi manusia. Ada ratusan zat, bahan kimia, atau obat-obatan yang bisa memicu reaksi fototoksik dan fotoalergi.4,6Reaksi-reaksi fotosensitif tahun 1897, laporan-laporan dermatitis setelah kontak dengan wortel parsnip dan atau angelica mulai muncul di Amerika Serikat dan Inggris. Pada tahun 1938, H. Kuske menunjukkan bahwa senyawa furokumarin dari tanaman dapat menyebabkan fotosensitisasi, dan tidak lama setelah itu, T. Jensen dan K. G. Hansen melaporkan bahwa UVR antara gelombang 320 sampai 380 nm dapat menyebabkan reaksi maksimum. Pada tahun 1967, beberapa peneliti Inggris menemukan bahwa minyak kayu cendana yang digunakan dalam sunscreen dan kosmetik menyebabkan fotoalergi. Tidak lama kemudian, para ilmuwan Perancis menunjukkan bahwa minyak bergamot dalam suscreen menyebabkan gangguan fotosensitifitas, dan peneliti Jerman berhasil mengisolasi agen-agen fotoreaktif dari cologne, parfum, dan kontrasepsi oral.4BAB IITINJAUAN PUSTAKA

a. DefenisiFotosensitivitas adalah respon abnormal terhadap cahaya, biasanya berhubungan dengan sinar matahari, terjadi dalam beberapa menit, jam, hari, saat terkena cahaya tersebut, dan bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan lebih lama lagi. Reaksi fotosensitivitas membutuhkan penyerapan energi cahaya oleh molekul-molekul dan menjadi deformitas molekular.2b. PatogenesisSetiap proses biologis selalu didahului oleh peristiwa kimia, sehingga perubahan setiap proses fotobiologi berdasarkan atas reaksi fotokimia yaitu reaksi kimia yang dipicu oleh cahaya. Cahaya yang diabsorpsi akan menyebabkan perubahan kimia, melalui molekul. Molekul mampu mengabsorpsi cahaya dengan panjang gelombang tertentu sehingga satu molekul mempunyai spektrum absorpsi tersendiri.1

Absorpsi cahayaMolekul

Molekul tereksitasi

Molekul yang telah berubah

Reaksi biologis ( lesi klinis)

Gambar. 1 Perubahan energi cahaya menjadi energi kimia.1c. KlasifikasiFotosensitivitas dapat bereaksi sebagai fototoksik dan fotoalergik. Berbagai penyakit kulit disebabkan atau diperberat oleh cahaya matahari. Gangguan fotosintesis hanya terjadi pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari. Ada byk penyakit, obat, berbagai tumbuhan, dan beberapa parfum dan kosmetik dapat menyebabkan photosensitivity.1,2,6

Gambar. 2 lokasi terjadinya reaksi fotoalergik dan fototoksik3Ada tiga jenis fotosensitifitas akut :21. Sunburn-type response : eritema, edema, bula, seperti pada reaksi fototoksi obat-obatan atau fitofotodermatitis2. rash response : makula, papul, plakat3. Urticarial responses Radiasi ultraviolet (UVR) pada fotomedicine terbagi dalam dua tipe utama: tipe UVB (290-320 nm), yang disebut "sunburn spectrum" and UVA (320-400 nm). UVA dibagi ke dalam UVA-1 (340 to 400 nm) dan UVA-2 (320 to 340 nm). Unit pengukuran sunburn adalah sebuah eritema dosis minimum (ME), yang merupakan paparan ultraviolet minimal yang menghasilkan eritema jelas dalam iradiasi 24 jam setelah sekali terekspose. MED dinyatakan sebagai jumlah energi per satuan luas : mJ/cm2 (UVB) atau J/cm2 (UVA). MED untuk UVB di kaukasia adalah 20-40 mJ/cm2. (Untuk kulit jenis I atau II, sekitar 20 menit di bagian utara di siang hari pada bulan juni) dan UVA adalah 15 sampai 20 J/cm2 (sekitar 120 menit dalam lintang utara pada siang hari pada bulan Juni). UVB eritema berkembang dalam 6 sampai 24 jam dan memudar dalam waktu 72-120 jam. UVA eritema berkembang dalam 4 sampai 16 jam dan memudar dalam waktu 48 sampai 120 jam.2Berdasarkan etiologinya, klasifikasi reaksi kulit terhadap sinar matahari dapat dilihat pada tabel dibawah ini :2

