50
PRESENTASI KASUS INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD) Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Obsgyn Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh : Arby Shafara Sekundaputra 20090310177 Diajukan Kepada: dr. H. Agung Suhadi Sp.OG (K) BAGIAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO i

Presus IUFD

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTASI KASUSINTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan KlinikBagian Obsgyn Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :Arby Shafara Sekundaputra20090310177

Diajukan Kepada:dr. H. Agung Suhadi Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGIRSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2014

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUSINTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Oleh : Arby Shafara Sekundaputra2009031077

Disetujui oleh,Dosen pembimbing Kepaniteraan KlinikBagian Obstetri dan GinekologiRSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Agung Suhadi Sp.OG (K)

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr. Wb.Allahamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Obsgyn RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan judul:INTRA UTERINE FETAL DEATHPenulisan PRESENTASI KASUS ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, maka dengan kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:1.dr. H.Agung Suhadi Sp.OG (K) , selaku dosen pembimbing dan penguji2.Segenap perawat bangsal Edelweis3.Teman-teman dokter mudaPenulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan PRESENTASI KASUS ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakannya.Wasalamualaikum wr.wb.

Wonosobo, April 2014

Penulis

DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivBAB I1PENDAHULUAN1A.IDENTITAS PASIEN1B.ANAMNESIS1C.PEMERIKSAAN FISIK2D.PEMERIKSAAN PENUNJANG4E.DIAGNOSIS4F.TERAPI5G.PERKEMBANGAN PASIEN5H.FOLLOW UP 12 April 20146BAB II7TINJAUAN PUSTAKA7A.DEFINISI INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)7B.EPIDEMILOGI10C.PATOFISIOLOGI11D.DIAGNOSIS IUFD20E.PENATALAKSANAAN20F.KOMPLIKASI IUFD23DAFTAR PUSTAKA26

iv

BAB IPENDAHULUANIDENTITAS PASIENNama Pasien: Ny. Siti NgasiyahUmur: 22 tahunJenis kelamin: PerempuanPekerjaan: ibu rumah tanggaAgama: islamAlamat: kalibeber 4/13 MojotengahNo. RM : 601141Tanggal masuk RS: 29 maret 2014Tanggal keluar RS: 30 maret 2014ANAMNESISTanggal 11 April 2014 pukul 13.00Seorang pasien datang kiriman bidan dengan keterangan G3P1A1 dengan DJJ tidak terdengar. Pasien merasa sudah hamil 8 bulan. Pasien mengatakan tidak ada gerakan janin sejak 1 hari yang lalu, riwayat jatuh dan dipijat disangkal. Pasien mengatakan belum merasa kencang-kencang, lendir darah maupun air kawah belum keluar.HPHT: 17 Agustus 2013HPL: 24 Mei 2014UK: 33 minggu 6 hariRiwayat menikah: 1x, sudah menikah 12 tahunRiwayat Haid: usia 12 tahun, teratur (rata-rata 7 hari), siklus 28 hari

