103
1 PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Oleh: RATIH SANTIKA DEWI K 7406126 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN · PDF fileDENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD ... pembelajaran, penerapan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa baik hasil

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI

DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

(STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS)

PADA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 8 SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010

(Penelitian Tindakan Kelas)

SKRIPSI

Oleh:

RATIH SANTIKA DEWI

K 7406126

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh siswa dengan

tujuan mengembangkan hasil belajar yang dimiliki siswa. Pembelajaran hendak-

nya tidak lagi menempatkan siswa dalam posisi pasif sebagai penerima materi

pembelajaran, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berpikir,

mencari, mengolah, mengurai, menggabung, menyimpulkan, dan menyelesaikan

masalah. Senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 93)

yang menyatakan bahwa, “Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang

menuntut keaktifan siswa”. Bahan ajar dipilih, disusun, dan disajikan kepada

siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa akan pemenuhan ilmu

pengetahuan harus didukung oleh beberapa faktor, antara lain: peran guru mata

pelajaran selama pembelajaran, penerapan model pembelajaran yang dapat

mengembangkan kemampuan siswa baik hasil belajar kognitif maupun hasil

belajar afektif dan psikomotorik, penggunaan media pembelajaran yang sesuai,

dan pengelolaan situasi belajar yang kondusif.

Guru mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Sebagai

fasilitator, guru hendaknya mampu menciptakan iklim belajar yang kondusif

untuk mendukung pemahaman materi pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Peran

ini dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru menguasai materi pembelajaran,

memahami karakteristik dan kebutuhan siswa, serta memberikan motivasi kepada

siswa untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Guru harus menyadari

bahwa adanya interaksi dalam proses pembelajaran dapat berlangsung dua arah,

baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah media

pembelajaran. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2005: 30),

“Pemanfaatan media pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peningkatan

kualitas pembelajaran.” Pemanfaatan media pembelajaran menciptakan pengalam-

an belajar yang lebih bermakna, memfasilitasi proses interaksi antara siswa

3

dengan guru dan siswa dengan siswa, serta memperkaya pengalaman belajar

siswa. Penerapan media pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengubah

suasana belajar dari siswa yang pasif menunggu menjadi siswa yang aktif

berdiskusi. Penggunaan media pembelajaran juga dapat membantu siswa untuk

mencapai tujuan belajarnya.

Pengelolaan situasi belajar atau iklim kelas menjadi kondusif juga

merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Menurut Depdiknas

(2005: 33), “Situasi belajar adalah suasana yang terjadi ketika pembelajaran

berlangsung, atau lebih luas lagi yaitu interaksi antara guru dengan siswa baik di

dalam kelas maupun di luar kelas karena belajar akan berlangsung secara efektif

dalam situasi yang kondusif.” Situasi belajar yang mendukung akan memunculkan

motivasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan merasa nyaman

untuk bertanya, mengerjakan tugas, mengungkapkan pendapat, maupun merespon

pembelajaran dari guru.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti kemudian melakukan observasi untuk

memperoleh data awal kegiatan pembelajaran akuntansi siswa. Hasil observasi

menunjukkan hasil sebagai berikut: aktivitas belajar siswa selama pembelajaran

akuntansi cenderung rendah dan minat belajar siswa masih kurang. Hal ini

berakibat situasi kelas menjadi kurang kondusif untuk melakukan pembelajaran

akuntansi sehingga pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi menjadi

rendah. Siswa bernama Vandi Wisnu Putra dan Risky Yuniarko berpendapat

bahwa akuntansi adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak mudah dipahami.

Oleh karena itu mereka memilih acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi

pembelajaran. Guru mata pelajaran akuntansi menggunakan metode penyampaian

materi dengan ceramah atau tanya jawab, sehingga respon siswa terhadap

pembelajaran juga kurang maksimal karena pembelajaran masih didominasi oleh

guru. Beberapa siswa lain juga ikut berpendapat tentang pembelajaran akuntansi

yang dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi selama ini. Seorang siswi

bernama Dani Nur Sihwinunggal menyatakan bahwa pembelajaran akuntansi

yang digunakan kurang menyenangkan, karena guru sering mengulang materi

yang telah disampaikan. Sedangkan bagi Didik Prakoso Andriyanto ketegasan

4

guru terhadap murid masih kurang. Guru dirasa terlalu sabar dalam menyikapi

siswa yang bermasalah sehingga terkadang guru masih diremehkan oleh siswa.

Siswa bernama Dani Nova Riayanto merasa bahwa pembelajaran selama ini

kurang efektif karena guru sering mengulangi materi pembelajaran akuntansi

dengan metode ceramah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk tidak

memperhatikan. Penggunaan media pembelajaran berupa modul akuntansi yang

dimiliki oleh masing-masing siswa juga membuat pembelajaran berlangsung

kurang efektif, karena banyak waktu terbuang untuk menegur siswa yang tidak

membawa modul akuntansi. Apabila dilihat dari prestasi belajar siswa, nilai Ujian

Akhir Semester (UAS) akuntansi pada semester pertama menunjukkan hasil yang

kurang maksimal. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65,

hanya sebesar 57% (20 siswa dari 35 siswa) yang lulus dan sisanya masih berada

di bawah KKM. Bersumber dari beberapa permasalahan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) 1 SMA Negeri 8 Surakarta masih perlu ditingkatkan.

Pembelajaran yang dilakukan guru tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Hal

tersebut dikarenakan guru masih berpedoman pada paradigma lama, seperti yang

dinyatakan Anita Lie (2008: 2) bahwa, “Paradigma lama dalam dunia pendidikan

mengenai proses belajar mengajar bersumber pada Teori atau lebih tepatnya

Asumsi Tabula Rasa John Locke di mana pikiran seorang anak seperti kertas

kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya”. Namun

perlu disadari bahwa guru dituntut untuk berubah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Sebuah pembelajaran yang memprioritaskan aktivitas belajar siswa

seharusnya menjadi motivasi bagi guru untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran yang sesuai, karena kualitas

pembelajaran yang baik akan memberikan kontribusi kemajuan pada kualitas

pendidikan. Berdasarkan uraian singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa

masalah paling dekat dengan kita dan dapat diamati adalah peningkatan kualitas

pembelajaran.

Kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8

Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010 dapat ditingkatkan dengan penerapan

5

sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan iklim kelasnya,

yaitu pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).

Peneliti memilih pembelajaran kooperatif karena pembelajaran tersebut berfokus

pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar sehingga tujuan belajar masing-masing siswa

dapat tercapai. Menurut Juliati dalam Isjoni (2009: 12) “Cooperative Learning

lebih tepat digunakan pada pembelajaran IPS.” Hal ini sesuai dengan mata

pelajaran akuntansi yang masuk di jurusan IPS. Sugiyanto (2008: 37-38)

mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi

yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning

Community), yaitu siswa tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama

siswa”, sehingga pembelajaran kooperatif akan meningkatkan kepedulian dan

tanggung jawab siswa kepada diri sendiri dan teman satu timnya. STAD dipilih

sebagai tipe yang sesuai bagi pembelajaran akuntansi karena STAD adalah sebuah

pembelajaran sederhana yang menuntut peran serta siswa secara individu. Tidak

dapat dipungkiri bahwa beberapa siswa menganggap akuntansi adalah mata

pelajaran yang membingungkan. Pengerjaan soal kasus akuntansi secara

kelompok akan membuat siswa lebih memahami konsep akuntansi karena setiap

siswa menyumbangkan poin kemajuan kepada kelompok mereka berapapun skor

kemajuan individual yang mereka peroleh. Oleh karena itu, masing-masing siswa

mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin kemajuan untuk

kelompok. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe STAD juga akan membantu

siswa dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan anggota

kelompok masing-masing. Mata pelajaran akuntansi yang dirasa sulit dan tidak

mudah dipahami akan menjadi lebih mudah jika dikerjakan berkelompok. Siswa

bebas bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompok mereka untuk

menyelesaikan permasalahan dalam mata pelajaran akuntansi.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti

mengambil judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Pada Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010”.

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah-

masalah sebagai berikut:

1. Apakah kurangnya interaksi antara guru dan siswa menyebabkan

pembelajaran berlangsung kurang efektif?

2. Apakah metode pembelajaran ceramah kurang efektif dalam meningkatkan

kualitas pembelajaran akuntansi?

3. Apakah metode pembelajaran ceramah yang selama ini digunakan

mempengaruhi pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi?

4. Apakah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran akuntansi?

5. Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran akuntansi?

C. Pembatasan Masalah

Masalah perlu dibatasi agar mempunyai arah yang pasti dan jelas.

Pembatasan masalah yang dapat disampaikan dalam penulisan ini antara lain:

1. Kualitas pembelajaran dalam penelitian ini diukur dari aktivitas belajar siswa

yang dilihat dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan hasil belajar

siswa yang lebih ditekankan pada hasil belajar kognitif.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran dengan konsep

pembagian pencapaian tim siswa. Masing-masing siswa memiliki kesempatan

yang sama untuk menyumbangkan poin bagi kemajuan nilai kelompok

berdasarkan nilai yang siswa peroleh secara individu.

3. Standar kompetensi mata pelajaran akuntansi kelas XI IPS adalah memahami

penyusunan siklus akuntansi perusahaan jasa, sedangkan kompetensi dasar

yang harus dicapai oleh siswa adalah membuat ikhtisar siklus akuntansi

perusahaan jasa. Oleh karena itu materi pembelajaran yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menyusun daftar sisa/ neraca sisa (siklus pertama),

menyusun jurnal penyesuaian (siklus kedua), dan menyusun kertas kerja

(siklus ketiga).

7

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu apakah penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8

Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui

apakah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun

Pelajaran 2009/ 2010.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan yang bermanfaat bagi

dunia pendidikan mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD

untuk meningkatan kualitas pembelajaran akuntansi.

b. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi peneliti lain bagi penulisan di

masa yang akan datang di bidang dan permasalahan yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

Guru dapat lebih terampil dalam menggunakan pembelajaran STAD. Guru

juga terbiasa melakukan penelitian kecil yang bermanfaat bagi perbaikan

proses pembelajaran.

b. Bagi siswa

Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang bermasalah di dalam kelas

supaya siswa berusaha meningkatkan aktivitas belajar mereka sehingga

hasil belajar akuntansi siswa juga mengalami peningkatan.

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Belajar

a. Hakikat Belajar

Cronbach dalam Sardiman A.M. (2007: 20) menyatakan bahwa,

“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.” Artinya

belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari

pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Slameto dalam Asep Jihad dan

Abdul Haris (2009: 2) yang mengungkapkan bahwa, “Belajar sebagai suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Harold Spears dalam Sardiman A.M. (2007: 20) memberikan batasan,

“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to

listen, to follow direction.” Artinya belajar adalah mengamati, membaca,

berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk atau

arahan. Bersumber dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

terjadi karena adanya proses mengamati, membaca, mempunyai inisiatif untuk

mencoba, mendengarkan, serta mengikuti petunjuk atau arahan dari orang lain

yang lebih berpengalaman.

Geoch dalam Sardiman A.M. (2007: 20) mengungkapkan,“Learning

is a change in performance as a result of practice.” Artinya belajar adalah

sebuah perubahan dalam penampilan sebagai hasil dari latihan. Oleh karena itu

latihan digunakan sebagai sebuah sarana untuk belajar, sehingga dengan

berjalannya waktu seseorang akan mengalami perubahan ke arah positif pada

sesuatu yang dipelajarinya.

Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 4) mengemukakan, “Perbuatan

belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan

menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya

9

pengetahuan, sikap, dan keterampilan.” Bersumber dari definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa perubahan yang dihasilkan terjadi karena interaksi

seseorang dengan lingkungannya.

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 20) mengungkapkan,

“Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan

dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif.”

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku

yang membangun dan berkembang menjadi lebih baik merupakan indikator

suatu proses belajar telah berlangsung.

Proses belajar mempunyai tujuan yang akan dicapai. Pencapaian

tujuan belajar perlu didukung oleh kondisi belajar yang kondusif. Kondisi

belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling mempengaruhi.

Komponen-komponen tersebut antara lain: tujuan pembelajar-an yang ingin

dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang menjadi pendukung dan

pelaku pembelajaran, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang

tersedia. Menurut Sardiman (2007: 26) tujuan belajar ada tiga macam, yaitu:

1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan yang dimiliki

seseorang dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Dengan kata

lain, seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa

bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya

pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar

perkembangannya di dalam kegiatan belajar.

2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau perumusan konsep juga memerlukan suatu

keterampilan. Keterampilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan

jasmani dan keterampilan rohani. Keterampilan jasmani adalah

keterampilan yang dapat diamati dan dilihat sehingga akan

menitikberatkan pada keterampilan gerak dari anggota tubuh seseorang

yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih sulit, karena

menyangkut tentang penghayatan dan keterampilan berpikir, serta

10

kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah dan

konsep. Keterampilan dapat dididik, yaitu dengan melatih kemampuan

yang dimiliki oleh seseorang.

3) Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari

soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru bukan

sekadar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan

memindahkan nilai-nilai kepada anak didiknya. Sardiman (2007: 28)

mengungkapkan, “Dalam interaksi belajar mengajar, guru akan senantiasa

diobservasi, dilihat, didengar, ditiru semua perilakunya oleh para

siswanya”. Proses observasi yang dilakukan membuat siswa menirukan

perilaku gurunya, sehingga diharapkan terjadi proses internalisasi yang

dapat menumbuhkan proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk

kemudian diamalkan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka secara sederhana dapat

disimpulkan bahwa proses belajar adalah suatu aktivitas yang menyebabkan

adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

b. Hakikat Belajar Akuntansi

Akuntansi bukanlah mata pelajaran yang mudah dipahami tanpa

disertai praktik. Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, dan Sumardi (2001: 12)

mengutip dari American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)

yang mendefinisikan bahwa, “Akuntansi adalah seni pencatatan,

pengelompokkan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan

mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya

bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Pendapat tersebut menjelaskan

bahwa akuntansi harus melalui tahap-tahap pengkajian transaksi-transaksi agar

nantinya dapat menghasilkan laporan keuangan. Akuntansi di dalam praktiknya

membutuhkan ketelitian dan konsentrasi yang baik karena pada setiap tahap

pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang dilakukan menuntut suatu

11

keterampilan agar pengkajian transaksi dapat dilakukan dengan baik. Oleh

karena itu, siswa seharusnya tidak hanya menghafalkan konsep akuntansi tetapi

lebih baik memahami konsep akuntansi yang dapat diperoleh dengan

membiasakan siswa berlatih dan mengerjakan soal-soal yang berhubungan

dengan akuntansi. Kompetensi dasar dalam mata pelajaran akuntansi ini adalah

membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa. Pencapaian kompetensi

dasar ini diukur dengan penguasaan pada materi: (1) menyusun daftar neraca

sisa/ neraca saldo; (2) menyusun jurnal penyesuaian; dan (3) menyusun kertas

kerja. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik terhadap materi-materi

tersebut demi tercapainya kompetensi dasar pada tahapan pengikhtisaran dalam

siklus akuntansi.

Pemahaman dan penguasaan konsep akuntansi dapat dilakukan siswa

dengan membiasakan proses belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang

menyebabkan adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, hakikat belajar akuntansi adalah

suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya perubahan positif dari aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam rangka mengembangkan kemampuan

yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi.