Obat atau bahan kimia yang dapat memicu fotosensitivitasMenjelaskan tentang interaksi radiasi UV dengan bahan kimia atau obat dalam kulit (ingesti, injeksi, topikal). Dua mekanisme yang dikenal : reaksi fototoksik yang menyebabkan reaksi fotokimia pada kulit dan reaksi fotoalergi dimana fotoalergen yang terbentuk memulai suatu respon imun dan bermanifestasi di kulit sebagai reaksi imunologi tipe IV. Perbedaan klinis utama antara fototoksik dan fotoalergi adalah bahwa manisfestasi seperti dermatitis kontak iritan atau kulit terbakar dan yang terakhir seperti eksematosa atau dermatitis kontak alergik.2Tabel perbedaan fototoksik dan fotoalergi2FototoksikFotoalergik

Gejala klinisReaksi Sunburn: eritema, edema, vesikel dan bula, sering menjadi hiperpigmentasi, rasa terbakar, dan perihLesi eksematosa, papul, vesikel, krusta, biasanya pruritus

HistologiKeratinosit nekrotik, degenerasi epidermal, infiltral dermal terdapat limfosit, makrofag, dan neutrofilDermatitis Spongiotik, padat, infiltrat kistik limfohistiokistik di dermal

PatofisiologiKerusakan jaringan langsungRespon hipersensitivitas tipe lambat IV

Muncul setelah paparan pertamaIyaTidak

OnsetBeberapa Menit-jam setelah kontak24-48 jam setelah kontak

Dosis yang dibutuhkan untuk menyebabkan erupsiBesarKecil

Reaktivitas silang dengan agen lainnyaJarangSering

DiagnosisKlinis + fototestKlinis + fototest + photopatch test

I. Reaksi fototoksikReaksi fototoksik adalah reaksi nonimunologi. Fototoksisitas adalah sebuah bentuk fotosensitifitas yang tidak tergantung pada respon imunologi. Reaksi-reaksi fototoksik tergantung pada dosis dan akan terjadi pada hampir setiap orang yang menggunakan atau mengaplikasikan banyak agen pemicu dan UVR, tetapi dosis yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi ini berbeda-beda pada setiap orang. Lebih sering ditemukan daripada fotoalergik, karena reaksi sunburn digolongkan ke dalamnya. Reaksi fototoksik terjadi hampir setiap individu apabila terpajan dengan sensitizer atau fototoksik. Agen-agen fotoreaktif atau fotosensitizer adalah zat-zat kimia yang dapat menimbulkan fotoreaksi. Bahan kimia bisa berupa obat terapeutik, kosmetik, bahan industri, atau bahan pertanian.1,5,10Reaksi-reaksi fotosensitifitas bisa diakibatkan oleh fotosensitizer kimia yang diaplikasikan secara topikal, oral, atau suntik. Bahan-bahan yang digunakan setiap hari seperti parfum, sabun, deodorant, losion, minyak rambut dan krim kosmetik, pemanis buatan, produk-produk petroleum, tattoo, dan makanan tertentu bisa mengandung agen-agen fotoreaktif.10Pengobatan yang lebih umum digunakan, yang mengandung agen-agen fotoreaktif antara lain antibiotik (tetrasiklin, fluoroqiunolon, sulfonamida, dll), NSAID, obat-obat kardiovaskular, diuretik, obat-obat antidiabetes, antipsikotik, antihistamin, agen-agen kulit, dan lain-lain. Radiasi yang terutama berperan adalah radiasi UV A dan kadang-kadang sinar tampak meskipun beberapa bahan membutuhkan radiasi UV B misalnya sulfonamid, difenhidramin dan vinblastin. Beberapa contoh reaksi fototoksis adalah sunburn, fitofotodermatitis dan dermatitis berloque.1,10

