40
REFERAT Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dan Aspek Radiologisnya Pembimbing : dr. Herman W. Hadiprodjo, SpRad Oleh : Jesslyn Adytia Soesilo 406138144 KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT ROYAL TARUMANAGARA

Referat IUFD

  • Upload
    jesslyn

  • View
    123

  • Download
    12

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bgfbgf

Citation preview

Page 1: Referat IUFD

REFERAT

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dan Aspek Radiologisnya

Pembimbing :

dr. Herman W. Hadiprodjo, SpRad

Oleh :

Jesslyn Adytia Soesilo

406138144

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RUMAH SAKIT ROYAL TARUMANAGARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 27 JULI 2015 – 29 AGUSTUS 2015

Page 2: Referat IUFD

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

anugerah-Nya referat berjudul “Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dan Aspek Radiologisnya”

ini dapat diselesaikan.

Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas

kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Royal Tarumanagara periode 27 Juli 2015 –

29 Agustus 2015.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Herman W. Hadiprodjo, SpRad selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini.

2. Paramedis dan staf di RS Royal Tarumanagara serta semua pihak yang turut serta

membantu baik dalam penyusunan case report maupun membimbing serta menyediakan

fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian case report ini tidak dapat saya sebutkan

satu per satu di sini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat kesalahan

dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk menyempurnakan case

report ini.

Akhir kata semoga case report ini berguna baik bagi saya sendiri, rekan-rekan di tingkat

klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang

membutuhkan.

Jakarta, Agustus 2015

Penyusun

i

Page 3: Referat IUFD

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………….....i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..ii

BAB I Pendahuluan...………………………………………………………………………….1

BAB II Tinjauan Kepustakaan……………………………………………………………….....3

2. 1 Definisi ……………………………………………………………………………..3

2. 2 Faktor Risiko ………………………………………………………………………..3

2. 3 Etiologi ……………………………………………………………………………...4

2. 4 Klasifikasi …………………………………………………………………………..12

2. 5 Diagnosis ……………………………………………………………………………13

2. 6 Komplikasi ………………………………………………………………………... 18

2. 7 Tatalaksana ………………………………………………………………………... 19

2. 8 Pencegahan ………………………………………………………………………... 23

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………24

ii

Page 4: Referat IUFD

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana

57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98%

dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang. 1,2. Kematian janin dapat terjadi

antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam

kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih

menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra

Uterine Fetal Death ( IUFD) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih.3

Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi

menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20

minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-

28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28

minggu.

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai

ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia

tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah

angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral

hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta

maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat

menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi.

Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan

janin serta pemeriksaan kehamilan (antenatal care) yang teratur. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra

uterin.

1

Page 5: Referat IUFD

Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang

dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode

terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per

vaginam dan persalinan per abdominam (Sectio Caesaria).

Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) sangat berperan penting dalam upaya

pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka kematian janin.

Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko, etiologi

hingga upaya penatalaksanaannya.

2

Page 6: Referat IUFD

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada

usia gestasional ≥ 22 minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan

berat badan 500 gram atau lebih, atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu

atau lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal

death adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan

20 minggu atau lebih.

2.2. Faktor Risiko

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko

kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko

IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD

dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat

pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian

risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,

diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.

Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko retardasi

pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth

khususnya pada kehamilan prematur.

Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD.

Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan

3

Page 7: Referat IUFD

Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD

dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-

29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan

IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat

badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko

terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki

risiko dua kali lipat menderita IUFD.2

2.3. Etiologi

Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai penurunan angka

mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk

perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2

Persentase penyebab IUFD. 6

Faktor Maternal 3,7

Kehamilan post-term (≥ 42 minggu).

Diabetes Mellitus tidak terkontrol

Systemic lupus erythematosus

Infeksi

Hipertensi

4

Page 8: Referat IUFD

Pre-eklampsia

Eklampsia

Hemoglobinopati

Penyakit rhesus

Ruptura uteri

Antiphospholipid sindrom

Hipotensi akut ibu

Kematian ibu

Umur ibu tua

Faktor fetal

Kehamilan ganda

Intrauterine growth restriction

(Perkembangan Janin Terhambat)

Kelainan kongenital

Anomali kromosom

Infeksi (Parvovirus B-19, CMV,

listeria)

Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali pusat)

Abruptio Plasenta (lepasnya

plasenta)

Insufisiensi plasenta

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Perdarahan Feto-maternal

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari audit

perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :

1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah

ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin

normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses

restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi

plasenta. 2

IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan

kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia.

Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil

untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya

persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu,

risiko IUFD juga semakin meningkat. 2

5

Page 9: Referat IUFD

2. Penyakit Medis Maternal

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada

wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non

diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang tidak

baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin

intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan

peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan

multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat

dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2

Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan

superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada

kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. 2

Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi antitrombin

herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom

antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD

terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom

fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE.

Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada

IUFD.

Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar

asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin. Hingga saat ini,

masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif

atau tatalaksana. 2

3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin

Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk

melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah

kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13

sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x. 2

6

Page 10: Referat IUFD

Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi

pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan confined

placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe

janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada

kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 2

Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal

akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan

malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan

penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2

4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat

Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali

pusat dan membran plasenta.

1. Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh

darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit. 8

2. Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan

mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12

mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.

Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm

Tali pusat pendek : < 30 cm.

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang

tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali

pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2

Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,

sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.