2. Pembelajaran dan Model Pembelajaran

a. Hakikat Pembelajaran

Driscoll dalam Robert E. Slavin (2008: 179) menyatakan bahwa

pembelajaran adalah, “perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh

pengalaman. Tetapi bukan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan

(seperti tumbuh makin tinggi) tetapi karena si pebelajar merasakan dan

mengalami sendiri pembelajaran melalui pengalamannya.” Maka dapat

dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi perubahan yang

signifikan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau dengan

kata lain aktivitas pembelajaran yang baik setidaknya pada akhir proses

pembelajarannya mencapai salah satu dari ketiga aspek tersebut, misalnya

aspek kognitif sebagai aspek yang lebih nyata untuk dapat diamati.

12

Isjoni (2009: 11) turut mengemukakan bahwa, “Pembelajaran adalah

sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.” Pendapat

tersebut mengungkapkan bahwa siswa adalah pelaku utama dalam sebuah

pembelajaran, sehingga proses pembelajaran sebaiknya mengutamakan

kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan aktivitas sosial mereka agar

kemampuan siswa dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik akan

mengalami perkembangan.

Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 11) mengemukakan bahwa,

“Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek,

yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa dan mengajar

berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi

pelajaran.” Oleh karena itu konsep komunikasi dan perubahan sikap akan

selalu melekat dalam pembelajaran. Guru maupun siswa dalam sebuah

pembelajaran bersama-sama menjadi pelaku demi terlaksananya tujuan

pembelajaran. Tetapi fungsi dari masing-masing pelaku dalam konteks ini

berbeda. Siswa sebagai subjek utama yang melakukan pembelajaran sedangkan

guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Hal tersebut senada dengan

pendapat Gagne dalam Isjoni (2009: 50) yang menyatakan, “An active process

and suggest that teaching involves facilitating active mental process by

students.” Artinya suatu proses pembelajaran di mana siswa berada dalam

posisi proses mental yang aktif dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya

pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berlangsung lebih efektif dan

lebih bermakna bagi siswa karena siswa bertindak lebih aktif daripada guru

sehingga siswa bisa lebih mengembangkan kemampuan mereka (baik dari

kemampuan kognitif maupun kegiatan sosialnya) dengan bantuan guru sebagai

pihak yang selalu memotivasi siswa untuk berkembang.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan maka dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa pembelajaran merupakan suatu proses

perubahan positif yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru yang

bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa, baik dari aspek ilmu pengetahuan

maupun aktivitas sosial siswa.

13

b. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari strategi,

metode, atau prosedur. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan

dengan situasi kelas yang dihasilkan dari kerja sama antara guru dan siswa.

Arends dalam Trianto (2007: 5-6) menyatakan bahwa, “The term teaching

model refers to a particular aprroach to instruction that includes its goals,

syntax, environment, and management system.” Artinya model pembelajaran

mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,

sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Yang dimaksud dengan

sintaks dari suatu model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan

alur tahap-tahap keseluruhan yang disertai serangkaian kegiatan pembelajaran.

Hal tersebut senada dengan pendapat Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 26)

yang menyatakan, “model-model pengajaran dapat diklasifikasikan

berdasarkan: tujuan pembelajaran, pola urutan, dan sifat lingkungan belajar.”

Sukamto dalam Trianto (2007: 5) mengemukakan:

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Bersumber dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah sebuah kerangka konseptual atau pola dalam

merencanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar siswa.

Isjoni (2009: 49) mengemukakan, “Dalam penerapannya, model

pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-

masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang

berbeda-beda.” Hal tersebut senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan

Cucu Suhana (2009: 41) yang mengungkapkan, “Model pembelajaran sangat

erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya

mengajar guru (teaching style).” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa

penerapan model pembelajaran perlu memperhatikan kebutuhan siswa dan apa

yang dimiliki guru agar pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.

14

Hasan dalam Isjoni (2009: 50) berpendapat, untuk memilih model

yang tepat perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan

pengajaran. Dalam praktiknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik

jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik;

2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik;

3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan; 4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru; dan 5) Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis

materi, dan proses belajar yang ada.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah

model pembelajaran memiliki konsep masing-masing untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang sudah ditetapkan dengan menjadikan siswa sebagai pelaku

utama aktivitas belajar dalam sebuah proses pembelajaran.

Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan Trianto (2007: 9):

Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan saran atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pemilihan model pembelajaran

harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, kondisi

pembelajaran dan iklim pembelajaran di dalam kelas, dan faktor-faktor lain

yang mendukung terjadinya pembelajaran. Hal tersebut tidak kalah penting

karena pemilihan metode pembelajaran yang sesuai juga akan memotivasi

siswa untuk berkembang.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan

secara sederhana bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang dirancang

dalam merencanakan sebuah pembelajaran terutama aktivitas belajar mengajar

yang dipertimbangkan dari gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, dan

beberapa faktor pendukung yang ada agar tujuan belajar siswa dapat tercapai.

15

3. Hakikat Pembelajaran Akuntansi

Akuntansi adalah sebuah proses yang pencatatannya dilakukan secara

bertahap dan diperlukan ketelitian dalam menganalisis sumber transaksi untuk

kemudian diolah ke dalam elemen-elemen akuntansi yang diperlukan sebelum

menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, mata pelajaran akuntansi tidak

bisa hanya dihafalkan tetapi harus dilandasi dengan pemahaman konsep untuk

menyelesaikan soal-soal akuntansi. Pemahaman akuntansi oleh siswa ini dapat

dibiasakan dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

siswa agar materi akuntansi dapat disampaikan dengan baik. Seperti dikutip oleh

Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, Sumardi (2001: 12), American Institute of

Certified Public Accountants (AICPA) mendefinisikan bahwa, “Akuntansi adalah

seni pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan

dalam satuan mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-

tidaknya bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Hal tersebut

mengandung arti bahwa akuntansi merupakan suatu seni yang mencatat dan

mengkaji sumber-sumber transaksi yang ada untuk kemudian ditafsirkan ke dalam

bentuk laporan keuangan.

SMA Negeri 8 Surakarta membuka dua jurusan yaitu Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) dan IPS, di mana penjurusan tersebut dilakukan pada kelas XI.

Akuntansi adalah mata pelajaran yang diberikan di jurusan IPS, yang dalam satu

minggu dialokasikan sebanyak empat jam (biasanya dua kali seminggu). Materi

pembelajaran yang dipakai pada penelitian ini melanjutkan materi sebelumnya.

Karena mengambil kompetensi dasar membuat ikhtisar siklus akuntansi

perusahaan jasa, maka materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Neraca

Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Materi tersebut digunakan di setiap

siklus. Penelitian ini direncanakan sebanyak tiga siklus di mana masing-masing

siklus direncanakan tiga kali pertemuan.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan secara sederhana

bahwa pembelajaran akuntansi adalah sebuah proses perubahan secara positif

yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru dalam rangka mengembang-

kan kemampuan akuntansi yang dimiliki oleh siswa.

16

4. Kualitas Pembelajaran

a. Hakikat Kualitas

Goetsch dan Davis seperti dikutip oleh Tjiptono dalam Nanang

Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 81) mengungkapkan bahwa, “kualitas

merupakan kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,

manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Hal

tersebut senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Nanang Hanafiah dan

Cucu Suhana (2009: 81), “Banyak pakar dan organisasi yang mencoba

mendefinisikan kualitas (mutu) berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.

Walaupun definisi tersebut tidak ada yang diterima secara universal, tetapi

terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:

1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, dan

3) kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.

Bersumber dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

mutu berpusat pada pelanggan. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 85)

menyatakan bahwa, “mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada

prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah

tiap akhir cawu, akhir tahun, dua tahun, atau lima tahun, bahkan sepuluh

tahun).” Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa tes

kemampuan akademis misalnya ulangan umum, atau ujian nasional (UAN).

Selain itu, dapat pula prestasi di bidang lain seperti cabang olahraga, seni, atau

lainnya. Bahkan prestasi dalam sekolah dapat dilihat berupa kondisi atau

situasi yang tidak dapat dipegang, seperti suasana disiplin, keakraban, dan

sikap saling menghormati. Prestasi yang dicapai oleh sekolah adalah prestasi

siswa, baik di bidang akademis, bidang lain yang mendukung, maupun pada

prestasi yang tidak dapat dilihat seperti disiplin, keakraban, dan sebagainya.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan disebut bermutu jika program

pendidikan dan pelayanan sekolah memenuhi atau melebihi kebutuhan

pelanggan, yaitu siswa, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dunia usaha/

industri, dan lembaga atau organisasi lainnya yang terkait secara langsung atau

17

tidak langsung dengan pelayanan sekolah. Pengertian mutu dalam konteks

pendidikan mencakup input, proses, dan output pendidikan. Agar proses yang

baik itu tidak salah arah, mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan

lebih dahulu oleh sekolah. Selain itu, harus jelas target yang akan dicapai untuk

setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu

mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain

tanggung jawab bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya

adalah pada hasil yang dicapai.

Permadi dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82)

menyampaikan pendapatnya bahwa, “mutu jasa pendidikan bersifat relatif

(sesuai dengan kebutuhan pelanggan), dan bukan bersifat absolute.” Artinya

mutu jasa pendidikan akan baik dan memuaskan jika sesuai atau melebihi

kebutuhan para pelanggan yang bersangkutan. Pelanggan dalam konteks

pendidikan menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82-83) dibagi

menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.

1) Pelanggan internal (internal customer) adalah orang-orang yang berada dalam organisasi sekolah, yaitu guru, staf tata usaha, pesuruh (office boys), cleaning service, pelayan teknis, dan komponen lainnya.

2) Pelanggan eksternal (external customer) adalah orang-orang yang berada di luar organisasi sekolah yang memperoleh layanan dari sekolah. Pelanggan eksternal dibagi dua macam, yakni: a) Pelanggan primer (primary customer) adalah pelanggan utama, yaitu

orang-orang yang langsung bersentuhan dengan jasa-jasa pendidikan yang diberikan oleh sekolah, seperti peserta didik.

b) Pelanggan sekunder (secondary customer) adalah pihak-pihak lain yang secara tidak langsung terimbas dari layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah, yaitu orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha/ industri sebagai pengguna tenaga kerja.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa sekolah yang bermutu adalah

sekolah yang dapat memuaskan pelanggan dalam memberikan jasa pendidikan,

baik pelangan internal maupun pelanggan eksternal. Berdasarkan beberapa

pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan secara sederhana

bahwa kualitas adalah usaha memenuhi harapan pelanggan yang dilakukan

dengan sebuah proses untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi pelanggan.

18

b. Kualitas Pembelajaran

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,

karena terbentuknya pembelajaran yang berkualitas tidak lepas dari komponen-

komponen yang mendukung, seperti: pendidik, siswa, kurikulum/ bahan ajar,

iklim pembelajaran, media pembelajaran, dan materi pembelajaran. Dilihat dari

sisi pendidik, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa optimal guru

mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Ditinjau dari siswa, kualitas

pembelajaran dapat dilihat dari proses pembelajaran yang berpusat pada

aktivitas belajar peserta didik. Ditilik dari sudut kurikulum dan bahan ajar,

kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan

belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara

beranekaragam. Apabila ditinjau dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat

dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan

pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi pembentukan

karakter siswa. Sisi media pembelajaran melihat bahwa kualitas pembelajaran

dapat dilihat dari seberapa kontributif fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi

belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari aspek materi pembelajaran,

kualitas dapat dilihat dari kesesuaiannya dengan tujuan dan kompetensi yang

harus dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu, Depdiknas (2005: 7)

mengungkapkan bahwa, “kualitas pembelajaran adalah intensitas keterkaitan

sistemik dan sinergis guru, siswa, kurikulum dan bahan belajar, media,

fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar

yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.”

Mulyasa (2006: 131) mengungkapkan bahwa, “Kualitas pembelajaran

dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil.”

Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa,

interaksi guru-siswa, interaksi antarsiswa, dan motivasi belajar siswa.

Sedangkan kualitas hasil belajar dapat diamati dari prestasi belajar dan

ketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka secara sederhana dapat disimpulkan

bahwa kualitas pembelajaran adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh guru,

19

siswa, dan komponen pembelajaran lain dengan tujuan mencapai hasil belajar

yang optimal dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru.

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang

bertujuan untuk menghasilkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal.

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari input, proses pembelajaran, dan output

yang dihasilkan yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Kualitas

pembelajaran yang akan dikaji meliputi dua aspek, yaitu:

1) Aktivitas Belajar

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 23) menyatakan bahwa,

“Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis

peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan

perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik

berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.” Hal ini

berarti pelaku pembelajaran (siswa) harus meningkatkan kegiatan atau

keaktifan mereka selama pembelajaran berlangsung dari seluruh aspek,

yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dierich dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 24)

menyampaikan aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu

sebagai berikut:

a) Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain;

b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaa, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi;

c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio;

d) Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket;

e) Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola;

f) Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun.;

20

g) Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecah-kan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan;

h) Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan

siswa selama pembelajaran dapat dilihat dari berbagai hal selama proses

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dimaksud antara lain: bagaimana

siswa melaksanakan diskusi kelompok, bagaimana siswa melatih diri dalam

memecahkan soal yang sejenis, bagaimana siswa turut serta melaksanakan

tugas belajarnya, bagaimana siswa melakukan interaksi dengan anggota

kelompoknya, bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari guru dengan

bertanya, dan sebagainya.

Aktivitas belajar tersebut adalah keaktifan siswa yang harus

dikembangkan dalam proses pembelajaran. Untuk mengembangkan

keaktifan siswa dibutuhkan peran guru sebagai fasilitator dan motivator.

Selain itu, keaktifan siswa juga dapat berkembang dengan penerapan model

pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan gaya belajar yang

dimiliki oleh siswa. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa (2006: 105)

bahwa, “meningkatkan aktivitas siswa merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.”

Nana Sudjana (2009: 61) menyatakan penilaian proses belajar

mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam

mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:

a) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, b) terlibat dalam pemecahan masalah, c) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan

yang dihadapinya, d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan

masalah, e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, f) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil belajar yang diperolehnya, g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, dan h) kesempatan menerapkan apa yang telah diperoleh siswa dalam

menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

21

Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan

secara sederhana bahwa aktivitas belajar siswa yang tersirat dalam keaktifan

siswa selama pembelajaran dapat dijadikan salah satu tolak ukur kualitas

pembelajaran, karena keaktifan siswa selama pembelajaran ikut menunjang

terlaksananya proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas.

2) Hasil Belajar Siswa

Penilaian proses belajar adalah upaya memberikan nilai terhadap

kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai

tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian tersebut dapat dilihat sejauh

mana efektif dan efisiennya dalam mencapai hasil belajar, yaitu perubahan

tingkah laku siswa. Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan, “Penilaian hasil

belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang

dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini berarti bahwa objek yang

dinilai adalah hasil belajar siswa, yaitu perubahan tingkah laku yang

mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendapat tersebut

mengungkapkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari

hasil belajar yang dicapai oleh siswa, antara lain: adanya perubahan hasil

belajar siswa setelah melakukan proses pembelajaran dan apa yang dimiliki

siswa tersebut dapat bertahan lama dan dapat digunakan sebagai dasar

dalam mempelajari bahan berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa

proses pembelajaran terkait erat dengan hasil belajar. Apabila hasil belajar

siswa belum maksimal maka harus ada yang dibenahi dalam sebuah proses

pembelajaran

Abdurrahman dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 14)

berpendapat bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak

setelah melalui kegiatan belajar.” Hal tersebut senada dengan yang

diungkapkan oleh Juliah dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 15)

bahwa, “Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa

sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.”

“Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat

mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai hasil belajar” (Asep Jihad

22

dan Abdul Haris, 2009: 15), yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menjalani proses belajar. Oleh karena itu, proses belajar perlu dilalui untuk

mencapai tujuan belajar yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa sehingga

proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan mempengaruhi hasil belajar.

Bloom dkk yang dikutip Harjanto dalam Nanang Hanafiah dan Cucu

Suhana (2009: 20-23) mengemukakan bahwa secara garis besar aspek hasil

belajar dibagi menjadi tiga yaitu: (a) Aspek kognitif mencakup ingatan atau

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; (2)

Aspek afektif mencakup penerimaan, penanggapan, penghargaan,

pengorganisasia, pengkarakterisasian; dan (c) Aspek psikomotorik yang

mencakup persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, respon nyata

kompleks, penyesuaian, dan penciptaan. Penguasaan aspek kognitif diukur

dengan tes lisan atau tertulis meliputi pilihan ganda, uraian bebas, bentuk

menjodohkan, unjuk kerja, atau pengumpulan kerja siswa. Ranah afektif

diukur dengan teknik angket, yang diukur adalah sikap dan minat peserta

didik terhadap pelajaran. Bentuk tes psikomotorik diukur dengan teknik

angket dan observasi secara langsung yang dapat berupa tes identifikasi, tes

simulasi, dan tes unjuk kerja. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa nilai

siswa bukan satu-satunya aspek yang menjadi ukuran perkembangan

kemampuan siswa dalam pembelajaran, tetapi didukung juga oleh minat

siswa terhadap pelajaran dan keterampilan siswa.

Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan

secara sederhana bahwa hasil belajar siswa juga dapat dijadikan salah satu

tolak ukur kualitas pembelajaran, karena hasil belajar siswa khususnya dari

aspek kognitif adalah hasil nyata yang bisa dilihat dari kerja keras siswa

dalam memahamkan diri mereka tentang suatu materi pembelajaran.

Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa kualitas pembelajaran dapat diamati dari

seberapa besar keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung dan hasil

belajar siswa yang ditekankan pada hasil belajar kognitif, sebagai hasil dari

proses pembelajaran yang telah dilakukan siswa.

23

5. Pembelajaran Kooperatif

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Sugiyanto (2008: 35) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran

kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi

belajar untuk mencapai tujuan belajar.” Hal senada juga diungkapkan oleh

Isjoni (2009: 16) yang menyatakan bahwa, “Cooperative Learning is the

instructional use of small groups that allows students to work together to

maximize their own and each other as learning.” Artinya pembelajaran

kooperatif mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama

dari kelompok-kelompok kecil yang dibentuk dalam sebuah kelas.

Anita Lie dalam Sugiyanto (2008: 10) berpendapat bahwa,

“pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh

sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community).” Artinya siswa

tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Siswa saling

bertukar pikiran tentang sesuatu yang harus diselesaikan secara kelompok.

Hal ini akan menjadikan siswa lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap

masing-masing anggota dalam kelompok.

Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 31) menyampaikan pendapatnya

yang tidak jauh berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, “Pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama

diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.”

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut secara sederhana dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang

dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil untuk mencapai sebuah

tujuan belajar bersama yang membantu siswa dalam mengembangkan

kemampuan akademis dan kemampuan sosial mereka.

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 21) terdapat tiga konsep sentral

yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu:

24

1) Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok

untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok

diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.

Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu dalam

menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung.

2) Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari

semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan

pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam proses

pembelajaran. Hal ini akan melatih kemandirian siswa ketika

mengerjakan tugas secara individu. Motivasi siswa juga akan tumbuh dan

siswa tidak takut untuk bersaing secara sehat dan jujur.

3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang

mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang

diperoleh siswa dari yang sebelumnya. Dengan menggunakan metode

skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi

sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang

terbaik bagi kelompoknya. Secara tidak langsung siswa akan termotivasi

untuk memberikan yang terbaik bagi kelompok mereka, karena masing-

masing anggota kelompok dapat menyumbangkan nilai untuk kelompok.

Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan tersebut dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif

adalah: (1) adanya penghargaan kelompok; (2) adanya tanggung jawab

individu; dan (3) adanya kesempatan yang sama untuk mencapai

keberhasilan.

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Stahl dalam Isjoni (2009: 24) mengemukakan bahwa, “melalui model

cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan

25

sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan

berpartisipasi sosial. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh

Zaltman et al dalam Isjoni (2009: 24) yang berpendapat bahwa, “siswa yang

sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang

akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada

tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual.”

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran penting, seperti yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni

(2009: 27-28) yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, baik untuk

memperbaiki prestasi siswa ataupun tugas akademik penting yang lain.

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu

siswa memahami konsep-konsep sulit. Di samping itu, pembelajaran

kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah

maupun kelompok atas yang bekerja bersama demi tugas-tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari

orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,

kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi-

kan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk bekerja sama

pada tugas-tugas akademik. Struktur penghargaan kooperatif juga akan

menjadikan siswa belajar saling menghargai dan saling menerima

kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa

keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan sosial pada

dasarnya penting dimiliki oleh siswa, sebab saat ini banyak anak muda

yang masih kurang dalam keterampilan sosial.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut maka dapat

disimpulkan secara sederhana bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah

26

mengembangkan kemampuan siswa baik dari aspek pengetahuan maupun

dari sikap dan keterampilan sosialnya.

d. Peran Guru dalam Pembelajaran Koooperatif

Penciptaan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental

dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman dan suasana hati yang

gembira tanpa ada tekanan akan dapat memudahkan siswa dalam memahami

materi pelajaran. Oleh karena itu dalam model pembelajaran koooperatif

dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreativitas guru dalam mengelola

lingkungan kelas. Sehingga dengan penerapan model ini guru harus menjadi

lebih aktif dalam menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan

kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama

dengan kelompoknya.

Isjoni (2009: 62) menjelaskan bahwa, “Dalam model pembelajaran

cooperative learning guru harus mampu menciptakan kelas sebagai

laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda

pendapat.” Pendapat tersebut menekankan bahwa kebiasaan tersebut penting

dikondisikan selama pembelajaran sedini mungkin, agar siswa lebih sportif

dan jujur dalam mengakui kekurangan diri sendiri dan menerima pendapat

siswa lain yang lebih baik. Soemantri dalam Isjoni (2009: 62) menambahkan,

“Hal yang perlu dihindari adalah apabila perbedaan pendapat itu menjurus

pada konflik intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa.

Isjoni (2009: 62) melanjutkan bahwa, ”Peran guru dalam pelaksanaan

cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator

dan evaluator.” Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap:

(1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan; (2)

membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan

keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupu kelompok; (3)

membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta

membantu kelancaran belajar mereka; (4) membina siswa agar setiap individu

menjadi sumber yang bermanfaat bagi lainnya; dan (5) menjelaskan tujuan

27

kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

Sebagai mediator, guru berpesan sebagai penghubung dalam mengaitkan

materi pembelajaran yang sedang dibahas. Peran guru sebagai director-

motivator adalah membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, membantu

kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban. Guru juga berperan

memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dan

mengembangkan keberanian siswa. Sebagai evaluator guru berperan dalam

menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini

tidak hanya pada hasil tetapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran.

Penjelasan tersebut mengemukakan bahwa peran guru dalam pembelajaran

kooperatif adalah penting karena mendukung keberhasilan pembelajaran yang

dilakukan oleh siswa.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara

sederhana bahwa peran guru dalam pembelajaran koooperatif adalah sebagai

fasilitator yang menuntun pelaksanaan pembelajaran, sebagai mediator dalam

mengaitkan materi pembelajaran, sebagai director-motivator dalam

membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, serta sebagai evaluator

dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.

6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin

dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Menurut Sugiyanto (2008:

42), “metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari

pendekatan pembelajaran kooperatif.” Slavin (2009: 143) juga

mengemukakan hal yang sama yaitu, “STAD merupakan salah satu metode

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang

paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan

pendekatan kooperatif.” Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh

Trianto (2007: 56), yang memberikan pendapat bahwa, “pembelajaran

kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup

28

sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan

masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional.” Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pembelajaran konvensional menjadi dasar untuk

mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan dengan pembentukan

kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang. Anggota

kelompok dibentuk berdasarkan skor awal siswa yang diperoleh dari pretes di

mana siswa yang memiliki nilai tinggi dimasukkan ke dalam kelompok yang

berbeda-beda. Demikian halnya dengan siswa yang memiliki nilai sedang

ataupun rendah sehingga setiap kelompok yang terbentuk terdiri dari

tingkatan nilai yang beragam, baik nilai tinggi, sedang, atau rendah. Hal

tersebut dimaksudkan agar pada saat diskusi berlangsung, siswa yang lebih

tinggi nilainya dapat membantu siswa yang belum paham. Dengan demikian,

kegiatan diskusi akan menjadikan siswa memiliki rasa setia kawan terhadap

teman satu kelompoknya, terutama yang belum memahami soal diskusi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang cukup sederhana dan dapat

digunakan sebagai dasar untuk memulai penerapan pembelajaran kooperatif

dalam proses pembelajaran.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah pembelajaran

memiliki tahapan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Slavin (2009: 143-146) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

STAD (Student Teams Achievement Divisions) terdiri dari lima komponen

utama, antara lain:

1) Presentasi kelas

Materi yang akan diajarkan diperkenalkan dalam presentasi kelas

oleh guru. Hal ini merupakan pengajaran langsung yang dipimpin oleh

guru. Penjelasan awal ini membutuhkan perhatian penuh dari siswa karena

akan membantu mereka dalam mengerjakan soal kelompok dan individu.

29

2) Tim atau Kelompok

Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh

bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, dan ras.

Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim

benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerja-

kan kuis dengan baik. Hal ini secara tidak langsung akan menumbuhkan

kerja sama dan setia kawan terhadap anggota kelompoknya.

3) Kuis

Sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi

dan praktik tim, para siswa akan mengerjakan tes individual. Para siswa

tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.

Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk

memahami materinya. Tes ini akan membentuk siswa menjadi pribadi

yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan secara individu.

4) Skor kemajuan individual

Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal

kepada tim. Setiap siswa akan diberikan skor awal yang diperoleh dari

nilai siswa dalam mengerjakan kuis atau evaluasi sebelumnya. Siswa

selanjutnya mengumpulkan poin untuk kelompok masing-masing siswa

berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis siswa yang dibandingkan dengan

skor awal siswa. Proses ini dilakukan pada setiap siklus sehingga siswa

selalu memiliki kesempatan untuk memperoleh poin maksimal.

5) Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata siswa mencapai kriteria tertentu. Hal ini bertujuan

untuk memotivasi kelompok lain yang belum mendapatkan penghargaan

agar pada kesempatan berikutnya siswa memperbaiki kinerja kelompok

mereka.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen

utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari: (1) presentasi

30

kelas; (2) pembentukan tim atau kelompok; (3) adanya kuis; (4) skor

kemajuan individual; dan (5) adanya pengharagaan bagi kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pelaksanaannya berbeda

dengan pembelajaran lainnya. Model ini lebih menekankan pada kerja sama

siswa dan penghargaan yang diperoleh siswa dalam kelompok. Langkah-

langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada tahapan

pembelajaran kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase

dalam pembelajaran kooperatif dapat ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2 Menyajikan/ menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(Sumber: Trianto, 2007: 54)

Berdasarkan fase-fase yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan

bahwa fase yang paling menonjol dan merupakan ciri dalam pembelajaran

kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama dalam kelompok dan adanya

penghargaan kepada kelompok yang memperoleh hasil belajar yang baik dan

memuaskan sesuai dengan kriteria yang didasarkan poin yang diperoleh siswa.

Hal ini merupakan salah satu bentuk motivasi yang diberikan kepada siswa

agar siswa dapat melaksanakan tugas selama pembelajaran dengan baik.

31

c. Cara Menghitung Skor Bagi Individu dan Kelompok dalam STAD

Hal yang membedakan pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan

pembelajaran yang lain adalah adanya penghargaan kelompok. Setiap

kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh predikat

sebagai tim yang terbaik. Menurut Trianto (2007: 55-56) penghargaan atas

keberhasilan kelompok ini dapat dilakukan oleh guru dengan tahapan:

1) Menghitung skor individu

Pemberian skor individu adalah salah satu tahap yang harus dilalui.

Pemberian skor perkembangan individu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Kriteria Peningkatan Nilai Individu dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

No. Skor Kuis Poin Kemajuan

1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 2. 1 – 10 poin di bawah skor awal 10 poin 3. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin 5. Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30 poin

(Sumber: Slavin, 2009: 159)

2) Menghitung skor kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata poin kemajuan

anggota kelompok dengan menjumlahkan semua poin kemajuan yang

diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok.

Sesuai dengan rata-rata poin kemajuan kelompok akan diperoleh kategori

skor kelompok sebagai berikut:

Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok No. Rata-Rata Tim Predikat 1. 0 ≤ x ≥ 5 - 2. 5 ≤ x ≥ 15 Tim Baik 3. 15 ≤ x ≥ 25 Tim Hebat 4. 25 ≤ x ≥ 30 Tim Super

(Sumber: Trianto, 2007: 56)

3) Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok

Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru

memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok

32

sesuai dengan predikatnya. Sugiyanto (2008: 43) menyatakan bahwa,

“Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan

ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi

atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.” Berdasarkan

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian penghargaan dalam

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah tahap yang harus dilalui, tetapi

tidak semua kelompok harus memperoleh penghargaan. Langkah-langkah

pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan peraturan yang harus dilakukan oleh siswa di setiap pembelajaran

Pembagian siswa ke dalam kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa. Pembagian kelompok didasarkan pada pretes awal

Guru menerangkan materi

pembelajaran dengan presentasi

kelas

Diskusi kelompok untuk

memecahkan soal kasus akuntansi

Presentasi kelas oleh siswa yang

diwakili satu orang anggota

setiap kelompok

Nilai siswa dibandingkan dengan nilai pretes dan setiap siswa

mempunyai nilai kemajuan individu

Tes individu sebagai sebuah sarana untuk mengukur hasil belajar

kognitif siswa

Nilai rata-rata kelompok diklasifikasikan menurut predikat

kelompok dalam pembelajaran STAD

Nilai kemajuan individu dikumpulkan ke dalam kelompok dan dibagi dengan jumlah anggota

kelompok

Kelompok yang memperoleh nilai rata-rata paling tinggi mendapatkan sertifikat

penghargaan dari guru

33

B. Penelitian yang Relevan

Dian Hermawati (2009), Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi

dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement

Divisions). Penelitian ini mengemukakan bahwa terdapat peningkatan kualitas

pembelajaran akuntansi dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal tersebut

dapat dilihat dari adanya peningkatan keaktifan siswa dalam apersepsi dari 95%

siswa menjadi 100% siswa, dalam peran siswa mengerjakan tugas kelompok

meningkat dari 80% siswa menjadi 90% siswa, serta peningkatan pencapaian hasil

belajar siswa dari 95% siswa menjadi 100% siswa.

Riska Larasati N.S. (2005), Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar

Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata

Pelajaran Akuntansi. Rata-rata prestasi belajar kelompok eksperimen lebih baik

daripada kelompok kontrol atau rata-rata prestasi belajar siswa mata pelajaran

akuntansi yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik daripada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntasi yang

menggunakan metode ceramah. Kelompok siswa yang menggunakan metode

ceramah rata-rata prestasi belajarnya adalah 58,88 sedangkan kelompok siswa

yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD rata-rata

prestasinya adalah 67,5 (di atas KKM sebesar 65).