Riwayat obstetrik : I. 10 th, BB lupa, lahir di rumah oleh dukun II. Keguguran saat usia kehamilan 2 bulan III. Hamil iniRiwayat ANC : rutin di posyanduRiwayat KB : suntik 3 bulananRiwayat penyakit : jantung, hipertensi, asma, dan diabetes disangkal.PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis1.Keadaan Umum : Baik2.Kesadaran : Compos Mentis3.Vital Signa. Tekanan Darah: 113/67 mmHgb. Nadi : 78x/menit, teratur, kuat angkat, isi tegangan cukupc. Pernafasan: 26x/menit, tipe thorakoabdominald. Suhu: 370 C4.Pemeriksaan kepalaa. Bentuk kepala: Mesochepalb. Rambut: Dominan Hitam, tipis, tidak mudah dicabut5.Pemeriksaan mataa. Konjungtiva: pada mata kanan dan kiri nampak anemisb. Sklera: mata kanan dan kiri tidak nampak ikterikc. Pupil: isokor kanan-kiri, reflek cahaya +/+d. Palpebra : tidak nampak edema pada palpebra kanan dan kiri6.Pemeriksaan hidunga. Bentuk: dalam batas normal, tidak ada deformitasb. Sekret: tidak terdapat sekeret hidung7.Pemeriksaan muluta. Bibir: bibir tipis, nampak pucatb. Lidah: lidah tidak kotor, tremor (-)c. Faring : tidak hiperemis8.Pemeriksaan telingaa. Bentuk: normal, tidak terdapat deformitasb. Sekret: tidak adac. Fungsional: pendengaran baik9.Pemeriksaan lehera. JVP: tidak meningkatb. Kelenjar tiroid: tidak membesarc. Kelenjar Limfonodi: tidak membesard. Massa: tidak tampak massa10. Pemeriksaan thoraksa. Paru1) Inspeksi : simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)2) Palpasi: vocal fremitus kanan = kiri3) Perkusi: sonor semua lapang paru kanan dan kiri4) Auskultasi: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)b. Jantung1) Inspeksi: ictus cordis terlihat pada SIC 5, LMC sinistra2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC 5, LMC Sinistra, kuat angkat 3) Perkusi: Batas jantunga) Kanan atas : SIC II LPS dextrab) Kanan bawah: SIC V LPS dextrac) Kiri atas: SIC II LMC sinitrad) Kiri bawah: SIC V LMC sinistra4) Auskultasi : Suara Jantung S1>S2 reguler,tidak ada murmur, tidak ada gallop11. Pemeriksaan AbdomenInspeksi : Stria gravidarum (+), sikatrik (-), Auskultasi : peristaltik (+), Palpasi: nyeri tekan(-)12. Pemeriksaan Ekstremitas-Superior: deformitas (-/-), edema (-/-)-Inferior: deformitas (-/-), edema (+/+)Status Obstetri1. Inspeksi : abdomen membesar, striae gravidarum (+), sikatrik (-)2. Palpasi: teraba janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, puki, kepala floating , His (-), TFU 25cm.3. Auskultasi: DJJ (-)4. Pemeriksaan Dalam: vulva/urethra tenang, dinding vagina licin, serviks tebal lunak dibelakang, (-) , presentasi kepala, selket (+), kepala floating STLD (-), AK (-).PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium NilaiNilai rujukan

Hemoglobin16,2 g/dl (N)13,2 17,3

Leukosit17,9/ul (H)3800 10.000

Diff Count

Eosinofil0,30% (N)2 4

Basofil0,3% (N)0 1

Neutrofil89 % (N)50 70

Limfosit7,4% (H)25 40

Monosit9% (N)2 8

Hematokrit48% (N)40 52

Eritrosit5,5 x 106/ul (N)4,4 5,9

Trombosit185.000/ul(N)150 400

MCV87 fl (N)80 100

MCH30 pg (N)26 34

MCHC34 g/dl (N)32 36

Masa perdarahan /BT2 menit1-3

Masa Pembekuan/CT4 menit3-6

Golongan darahB

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu58mg/dl (N)70 150

Ureum8,3 mg/dl (N)< 50

Creatinin0.6 mg/dl (N)0.4 0.7

SGOT28.00 50

SGPT36.00 50

USG : Janin tunggal, preskep, gerak (-), Djj (-), plasenta difundus grade 2, air ketuban sedikitDIAGNOSISIUFD, Multigravida h.preterm (33 minggu 6 hari) bdpTERAPIInduksi Balon kateter + 75ml aquabidesInduksi Misoprostol 50 mcg/vag/6 jamObservasi his PERKEMBANGAN PASIENPukul 14.00Telah dilakukan pemasangan balon kateter + 75 ml aquabides + induksi misoprostol 50mcg/ vag/ 6 jam/ tab I/ seri ITx: Obs his Observasi balon lepasEvaluasi 6 jam (20.00)

