36
LAPORAN KASUS IUFD Fadhli Kamal Huda, S.Ked 2008730065 Pembimbing : dr. M.Nasir Sp.OG

Lapkas IUFD Edit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapkas IUFD Edit

Citation preview

Page 1: Lapkas IUFD Edit

LAPORAN KASUS IUFD

Fadhli Kamal Huda, S.Ked2008730065

Pembimbing : dr. M.Nasir Sp.OG

STASE OBGYN RSIJ PONDOK KOPIFAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Page 2: Lapkas IUFD Edit

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

• Nama : Ny. M

• Umur : 29 tahun

• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

• Tgl MRS : 12/12/2011

ANAMNESIS

• Keluhan Utama:

– Tidak merasakan gerakan janin sejak 2 hari SMRS

• Riwayat Penyakit Sekarang:

– Pasien datang dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin sejak 2 hari

SMRS. Ibu mengaku beberapa hari sebelumnya gerakan janin dirasakan

sangat aktif. Keluhan tidak disertai denga mules, keluar air-air (-), lendir

& darah (-). Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

Pasien rutin ANC di puskesmas:• Pasien rutin ANC ke dokter kandungan sejak usia kehamilan 1 bulan

Riwayat Penyakit Dahulu:

Asma (-)

DM (-)

Hipertensi (-)

Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Asma (-)

DM (-)

Hipertensi (-)

Alergi (-)

Page 3: Lapkas IUFD Edit

Riwayat Pengobatan:

Vitamin

Tablet Fe

Kalsium

Asam folat

Riwayat Perkawinan:

Pernikahan pertama

Masih menikah

1 tahun

Riwayat Haid:

Menarche : 14 tahun

Haid :

Lama : 7 hari

Siklus : 28 hari

Teratur, tidak sakit

HPTH : 7 Maret 2011

TP : 14 desember 2011

Riwayat Persalinan:

Gravida (1), Aterm (-), Premature (-), Abortus (-), Anak Hidup (-), SC (-)

No Tempat

bersalin

Penolong Thn Aterm Jenis

persalinan

Penyulit JK BB/

PB

Keadaan

1 Hamil ini

Riwayat Operasi

Tidak ada

Riwayat Kebiasaan

Merokok (-)

Page 4: Lapkas IUFD Edit

Konsumsi Alkohol (-)

Jamu-jamuan (-)

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum :

– Tampak sakit sedang

• Kesadaran :

– Compos Mentis

• Tanda Vital :

– TD : 120/70 mmHg

– Nadi : 88 x/menit

– Nafas : 20 x/menit

– Suhu : 37°C

Status generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Cekung (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : Deviasi septum nasi (-/-), secret (-/-)

Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab, faring hiperemis (-), gigi

geligi lengkap

Telinga : Serumen (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax

Pulmo :

Inspeksi à pergerakan dinding dada simetris

Palpasi à vocal fremitus normal, nyeri tekan (-)

Perkusi à sonor pada lapang paru

Auskultasi à vesicular +/+, wheezing-/- , ronki -/-

Cor :

Inspeksi à ictus cordis tidak terlihat

Palpasi à ictus cordis teraba di ICS 5 sinistra

Perkusi à batas jantung kanan pada linea sternalis, batas jantung kiri

Page 5: Lapkas IUFD Edit

pada linea midclavikula ICS 5

Auskultasi à bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, gallop (-), murmur (-)

Ekstremitas : Atas Bawah

Akral hangat +/+ +/+

Sianosis -/- -/-

Udem -/- -/-

RCT < 2 detik +/+ +/+

STATUS OBSTETRI

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : perut cembung, linea nigra(+), striae (+)

Palpasi :

Leopold I : TFU 27 cm, teraba bagian bulat lunak

tidak melenting

Leopold 2 : teraba bagian keras memanjang di

sebelah kiri

Leopold 3 : teraba bagian bulat keras melenting

Leopold 4 : belum masuk PAP, 5/5, konvergen

Denyut Jantung Janin : Tidak ada

Taksiran Berat Janin : (27-12) x 155 = 2325 gr

HIS : (-)