Persamaan penelitian relevan yang pertama dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah jenis penelitian dan variabel yang ditingkatkan, yaitu

penelitian tindakan kelas dan kualitas pembelajaran akuntansi. Penelitian tersebut

menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD meningkatkan kualitas

pembelajaran akuntansi. Apabila dibandingkan dengan penelitian relevan yang

kedua persamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah model

pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal

inilah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan variabel yang

sama dan model pembelajaran yang sama.

Perbedaan penelitian relevan yang pertama dengan yang akan dilakukan

oleh peneliti yaitu banyaknya siklus. Penelitian yang relevan menerapkan dua

34

siklus sedangkan peneliti menerapkan tiga siklus. Selain itu, kualitas pembelajaran

dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dian Hermawati menekankan pada

keaktifan dan prestasi belajar siswa, sedangkan peneliti meninjau dari aktivitas

belajar siswa dan hasil belajar siswa. Apabila dibandingkan dengan penelitian

yang relevan kedua perbedaannya terletak pada jenis penelitiannya. Riska Larasati

menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok

kontrol sebagai pembanding, tetapi penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.

C. Kerangka Berpikir

Peningkatan kualitas pembelajaran siswa dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu input (masukan) dan proses. Diantara keduanya, proses pembelajaran

menjadi hal yang penting untuk menentukan keberhasilan dalam pembelajaran.

Peran dari beberapa komponen (siswa, guru, kondisi atau situasi belajar, metode

pembelajaran, dan media pembelajaran) dalam sebuah pembelajaran tidak dapat

dipandang sebelah mata. Oleh karena itu input dari sekolah asal, kondisi kelas

yang acuh, motivasi belajar siswa yang rendah, terlalu mendominasinya metode

ceramah, aktivitas belajar siswa yang kurang, serta hasil belajar siswa yang rendah

adalah permasalahan yang perlu ditingkatkan secara bertahap.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses yang dilakukan oleh

siswa dan didukung oleh guru yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa,

baik dari aspek ilmu pengetahuan maupun aktivitas sosial siswa. Pembelajaran

hendaknya mengutamakan kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan

pengembangan kemampuan siswa dalam aspek lain, seperti diskusi, memahami

dan menerima pendapat teman lain, bekerja sama dalam tim, setia kawan, dan

berani mengemukakan pendapat. Apabila hal tersebut dapat dipenuhi, maka

kualitas pembelajaran secara tidak langsung akan meningkat. Guru juga perlu

menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa agar pembelajaran

dapat berlangsung dengan efektif dan berkualitas.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memahami kompetensi dasar secara kelompok

dan individu. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan untuk

35

berpartisipasi dalam kerja kelompok sehingga keaktifan belajar siswa, rasa

percaya diri, dan tanggung jawab siswa akan meningkat. Siswa akan mendapatkan

poin kemajuan individu yang diperoleh dengan mengerjakan kuis atau tes pada

akhir pembelajaran. Siswa terpacu untuk memperoleh hasil yang maksimal dan

tanggung jawab siswa akan terbentuk. Oleh karena itu, aktivitas belajar siswa dan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi akan meningkat sehingga

kualitas pembelajaran akuntansi akan mengalami peningkatan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka berpikir

sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari tindakan kelas ini adalah

penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran akuntansi.

Kondisi awal pembelajaran akuntansi siswa: 1. Metode ceramah mendominasi 2. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah 3. Keaktifan siswa selama pembelajaran akuntansi kurang

Implementasi Pembelajaran STAD di dalam kelas

Kualitas pembelajaran meningkat

Aktivitas belajar siswa meningkat Hasil belajar siswa meningkat

Suasana belajar menyenangkan

Presentasi kelompok

Tiap anggota berpartisipasi secara aktif

Kuis individu untuk penambahan

poin

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Surakarta

yang beralamat di Jalan Sumbing VI no. 49 Mojosongo, Surakarta di kelas XI IPS 1.

Adapun alasan yang mendasari pelaksanaan penelitian tindakan kelas di lokasi ini

adalah:

a. Guru mata pelajaran akuntansi berpendapat bahwa pembelajaran akuntansi yang

dilakukan kurang menarik bagi siswa.

b. Pembelajaran yang selama ini berlangsung masih belum menunjukkan hasil belajar

siswa yang maksimal.

c. Pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta belum pernah dilaksanakan penelitian

sejenis sehingga kemungkinan adanya penelitian ulang dapat dihindari.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah dari proses

pengajuan judul dan mini proposal sampai dengan penyusunan laporan penelitian.

Untuk lebih jelasnya, dapat dipaparkan jadwal penelitian dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tahun 2009 Tahun 2010

No Keterangan Okt Nov -

Des

Jan -Feb

Mar - Mei

1 Pengajuan judul dan mini proposal

2 Penyusunan proposal

37

3 Ijin penelitian

4 Perencanaan Tindakan

5 Implementansi Tindakan

Siklus I, Siklus II, dan Siklus III

6 Penyusunan laporan penelitian

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah adalah siswa kelas

XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari 35 siswa dengan komposisi 23 siswa

laki-laki dan 12 siswa perempuan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaborasi

dengan guru mata pelajaran akuntansi yaitu Drs. Antonius Edy Priyono yang berperan

sebagai pengamat dan penilai aktivitas belajar siswa selama pembelajaran berlangsung

sedangkan peneliti bertugas menerapkan pembelajaran kepada siswa karena peneliti

dianggap lebih menguasai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi

pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Oleh karena itu, peneliti menggunakan

Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar dalam Iskandar (2009: 21),

“PTK merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan

orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki/ meningkatkan mutu proses

pembelajaran di kelasnya.” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa peningkatan mutu

proses pembelajaran di kelas adalah sebuah tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan

penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain.

Suharsimi Arikunto dalam Iskandar (2009: 20-21) mengungkapkan bahwa, “PTK

merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.”

Oleh karena itu PTK adalah sebuah pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran

berupa sebuah tindakan yang dilakukan di dalam kelas.

38

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana

bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang memerlukan

tindakan untuk menanggulangi masalah dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan di

dalam kelas dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

PTK merupakan tugas dan tanggung jawab guru terhadap kelasnya. PTK

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian yang lain. Menurut Iskandar

(2009: 24), “PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada

masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam

pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4)

bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional; dan (5)

dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus. Karakteristik tersebut

menjelaskan bahwa

Menurut Zainal Aqib (2009: 30), PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian

berdaur yang terdiri dari empat tahap, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum

Prosedur pelaksanaan PTK mencakup:

1. Perencanaan Tindakan

Perencanaan tindakan menjelaskan apa, mengapa, kapan, di mana, oleh

siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. Perencanaan tindakan pada siklus

pertama harus berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap

sebelum PTK. Untuk dapat menyajikan informasi yang ada dalam identifikasi

masalah, maka perlu disusun sebuah rencana tindakan yang mencakup semua

langkah-langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan PTK, mulai dari materi/

bahan ajar, model pembelajaran, dan instrumen observasi dipersiapkan dengan

Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi

39

matang. Tahap ini perlu memperhitungkan kendala yang mungkin timbul pada saat

pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Dengan adanya antisipasi diharapkan

pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah

ditentukan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari semua rencana

tindakan yang telah dibuat. Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan

hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan dan peningkatan yang

diinginkan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberdayakan siswa

sehingga kelas dapat diciptakan sebagai komunitas belajar. Pelaksanaan tindakan

yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada rencana yang telah disepakati bersama

sebelumnya. Untuk mengurangi kelemahan dalam pelaksanaan tindakan, persiapan

dalam perencanaan dilakukan secara maksimal, agar pelaksanaan tidak mengalami

kesulitan. Untuk perubahan dan perbaikan tindakan perlu disikapi secara positif

sebagai bahan masukan pada siklus berikutnya.

3. Pengamatan atau Observasi Tindakan

Perekaman data dari proses dan hasil dari pelaksanaan kegiatan dilakukan

pada bagian ini. Tujuan dilakukannya pengamatan adalah untuk mengumpulkan

bukti hasil dari pelaksanaan tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan

dalam melakukan refleksi. Iskandar (2009: 118) menyatakan, “Kegiatan observasi

dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.” Oleh karena itu proses

observasi ini dilakukan pada saat peneliti melaksanakan tindakan. Pengumpulan

data ini memerlukan format penilaian yang telah disusun untuk mencermati

pelaksanaan skenario tindakan serta dampaknya terhadap proses pembelajaran

siswa. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan ini berupa hasil ujian, nilai praktik,

serta aktivitas belajar siswa selama pembelajaran.

Pelaksanaan pengamatan PTK ini dapat dilakukan secara kolaborasi antara

guru dengan peneliti agar hasil penelitian dapat berlangsung dengan obyektif. Hal ini

seperti yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto et al (2008: 63) bahwa, “Kerja sama

(kolaborasi) antara guru dengan peneliti sangat penting dalam bersama menggali

40

dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi.” Pengamatan dan penilaian pada

penelitian ini dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi sedangkan peneliti

bertugas untuk mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD.

Iskandar (2009: 118) berpendapat bahwa pelaksanaan observasi

memerlukan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Prinsip-prinsip tersebut antara

lain: (a) perencanaan antara peneliti dengan guru kelas sebagai pengamat; (b) fokus

observasi harus diterapkan bersama; (c) peneliti dan pengamat membangun kriteria

bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil

pengamat diberikan dengan segera.

4. Refleksi Terhadap Tindakan

Menurut Taggart dalam Zainal Aqib (2009: 32), “Pada bagian refleksi

dilakukan dengan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang

dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap dampak pelaksanaan tindakan

yang dilaksanakan.” Iskandar (2009: 119) juga mengemukakan pendapat yang

hampir sama bahwa, “Tahapan ini dilakukan untuk mengkaji dan memproses data

yang didapat saat dilakukan pengamatan/ observasi tindakan. Data yang didapat

kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis.”

Proses refleksi memegang peran yang sangat penting dalam menentukan

suatu keberhasilan PTK. Adanya refleksi yang tajam akan diperoleh masukan yang

akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Secara keseluruhan keempat

tahap PTK membentuk sebuah siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus

lain secara bersinambungan. Menurut Suharsimi Arikunto et al (2008: 74) model

siklus PTK secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Permasalahan

Permasalahan baru hasil refleksi

Apabila permasalahan

Siklus Pertama

Siklus Kedua

Pelaksanaan Tindakan I

Pengamatan/ pengumpulan data I

Pelaksanaan Tindakan I

Pengamatan/ pengumpulan data II

Perencanaan Tindakan I

Refleksi I

Perencanaan Tindakan II

Refleksi II

Dilanjutkan ke

41

Gambar 4. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh informasi atau data

yang mendukung sebuah penelitian. Penelitian tindakan kelas ini mengumpulkan data

penelitian dengan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Peneliti berperan serta dalam kegiatan dan aktivitas subjek penelitian yang

sesuai dengan fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Lembar observasi digunakan

untuk mengamati perkembangan pembelajaran akuntansi yang dilakukan oleh siswa.

Peneliti mengamati aktivitas belajar siswa yang ditinjau dari segi apersepsi, diskusi,

pembelajaran, dan presentasi serta melakukan pengamatan terhadap pekerjaan siswa

untuk melakukan penilaian hasil belajar kognitif siswa. Masing-masing aktivitas belajar

siswa yang diamati memiliki rentang skor 1 sampai dengan 3, di mana skor 1

diberlakukan untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah, skor 2 untuk siswa yang

memiliki aktivitas belajar sedang, dan skor 3 untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar

tinggi.

2. Teknik Evaluasi/ Tes

Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 67) menyatakan bahwa, “Tes merupakan

himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus

42

dilaksanakan oleh orang yang dites.” Oleh karena itu tes digunakan untuk mengukur

sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran yang disampaikan. Teknik ini

digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kognitif siswa. Jenis soal tes yang

digunakan pada penelitian ini lebih menekankan pada pemahaman siswa tentang

kompetensi dasar yang ingin dicapai sehingga bentuk soal yang diberikan adalah bentuk

soal kasus dalam sebuah perusahaan.

3. Instrumen Non-tes (Teknik Angket)

Penilaian nontes adalah prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran

mengenai karakteristik, minat, sifat, dan kepribadian. Instrumen ini digunakan untuk

menilai hasil belajar afektif siswa.

Bentuk angket yang digunakan adalah bentuk check list yaitu suatu bentuk

angket di mana pengisi angket tinggal memberi tanda check (√) pada kolom yang telah

disediakan dengan lima alternatif jawaban tiap item. Prosedur pemberian skor tiap item

pernyataan menggunakan Skala Likert. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 88-

89), “Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan Skala Likert

rentang 1 sampai dengan 5. Ini berarti bila menggunakan 20 butir pernyataan/

pertanyaan maka akan diperoleh skor maksimum 100 dan skor minimum 20.”

Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert rentang

1 sampai dengan 5 dan sepuluh butir pernyataan, sehingga skor minimum yang

diperoleh adalah 10 dan skor maksimum adalah 50 dengan penilaian untuk masing-

masing pernyataan yang diberikan kepada siswa sebagai berikut:

a. Skor 5 untuk alternatif jawaban sangat setuju (SS)

b. Skor 4 untuk alternatif jawaban setuju (S)

c. Skor 3 untuk alternatif jawaban ragu-ragu (R)

d. Skor 2 untuk alternatif jawaban tidak setuju (TS)

e. Skor 1 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju (STS)

Angket ini digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran

akuntansi dan disebar setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan.

43

4. Wawancara

Menurut Nurul Zuriah (2006: 179), “Wawancara ialah alat pengumpul informasi

dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan

pula. Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka

antara pencari informasi dan sumber informasi.”

Wawancara ini dilakukan peneliti kepada guru mata pelajaran akuntansi dan

beberapa siswa kelas XI IPS 1 untuk memperoleh data awal dan mengetahui

permasalahan yang ada dalam pembelajaran sebelum penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Teknik ini dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan.

5. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan gambar-

gambar sebagai data pendukung telah terjadinya penelitian. Peneliti

mendokumentasikan proses penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk gambar atau

foto.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian

dari awal hingga akhir. PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk mengamati

peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran koperatif

tipe STAD. Adapun prosedur PTK terdiri dari beberapa tahapan kegiatan, yaitu:

1. Tahap pengenalan masalah

Kegiatan yang dilakukan peneliti antara lain:

a. Mengidentifikasi permasalahan yang ada selama proses pembelajaran

b. Menganalisis masalah yang muncul selama pembelajaran berlangsung

c. Menyusun tindakan yang sesuai pada siklus pertama

d. Menyusun alat evaluasi dan lembar pengamatan

44

2. Tahap persiapan tindakan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan yang meliputi:

a. Penyusunan jadwal penelitian tindakan kelas

b. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c. Penyusunan soal diskusi kelompok bagi siswa disertai kunci jawabannya

d. Penyusunan soal tes sebagai bentuk evaluasi disertai kunci jawabannya

e. Penyusunan instrumen penilaian lain yang digunakan dalam PTK

Tahap persiapan tindakan disusun dalam tiga siklus, di mana masing-masing siklus

terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

pengamatan atau observasi tindakan, dan refleksi tindakan. Setiap siklus peneliti

mencocokkan hasil siswa dengan indikator ketercapaian untuk mengetahui apakah

jumlah siswa yang sesuai nilai minimal indikator telah memenuhi syarat.