a. SunburnSunburn adalah respon inflamasi akut pada kulit normal setelah terpapar radiasi UV (terutama UVB) dari sinar matahari atau sumber buatan. Fototoksik akut sering mulai sebagai reaksi sunburn berlebihan dengan eritem dan edema yang muncul dalam beberapa menit ke jam, kemudian muncul vesikel dan bula dapat berkembang dengan reaksi-reaksi yang serius. 2,3Sunburn ditandai dengan eritema sehingga disebut eritema ultraviolet. Eritema akibat sunburn adalah hasil pajanan kulit dengan sinar UV A, UV B, dan UV C sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah di dermis. UV B dan UV C akan diabsorpsi epidermis, sedangkan UV A memenetrasi epidermis. Lesi sering sembuh dengan hiperpigmentasi, selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.1,5

Gambar 3. Sunburn2,3

Eritema akibat pajanan UV BUV B biasa disebut sinar sunburn, dipengaruhi oleh lingkungan, musim, waktu dan lamanya pajanan. Sifat eritemanya berbatas tegas. Periode laten antara 8-16 jam sebelum tampak eritema secara klinis. Mediator vasoaktif dalam masa laten berdifusi ke pembuluh darah dermis dan menyebabkan vasodilatasi.1Banyak protein di epidermis mengabsorpsi sinar UV B misalnya nukleat. Eritema tampak 2-6 jam setelah radiasi, maksimum 24-36 jam dan menghilang dalam waktu 72-120 jam disertai pigmentasi akibat meningkatnya sintesis melanin. Melanin merupakan zat yang dapat mengabsorpsi UV B. Sinar matahari merupakan sumber kuat sinar UV B.1

Eritema akibat pajanan UV CUV C tidak mencapai bumi, sehingga eritema jenis ini hanya terjadi akibat pajanan sinar UV C artifisial, misalnya dengan lampu merkuri. Eritema muncul 4-6 jam setelah pajanan, menghilang 12-36 jam. Sinar UV C 99 % diabsorpsi di startum korneum dan sel-sel epidermis bagian atas, namun hanya 1 % sisanya yang mampu memacu eritema akibat absorpsi pembuluh darah dermis setelah berpenetrasi melewati epidermis.1Fototoksisitas kronis juga dapat muncul sebagai reaksi sunburn berlebihan. Likenifikasi sering berkembang karena sering menggosok dan menggaruk daerah fotosensitif.10,5b. FitofotodermatitisFitofotodermatitis merupakan reaksi inflamasi kulit yang berhubungan dengan pajanan terhadap sinar dan tumbuh-tumbuhan. Respon inflamasi tersebut adalah reaksi fototoksik terhadap zat kimia dalam beberapa jenis tanaman. Zat yang bersifat fototoksik dalam tumbuhan dikenal sebagai furokumarin atau psoralen. Zat fototoksik tersebut bersifat larut dalam lemak dan mudah berpenetrasi ke dalam epidermis. Gesekan, keringat, panas serta kelembaban akan mempengaruhi absorbsi zat-zat tersebut kedalam kulit sehingga mempengaruhi terjadinya reaksi fototoksik tersebut.1,2Fitofotodermatitis terjadi biasanya pada musim panas atau sepanjang tahun di daerah tropis. Secara umum jenis fitofotodermatitis karena paparan jeruk nipis, seledri,dan padang rumput, para tukang kebun. Orang yang berjalan di pantai dengan taman rumput dan anak-anak bermain di taman rerumputan menyebabkan fitofotodermatitis di pahanya, rerumputan tersebut mengandung Agrimony. Dapat muncul pada semua usia dan ras, orang dengan kulit coklat dan hitam bisa mengembangkan bercak gelap tanpa eritema atau lesi bulosa. Lesi kulit akut berupa eritema, edema, vesikel, dan bula.2Untuk dapat memicu terjadinya fitofotodermatitis terdapat 2 tahap reaksi, yaitu :1a. Berkontak dengan furokumarin yang berkemampuan mesensitisasib. Pajanan sinar UV dengan panjang gelombang lebih dari 3200 A atau sinar matahariManifestasi klinis berupa eritema dan bula, sedangkan hiperpigmentasi merupakan manifestasi kronik.1