PD : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG:

• Darah rutin

– Hb : 12,2 gr/dL ( 11,7-15,5)

– WBC : 11,67 rb/µL (3,60-11,00)

– PLT : 209 rb/µL (150-440)

• Hemostasis

– PT : 10,7 detik (9,8-12,6)

– APTT : 32,7 detik (31,0-47)

Page 6: Lapkas IUFD Edit

• USG (12-12-2011)

– Kesan:

– Janin meninggal dalam kandungan

– DJJ (-)

ASSESSMENT

• Ibu:

– G2P1A0 usia 29 tahun hamil 38 minggu belum inpartu

• Janin

– Janin tunggal, intrauterin dengan IUFD

PROGNOSIS:

Ibu : Diharapakan baik

RENCANA TINDAKAN

• Observasi TTV, HIS

• USG

• Rencana partus pervaginam

• Misoprostol (gastrul) ¼ tab setiap 6 jam

• Pemasangan ballon catheter

KEMAJUAN PERSALINAN (26/11/2011)

• 14-12-2011

– 05.00 à balon catheter lepas

à PD: pembukaan 8-9 cm, ketuban (-), kepala H2, BS (+)

– 05.10 à Pasien ingin meneran à PD: pembukaan lengkap

– 05.30 à Bayi lahir spontan LBK, JK: laki-laki

A/S: 0/0, anus (+), cacat (-), BB: 1000 gr, PB: 45 cm

Lilitan tali pusat 2x kencang, maserasi grade 3

Plasenta lahir spontan lengkap à perineum ruptur gr. I

Kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat

Page 7: Lapkas IUFD Edit

Perdarahan kala III dan IV à 200 cc

Page 8: Lapkas IUFD Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

IUFD

1. Definisi

Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin. Berdasarkan

revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian Janin Berdasarkan

ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian janin sebagai

”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi komplet atau ekstraksi hasil

konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di dalam masa kehamilan,

dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak diinduksi”. Kematian janin

diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak

bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain dari kehidupan seperti detak jantung,

pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung

tidak termasuk kontraksi transien dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang

sangat cepat atau “gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian

awal (<20 minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28

minggu kehamilan) (Kliman, 2000).

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) adalah terjadinya kematian janin ketika masih

berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau lebih.

IUFD merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang

mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin

terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi

pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah

usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan

kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin

waktu lahir diatas 1000 gram.

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan

American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa

statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana

berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak

Page 9: Lapkas IUFD Edit

semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan

batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000)

2. Penyebab Kematian

Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-

60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa

kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan

penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta (Kliman, 2000).

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,

sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang

berakibat antara ibu dan janin akan mengalami ketidakcocokan Rhesus.

Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat

terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan

gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan pada perut akibat

terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan

kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.

Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin

akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air.

Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara

golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya.

Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak

cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat

berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi

meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan

Page 10: Lapkas IUFD Edit

kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari

ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang trombosis dari

pembuluh darah ibu.

4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta terlepas.

Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan

atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta,

sehingga menimbulkan perdarahan pada plasenta atau plasenta terlepas

sebagian, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat.

5) Infeksi pada ibu hamil

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus.

Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat menyebabkan

janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta

akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan

kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi

sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-

paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga

bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka

kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya

taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui.

7) Hamil pada usia lanjut

Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini

rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami

penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh ovarium.

Page 11: Lapkas IUFD Edit

Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan

pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku

kehamilan kembar dua atau lebih.

Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah

diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat,

terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.

Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara

normal.

Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena kelainan

kromosom.

Resiko tinggi keguguran.

8) Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada

kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan

gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti

perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,

sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum

kelahiran.

9) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami

kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan

janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi

gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan

gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali

pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin

Page 12: Lapkas IUFD Edit

akan tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan

janin tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom

Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat

(trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada

saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan

karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko

tinggi dan memakan biaya banyak.

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni

akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga

dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat

berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi

mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin

tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai

yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi

buruk dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin.