Pukul 20.00Balon lepas His 2x/10/25-35/SedangPD : v/u tenang, dinding vagina licin, servix tebal lunak ditengah 3 cm, selket (+), kepala H1-2, STLD (+), AK (-)Dx : IUFD, multigravida h. Preterm dp kala I fase laten dalam riwayat Induksi misoprostol 50mcg/vag/6 jam/tab I/ seri I + Induksi Balon kateter + 75 ml aquabidesTx : Stimulasi Oksitosin 5IU/500ml RL mulai 8 tpm sampai his adekuat

Pukul 20.45Ketuban Pecah, ibu ingin mengejan, vulva dan anus membujaHis (+) 2-3x/10/30-45DJJ(-)PD: v/u tenang, dinding vagina licin, servix tidak teraba lengkap, selket (-), kepala H3, STLD (+), AK (+)Dx : Kala II, Tx : Pimpin Persalinan

Pukul 20.55Bayi lahir spontan dalam keadaan meninggal jenis kelamin , BB: 1250 gram, PB: 38 cm, maserasi bayi grade ITx: Injeksi Oksitosin 5IU/IM

Pukul 21.00Plasenta lahir spontan kesan lengkapTidak terdapat klasifikasi plasenta, terdapat striktur talipusatDx: Kala IIITx: Injeksi metergin 0,2mg IM

Dx: Post partum Spontan, dalam stimulasi oksitosin 5IU/500ml RL 20 tpm botol I, dalam riwayat induksi miso 50mcg/vag/6jam/tab I/seri I + induksi balon kateter a/i IUFD, preterm, P2A1Tx: Amoxicillin3x500mg Asam Mefenamat3x500mg SF1x1 tab Lynoral3x2; 2x2; 1x2 Bebat payudaraFOLLOW UP 12 April 2014S/ ASI tidak keluar, perdarahan pervaginam minimal, BAB (-), BAK (+) Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-)O/ KU :CM, tidak anemisAbdomen: supel, timpani, TFU setinggi pusat, Bising Usus (+)A/ Post partum Spontan, dalam stimulasi oksitosin 5IU/500ml RL 20 tpm botol I, dalam riwayat induksi miso 50mcg/vag/6jam/tab I/ ser I + induksi balon kateter a/i IUFD, preterm, P2A1P/ Amoxicillin3x500mgLynoral3x2; 2x2; 1x2 Asam Mefenamat3x500mgBebat payudaraSF1x1 tabBLPLBAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22 minggu (Petersson, 2002). WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Petersson, 2003;Winknjosastro, 2008).Ketiadaan daya hidup janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin. Berdasarkan revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian Janin ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi (Cousens, 2011). Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau gasping. Menurut United States National Center for Health Statistic kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: (Winknjosastro, 2008; Cuningham et al., 2004)1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal death)2. Golongan II: Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetaldeath)3. Golongan III: Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)4. Golongan IV: Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 500 gram (ACOG, 1996 , Khashogi, 2005). Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Cousens, 2011).Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta (Cunningham, 2005). 1. Faktor Ibu a) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin b) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin c) Berbagai penyakit pada ibu hamil (hipertensi, preeklampsia, eklampsia, diabetes mellitus tidak terkontrol, lupus eritematosus sistemik) d) Trauma saat hamil e) Infeksi pada ibu hamil f) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu) g) Hamil pada usia lanjut h) Ruptur uteri i) Kematian Ibu 2. Faktor Janin a) Gerakan Sangat Berlebihan b) Kelainan kromosom c) Kelainan bawaan bayi d) Malformasi janin e) Kehamilan multipel f) Intra Uterine Growth Restriction g) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria) h) Insufisiensi plasenta yang idiopatik 3. Faktor plasentaa) Perlukaan cord b) Ketuban pecah secara mendadak (abruption) c) Premature Rupture of Membrane d) Vasa Previa