3. Tahap pelaksanaan tindakan

Peneliti melakukan hipotesis tindakan, yaitu untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Tahap ini dilakukan untuk menguji kebenaran melalui tindakan yang telah

direncanakan.

4. Tahap pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang

berlangsung, khususnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran di

bawah bimbingan guru dan keterampilan siswa dalam mengerjakan soal postes

akuntansi.

5. Tahap penyusunan laporan

Peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan selama

penelitian berlangsung. Penyusunan laporan PTK didasarkan atas data-data yang

telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung.

F. Proses Penelitian

45

Peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8

Surakarta dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah indikator yang ingin

dicapai. Setiap tindakan peningkatan kualitas pembelajaran dirancang ke dalam tiga

siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) Perencanaan tindakan; (2)

Pelaksanaan tindakan; (3) Observasi tindakan; dan (4) Refleksi tindakan.

1. Perencanaan Tindakan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan PTK meliputi:

a. Membuat RPP setiap siklus dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Menyusun lembar observasi agar dapat mengamati kondisi pembelajaran siswa di

kelas pada saat pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan.

c. Mempersiapkan materi yang akan disampaikan melalui media pembelajaran

laptop dan Liquid Crystal Display (LCD) dalam bentuk Slide Show.

d. Mempersiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok.

e. Mempersiapkan media bagi siswa untuk presentasi melalui laptop dan LCD dalam

bentuk Microsoft Excel 2007 yang dipersiapkan oleh guru.

f. Menyusun seluruh alat evaluasi pembelajaran (lembar observasi dan soal).

g. Menetapkan indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif

tipe STAD pada setiap siklus.

Indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD

adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Indikator Ketercapaian Siswa ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa

Aspek yang diukur Persentase

Ketercapaian Cara Mengukur

Keaktifan siswa selama apersepsi

70% Diamati saat guru memberikan apersepsi dan dihitung berapa banyak siswa yang berkontribusi

Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok

70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang

46

aktif berdiskusi atau bertanya dengan teman satu kelompoknya

Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran STAD

70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan selama pembelajar-an berlangsung

Keaktifan siswa dalam presentasi

70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang aktif presentasi dan yang menanggapi hasil presentasi

Ketuntasan hasil belajar siswa yang ditekankan pada nilai siswa (KKM 65)

75% Dihitung dari jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 65 sudah mencapai ketuntasan

2. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan ini dilaksanakan ke dalam tiga siklus.

a. Rancangan Siklus Pertama

1) Pendahuluan

a) Menyampaikan salam dan memberitahukan kepada siswa bahwa siswa

akan melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b) Memperkenalkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan apa yang akan

diperoleh siswa melalui pembelajaran ini.

c) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan apersepsi dari

pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya.

d) Menjelaskan peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa diminta

untuk menaati peraturan yang telah disepakati bersama.

e) Membentuk kelompok secara heterogen, dilakukan oleh guru

berdasarkan prestasi belajar siswa pada saat pretes.

2) Kegiatan inti

47

a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Neraca Saldo) dan

meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah

sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.

b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta

siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan

sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.

c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di

depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.

d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas

antarkelompok berlangsung.

e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang

telah dipresentasikan masing-masing kelompok.

3) Penutup

a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar

mengerjakan sendiri.

b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus,

baik dari proses pembelajaran dan nilai postes.

c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi

pembelajaran berikutnya.

b. Rancangan Siklus Kedua

1) Pendahuluan

a) Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator

pembelajaran yang sesuai dengan silabus.

c) Mengumpulkan siswa secara berkelompok sama dengan sebelumnya dan

siswa kembali melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2) Kegiatan inti

48

a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Jurnal Penyesuaian) dan

meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah

bahan untuk mengerjakan soal diskusi.

b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta

siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan

sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.

c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di

depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.

d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas

antarkelompok berlangsung.

e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang

telah dipresentasikan masing-masing kelompok.

3) Penutup

a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar

mengerjakan sendiri.

b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus,

baik dari proses pembelajaran dan nilai postes.

c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi

pembelajaran berikutnya.

c. Rancangan Siklus Ketiga

1) Pendahuluan

a) Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator

pembelajaran yang sesuai dengan silabus.

c) Membentuk kelompok secara heterogen, di mana penyusunan kelompok

masih sama seperti siklus sebelumnya.

2) Kegiatan inti

49

a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran akuntansi (Kertas Kerja)

dan meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan

adalah sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.

b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta

siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi tersebut.

Guru berperan sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.

c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di

depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.

d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas

antar kelompok berlangsung.

e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang

telah dipresentasikan masing-masing kelompok.

3) Penutup

a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar

mengerjakan sendiri.

b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang melakukan proses

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik dan sesuai dengan

peraturan.

c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi

pembelajaran berikutnya.

3. Observasi Tindakan

Proses ini dilakukan dengan mengamati berjalannya pembelajaran kooperatif

tipe STAD pada pembelajaran akuntansi. Peneliti juga mengisi lembar observasi yang

telah dibuat untuk memperoleh data selama pembelajaran berlangsung dan untuk

mencatat aktivitas belajar siswa selama pembelajaran. Peneliti juga mencari

keunggulan dan kekurangan dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD

agar dapat dikembangkan dan diperbaiki pada siklus berikutnya.

4. Refleksi Tindakan

50

Tahap ini dilakukan dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan pada

proses yang telah berlangsung sehingga diperoleh kesimpulan tentang keberhasilan

dan kekurangan dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD serta langkah-

langkah perbaikan yang perlu dilakukan untuk peningkatan kualitas pada siklus

sebelumnya. Kesimpulan tersebut akan digunakan untuk perbaikan pada siklus

tindakan berikutnya yang ditindaklanjuti dengan perbaikan RPP.

51

SIKLUS PENELITIAN

1

TINDAKAN KELAS PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

Masalah baru hasil refleksi siklus pertama:

Kelemahan yang ada pada siklus pertama

Perencanaan Tindakan Siklus Kedua:

1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Persiapan materi pembelajaran Jurnal

Penyesuaian

Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua:

1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru

memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan

Pengamatan Tindakan Siklus Kedua:

1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan

lembar observasi dan catatan harian

Refleksi Tindakan Siklus Kedua:

1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya.

2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada pembelajaran siklus I.

Permasalahan awal:

1. Model ceramah mendominasi 2. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa

rendah 3. Aktivitas belajar siswa selama

pembelajaran akuntansi kurang

Perencanaan Tindakan Siklus Pertama:

1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Pembuatan soal diskusi dan soal tes

individu 4. Pembuatan lembar penilaian hasil belajar

Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama:

1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru

memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan

kelas

Pengamatan Tindakan Siklus Pertama:

1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan

lembar observasi dan catatan harian

Refleksi Tindakan Siklus Pertama:

1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya 2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada

pembelajaran siklus pertama

Masalah baru hasil refleksi siklus kedua:

Kelemahan yang ada pada siklus keuda

Siklus Ketiga Seluruh indikator tercapai KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI MENINGKAT

2

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat SMA Negeri 8 Surakarta

Berdirinya SMA Negeri 8 Surakarta tidak lepas dari alih fungsi SGPLB

(Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) Negeri Surakarta. Pengajar SGPLB Negeri

Surakarta berjumlah 69 orang sebagian besar disebar ke UPT-UPT (SMU / SMA,

SMK, SMP, SLB, dan hanya 2 orang yang menjadi dosen di UNS dan UMS).

Kemudian disusul 3 orang ke IKIP Surabaya, yang di SMA Negeri 8 Surakarta

tinggal 5 orang, yaitu Drs. Sumarno, Dra Mugiarti Chaei, Drs. Sugiatno, dan Drs.

Mulyono.

Tahun 1995/ 1996 dimulai tahun ajaran baru SMA Negeri 8 Surakarta,

disamping SGPLB Negeri Surakarta menuntaskan mahasiswa sebanyak 7 orang.

a. Pendaftaran dimulai bulan Juni 1995, dengan tenaga pendaftaran dari SMA

Negeri 8 Surakarta.

b. Membuka pendaftaran untuk 6 kelas dengan jumlah siswa 240 orang.

c. Tenaga pengajar tetap 5 orang tidak tetap 5 orang.

d. Tenaga administrasi/ TU 11 orang semuanya tenaga dari EX-SGPLB.

e. Kepala sekolah diampu oleh Ign. Sutaryo, B.A. (Kepala SMA Negeri 6

Surakarta).

Pada awal berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, pembiayaan

ditunjang dengan Dana Sumbangan dan SPP, karena SMA Negeri 8 Surakarta

belum mendapatkan SK Pendirian (dalam proses pendirian) dan belum

mendapatkan alokasi dana DIK dari pemerintahan.

SMA Negeri 8 Surakarta menempati bekas gedung SGPLB dengan

segala mebel, dan peralatannya mempunyai luas tanah 4,2 ha yang terdiri dari 2

sertifikat. Namun yang dikelola belum secara keseluruhan, hal ini mengingat

situasi dan kondisi dana. Secara pasti akhirnya berkat adanya perjuangan yang

gigih dari pendahulu ataupun penerus, SMA Negeri 8 Surakarta diresmikan dan

mendapatkan SK Pendirian NO .0106/0/96 pada tanggal 23 April 1996.

51

Berikut ini kepala sekolah yang pernah menjabat di SMA Negeri 8

Surakarta, yaitu:

a. Ign. Sutaryo : Periode th 1995 – 1996

b. Drs. Ermus Rwa Sumarso : Periode th 1997 – 1998

c. Drs. H Winarno : Periode th 1998 – 2000

d. Drs. Sartono Praptoharjono : Periode th 2002 – 2004

e. Drs. JS. Soekarjo, M.A : Periode th 2004 – 2007

f. Drs. Sudadi Mulyono,M.Si : Periode th 2007 – sekarang

2. Keadaan Lingkungan Belajar

SMA Negeri 8 Surakarta yang berlokasi di Jalan Sumbing VI No. 49

Mojosongo, Jebres, Surakarta ini mempunyai beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pembelajaran siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Faktor Internal

Keadaan lingkungan belajar siswa SMA Negeri 8 Surakarta pada

umumnya cukup baik. Hal ini terlihat dari beberapa hal, antara lain:

1) Kebersihan

Kebersihan lingkungan sekolah di SMA Negeri 8 Surakarta sudah baik.

Hal ini dapat dilihat dari kondisi kelas, halaman sekolah, ruang guru,

kantin, dan tempat parkir. Siswa bertanggung jawab pada kebersihan

kelasnya masing-masing dengan adanya regu piket untuk tiap kelasnya.

Sedangkan penjaga sekolah bertanggung jawab pada kebersihan tempat-

tempat umum, misalnya: kamar mandi, halaman sekolah, ruang guru, aula,

lapangan olahraga dan lain-lain.

2) Kerapian

Kerapian di SMA Negeri 8 Surakarta dapat dilihat dari tempat parkir yang

tertata rapi. Tempat parkir antar guru dan siswa terpisah. Kerapian di SMA

juga dapat dilihat dari seragam yang dikenakan oleh siswa dan guru.

3) Ketenangan

SMA Negeri 8 Surakarta cukup tenang karena letaknya cukup jauh dari

jalan raya.

52

4) Keamanan

Kondisi keamanan di SMA Negeri 8 Surakarta cukup baik karena adanya

penjagaan yang lebih baik oleh penjaga sekolah dan penjaga parkir.

5) Ketertiban

Ketertiban di SMA Negeri 8 Surakarta perlu ditingkatkan karena sebagian

siswa belum mematuhi peraturan tata tertib yang ada. Misalnya ada

beberapa siswa yang memakai sepatu tidak sesuai dengan yang ditentukan

yaitu sepatu hitam.

b. Faktor Eksternal

Beberapa faktor eksternal yang kurang mendukung untuk terciptanya

suasana belajar yang nyaman antara lain: lokasi yang sulit dijangkau oleh

transportasi umum dan jauh dari jalan raya. Tetapi secara umum, gedung

SMA Negeri 8 Surakarta dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai

tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari

tanahnya yang luas dan tersedianya ruang-ruang kegiatan yang mendukung

kegiatan belajar mengajar.

3. Motto, Visi, dan Misi

a. Motto Sekolah

Motto SMA Negeri 8 Surakarta adalah: Yang saya dengar, saya lupa; yang

saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; yang saya dengar, lihat, dan

pertanyakan, atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari

yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan

keterampilan.

b. Visi Sekolah

Visi SMA Negei 8 Surakarta adalah “Meningkatkan Dalam Prestasi

Akademik dan Unggul Dalam Prestasi Nonakademis Berdasakan Imtak”.

c. Misi Sekolah

Misi SMA Negeri 8 Surakarta adalah:

1) Melaksanakan pembelajaran secara efektif sehingga siswa dapat

bekembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.

53

2) Mengenalkan dan menggunakan serta mengembangkan hasil teknologi

modern.

3) Mengoptimalisasi bakat dan ketrampilan siswa sehingga memiliki

kemandirian dan kecakapan hidup di tengah masyarakat.

4) Menumbuhkan semangat ketertiban dan kedisiplinan bagi warga sekolah

sebagai konsep dasar menuju sukses.

5) Mendorong semangat kerja bagi guru dan karyawan sehingga memiliki

tanggung jawab dan berdedikasi tinggi.

6) Meningkatkan pengalaman ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa

sehingga menjadi sumber kearifan berperilaku.

7) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi diri dalam

bidang olah raga dan seni sehingga dapat berkembang secara optimal.

8) Membudayakan etika pergaulan yang saling sapa, salam, senyum sehingga

terjalin persaudaraan dan kesetiakawanan sejati, saling asah, asih, dan

asuh.

B. Identifikasi Masalah Pembelajaran Akuntansi pada Kelas XI IPS 1

SMA Negeri 8 Surakarta

Kegiatan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi permasalahan

yang timbul dalam pembelajaran akuntansi. Proses mengidentifikasi masalah

dilakukan dengan observasi awal pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta.

Observasi awal diperlukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan.

Hal ini terkait dengan hal-hal yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam

proses pembelajaran. Observasi awal dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada

tanggal 29 September 2009 ketika peneliti melakukan Program Pengalaman

Lapangan (PPL) dan pada hari Selasa tanggal 26 Januari 2010. Adapun hasil

identifikasi masalah pada proses pembelajaran antara lain sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi siswa

a. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran akuntansi.

Hal ini dapat dilihat ketika siswa mengikuti pelajaran akuntansi.

Banyak siswa yang tidak membawa buku akuntansi, baik buku tulis, buku

54

paket, maupun modul yang sudah dibagikan. Siswa tidak merasa rugi

tanpa modul akuntansi, karena bagi mereka pelajaran akuntansi adalah

pelajaran yang sulit dan usaha apapun yang mereka lakukan dalam kelas

selama pelajaran akuntansi berlangsung tidak akan membuahkan hasil. Hal

ini juga berdampak pada antusias siswa yang masih kurang selama

pembelajaran. Mata pelajaran akuntansi di SMA Negeri 8 Surakarta ini

lebih sering berlangsung setelah jam istirahat. Ketika bel masuk berbunyi,

banyak siswa yang terlambat masuk kelas bahkan sengaja berada di luar

kelas walaupun guru sudah masuk kelas. Ketika pembelajaran dimulai,

siswa lebih memilih untuk mengobrol dan bercanda dengan teman-teman

daripada memperhatikan penjelasan dari guru yang sedang mengajar. Jika

sudah lelah mengobrol atau membuat keributan, mereka memilih untuk

tidur di dalam kelas dan hal ini menyebabkan kelas menjadi kurang

interaktif selama pembelajaran akuntansi berlangsung.

b. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah.