7

Page 11: Referat IUFD

Kompresi tali pusat. 9

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian

pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang

berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat

tertekannya arteri umbilikalis. 9

Lilitan tali pusat. 9

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan

anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2

8

Page 12: Referat IUFD

Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi

fetomaternal.

Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta adalah

separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak

12 % menyebabkan IUFD. 10

Abruptio Plasenta. 9

5. Infeksi

Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental

(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait

infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD.

Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin.

Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering

dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan

berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.

9

Page 13: Referat IUFD

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus yang

jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks.

Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin

dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial

yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia

coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum.

Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu IUFD.

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin dapat

terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang

menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.

Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada plasenta dan

IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya ketuban sebelum

waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat berakhir dengan

kematian janin.

10

Page 14: Referat IUFD

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini. 9

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.

Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar 12-

50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda

dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD

mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian

rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti

menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom

kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir

sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD

sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk

melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor

independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra

kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15,

11

Page 15: Referat IUFD

kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status

sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2

2.4 Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi

menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8

1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal

death)

2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)

3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan - perubahan

sebagai berikut : 3,8

1. Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :

kulit kemerahan ‘setengah matang’

3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi

merah dan mulai mengelupas.

4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) :

Kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh

pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.

.

12

Page 16: Referat IUFD

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)

Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin

sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah

kulit.

2.5. Diagnosis

13

Page 17: Referat IUFD

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5

1) Anamnesis :

Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti

biasanya )

Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan

Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia

kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang

biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.

Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba

gerakan-gerakan janin.

Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan

10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler

merupakan bukti kematian janin yang kuat.

3) Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :

a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)

yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi

akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang

membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian.

Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan

janin hidup.

14

Page 18: Referat IUFD

Spalding’s sign. 11

b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan

Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system

skelet

Femur Length Chart

15

Page 19: Referat IUFD

4) Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan

hypofibrinogenemia 25%.

5) Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,

pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk

mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan dengan

penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan TORCH.

Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi

malformasi

bercak/ noda

warna kulit – pucat, pletorik

derajat maserasi

2. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

3. Cairan Amnion

warna – mekoneum, darah

konsistensi

volume

4. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan

malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

edema – perubahan hidropik

16

Page 20: Referat IUFD

5. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan

Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda

yang Selalu Ada

Gejala dan Tanda yang

Kadang- Kadang Ada

Kemungkinan

Diagnosis

Gerakan janin berkurang

atau hilang, nyeri perut

hilang timbul atau menetap,

perdarahan pervaginam

sesudah hamil 22 minggu

Syok, uterus tegang/kaku, gawat

janin atau DJJ tidak terdengar

Solusio Plasenta

Gerakan janin dan DJJ

tidak ada, perdarahan,

nyeri perut hebat

Syok, perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal, kontur

uterus abnormal, abdomen

nyeri, bagian-bagian janin

teraba, denyut nadi ibu cepat

Ruptur Uteri

Gerakan janin berkurang

atau hilang, DJJ abnormal

(<100/mnt/>180/mnt)

Cairan ketuban bercampur

mekonium

Gawat Janin

Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan

berhenti, TFU berkurang,

pembesaran uterus berkurang

IUFD

17

Page 21: Referat IUFD

2.6. Komplikasi 3

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila

waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat

terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.

1. Trauma psikis

Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang

dikandungnya.

2. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)

Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti tromboplastin yang melintasi

plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi faktor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII,

protrombin,dan trombosit manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)

3. Ensefalomalasia multikistik

Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik dimana

memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan yang salah satu

janinnya meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya.

Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi

terkena ensefalomalasia multikistik.

Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi bahan tromboplastik

dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup

dengan atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin seingga

terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik), usus, ginjal, dan paru3.

4. Perdarahan Post Partum

Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD

(kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%). Akibat kekurangan

18

Page 22: Referat IUFD

fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3

minggu setelah janin

2.7. Penatalaksanaan 8,12

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 8

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-

tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung

udara didalam jantung dan edema scalp.

2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin

dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung

janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu

didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir

pervaginam.

4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu

dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.

7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko

infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir 19

Page 23: Referat IUFD

8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum

matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi

50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan

melebihi 4 dosis.

9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada

koagulopati

11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan

ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan

infeksi .

20

Page 24: Referat IUFD

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2

Non-Interferensi

2 minggu

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

Psikologis

Infeksi

Penurunan kadar fibrinogen

Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Prostaglandin gel

Diulang setelah 6-8 jam

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

21

Page 25: Referat IUFD

METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

Infus Oksitosin

Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan

serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%

melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan.

Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada

hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%

dengan kecepatan 30 tetes per menit.

Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit.

Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak

boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama.

Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut.

Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per

vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang

tetap gagal menginduksi persalinan.

Prostaglandin

Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif

untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-8

jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai

dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

22

Page 26: Referat IUFD

2.8. Pencegahan 3, 8

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah

bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan

T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu

menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obat-

obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal

elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan

terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.

23

Page 27: Referat IUFD

DAFTAR PUSTAKA

1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin America.

Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 371–8

2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine

Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and

Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden

2002.

3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.

4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical Journal

2008, ;23(1)

5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related

Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient

Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74

6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal

Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind 2004;54(6):561-3

7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine,

Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 2008

8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD.

Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001

9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009

10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug

Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. 1Department of

Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. 2007

11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari

www.ultrasound-images.com

12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology

and Obstetrics 2007 99 : S156–S159

24

Page 28: Referat IUFD

13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with Intrauterine

Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

25