8
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi perdarahan postpartum Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Wiliam, 1981). Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan. Perdarahan postpartum didefenisikan sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala III persalinan (ekspulasi atau ekstraksi plasenta dan ketuban). Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat- serat otot serta agregasi trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua (Taber, 1994). Dengan pengukuran kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan per vaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu penyebab mortalitas pada ibu. Perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi dua : 1. Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)

Perdarahan Postpartum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

2

Citation preview

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi perdarahan postpartum

Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Wiliam, 1981). Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan.

Perdarahan postpartum didefenisikan sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala III persalinan (ekspulasi atau ekstraksi plasenta dan ketuban). Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua (Taber, 1994).

Dengan pengukuran kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan per vaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu penyebab mortalitas pada ibu.

Perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi dua :

1. Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)

Penyebab utama perdarahan postpartum awal/primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 24 jam terakhir.

2. Perdarahan postpartum lambat (sampai 28 jam setelah kelahiran)

Penyebab utama perdarahan postpartum lambat/sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

2.2 Etiologi

Berbagai penyebab penting, baik yang berdiri sendiri maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum adalah sebagi berikut :

1. Trauma jalan lahir

a. Episiotomi lebar

b. Laserasi perineum, vagina, dan serviks

c. Ruptur uterus

2. Kegagalan kompresi pembuluh darah tempat implantasi

a. Miometrium hipotonia

Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter)

Perfusi miometrium yang krang (hipotensi akibat perdarahan atau anestesi konduksi)

Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan multipel, hidramion)

Setelah persalinan yang lama

Setelah persalinan yang cepat

Setelah perslinan yang dirangsang dengan oksitosin dalam jumlah yang besar

Paritas tinggi

Perdarahan akibatantonia uteri pada persalinan sebelumnya

Infeksi uterus

b. Retensi sisa plasenta

Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta)

Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia)

c. Gangguan koagulasi

Gangguan koagulasi yang didapat maupun kongenital akan memperberat perdarahan

2.3 Faktor predisposisi

Faktor-faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :

1. Kelahiran besar

2. Kelainan forsep tengah

3. Rotasi forsep

4. Kelahiran sebelum pembukaan serviks lengkap

5. Insisi serviks

6. Kelahiran per vaginam

7. Post-seksio caesarea

8. Insisi uterus lain

Di samping hal di atas, kekeliruan pada pengolahan kala III adalah dengan mempercepat kelahiran plasenta seperti pengeluaran plasenta manual, dengan terus menrus meremas uterus yang telah berkontraksi baik, sehingga dapat menghambat mekanisme fisiologis pelepasan plasenta. Akibat pelepasan plasenta yang tidak lengkap akan terjadi peningkatan jumlah perdarahan.

2.4 Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

WOC Terlampir

2.5 Tanda Klinis

Pengaruh perdarahan sangat bergantung pada hal-hal berikut :

1. Volume darah yang ada sebelum kehamilan

2. Besarnya hipervolemia akubat kehamilan

3. Tingkat anemia waktu kelahiran

Tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum adalah tidak adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan yang banyak.

Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain :

1. Hipovolemia yang berat, hipoksia, takipnea, dispnea, asidosis, dan sianosis

2. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar

3. Distensi kavum uterus

2.6 Komplikasi

Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :

a. Syok hemoragic

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

b. Anemia

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

c. Sindrom Sheehan

Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum biasnya dapat dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus.

2.8 Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut.

1. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan

2. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal saline terbukti efektif bila diberikan perifus intravena kurang lebih 10 ml/menit bersama dengan mengurut uterus secara efektif

3. Bila cara di atas tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang diberikan secara IV dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan beretraksi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.

Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum berhasil, maka lakukan tindakan berikut

1. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian besar perdarahan)

2. Transfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum persalinan

3. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa plasenta yang tertinggal

4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina

5. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang besar, sehingga aksitosin dapat diteruskan sambil mebersihkan darah

6. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui produksi kemih.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Esentia Medica

Taber, Benzion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC

(Gangguan Koagulasi) (Kegagalan kompresi pembuluh darahMiometrium hipotonusRetensi sisa plasenta) (Trauma jalan lahir Episiotomi yang lebarLaserasi perineum, vagina dan serviksRuptur)WOC

(Perubahan perfusi jaringan perifer) (Gangguan pola napas) (TakipneaDyspnea) (Sianosis Respiratorik) (Hipoksia) (Intake O2) (Paru) (Hematoma porsi atas vagina) (Risiko tinggi Infeksi) (Nyeri) (Kekurangan volume cairan) (Nyeri, kemerahan, edema) (Pucat, kulit dingin) (Keterlambatan pengisian kapiler) (Risiko penurunan curah jantung) (Tidak terkompensasi) (Gangguan pola eliminasi) (Oliguria) (Urine output ) (GFR ) (vasokonstriksi) (TakikardiHipertropi) (Hipovolemi) (Ginjal mengeluarkan Eritroprotein) (Kompensasi jantung) (Perifer) (Gangguan sirkulasi) (Kehilangan vaskular yang berlebihan) (Perdarahan)