Prestasi belajar siswa diperoleh ketika peneliti melakukan evaluasi

pembelajaran pada saat PPL. Rata-rata nilai kelas adalah 54. Nilai tersebut

masih jauh di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Jumlah

siswa yang memperoleh nilai di atas 65 adalah 8 siswa. Selain itu, guru

akuntansi juga mengadakan pretes sebelum penelitian dimulai. Hasil pretes

menunjukkan bahwa hanya sebesar 51% (18 dari 35 siswa) yang tuntas

KKM. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran akuntansi yang

selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Siswa

perlu dimotivasi dengan pembelajaran yang sesuai agar nilai siswa

mengalami peningkatan.

c. Siswa kurang aktif dalam merespon pembelajaran akuntansi.

Aktivitas yang dilakukan oleh beberapa siswa selama proses

pembelajaran akuntansi di dalam kelas antara lain: tiduran, mengobrol, dan

melamun. Sedangkan untuk siswa yang serius mengikuti pembelajaran

akuntansi (kira-kira 10-15 anak) hanya mencatat dan menganggukkan

kepala. Guru sering bertanya-tanya apakah siswa benar-benar paham

55

dengan materi yang disampaikan. Ketika diberi kesempatan bertanya,

siswa tidak ada yang bertanya dan ketika mengerjakan soal, nilai siswa

yang mencapai ketuntasan masih rendah.

2. Ditinjau dari segi guru

a. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar.

Metode ceramah masih kuat diterapkan dalam pembelajaran

akuntansi di dalam kelas. Lama kelamaan siswa merasa bosan dengan

pembelajaran tersebut karena tidak jarang metode tersebut mempersulit

pemahaman mereka terhadap mata pelajaran akuntansi. Pekerjaan Rumah

(PR) yang seharusnya dikerjakan di rumah juga selalu dikerjakan di

sekolah karena ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan PR atau tidak

membawa buku pelajaran yang sudah dibagikan.

b. Guru merasa kesulitan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap

materi akuntansi.

Guru mata pelajaran akuntansi telah menerapkan berbagai cara untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Mulai

dari menegur dan memberi peringatan kepada siswa yang tidak

memperhatikan sampai dengan membawakan penggaris agar siswa dapat

mengerjakan soal akuntansi dengan mempersingkat waktu. Hal tersebut

dilakukan dengan harapan bahwa siswa dapat memberikan sebagian besar

perhatiannya untuk menyimak penjelasan dari guru. Tetapi cara tersebut

belum dapat meningkatkan intensitas perhatian siswa kepada guru yang

sedang memberikan penjelasan, dan akibatnya pemahaman akuntansi

siswa kurang maksimal.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester dua dengan materi

pembelajaran Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Peneliti

menggunakan nilai pretes yang diambil oleh guru mata pelajaran akuntansi

sebagai skor awal siswa yaitu sebagai berikut:

56

Tabel 6. Nilai Awal Siswa Sebelum Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Skor No. NIS Nama Siswa

Awal 1 5078 Agnes Dhebi Martira 56 2 4972 Agus Budi Riawan 76 3 4939 Avian Nuryanto 50 4 4977 Danang Putro Susilo 60 5 4943 Dani Nova Riayanto 63 6 5084 Dani Nur Sihwinunggal 71 7 5120 Dedy Aringgo Shaputro 71 8 4980 Duwi Siswanto 72 9 5162 Dyah Ayu Wulandari 64 10 4947 Dyah Roro Anyes 69 11 4981 Eko Purbo Kusumo 67 12 5090 Eryndo Bondan Adi PW 55 13 5019 Ferry Hermansyah 63 14 4984 Hari Natal Nugroho 51 15 5057 Hummad Arrozi Rosid 70 16 4950 Jefry Chrissandy 58 17 4951 Kiki Untari 64 18 4986 Lisa Putri Puspita Sari 59 19 4953 Mahendrata PK 74 20 4955 Nabella Jones 56 21 4990 Nanda Beti Angga S. 74 22 4991 Nanda Medya Utama 72 23 4994 Noviani Dewi Pratiwi 77 24 4996 Puru Shottama DJ 52 25 4998 Risky Yuniarko 51 26 5000 Sabatian Chris Nendri N. 56 27 4961 Samuel Yuli Kristianto 77 28 5181 Savanta Grenandityo 54 29 5037 Teguh Prakoso 69 30 4966 Valentina Murana 53 31 4967 Vandi Wisnu Putra 60 32 5221 Wahyu Puput Prasetyo 84 33 5004 Yusti Kristi K. 79 34 4969 Yustika Monika M. 77 35 4547 Didik Prakoso A. 81

Keterangan:

Nilai merah adalah nilai yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal.

57

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai pretes akuntansi

menunjukkan bahwa sebanyak 51% (18 dari 35 siswa) siswa belum mencapai

KKM sebesar 65 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran

akuntansi belum maksimal dan masih perlu ditingkatkan.

Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing

siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan

tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) analisis dan refleksi tindakan.

Siklus Pertama

Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Tindakan Siklus Pertama

Perencanaan tindakan adalah proses awal yang dilakukan sebelum

melaksanakan penelitian. Perencanaan tindakan dilakukan pada hari Rabu 3

Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama guru mata

pelajaran mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan dalam

penelitian ini. Penelitian mulai dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari

2010. Siklus pertama dengan materi pembelajaran neraca saldo dilaksanakan

sebanyak tiga kali pertemuan. Tahap perencanaan ini meliputi kegiatan antara

lain:

a. Penyusunan skenario pembelajaran

Penyusunan skenario pembelajaran dilakukan berdasarkan pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan materi pembelajaran neraca saldo:

1) Pertemuan ke-1

Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,

dan dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan sebagai pengantar agar

materi pembelajaran yang akan disampaikan dapat diterima lebih

baik oleh siswa. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan tentang

kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam

pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga menjelaskan tentang

peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

58

b) Kegiatan inti

Kegiatan inti dilakukan dengan penyampaian materi neraca saldo

secara singkat dan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe

STAD. Setelah itu dilanjutkan dengan pembagian kelompok di mana

masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa dengan tingkat

kemampuan akademik yang berbeda. Masing-masing kelompok

diberi soal diskusi yang harus diselesaikan secara kelompok. Guru

mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila terdapat

kelompok yang mengalami kesulitan.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa

pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan akan melakukan

presentasi kelas yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-

masing kelompoknya.

2) Pertemuan ke-2

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan salam dan motivasi

untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru

memberikan apersepsi terkait materi pembelajaran yang telah

dipelajari agar siswa tidak kesulitan dalam pembelajaran.

b) Kegiatan inti

Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di mana masing-

masing kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan hasil

kerja kelompok mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang dari

masing-masing kelompok.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran

yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan

apabila ada penjelasan siswa yang masih kurang sempurna. Setelah

itu guru meminta siswa untuk mempersiapkan tes pada pertemuan

berikutnya tentang materi yang telah siswa pelajari.

59

3) Pertemuan ke-3

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan

mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu.

b) Kegiatan inti

Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,

dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes

tersebut secara individu.

c) Kegiatan akhir

Siswa mengumpulkan pekerjaan dan diakhiri dengan salam penutup.

b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk

materi pembelajaran Neraca Saldo.

c. Penyusunan instrumen penilaian berupa lembar observasi bertujuan untuk

mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Lembar observasi untuk mengamati keaktifan belajar siswa disusun dalam

empat kategori penilaian yaitu apersepsi, diskusi, pembelajaran, dan

presentasi. Pengukuran aspek afektif siswa dilakukan dengan angket yang

diisi oleh siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan,

sedangkan aspek psikomotorik dilakukan dengan lembar penilaian yang

dibuat oleh guru. Aspek afektif dan psikomotorik adalah data pendukung

dalam penelitian ini.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama

Siklus pertama dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, yaitu hari

Selasa 16 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di ruang

multimedia SMA Negeri 8 Surakarta, hari Rabu 17 Februari 2010 pada jam

ke-1 dan 2 (pukul 07.00 s/d 08.30) di ruang multimedia SMA Negeri 8

Surakarta, dan hari Selasa 23 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00

s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan

dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan

RPP.

60

Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertemuan ke-1 (Selasa, 16 Februari 2010)

a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan

mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak

masuk tanpa keterangan, yaitu Agnes Dhebi Martira dan Dani Nur

Sihwinunggal.

b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa tentang materi terakhir yang

mereka pelajari dan memberikan apersepsi singkat untuk mengantar siswa

pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran kooperatif tipe

STAD.

c. Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mulai

membagi siswa ke dalam kelompok kecil.

d. Guru membagi 35 siswa ke dalam 7 kelompok berdasarkan kemampuan

akademiknya, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa.

Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD siklus

pertama adalah sebagai berikut:

61

Tabel 7. Pembagian Kelompok Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

KELOMPOK A Skor Awal 1. Kiki Untari 84 2. Dyah Ayu Wulandari 74 3. Agus Budi Riawan 69 4. Nandya Medya Utama 60 5. Danang Putro Susilo 55 KELOMPOK B 1. Jeffry Chrissandy 81 2. Dedy Aringgo Shaputro 76 3. Yustika Monika Martasari 69 4. Ferry Hermansyah 60 5. Dani Nova Riayanto 54 KELOMPOK C 1. Wahyu Puput Prasetyo 79 2. Samuel Yuli Kristanto 72 3. Savanta Grenandityo 67 4. Eko Purbo Kusumo 59 5. Puru Shottama D.J. 53 KELOMPOK D 1. Hummad Arrozi Rosid 77 2. Avian Nuryanto 72 3. Mahendrata P.K. 64 4. Dyah Roro Anyes 58 5. Eryndo Bondan Adi P.W. 52 KELOMPOK E 1. Nabella Jones 77 2. Teguh Prakoso 71 3. Dani Nur Sihwinunggal 64 4. Vandi Wisnu Putra 56 5. Lisa Putri Puspita Sari 51 KELOMPOK F 1. Didik Prakoso A. 77 2. Yusti Kristi K. 71 3. Risky Yuniarko 63 4. Agnes Dhebi Martira 56 5. Hari Natal Nugroho 51 KELOMPOK G 1. Noviani Dewi Pratiwi 76 2. Nanda Beti Angga S. 70 3. Duwi Siswanto 63 4. Sabatian Chris Nendri Novaristi 56 5. Valentina Murana 50

62

e. Guru menjelaskan maksud dari pembagian siswa ke dalam kelompok-

kelompok kecil, yaitu untuk melakukan pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan mempermudah siswa dalam memahami materi.

f. Guru mulai mempresentasikan materi pembelajaran siklus pertama yaitu

neraca saldo dan siswa diminta menyimak penjelasan guru.

g. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang

belum jelas.

h. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.

i. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok, mengamati aktivitas siswa,

dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.

j. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi mereka dan menyimpan

satu pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk presentasi pada

pertemuan selanjutnya.

k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.

Pertemuan ke-2 (Rabu, 17 Februari 2010)

a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.

Siswa Hari Natal Nugroho tidak dapat mengikuti pembelajaran karena ijin

untuk memperpanjang Surat Ijin Mengemudi (SIM).

b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan.

c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti

pertemuan sebelumnya.

d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD.

e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompok.

f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok E,

Kelompok F, dan Kelompok B.

g. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing

untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan

selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.

63

h. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah

dipelajari pada materi pembelajaran neraca saldo.

i. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam

menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.

j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.

Pertemuan ke-3 (Selasa, 23 Februari 2010)

a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan

soal dengan baik. Seluruh siswa masuk untuk mengikuti tes.

b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke

dalam empat jenis soal yang berbeda.

c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan

mengawasi pekerjaan siswa.

d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan

memastikan identitas siswa sudah lengkap.

e. Menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa

diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya, yaitu

Jurnal Penyesuaian.

3. Observasi Tindakan Siklus Pertama

Observasi tindakan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Peneliti bertindak sebagai pengajar dan guru mata pelajaran akuntansi

bertindak sebagai pengamat yang bertugas mencatat aktivitas siswa dan

memberikan penilaian berdasarkan lembar observasi yang telah dibuat. Hal

ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa peneliti lebih menguasai model

pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas. Guru mata pelajaran akuntansi

dalam melakukan pengamatan berada di bangku paling belakang untuk

melengkapi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Februari

2010 diisi dengan pengenalan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

pembagian kelompok berdasarkan nilai pretes siswa. Selain itu, guru juga

memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran. Guru juga memberikan

64

kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal diskusi secara kelompok.

Pertemuan ke-2 pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2010 diisi dengan

presentasi hasil kerja siswa serta pembimbingan materi oleh guru ketika siswa

menemui kesulitan. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk

kembali berdiskusi dengan kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang

akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3

pada hari Selasa tanggal 23 Februari 2010, guru memberikan kuis individu

kepada siswa untuk menguji pemahaman siswa atas materi yang telah

didiskusikan sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar

mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa dan hasil

belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:

a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebesar

11%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya

memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang

terlambat masuk kelas sehingga konsentrasi siswa tidak bisa sepenuhnya

fokus terhadap pembelajaran. Siswa lain juga masih ada yang membawa

jajanan ke dalam kelas sehingga siswa tidak siap untuk memulai

pembelajaran akuntansi. Selain itu, siswa juga belum terbiasa aktif selama

pembelajaran berlangsung.

b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok

adalah sebesar 34%. Sebesar 57% memiliki tingkat keaktifan sedang dan

sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini disebabkan karena

siswa belum bisa memahami pembelajaran yang diterapkan. Beberapa

siswa tertarik dalam berdiskusi, tetapi belum bisa menerapkan sikap saling

membantu kepada teman satu kelompok mereka.

c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran

berlangsung dan mengikuti aturan pembelajaran STAD sebesar 57%.

Sebesar 26% memiliki tingkat keaktifan pembelajaran sedang dan sisanya

memiliki tingkat keaktifan selama pembelajaran rendah. Hal ini

dikarenakan siswa belum cukup memahami apa tujuan pembelajaran

65

kooperatif tipe STAD karena siswa baru mengenal pembelajaran ini

sebagai pembelajaran baru yang diterapkan pada pembelajaran akuntansi.

d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas

adalah sebesar 34%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan

sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan siswa

masih merasa sungkan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya.

e. Hasil belajar siswa dilihat dari segi kognitif yang diambil dari postes

mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang berhasil mengerjakan soal

dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah 98 dan nilai terendah siswa

adalah 27. Sebesar 74% tuntas dalam mengerjakan soal dengan materi

pembelajaran Neraca Saldo sedangkan 26% yang tidak tuntas dikarenakan

kurang teliti dalam menghitung saldo debit dan kredit pada buku besar dua

kolom yang bagi sebagian siswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih

tinggi dibandingkan buku besar tiga kolom atau empat kolom.

Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi

diraih oleh kelompok F dengan rata-rata nilai sebesar 23 poin dan masuk

dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam

tabel di bawah ini:

66

Tabel 8. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Pertama

No. Nama Siswa Skor Awal

Siklus Pertama

Skor Kemajuan

Poin Tambah

Total Skor

Rata Skor

Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 84 98 14 30 2 Dyah Ayu Wulandari 74 88 14 30 3 Agus Budi Riawan 69 80 11 30 4 Nandya Medya Utama 60 71 11 30 5 Danang Putro Susilo 55 52 -3 10

90 18

Kelompok B Hebat 1 Jeffry Chrissandy 81 97 16 30 2 Dedy Aringgo Shaputro 76 87 11 30 3 Yustika Monika M. 69 79 10 30 4 Ferry Hermansyah 60 69 9 20 5 Dani Nova Riayanto 54 51 -3 10

100 20

Kelompok C Baik 1 Wahyu Puput Prasetyo 79 96 12 30 2 Samuel Yuli Kristanto 72 86 14 30 3 Savanta Grenandityo 67 79 12 30 4 Eko Purbo Kusumo 59 67 8 20 5 Puru Shottama D.J. 53 51 -2 10

70 14

Kelompok D Hebat 1 Hummad Arrozi Rosid 77 95 18 30 2 Avian Nuryanto 72 85 13 30 3 Mahendrata P.K. 64 78 14 30 4 Dyah Roro Anyes 58 66 8 20 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 52 47 -5 10

110 22

Kelompok E Baik 1 Nabella Jones 77 93 16 30 2 Teguh Prakoso 71 85 14 30 3 Dani Nur Sihwinunggal 64 75 11 30 4 Vandi Wisnu Putra 56 65 9 20 5 Lisa Putri Puspita Sari 51 45 -6 10

95 19

Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 77 89 12 30 2 Yusti Kristi K. 71 82 11 30 3 Risky Yuniarko 63 73 10 20 4 Agnes Dhebi Martira 56 57 1 20 5 Hari Natal Nugroho 51 35 -16 5

115 23

Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 76 88 12 30 2 Nanda Beti Angga S. 70 81 11 30 3 Duwi Siswanto 63 72 9 20 4 Sabatian Chris Nendri N. 56 54 -2 10 5 Valentina Murana 50 27 -23 5

110 22

67

4. Refleksi Tindakan Siklus Pertama

Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus pertama ini, peneliti

melakukan analisis sebagai berikut:

a. Kebaikan guru pada siklus pertama adalah:

1) Persiapan materi pembelajaran oleh guru dilakukan dengan baik dan

lengkap.

2) Guru melakukan perkenalan dan penjelasan tentang pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan baik.

3) Materi diskusi dibuat berbeda ke dalam tiga tipe soal diskusi bagi tujuh

kelompok siswa yang ada.

4) Respon guru dalam menanggapi pertanyaan dan kesulitan siswa cukup

baik dan tanggap.

b. Kebaikan siswa pada siklus pertama adalah:

1) Beberapa siswa yang protes dengan anggota kelompok mereka tetap

bersedia masuk dalam kelompok yang sudah ditentukan walau harus

dibujuk oleh guru terlebih dahulu.

2) Siswa merespon soal diskusi dengan baik dan ada usaha untuk

menyelesaikan soal diskusi yang diberikan dengan pemahaman.

3) Siswa mulai ada yang bertanya ketika menemui kesulitan dalam

mengerjakan soal diskusi.

c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus pertama adalah:

1) Guru belum bisa mengelola diskusi dengan baik karena ada beberapa

siswa yang tidak menyukai anggota kelompok mereka.

2) Suara guru pada saat menjelaskan materi pembelajaran kurang keras

sehingga situasi kelas menjadi kurang kondusif. Hal ini juga disebabkan

karena pembelajaran dilakukan di ruang multimedia.

3) Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru disampaikan terlalu

cepat dan kurang sistematis.

4) Guru kurang memperhatikan alokasi waktu dalam melakukan

pembelajaran sehingga pada pertemuan ke-1, kegiatan akhir

pembelajaran masih belum maksimal.

68

d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus pertama adalah:

1) Beberapa siswa protes terhadap pembagian kelompok yang dibuat.

2) Siswa yang merasa kurang cocok dengan teman satu kelompok tidak

mau bekerja sama dan memilih mengerjakan soal secara individu.

3) Beberapa siswa masih acuh dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD

yang diterapkan oleh guru.

4) Anggota kelompok tidak kompak dalam melaksanakan tugas kelompok.

5) Ada siswa yang masuk ke kelas terlambat sehingga guru sering

mengulang pembagian kelompok, penyampaian materi, dan peraturan

pembelajaran STAD.

Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa

terjadi peningkatan nilai siswa dari skor awal. Siklus pertama menunjukkan

bahwa 26 siswa (74% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM.

Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai

siswa mengalami peningkatan, dari 49% menjadi 74%. Hasil tersebut melebih

target yang diharapkan yaitu 65% dari jumlah seluruh siswa. Jumlah tersebut

sudah menunjukkan peningkatan dengan nilai rata-rata kelas sebesar 72, 66.

Walaupun sudah ada peningkatan, tetapi peneliti ingin mengulangi lagi

pembelajaran yang sama dengan materi pembelajaran berikutnya dengan

perbaikan rencana dan pelaksanaan pembelajaran agar pembelajaran

kooperatif tipe STAD terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

akuntansi.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan

refleksi yang dapat dilakukan adalah:

a. Guru hendaknya memberikan penjelasan materi lebih sistematis dan tidak

terlalu cepat untuk memastikan siswa memahami apa yang disampaikan.

Guru perlu memberikan penjelasan ulang tentang pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan tujuannya. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih

memahami arti kerja sama dan tanggung jawab dalam kelompok.

b. Guru perlu memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk lebih

mengenal anggota kelompok dengan kegiatan bersama anggota kelompok.

69

c. Guru harus lebih dapat mengalokasikan kegiatan diskusi siswa agar

pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan kekompakan siswa akan

muncul.

d. Guru harus melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam

kegiatan pembelajaran, baik dalam penjelasan guru maupun dalam diskusi

kelompok.

Siklus Kedua

Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Tindakan Siklus Kedua

Perencanaan tindakan siklus kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 24

Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama dengan guru

sebagai kolaborator kemudian merencanakan waktu pelaksanaan penelitian.

Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus kedua akan dilaksanakan

sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu pada hari Senin, 29 Maret 2010, hari Selasa

30 Maret 2010, dan hari Rabu 31 Maret 2010 dengan kegiatan sebagai

berikut:

a. Penyusunan skenario pembelajaran

Penyusunan skenario pembelajaran dilakukan dengan penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan materi Jurnal Penyesuaian.

1) Pertemuan ke-1

Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,

dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran

yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru

juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan diharapkan siswa dapat bekerja sama dengan lebih

baik dalam kelompoknya. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan

kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif

tipe STAD.

70

b) Kegiatan inti

Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya. Guru

memberikan waktu kepada masing-masing kelompok untuk memberi

nama kelompok mereka. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan

penyampaian materi jurnal penyesuaian. Setelah itu dilanjutkan

dengan pemberian soal yang harus diselesaikan dalam kelompok.

Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada

kelompok yang mengalami kesulitan.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa

pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan presentasi kelas

yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-masing kelompok.

2) Pertemuan ke-2

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan

motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Guru memberikan apersepsi kepada siswa terkait materi

pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa tidak

merasa kesulitan dalam melanjutkan pembelajaran.

b) Kegiatan inti

Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka

masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas dan

beberapa kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompok yang diwakili oleh satu orang. Guru bertugas

sebagai fasilitator dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok.

Siswa diminta untuk kembali ke kelompoknya masing-masing dan

diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan mempersiapkan

kematangan pemahaman materi.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran

yang telah dipelajari bersama. Guru memberikan masukan dan

71

perbaikan apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru

juga memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa. Setelah

itu siswa diminta untuk mempersiapkan tes pada pertemuan

berikutnya.

3) Pertemuan ke-3

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka dan

mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu.

b) Kegiatan inti

Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,

dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes

tersebut secara individu.

c) Kegiatan akhir

Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan

salam penutup.

b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk

materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian.

c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa

tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati

keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar

observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori

penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat

mengikuti proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua

Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali

pertemuan, yaitu hari Senin 29 Maret 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul 10.15

s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 30 Maret

2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA

Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 31 Maret 2010 pada jam ke 1 dan 2 (pukul

07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan

72

dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan

RPP yang telah direncanakan.

Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertemuan ke-1 (Senin, 29 Maret 2010)

a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan

mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak

masuk yaitu Nanda Beti Angga Sari (tanpa keterangan) dan Savanta

Grenandityo dikarenakan sakit.

b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan apersepsi singkat untuk

mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing.

d. Guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

memberi nama kelompok mereka sesuai dengan kesepakatan kelompok.

e. Guru menjelaskan materi jurnal penyesuaian tentang apa arti jurnal

penyesuaian, tujuan penyesuaian, akun-akun yang perlu disesuaikan, cara

membuat jurnal penyesuaian.

f. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang

belum jelas.

g. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.

h. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas

siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.

i. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu

pekerjaan mereka sebagai arsip untuk presentasi

j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup dan menyampaikan

kepada siswa bahwa mereka harus mempersiapkan materi untuk presentasi

pada pertemuan selanjutnya.

Pertemuan ke-2 (Selasa, 30 Maret 2010)

a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.

Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi.

73

b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai.

c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok yang sama.

d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD.

e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompok.

f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi siswa adalah Kelompok

E, Kelompok F, dan Kelompok A.

g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung

dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan

bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain.

h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing

untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan

selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.

i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah

dipelajari pada materi pembelajaran jurnal penyesuaian.

j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam

menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.

k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.

Pertemuan ke-3 (Rabu, 31 Maret 2010)

a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan

soal dengan baik. Ada dua siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Noviani

Dewi Pratiwi dan Didik Prakoso A. Keduanya masuk tanpa keterangan.

b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke

dalam dua jenis soal yang berbeda.

c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan

mengawasi pekerjaan siswa.

d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan

memastikan siswa sudah melengkapi identitasnya.

74

e. Guru menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa

diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya yaitu

Kertas Kerja.

3. Observasi Tindakan Siklus Kedua

Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 29 Maret 2010 diisi

dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Selain itu, guru juga memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran

jurnal penyesuaian. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menyelesaikan soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari

Selasa 30 Maret 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta

pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Guru juga

memberikan kesempatan kepada siswa untuk kembali berdiskusi dengan

kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu 31

Maret 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji

pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar

mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama

pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:

a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak

60%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 49% dari siklus

sebelumnya. Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan

sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan masih ada

siswa yang kurang mempersiapkan materi.

b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok

adalah sebanyak 66%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 34% dari

siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai bisa

bekerja sama dengan anggota kelompok mereka yang awalnya merasa

tidak cocok. Sebanyak 29% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan

sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.

75

c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD

adalah sebanyak 71%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 13%

dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah lebih memahami

apa arti kerja sama dalam kelompok mereka dan hasil apa yang akan

mereka capai nantinya apabila mereka dapat mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe STAD sesuai prosedur. Sebanyak 29% siswa memiliki

tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang dan sisanya memiliki tingkat

keaktifan dalam pembelajaran rendah.

d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas

adalah sebanyak 63%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 29%

dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah ada beberapa

siswa yang mulai berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya.

Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya

memiliki tingkat keaktifan rendah.

e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang

berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah

95 dan nilai terendah siswa adalah 10. Sebanyak 57% siswa tuntas dalam

mengerjakan soal dari materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian sedangkan

37% siswa yang tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang benar dalam

membuat jurnal penyesuaian pada penyusutan peralatan. Berdasarkan hasil

evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok

E dengan rata-rata nilai sebesar 19 poin dan masuk dalam kategori

kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah

ini:

76

Tabel 9. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Kedua

No. Nama Siswa Siklus Pertama

Siklus Kedua

Skor Kemajuan

Poin Tambah

Total Skor

Rata Skor

Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 98 89 -9 10 2 Dyah Ayu Wulandari 88 58 -30 5 3 Agus Budi Riawan 80 95 5 20 4 Nanda Medya Utama 71 66 -5 10 5 Danang Putro Susilo 52 72 20 30

85 17

Kelompok B Hebat 1 Jeffry Chrissandy 97 50 -47 5 2 Dedy Aringgo Shaputro 87 74 -13 5 3 Yustika Monika M. 79 73 -6 10 4 Ferry Hermansyah 69 88 19 30 5 Dani Nova Riayanto 51 72 21 30

80 16

Kelompok C Baik 1 Wahyu Puput Prasetyo 96 65 -31 5 2 Samuel Yuli Kristanto 86 50 -36 5 3 Savanta Grenandityo 79 64 -15 5 4 Eko Purbo Kusumo 67 41 -26 5 5 Puru Shottama D.J. 51 66 15 30

50 10

Kelompok D Baik 1 Hummad Arrozi Rosid 95 49 -46 5 2 Avian Nuryanto 85 10 -75 5 3 Mahendrata P.K. 78 70 -8 10 4 Dyah Roro Anyes 66 80 14 30 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 47 55 8 20

70 14

Kelompok E Hebat 1 Nabella Jones 93 67 -26 5 2 Teguh Prakoso 85 81 -4 10 3 Dani Nur Sihwinunggal 75 82 7 20 4 Vandi Wisnu Putra 65 88 23 30 5 Lisa Putri Puspita Sari 45 56 11 30

95 19

Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 89 0 -89 5 2 Yusti Kristi K. 82 57 -25 5 3 Risky Yuniarko 73 75 2 20 4 Agnes Dhebi Martira 57 72 15 30 5 Hari Natal Nugroho 35 55 20 30

90 18

Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 88 0 -88 5 2 Nanda Beti Angga S. 81 73 -8 10 3 Duwi Siswanto 72 65 -7 10 4 Sabatian Chris Nendri N. 54 64 10 20 5 Valentina Murana 27 64 37 30

75 15

77

4. Refleksi Tindakan Siklus Kedua

Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus kedua ini, peneliti

melakukan analisis sebagai berikut:

a. Kebaikan guru pada siklus kedua adalah:

1) Guru menyampaikan presentasi materi dengan perlahan dan tidak

tergesa-gesa.

2) Ketika penyampaian materi guru melakukan interaksi aktif kepada

siswa agar siswa memperhatikan penjelasan dari guru.

3) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang dianggap tidak

memperhatikan atau tidak berkonsentrasi selama pembelajaran.

4) Guru melakukan pembimbingan diskusi dengan baik dan tanggap.

5) Guru sudah mencoba melakukan pendekatan pada beberapa siswa yang

dirasa acuh.

b. Kebaikan siswa pada siklus kedua adalah:

1) Siswa sudah mulai bisa bekerja sama dengan kelompok mereka, karena

mereka mempunyai kebersamaan ketika menciptakan nama bagi

kelompok mereka.

2) Siswa yang aktif bertanya dan berdiskusi semakin meningkat karena

materi pembelajaran juga lebih sulit dibanding sebelumnya.

3) Respon siswa selama pembelajaran lebih baik daripada sebelumnya.

c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus kedua adalah:

1) Pendekatan guru terhadap siswa yang acuh dalam pembelajaran masih

kurang.

2) Guru masih bersikap kurang tegas untuk menegur siswa yang

perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang.

d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus kedua adalah:

1) Siswa masih ada yang acuh terhadap pembelajaran kooperatif tipe

STAD yang diterapkan.

2) Ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar berani

mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk

mempresentasikan hasil kerja.