EPIDEMILOGIJanin saat ini dipandang sebagai pasien yang menghadapi resiko mortalitas dan morbiditas yang cukup serius. Secara epidemiologi, angka insidensi kematian janin di seluruh dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 3,82 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2009, yaitu sejumlah 14,5%. Kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000 kelahiran (MacDorman, 2009).Pada tahun 2005, data dari Laporan Statistik Vital Nasional menunjukkan tingkat nasional AS kelahiran mati rata-rata 6,2 per 1000 kelahiran (Barfield, 2002). Pada tahun 2009, jumlah global diperkirakan saat dilahirkan adalah 2,64 juta (berkisar ketidakpastian, 2,14-3820000). Tingkat kelahiran mati di seluruh dunia menurun 14,5% dari 22,1 bayi lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 1995-18,9 lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 2009 (MacDorman, 2009).PATOFISIOLOGISesuai dengan etiologi dari kematian janin dalam rahim atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD), kematian janin disebabkan oleh tiga permasalahan pokok yaitu kausa dari janin, kausa dari ibu, dan kausa dari plasenta (Cunningham, 2005). Penyebab dari janin bisa berasal dari cacat genetik atau malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel, dan cacat lahir non kromosom (Silver, 2007). Dari penyebab maternal yang berakibat IUFD antara lain faktor diabetes tidak terkontrol, hipertensi kehamilan hingga preeklampsia-eklampsia, kematian ibu, infeksi ibu, SLE, autoantibodi, hemoglobinopati, ruptur uterina, antifosfolipid, dan lainnya (Nybo-Andersen, 2004). Faktor-faktor kausa dari plasenta berupa adanya ruptura plasenta prematur, vasa previa, insufisiensi plasenta, perdarahan fetomaternal, trauma pada umbilikus, dan semacamnya (Korteweg, 2009).1. Kausa Janin Dari 25 40% kasus kematian janin, penyebab terseringnya adalah karena faktor janin itu sendiri. Kausa pada janin tersebut mencakup cacat genetik atau malformasi kongenital mayor, infeksi janin, gestasi multipel, dan cacat lahir non kromosom (Cunningham, 2005). Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan kromosom autosom. Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect, hidrosefalus, penyakit jantung kongenital, hidrops dan lain-lain. Malformasi kongenital mayor ini merupakan kelainan genetis yang mengancam hidup janin dan mengganggu kerja organ-organ vital (Silver, 2007). Infeksi janin merupakan kausa yang konsisten dengan tingkat kegawatdaruratan janin. Semakin parah morbiditas dan virulensi dari infeksi yang diderita janin, semakin buruk kemungkinan janin untuk dapat hidup di dalam uterus. Beberapa infeksi janin yang dapat membahayakan janin antara lain infeksi TORCH (CMV, Toxoplasma, Rubella), malaria, infeksi Streptococcus grup A dan Streptococcus grup B, Salmonelosis atau demam tifoid, hingga gangguan pembekuan darah dan syok (Silver, 2007; Cunningham, 2005).Rubella dan Parovirus B19 merupakan salah satu agen paling teratogenik yang diketahui. Sekitar 80% wanita hamil terinfeksi rubella dan ruam selama 12 minggu akan mengalami infeksi kongenital, usia 13-14 minggu berjumlah 54 %, dan pada akhir trimester kedua sebanyak 25%. Adanya infeksi virus Rubella dan Parovirus ini akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin intra uterin yang berakibat pada kegagalan perkembangan jantung, defek susunan syaraf pusat, ikterus, hepatitis, hambatan pertumbuhan janin, trombositopenia, anemia, dan lain-lain. Sitomegalovirus lebih banyak menyebabkan infeksi dan kecacatan perinatal dibandingkan dengan hambatan perkembangan dan pertumbuhan janin intra uterin. Infeksi CMV menyebabkan mikrosefalus, retardasi mental-motorik, defisit sarafsensori, hepatosplenomegali, anemia hemolitik, hingga sindroma anti-fosfolipid (Cunningham, 2005 , Lembar, 2009).Toksoplasmosis akut merupakan penyulit sekitar 1-5 dari 1000 kehamilan. Setidaknya pada wanita hamil, keguguran atau lahirnya bayi hidup dengan tanda-tanda kecacatan akibat toksoplasmosis kongenital rentan terjadi. Gejala dan tanda klinis yang didapatkan berupa berat lahir rendah, anemia, ikterus, hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, limfadenopati, rasa lelah, nyeri otot, bahkan hingga retardasi mental (Maroef, 2003). Infeksi Streptococcus grup A saat ini sudah jarang dijumpai. Walau demikian, infeksi ini tergolong infeksi yang berat karena menimbulkan syok dan sangat toksik, sehingga berakibat pada kematian ibu janin. Infeksi Streptococcus grup B berperan dalam menyebabkan gangguan hasil kehamilan (persalinan preterm, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dan sepsis nifas). Oleh karena itu, infeksi Streptococcus merupakan infeksi yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup janin di dalam uterus (Silver, 2007). Penyakit sistemik lain yang menimbulkan kematian janin sekaligus kematian maternal antara lain malaria, demam tifoid, demam berdarah dengue, gangguan pembekuan darah, dan syok. Semua gangguan sistemik ini membutuhkan adanya penanganan yang lebih komprehensif untuk ibu hamil, dengan mempertimbangkan konsultasi pada ahli-ahli penyakit dalam yang kompeten (Silver, 2007).2. Kausa Maternal Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyata hanya memiliki peranan yang kecil. Beberapa penyakit dari ibu yang mempunyai kausa tersering berupa hipertensi dan diabetes pada kehamilan. Penyakit-penyakit lain seperti autoantibodi, SLE, penyakit rhesus merupakan sebab yang jarang jumlah kejadiannya. Pada intinya, kasus kematian janin yang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkan oleh adanya gangguan sistemik pada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut mengganggu perfusi darah dari ibu ke janin (Nicholson, 2009 , Lembar 2009). Penyebab lainnya seperti penurunan alfa feto protein, cukup memberikan arti yang besar dalam menimbulkan kematian janin, walaupun kejadian tersebut bersifat jarang ditemukan (Smith, 2004).Mekanisme inkompatibilitas Rhesus darah antar orang tua mempunyai peran dalam IUFD. Golongan darah Rhesus yang berbeda tersebut memberikan suatu bentuk autoantibodi pada tubuh janin, sehingga berakibat pada hiperkoagulitas darah dan reaksi autoimun janin. Hampir semua kasus ibu hamil dengan inkompatibilitas Rhesus berakibat pada kematian janin (Cunningham, 2005). Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensi gestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Ketiga jenis hipertensi kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan, sesuai dengan tingkat keparahan. Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional yang memberat akan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia. Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel disertai dengan adanya kombinasi antara hipertensi dan proteinuria yang nyata selama kehamilan. Bila pre-eklampsia tidak segera ditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklampsia berat yang akhirnya mengakibatkan eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya kejang grand mal pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain (Roeshadi, 2006). Hipertensi kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan iskemia dalam pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan curah jantung yang bermakna. Hal ini mengakibatkan adanya peningkatan afterload jantung. Hal ini akan semakin parah bila mencapai tahap pre-eklampsia, dimana terjadi peningkatan resistensi perifer akibat vasospasme yang berlebihan dan berakibat pada penurunan mencolok curah jantung. Bila keadaan ini terus dibiarkan, maka akan mengganggu perfusi utero-plasenta dan mengakibatkan hipoksia janin. Hal ini akan berakibat pada kematian janin (Rambulangi, 2003 , Utama, 2009).Gejala dan tanda untuk masing-masing tipe hipertensi kehamilan hampir mempunyai gambaran yang sama, terutama pada keluhan nyeri kepala dan epigastrium. Pada hipertensi gestasional, dapat dikenali adanya nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan peningkatan tekanan darah yang nyata. Pre-eklampsia berat ditegakkan dengan adanya ekskresi protein urin dalam 24 jam sebesar 2 gram atau lebih, dan proteinuria 2+ atau lebih yang menetap. Sedangkan pre-eklampsia ringan ditemukan proteinuria 1+ atau tidak ada sama sekali, dan merupakan kelanjutan dari hipertensi gestasional (Utama, 2009). Oleh karena itu, pada pre-eklampsia, pembedaan antara pre-eklampsia ringan dengan pre-eklampsia berat adalah sesuatu yang sangat vital karena berhubungan dengan tekanan onkotik dan volume cairan tubuh yang terganggu (POGI, 2006).Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering pada kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan yang mengidap diabetes sebelum hamil (overt), dan yang mengidap saat hamil (gestasional). Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan, yang mungkin terjadi akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini dapat menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertai trauma lahir karena distosia bahu. Hal ini disebabkan oleh karena pengendapan lemak yang berlebihan di bahu dan badan. Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Berkaitan dengan kematian janin, dugaan kematian janin oleh karena diabetes gestasional masih merupakan permasalahan yang belum ditemukan secara pasti bagaimana teori terjadinya. Kemungkinan paling besar adalah adanya trauma janin saat lahir akibat distosia bahu atau diabetes dipandang sebagai pemicu hipertensi pada kehamilan yang akhirnya menimbulkan pre-eklampsia dan eklampsia (Rambulangi, 2003 ,Utama, 2009). Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptur uteri ini antara lain adanya diproporsi janin dan panggul, partus macet, atau adanya partus traumatik, dimana terjadi trauma mekanis yang kuat yang dapat merobek miometrium uterus (Suparman, 2003). Penilaian klinis pada rupture uterine ini berbeda antara pada uterus normal dengan pada uterus bekas sectio caesarea. Penilaian klinis rupture uteri pada uterus normal diawali oleh adanya lingkaran konstriksi (balds ring) hingga umbilicus atau diatasnya, nyeri hebat pada perut bagian bawah, hilangnya kontraksi uterus gravidus yang normal, perdarahan pervaginam, dan syok (Cunningham, 2005). Biasanya, penyebab utama dari ruptura uteri pada uterus normal adalah karena partus yang macet, trauma atau kecelakaan pada ibu, dan lain-lain (Weiss, 2001). Sedangkan pada uterus bekas sectio caesarea, terjadi gejala nyeri yang khas, perdarahan bertambah sedikit dari normal, dan bradikardia pada janin. Ruptur tersebut terjadi sebelum atau pada fase laten persalinan, dan pada fase aktif / kala II bila insisi transversal SBR. Adanya ruptura uteri ini secara otomatis akan mengakibatkan adanya perdarahan mendadak pada ibu dan trans-plasenta, sehingga berakibat pada perdarahan janin yang masif dan kematian janin (Nybo-Andersen, 2004). 3. Kausa plasenta Kasus kematian janin yang dikaitkan dengan kausa plasenta relatif bersifat dependent, tidak bisa berdiri sendiri, atau tergantung dari adanya penyebab yang lainnya. Kasus-kasus yang sering menyebabkan kematian janin antara lain solusio plasenta, infeksi plasenta dan ketuban, infark plasenta, dan perdarahan janin ke ibu (French, 2005).Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes di antara selaput ketuban dan uterus kemudian lolos keluar yang menyebabkan perdarahan eksternal. Solusio plasenta terbagi menjadi solusio plasenta totalis dan parsialis (French, 2005 , Flenady, 2011). Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahap paling awal akan memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan destruksi plasenta di dekatnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya perfusi darah ke janin melalui plasenta dan berakibat pada kematian janin (French, 2005).Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehingga menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus. Hal inilah yang membedakan antara solusio plasenta parsialis dengan totalis (French, 2005). Gambaran klinis solusio plasenta ringan hingga berat pun berbeda. Pada solusio plasenta ringan, terjadi ruptur sinus marginalis yang menyebabkan perdarahan pervaginam warna merah hitam dan agak tegang dengan bagian janin masih teraba. Solusio plasenta sedang terjadi sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar diraba, BJA sukar diraba dengan stetoskop biasa, dan terjadi kelainan pembekuan darah (French, 2005). Solusio plasenta berat merupakan gejala terberat dengan pelepasan solusio plasenta lebih dari duapertiga luas, uterus tegang seperti papan, nyeri hebat, dan ibu-janin tiba-tiba mengalami syok hingga meninggal. Infark plasenta merupakan kelainan plasenta yang tersering. Infark plasenta terjadi karena akibat dari sumbatan pasokan vaskuler ibu, yaitu sirkulasi antarvilus. Secara histopatologis terdapat gambaran degenerasi fibrinoid trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri spiralis (French, 2005). Secara umum, etiologi dari infark plasenta ini terjadi karena penuaan trofoblas yang mengalami perubahan, dan gangguan sirkulasi uteroplasenta. Sinsisium yang mengalami penuaan mengalami degenerasi sinsisium. Sinsisium yang terurai tersebut kemudian langsung terpajan dengan darah ibu, sehingga menyebabkan bekuan darah pada vilus-vilus. Dari sini, terbentuklah trombosis arteri vilus pada janin dan bahkan berakibat pada kalsifikasi plasenta. Pembentukan trombosis dan kalsifikasi ini mengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke janin yang berakibat kematian janin (French, 2005). Gambaran infark plasenta ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Patologi Anatomi dan Ultrasonografi.DIAGNOSIS Pada anamnesis ibu hamil tidak merasakan ada pergerakan janin dan hilangnya tanda-tanda dan gejala kehamilan. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar atau berat badan ibu tidak bertambah.Pada pemeriksaan fisik, dari inspeksi tidak terlihat adanya gerakan janin. Dari palpasi didapatkan adanya tinggi fundus uteri menurun, tidak teraba gerakan janin, pada palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janinPada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar serial -Hcg, pada pemeriksaan x-ray foto abdoment bila dilakukan 5 hari setelah janin mati akan ditemukan: Spalding sign : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpang tindih, pencairan otak dapat menyebabkan overlapping tulang tengkorak.Nanjouk sign : tulang punggung janin sangat melengkungGehard sign : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janinRoberts sign : tampak gelembung-gelembung gas pada pembuluh darah besar. Tanda-tanda ini detemui setelah janin mati paling kurang 12 jam dan pada pemeriksaan USG ditemukan jelas keadaan janin mati intra uterin.PENATALAKSANAAN Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya diobservasi dahulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis. Selama observasi, 70-90 % akan terjadi persalinan yang spontan (POGI, 2006). Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang (POGI, 2006). Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil (POGI, 2006).Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi (POGI, 2006). Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. Penanganan aktif dilakukan pada serviks matang, dengan melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi (POGI, 2006). Mekanisme kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan serviks. Secara teknis, kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke Ostium Uteri Internum, mengembangkan balon kateter dengan aquadest 70 mL, dan mempertahankan selama 8 12 jam. Dari sini, akan terjadi pemisahan antara selaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini akan menimbulkan pelepasan lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase A yang akan membentuk asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga serviks menjadi matang (Suparman, 2003). Efek samping dari kateter Foley ini adalah demam intrapartum atau postpartum, perdarahan per vaginam pasca pemasangan kateter, KPD, prolapsus tali pusat, dan lain-lain (Nicholson, 2009). Persalinan dengan sectio cesarea merupakan alternatif terakhir. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam (Gomes, 2003). Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati (Dickinson, 2003). Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut. Pemeriksaan patologi plasenta dapat dilakukan untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi (Gomes, 2003). Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis, pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harus dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan. Induksi persalinan dapat dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi (Gomes, 2003).Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk menyarankan kepada pasien dan keluarganya bahwa bukan suatu kegawatan dari bayi yang sudah meninggal : a. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus dilakukan dengan suction curetase b. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2 vaginal supositoria dimulai dengan dosis 10 mg, c. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin. KOMPLIKASI IUFDKematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak. Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin. Tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi pembekuan darah yang meluas (Disseminated intravascular coagulation) atau DIC). Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya hipofibrinogenemia. Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post partum. Perdarahan post partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati (Flenady, 2011).Selain dari komplikasi fisik yang serius pada ibu, dampak secara kejiwaan pun dapat terjadi. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya (Nybo-Andersen, 2004). Hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa ibu. Faktor resiko terjadinya depresi pada ibu hingga psikosis dapat terjadi (Rahayu, 2008 ; Nybo-Andersen, 2004).