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal

meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan

tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai

1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga

sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga

keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan

menyebabkan kematian janin.

Page 13: Lapkas IUFD Edit

6) Intra Uterine Growth Restriction

Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa

kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian,

yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium,

perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah

menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,

pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.

Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika

dibiarkan terus-menerus janin akan mati.

8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik

Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah

disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada

kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara

normal.

c. Faktor Kelainan Tali Pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan

amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada

umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm. Tali pusat yang terlalu

panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke

janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan.

1. Kelainan insersi tali pusat

Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan

tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa.

Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya

melintasi kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah

yang berasal dari janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase

Page 14: Lapkas IUFD Edit

previa mencapai 60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena

kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).

2. Simpul tali pusat

Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi

peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis.

Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin

sehingga terjadi kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif

dapat menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2002).

3. Lilitan Tali Pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar

kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher

sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang

panjang berbahaya karena dapat menyebabkan tali pusat menumbung, atau

tali pusat terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke

dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah

menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam

kandungan (Wiknjosastro, 2005).

4. Klasifikasi dan Patologi

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal

death)

4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di

atas

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya

mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen

darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya

sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya.

Page 15: Lapkas IUFD Edit

Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi

dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata

lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai

berikut:

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih

kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi

setelah 48 jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan

hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

5. Tanda dan Gejala

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD),

pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda

lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama

pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada

primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yang semakin

pelan atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat

kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak

kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

Page 16: Lapkas IUFD Edit

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Ultrasonografi tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan

janin, seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang

tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.

8) Pada foto roentgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Tabel 1. Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda Selalu

Ada

Gejala dan Tanda

Kadang-Kadang AdaDiagnosa Kemungkinan

Gerakan janin

berkurang atau hilang

Nyeri perut hilang

timbul atau menetap

Perdarahan pervaginam

sesudah hamil 22

minggu

Syok

Uterus tegang/kaku

Gawat janin atau DJJ

tidak terdengar

Solusio plasenta

Gerakan janin dan DJJ

tidak ada

Perdarahan

Nyeri perut hebat

Syok

Perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal

Kontur uterus abnormal

Abdomen nyeri

Bagian-bagian janin

teraba

Denyut nadi ibu cepat

Ruptura uteri

Gerakan janin

berkurang atau hilang

Cairan ketuban

bercampur mekonium

Gawat janin

Page 17: Lapkas IUFD Edit

DJJ abnormal

(<100/menit atau

>180/menit)

Gerakan janin/ DJJ

hilang

Tanda-tanda kehamilan

berhenti

Tinggi fundus uteri

berkurang

Pembesaran uteri

berkurang

Kematian janin

6. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan.

Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis

dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita

yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam (Kliman, 2000).

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa

turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada

kehamilan tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal.

Pada beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah

kematian kedua janin mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur.

Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan

koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya disseminated intravascular

coagulopathy sangat jarang (Kliman, 2000).

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh

dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan

kurang dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2

vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400

mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria).

Pada wanita dengan kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus

menggunakan dosis yang lebih rendah. The American College of Obstetricians and

Gynaecologists mengatakan bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan

Page 18: Lapkas IUFD Edit

misoprostol hendaknya tidak digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessaria

karena resiko terjadinya ruptur uteri (Kliman, 2000).

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus

kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang

masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan

pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri (Kliman, 2000).

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan

secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi

janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian

janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai keuntungan tambahan dengan

memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi

segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati

maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu

setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang

termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial

tromboplastin time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan

secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif

kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30μg)

pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin

terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina.

Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin

yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang jarang dan harus

diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin

yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika

kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin

yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan

amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam)

adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester. Walaupun

Page 19: Lapkas IUFD Edit

insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan

kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2

intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu sampai satu setengah dan seengah

jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari

stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali rahim.