Gambar. 4 Fitofotodermatitis 2c. Dermatitis berloqueDigambarkan pertama kali oleh Freund pada tahun 1916 berupa eritema dan pigmentasi menyerupai bentuk kalung pada individu yang mengoleskan minyak wangi sebelum terpajan sinar matahari. wanita yang menggunakan parfum yang mengandung minyak bergamot yang dihasilkan oleh sejenis buah jeruk menyebabkan pigmentasi hanya pada area di mana parfum disemprotkan, secara khusus bagian leher.1,2

Gambar. 5 Dermatitis berloque 11,12

II. Reaksi fotoalergikReaksi fotoalergik adalah perubahan reaktivitas kulit untuk bereaksi dengan sinar saja atau dengan adanya photosensitizer dalam hal ini disebut fotoalergen melalui mekanisme respon imun humoral atau selular. Photosensitizer kontak adalah reaksi foto alergi yang terjadi karena pemakaian berbagai macam bahan secara topikal seperti lotion tabir surya atau bahan yang mengandung antibakteri maupun antimikotik. Lebih umum terjadi pada dewasa muda, dan semua jenis dan warna kulit. Reaksi fotoalergik merupakan kelainan yang jarang ditemui, dibandingkan fototoksik. kemungkinan karena mekanisme yang mendasari belum diketahui jelas dan hanya terjadi pada individu tertentu.1,2,9

PatogenesisMekanisme reaksi fotoalergik meliputi absorpsi sinar oleh photosensitizer, kemudian terjadi perubahan sehingga terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu terjadinya respon imun tipe IV atau tipe lambat. Karena fotoalergi bergantung pada reaksi immunologi seseorang, maka fotoalergi hanya berkembang pada sebagian kecil orang yang terkena obat dan cahaya dan hanya terjadi pada mereka yang telah menjadi sensitive. Pajanan pertama pada fotoalergen tidak akan segera menimbulkan reaksi, reaksi baru akan terlihat pada pajanan berikutnya. Fotoalergi tidak memerlukan dosis tinggi baik fotoalergen maupun energy yang dibutuhkan untuk memicu reaksi tersebut.1,2, 9Contohnya antibaktrial atau antifungal dalam sabun dan produksi peralatan-peralatan rumah tangga atau obat-obat, sulfonamides.2

Gambaran klinisReaksi fotoalergi akut dapat dibedakan secara klinis dari dermatitis kontak alergi. Dengan gejala umumnya lesi papular atau eksematosa, vesikel, skuama, krusta, kadang pada stadium kronik dijumpai likenifikasi dan bentuk lain seperti urtikaria dan papul ditandai dengan pruritus, yang hampir mirip dengan dermatitis atopi atau dermatitis kontak alergi .1,2

Gambar 6. Fotoalergik2Distribusi terutama pada daerah yang terkena cahaya, tetapi bisa saja meluas ke bagian lain kulit yang tidak terkena cahaya, jadi tidak terbatas seperti pada reaksi-reaksi fototosik.2

Reaksi fotoalergik ada dua macam :11. Yang dipacu oleh photosensitizer eksogen :a. Photosensitizer kontakb. Photosensitizer sistemik