BAB IIIPEMBAHASANPada pasien ini dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak merasakan gerakan janin sehari SMRS. Hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan denyut jantung janin dan gerakan janin. Sehingga ditegakan diagnosa IUFD pada pasien. Pasien datang ke RS, dengan umur kehamilan 33 minggu 6 hari dan belum dalam persalinan. Sehingga diputuskan untuk menggunakan induksi balon kateter ditambah induksi misoprostol 50 mcg/vag/6jam untuk mematangkan serviks. Setelah dilakukan evaluasi 6 jam balon kateter terlepas dan dilanjutkan dengan induksi oksitosin 5IU/500RL. Janin dilahirkan dengan APGAR 0/0 dan terdapat maserasi stadium 1 dan didapatkan adanya striktur plasenta. Adanya striktur talipusat merupakan penyebab terjadinya IUFD pada kasus ini..

DAFTAR PUSTAKAACOG Committee opinion. 1995. Perinatal and infant mortality statistics. Committee on Obstetric Practice : Number 167.. American College of Obstetricians and Gynecologists. Int J Gynaecol Obstetry (on-line).Diakses pada 7 april 2014.Cousens S, Blencowe H, Stanton C, et al. 2011. National, Regional, and Worldwide Estimates of Stillbirth Rates in 2009 with Trends since 1995, a systematic analysis. Lancet ; 377(9774):1319-30 (on-line). Diakses pada 7 April 2014Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD. 2004. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill.