Persiapkan aminophylline dan terbualine untuk menghindari bronkospasme jika

prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara

bersamaan harus dihindari karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup

banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan

aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus

dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan

dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua atau tiga

minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat dipakai untuk memperbaikinya

sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan

tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah

diindikasikan kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau

operasi miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester

ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk

menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus

tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika

diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan

persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan

pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total pasien. Tiap

usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin, karyotiping dan

pemeriksaan lain yang dindikasikan.

Page 20: Lapkas IUFD Edit

Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda

Ditemukan janin tunggal Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup

Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada

gravida melakukan penyesuaian diri dan membiarkan cervix matang.

Amati absorpsi janin yang telah mati. Amati koagulopati maternal dengan

pemeriksaan koagulasi serial.

Harapkan terjadi persalinan spontan dalam 2-3 minggu pada sebagian besar pasien. Amati

koagulopati maternal dengan pemerksaan koagulasi serial

Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakukan

intervensi.

Kematian janin dini atau pertengahan kehamilan

Kematian janin pada kehamilan lanjut

Amati persalinan atau berikan regimen prostaglandin intramuskular / intravaginal

EVAKUASI RAHIM SPONTAN ATAU OPERATIF

Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.Berikan immunoglobulin rhesus dalam dosis yang tepat sesuai dengan usia kehamilan.Lakukan otopsi dengan izin, jika mungkin.Lakukan penelitian untuk mempeajari penyebab termasuk karyotiping dan kultur,Jelaskan setelahnya mengenai temuan-temuan.

Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum atau berikan regimen prostaglandin

intramuskular / intravaginal

Jika terjadi pada kehamilan akhir, pertimbangkan intervensi dengan

induksi persalinan atau seksio sesaria untuk mencegah

koagulopati janin yang hidup.

Page 21: Lapkas IUFD Edit

Penanganan Umum

Berikan dukungan emosional pada ibu.

Nilai denyut jantung janin (DJJ) :

- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian

nilai ulang;

- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan

menggunakan stetoskop Doppler.

Penanganan Khusus

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak

diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.

Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna

vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan:

tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.

Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu

didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir

per vaginam.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:

- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;

- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:

- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prosaglandin.

Page 22: Lapkas IUFD Edit

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan

prostaglandin atau kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi sesudah

6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis

menjadi 50 mcg setiap 6 jam.

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih

4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan

berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi.

Page 23: Lapkas IUFD Edit

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin

Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

6. Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila

janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu. Akan tetapi,

kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu lebih dari 2 minggu sangat

jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan

penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses persalinan. Adapun komplikasi

yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada

proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal

bleeding.

2) Infeksi

3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-6

minggu setelah kematian janin.

Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal

harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara normal, karena

bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada

Page 24: Lapkas IUFD Edit

halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang

atau karena ibu mengalami preeklampsia.

7. Evaluasi

Hal terpenting yang dilakukan sebagai langkah lanjutan dari kasus kematian janin

intra uterine adalah pemeriksaan otopsi pada janin. Keputusan untuk melakukan otopsi

harus didiskusikan trelebih dahulu oleh orang tua, dalam hal ini KIE sangat diperlukan.

Pada orang tua yang tidak menginginkan otopsi lengkap maka evaluasi kematian janin

yang sangat terbatas harus didiskusikan dengan keluarganya. Meskipun sangat jarang

dapat ditawarkan penggunaan MRI yang dapat memberikan informasi sebagai evaluasi

kematian janin apabila otopsi tidak dapat dilakukan (San, 2007).

Plasenta dan membrannya harus diperiksa juga secara teliti, termasuk kultur.

Analisa kromosom dari sample cairan amnion, darah janin dan jaringan (kulit janin atau

fascia lata) harus diketahui apakah janin dismorfik, memiliki retardasi pertumbuhan,

hidrofik atau memiliki anomali atau tanda lain dari kelainan kromosom. Analisa

kromosom terutama harus dilakukan pada kematian janin kehamilan kembar khususnya

dengan riwayat kematian janin pada trimester kedua atau ketiga (San, 2007).

Page 25: Lapkas IUFD Edit

DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC

Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of

America:TheMcGraw-Hill Companies,Inc

Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II.Jakarta:EGC

Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Krisnadi, Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi

Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran RSHS. Bandung. 2005.