2. Yang tidak berhubungan dengan photosensitizer :a. Tipe cepat : urtikariab. Tipe lambat : polymorphous light eruption

1. Reaksi fotoalergik yang dipacu oleh photosensitizer eksogen

a. Photosensitizer kontakAkibat pemakaian bahan secara topikal antara lain : aftershave lotion, tabir matahari psoralen, dan salisilanilid halogen serta zat turunannya yang terkandung didalam bahan antibakteri atau antimikotik. Penggunaan trichlosalicylanilide (TCSA) dalam sabun, deodoran dan bahan lain untuk membunuh bakteri merupakan penyebab terbanyak reaksi fototoksik.1Gambaran klinis berbentuk papular, likenoid dan ekzematosa. Dasar reaksi tersebut adalah hipersensitivitas tipe lambat, sehingga lesi muncul dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah pajanan dengan spektrum sinar ultraviolet gelombang panjang. Gambaran histologisnya menunjukan adanya perubahan pada epidermis berupa akantosis, spongiosis dan pembentukan vesikel disertai infiltrate padat sel radang bulat di sekitar pembuluh darah.1,9Diagnosis ditegakan dengan memperhatikan distribusi serta sifat erupsi dan untuk penyebabnya perlu dilakukan uji tempel dengan sinar (photopatch test). Cara melakukan uji tempel dengan sinar hampir sama dengan uji tempel biasa, bedanya deretan alergen ditempelkan secara ganda. Dalam waktu 24-48 jam setelah penempelan dilakukan penyinaran pada salah satu deretan dengan sinar UV gelombang panjang. 24 jam kemudian deretan diperiksa dan dilakukan perbandingan antara deretan yang disinari dengan yang tidak disinari. Hasilnya positif akan menimbulkan kelainan klinis yang sama, baik secara morfologi maupun histologi.1,2b. Photosensitizer sistemikReaksi terhadap photosensitizer sistemik lebih jarang ditemukan daripada photosensitizer kontak dan mekanismenya masih belum dimengerti secara pasti. Terjadi reaksi oleh beberapa bahan seperti griseofulvin, beberapa antihistamin, pemanis artifisial kalsium siklamat, sulfonamid, klorotiazid dan sulfonilurea. Waktu reaksi berlangsung lambat dengan erupsi berupa papul likenoid sampai perubahan ekzematosa. Kelainan biasanya cepat menghilang, tetapi ditemukan juga keadaan yang persisten.1Gambaran histologik kelainan likenoid mirip liken planus yaitu adanya sebukan padat sel radang bulat berbentuk pita di daerah subepidermal disertai sebukan sel radang bulat disekitar pembuluh darah dermis bagian bawah. Pada erupsi ekzematosa akan terlihat edema di epidermis dan sebukan sel radang bulat di dermis.1Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis gambaran morfologik dan histologik.2. Reaksi fotoalergik yang tidak berhubungan dengan photosensitizer

a. Tipe cepat (urtikaria solaris)Urtikaria solaris adalah gangguan yang jarang terjadi, biasanya mempengaruhi wanita antara 20 dan 40 tahun. Terdapat ruam merah dan bengkak gatal-gatal gatal berkembang setelah terpapar sinar matahari, muncul secepat lima sampai 10 menit setelah paparan UV tetapi umumnya mereda dalam beberapa jam. Gejala sistemik terkait, termasuk sakit kepala, mual, masalah pernapasan dan pusing, mungkin terjadi.7,8Lesinya berupa urtika dikelilingi daerah eritematosa, meskipun kadang-kadang terlihat urtika multipel disertai pseudopodi. Lokalisasi biasanya di daerah terpajan tetapi dapat timbul diseluruh tubuh, meskipun daerah yang sering terpajan sinar matahari bersifat lebih toleran. Waktu reaksi beberapa detik sampai menit dan urtikaria yang timbul sesuai dengan daerah pajanan. Urtikaria solaris dapat dipacu oleh spektrum berbagai varietas panjang gelombang, tetapi umumnya reaksi terhadap energi sinar UV dengan panjang gelombang kurang dari 370 nm.1Gambaran histologik kurang dapat menyokong diagnosis. Terdapat pemisahan jaringan kolagen di dermis dengan sedikit edema disertai sebukan sel radang perivaskular. Fototes dapat merupakan pembantu diagnosis dan dipakai untuk tuntunan pengobatan. Pengobatan spesifik tidak ada kecuali menghidarkan pajanan sinar matahari. AH1 kadang dapat menghilangkan gejala, dengan sensitisasi dengan sinar merupakan pengobatan yang sekarang banyak dipakai.1