French AE, Gregg VH, Newberry Y, et al. 2005. Umbilical cord stricture: a cause of recurrent fetal death. Obstet Gynecol;105(5 Pt 2):1235-9(on-line). Diakses pada 8 April 2014

Gomez Ponce de Leon R, Wing DA. 2009. Misoprostol for termination of pregnancy with intrauterine fetal demise in the second and third trimester of pregnancy - a systematic review. Contraception ; 79(4):259-71 (on-line). Diakses pada 9 April 2014

Korteweg, F.J., etc. 2009. Diverse Placental Pathologies as the Main Causes of Fetal Death.Obstet Gynecol ; 114 (4) : 809-17 (on-line). Diakses pada 7 April 2014

Lembar, S., etc. 2009.Hubungan Sindrom Antifosfolipid dengan Gangguan Kehamilan.Majalah Kedokteran Damianus vol. 8, no.1, Departemen Patologi Klinik FK Unika Atmajaya (on-line).Diakses pada 9 April 2014

MacDorman, M.F., etc. 2009. Fetal and Perinatal Mortality. National Vital Statistic Reproduction ; 57 (8) ; 1-19 (on-line). Diakses pada 5 April 2014

Maroef, S., etc. 2003. Toksoplasmosis Ibu Hamil di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran no.139, edisi Kebidanan dan Kandungan (on-line).Diakses pada 5 April 2014

Nybo Andersen AM, Hansen KD, Andersen PK, et al. 2004. Advanced paternal age and risk of fetal death: a cohort study. Am J Epidemiol.;160(12):1214-22 (on-line).Diakses pada 5 April 2014.

Petersson K. 2003. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden.

Roeshadi, H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan (on-line). Diakses pada 6 April 2014.

Silver RM. 2007. Fetal death. Obstet Gynecol. Jan 2007;109(1):153-67. Diakses pada 9 April 2014.

Smith, G., etc. 2004. Second-Trimester Maternal Serum Levels of Alpha-Fetoprotein and the Subsequent Risk of Suddent Infant Death Syndrome. The New England Journal of Medicine : 351 ; 978-86 (on-line). Diakses pada 9 April 2014.

Utama, S.Y. 2008. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil di RS Raden Mattaher Jambi tahun 2007.Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi vol. 8, no. 2, Juli 2008 (on-line).Diakses pada 7 April 2014.

Weiss HB, Songer TJ, Fabio A. 2001. Fetal deaths related to maternal injury.JAMA;286(15):1863-8 (on-line). Diakses pada 9 April 2014.

Winknjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 732-35.

8