b. Tipe lambat (polymorphous light eruption PMLE)Erupsi ini adalah reaksi yang tidak umum terjadi akibat paparan sinar matahari. Penyebabnya belum diketahui. Polymorphous light eruption merupakan salah satu masalah kulit yang berhubungan dengan matahari yang paling sering terjadi pada wanita dan pada orang-orang di daerah utara yang tidak secara teratur terkena sinar matahari, paling mungkin untuk terjadi pada orang berkulit putih, dan berusia dibawah 30 tahun.6,7,8Biasanya, orang dengan keadaan ini yang terus pergi keluar dibawah paparan sinar matahari secara berangsur-angsur akan menjadi lebih peka terhadap sinar matahari. Melanogenesis dan penebalan stratum korneum akibat pajanan sinar UV mungkin memegang peran pada patogenesis fenomena tersebut. Patogenesis masih belum jelas diketahui. Adanya sel-sel radang bulat perivaskular di dermis menyokong pendapat bahwa hipersensitivitas tipe lambat memegang peran pada patogenesis PMLE. Terjadinya PMLE tidak bergantung pada panjang gelombang.1,8Gambarannya bervariasi, dapat menyerupai prurigo atau kadang-kadang menyerupai eritema multiforme. Beberapa lesi dapat bersatu membentuk plakat dengan lokalisasi di daerah muka. Biasanya terdapat satu lesi yang menonjol dan umumnya adalah lesi ekzematosa, tersusun secara tidak beraturan. Terdapat dugaan bahwa 30-50% penderita PMLE akan mengalami kelainan klinis berat pada pajanan pertama, sedangkan pada pajanan selanjutnya kelainan tersebut akan semakin ringan, sehingga menimbulkan keadaan yang disebut sebagai fenomena hardening. Lesi timbul 30 menit sampai 72 jam setelah pajanan dengan sinar matahari. Gambaran histologi epidermis akan terlihat edema, spongiosis dan pembentukan vesikel pada lesi ekzematosa. Kelainan primer tampak di dermis berupa subkutan sel radang bulat di sekitar pembuluh darah seperti yang ditemukan pada dermatitis kontak alergik.1,6Pengobatan paling efektif ialah dengan menghindari pajanan sinar matahari disamping pemakaian bahan pelindung. Pemakaian topikal tabir matahari hanya akan memberikan perlindungan sebagian terhadap pajanan sinar matahari. Penggunaan kortikosteroid topikal kurang berguna. Penggunaan obat antimalaria sangat menolong, meskipun kerjanya belum jelas, mungkin melalui imunosupresi. Pemberian beta karoten dan psoralen sistemik mempunyai efek dalam batas tertentu. Dapat diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi per oral pada PMLE akut dan diturunkan perlahan-lahan sesaui keadaan klinisnya.1

Daftar pustaka

1. Soebaryo RW. Fotosensitivitas. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 6. Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2010: 182-1882. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology. Fifth edition. MGH 20073. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology. Stuttgart New york, 2006: 295-2994. Photosensitivity : http://www.nursingcenter.com/pdf.asp?AID=930503 6 juli 20135. Zammit ML. Photosensitivity: Light, sun and pharmacy. Diunduh dari : http://www.mcppnet.org/publications/ISSUE16-5.pdf 6 juli 20136. Yuen P. Dermatology Skin Treatment. Diunduh dari : http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/photosensitivity 6 juli 20137. Sarnoff DS, Saini R, Handel A. Photosensitivity. Diunduh dari : http://www.skincancer.org/prevention/are-you-at-risk/photosensitivity-a-reason-to-be-even-safer-in-the-sun 6 juli 20138. Reaksi Fotosensitivitas. Diunduh dari : http://medicastore.com/penyakit/3265/Reaksi_Fotosensitivitas.html 5 juli 20139. Haryadie WR. Reaksi Fotoalergi. Diunduh dari : http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/reaksi-fotoalergi.html 6 juli 201310. Masdin. Masalah-masalah Ilmiah Fotosensitivitas. Diunduh dari : http://bukujurnalartikel.blogspot.com/2010/01/masalah-masalah-ilmiah-fotosensitifitas.html 6 juli 2013 11. Berloque dermatitis. Diunduh dari : http://derma.freehostia.com/14_berloque_dermatitis.php 11 juli 201312. Berloque dermatitis picture. Diunduh dari : http://health-pictures.com/berlock-dermatitis.htm 12 juli 2013

16 | Page