78

Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa

terjadi penurunan nilai siswa dari siklus pertama. Siklus kedua menunjukkan

bahwa 20 siswa (57% dari 35 siswa) mencapai nilai KKM. Berdasarkan hal

tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai siswa

mengalami penurunan, dari 74% menjadi 57%. Hasil tersebut belum

mencapai target yang diharapkan yaitu 70% dari jumlah seluruh siswa. Nilai

rata-rata kelas pada siklus kedua adalah 66,24. Penurunan nilai siswa pada

siklus kedua ini dikarenakan materi pembelajaran siswa lebih sulit dibanding

materi sebelumnya. Karena belum ada peningkatan hasil belajar siswa dari

aspek kognitif maka peneliti perlu mengulangi lagi pembelajaran yang sama

dengan materi pembelajaran berikutnya dengan perbaikan perencanaan dan

pelaksanaan tindakan agar pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan

refleksi yang dapat dilakukan adalah:

a. Guru perlu melakukan pendekatan yang lebih kepada siswa yang acuh dan

siswa mempunyai keinginan untuk berubah tetapi sulit melakukannya.

b. Guru perlu menjelaskan kembali tentang pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan tujuan dari pembelajaran ini bagi siswa agar siswa tidak lupa

apa tujuan mereka bekerja sama dalam kelompok.

c. Guru perlu melakukan motivasi yang lebih terhadap siswa agar siswa

berani mengungkapkan pendapat mereka dengan kesadaran dari dalam diri

sendiri.

Siklus Ketiga

Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Tindakan

Perencanaan tindakan siklus ketiga dilakukan pada hari Kamis, 01 April

2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Guru dan peneliti kemudian merencanakan

waktu pelaksanaan siklus ketiga. Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus

ketiga akan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu pada hari Senin,

79

05 April 2010, hari Selasa 06 April 2010, dan hari Rabu 07 April 2010

dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Penyusunan skenario pembelajaran

Penyusunan skenario pembelajaran disusun berdasarkan materi

pembelajaran kertas kerja antara lain sebagai berikut:

1) Pertemuan ke-1

Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,

dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran

yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru

juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan harapan siswa dapat bekerja sama dengan lebih

baik dibandingkan siklus kedua. Guru sudah menghargai kerja keras

siswa untuk memperbaiki kerja sama antaranggota kelompok pada

siklus sebelumnya, tetapi hal tersebut masih perlu ditingkatkan lagi

agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa menjadi lebih maksimal.

Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan indikator dan kompetensi

dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan harapan siswa akan lebih termotivasi untuk berdiskusi.

b) Kegiatan inti

Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya sama

seperti sebelumnya. Guru mengingatkan siswa akan nama kelompok

mereka masing-masing Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan

penyampaian materi kertas kerja. Setelah itu dilanjutkan dengan

pemberian soal kasus yang harus diselesaikan dalam kelompok.

Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada

kelompok yang mengalami kesulitan. Guru juga lebih melakukan

pendekatan kepada siswa yang dirasa masih acuh terhadap

pembelajaran yang diterapkan oleh guru, walau hanya ada beberapa

siswa.

80

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa

pada pertemuan berikutnya siswa harus mempresentasikan hasil

kerja kelompok mereka yang akan diwakili oleh satu orang dari

masing-masing kelompoknya. Kelompok yang mempresentasikan

hasil kerjanya adalah kelompok sukarela.

2) Pertemuan ke-2

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan

motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Guru memberikan apersepsi kepada siswa terkait materi

pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa mengingat

kembali materi pembelajaran yang telah mereka bahas sebelumnya.

b) Kegiatan inti

Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka

masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di

mana beberapa kelompok dipersilakan maju untuk mempresentasi-

kan hasil kerja mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang siswa

dari masing-masing kelompok. Guru bertugas sebagai fasilitator dan

mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Setelah diskusi selesai,

siswa diminta untuk berkumpul kembali ke kelompok masing-

masing dan diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan

mempersiapkan kematangan pemahaman materi.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran

yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan

apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru juga

memberikan kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi

pembelajaran yang belum jelas. Setelah itu guru mengakhiri

pembelajaran dengan memberikan pesan kepada siswa untuk

mempersiapkan tes pada pertemuan berikutnya.

81

3) Pertemuan ke-3

a) Kegiatan awal

Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan

mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu dengan

mengatur tempat duduk siswa agar siswa siap mengerjakan soal tes

yang telah ditentukan oleh guru.

b) Kegiatan inti

Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,

dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes

tersebut secara individu.

c) Kegiatan akhir

Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan

salam penutup.

b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk

materi pembelajaran kertas kerja.

c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa

tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati

keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar

observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori

penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat

mengikuti proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Ketiga

Pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga dilaksanakan sebanyak tiga

kali pertemuan, yaitu hari Senin 05 April 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul

10.15 s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 06

April 2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1

SMA Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 07 April 2010 pada jam ke 1 dan 2

(pukul 07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta.

Pertemuan dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario

pembelajaran dan RPP.

82

Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertemuan ke-1 (Senin, 05 April 2010)

a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan

mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat lima siswa yang tidak

masuk. Nabella Jones mengikuti kompetisi taekwondo, Dani Nova

Riayanto dan Yusti Kristi Kristianingrum mengikuti seleksi Popda. Didik

Prakoso Ariyanto dan Puru Shottama D.J. tidak masuk tanpa keterangan.

b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan memberikan apersepsi singkat

untuk mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari pada

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing.

d. Guru menjelaskan materi kertas kerja tentang apa arti kertas kerja, tujuan

kertas kerja, dan bagaimana menyusun kertas kerja 10 kolom.

e. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang

belum jelas.

f. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.

g. Guru membimbing diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas belajar

siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.

Guru melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam

pembelajaran, antara lain: Vandi Wisnu Putra, Risky Yuniarko, dan Avian

Nuryanto.

h. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu

pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk materi presentasi.

i. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.

Pertemuan ke-2 (Selasa, 06 April 2010)

a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.

Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi.

b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai.

Respon siswa di awal pembelajaran mengalami perbaikan.

83

c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti

pertemuan sebelumnya. Guru memastikan setiap siswa berkumpul dengan

kelompok yang benar.

d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD dan

menekankan kembali tujuan pembelajaran ini dilakukan dalam kelompok.

e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompok.

f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok C dan

Kelompok D. Kelompok ini maju secara sukarela dan pekerjaan hasil

diskusi mereka dengan kelompoknya dipresentasikan dengan baik walau

masih dengan terbata-bata.

g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung

dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan

bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain. Partisipasi siswa

dalam presentasi meningkat. Ada beberapa siswa yang bertanya walau

tidak secara langsung dan meminta guru untuk mengulang pertanyaannya

di depan kelas.

h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing

untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan

selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.

i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah

dipelajari pada materi pembelajaran kertas kerja.

j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam

menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.

k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.

Pertemuan ke-3 (Rabu, 07 April 2010)

a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan

soal dengan baik. Ada satu siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Yusti

Kristi Kristianingrum karena masih mengikuti Popda..

b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke

dalam dua jenis soal yang berbeda dengan kode AKT-011 dan AKT-022.

84

c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan

berkeliling untuk mengawasi pekerjaan siswa.

d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan

memastikan identitas siswa sudah lengkap.

e. Menyampaikan salam penutup untuk mengakhiri pembelajaran.

3. Observasi Tindakan Siklus Ketiga

Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 05 April 2010 diisi

dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Selain itu, guru juga memberikan penjelasan secara sistematis tentang materi

pembelajaran kertas kerja. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa

untuk membahas soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari

Selasa 06 April 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta

pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Pendekatan

kepada siswa yang masih acuh menjadi prioritas guru untuk memperbaiki

proses pembelajaran. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk

kembali berdiskusi dengan kelompok untuk mempersiapkan postes yang akan

dilakukan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu

07 April 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji

pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses

pembelajaran akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama

pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:

a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak

74%. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa nyaman dengan

pembelajaran yang diterapkan. Perhatian siswa di awal pembelajaran

menunjukkan perbaikan. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14%

dari siklus sebelumnya. Sebanyak 20% siswa memiliki tingkat keaktifan

sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.

b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok

adalah sebanyak 77%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 11% dari

85

siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai

kompak dengan anggota kelompok mereka, baik dari segi diskusi maupun

dari segi kesamaan lainnya dari pembelajaran yang telah dilakukan

sebelumnya. Sebanyak 14% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan

sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.

c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD

adalah sebanyak 86%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 15%

dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa

cocok dengan teman satu kelompok mereka sehingga pembelajaran STAD

mulai dari diskusi kelompok, presentasi materi pembelajaran oleh guru,

dan presentasi kelas oleh siswa mengalami peningkatan. Sebanyak 14%

siswa memiliki tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang.

d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas

adalah sebanyak 83%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 20%

dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa berani

bertanya dan mengungkapkan pendapatnya tanpa motivasi yang berlebihan

dari guru. Siswa merasa nyaman bertanya dalam presentasi kelas karena

hal itu akan membuat teman lain juga ikut paham. Sebanyak 11% siswa

memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan

rendah.

e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang

berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah

84 dan nilai terendah siswa adalah 47. Sebanyak 80% siswa tuntas dalam

mengerjakan soal dari materi pembelajaran Kertas Kerja sedangkan 17%

siswa tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang teliti dalam memasukkan

akun debit di kolom debit dan kredit di kolom kredit sehingga walaupun

hasil mereka seimbang tetapi masih keliru dalam memasukkan akun di

debit dan kredit. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor

penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok C dengan rata-rata nilai

sebesar 24 poin dan masuk dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi

siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

86

Tabel 10. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Ketiga

No. Nama Siswa Siklus Kedua

Siklus Ketiga

Skor Kemajuan

Poin Tambah

Total Skor

Rata Skor

Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 89 73 -16 5 2 Dyah Ayu Wulandari 58 73 15 30 3 Agus Budi Riawan 95 84 -11 5 4 Nanda Medya Utama 66 76 10 20 5 Danang Putro Susilo 72 70 -2 10

70 14

Kelompok B Baik 1 Jeffry Chrissandy 50 75 25 30 2 Dedy Aringgo Shaputro 74 78 4 20 3 Yustika Monika M. 73 78 5 20 4 Ferry Hermansyah 88 84 -4 10 5 Dani Nova Riayanto 72 72 0 20

100 20

Kelompok C Hebat 1 Wahyu Puput Prasetyo 65 84 19 30 2 Samuel Yuli Kristanto 50 84 34 30 3 Savanta Grenandityo 64 72 8 20 4 Eko Purbo Kusumo 41 78 37 30 5 Puru Shottama D.J. 66 62 -4 10

120 24

Kelompok D Hebat 1 Hummad Arrozi Rosid 49 78 29 30 2 Avian Nuryanto 10 75 65 30 3 Mahendrata P.K. 70 56 -14 5 4 Dyah Roro Anyes 80 79 -1 10 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 55 47 -8 10

85 17

Kelompok E Hebat 1 Nabella Jones 67 82 15 30 2 Teguh Prakoso 81 84 3 20 3 Dani Nur Sihwinunggal 82 83 1 20 4 Vandi Wisnu Putra 88 84 -4 10 5 Lisa Putri Puspita Sari 56 82 26 30

110 22

Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 0 84 84 30 2 Yusti Kristi K. 57 0 -57 5 3 Risky Yuniarko 75 74 -1 10 4 Agnes Dhebi Martira 72 82 10 20 5 Hari Natal Nugroho 55 59 4 20

85 17

Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 0 83 83 30 2 Nanda Beti Angga S. 73 82 9 20 3 Duwi Siswanto 65 70 5 20 4 Sabatian Chris Nendri N. 64 58 -6 10 5 Valentina Murana 64 57 -7 10

90 18

87

4. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga

Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus ketiga ini, peneliti

melakukan analisis sebagai berikut:

a. Kebaikan guru pada siklus ketiga adalah:

1) Guru melakukan pendekatan yang lebih aktif kepada siswa yang acuh

atau siswa yang sebenarnya berminat memperhatikan pembelajaran

tetapi tidak bisa karena diganggu oleh temannya.

2) Guru dapat mengalokasikan waktu dan kegiatan pembelajaran dengan

baik.

b. Kebaikan siswa pada siklus ketiga adalah:

1) Siswa mulai memahami arti kerja sama dalam kelompok mereka dan

siswa sudah dapat membagi peran mereka dalam kelompok.

2) Siswa saling membantu dalam menyelesaikan soal diskusi dan

presentasi.

3) Beberapa siswa bersedia maju untuk mempresentasikan hasil kerja

kelompok mereka dengan sukarela.

c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus ketiga adalah:

1) Guru masih bersikap kurang tegas dalam menegur siswa yang

perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang sehingga masih ada

beberapa siswa yang menyepelekan guru. Hal ini disebabkan

kesalahpahaman siswa dalam mengartikan kesabaran guru.

d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus ketiga adalah:

1) Masih ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar

berani mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk

mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka.

2) Siswa yang acuh belum sepenuhnya mengalami perbaikan dalam

merespon pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa

terjadi peningkatan nilai siswa dari siklus kedua. Siklus ketiga menunjukkan

bahwa 28 siswa (80% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM.

Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai

88

siswa mengalami peningkatan, dari 57% menjadi 80%. Hasil tersebut sudah

melebihi target yang diharapkan yaitu 75% dari jumlah seluruh siswa. Nilai

rata-rata kelas pada siklus ketiga adalah 74,76.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan

refleksi yang dapat dilakukan adalah:

a. Guru harus lebih kreatif dalam mengatur alokasi waktu pembelajaran dan

penyampaian materi pembelajaran.

b. Guru perlu mengenal siswa secara pribadi agar dapat memantau

perkembangan siswa dan membantu kesulitan siswa selama pembelajaran.

c. Guru harus lebih tegas dalam menegur siswa yang mengganggu

pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran koooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

akuntansi. Aktivitas belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki kemauan dalam meningkatkan

kontribusi mereka dalam pembelajaran. Siswa mulai terbiasa melakukan diskusi

dan menyampaikan pendapat apabila ada materi yang belum jelas. Hasil penelitian

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11. Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar Siswa Selama Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Siklus Pertama Siklus Kedua Siklus Ketiga Aspek yang Dinilai Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Keaktifan siswa selama apersepsi

4 siswa

11% 21 siswa

60% 26 siswa

74%

Keaktifan siswa selama diskusi

12 siswa

34% 23 siswa

66% 27 siswa

77%

Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran

20 siswa

57% 25 siswa

71% 30 siswa

86%

Keaktifan siswa selama presentasi

12 siswa

34% 22 siswa

63% 29 siswa

83%

Ketuntasan hasil belajar (nilai KKM 65)

26 siswa

74% 20 siswa

57% 28 siswa

80%

Perkembangan Psikomotor Siswa

17 siswa

49% 21 siswa

60% 26 siswa

74%

89

Gambar 6. Hasil Penelitian Tindakan Kelas

Tabel dan gambar di atas adalah hasil penelitian tindakan kelas dengan

penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilihat dari keaktifan siswa dan

hasil belajar siswa. Secara umum, keaktifan siswa selama pembelajaran

mengalami peningkatan baik dari indikator keaktifan siswa selama apersepsi,

keaktifan siswa selama diskusi, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran,

dan keaktifan siswa selama presentasi. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa

siswa semakin terbiasa melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Hal tersebut ditunjukkan dengan presentase siswa yang

aktif selama pembelajaran berlangsung mengalami perkembangan yang positif.

Siswa menjadi terbiasa berdiskusi dengan teman satu kelompok dan siswa juga

mulai terbiasa mengungkapkan pendapatnya di depan kelompok lain.

Dilihat dari hasil belajar kognitif siswa, nilai siswa masih belum stabil

karena pada siklus kedua nilai siswa secara umum mengalami penurunan.

Penurunan tersebut disebabkan karena materi pembelajaran yang diberikan

mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Tetapi

pada siklus ketiga nilai siswa mengalami kenaikan yang cukup baik yaitu 80% (28

siswa). Jumlah tersebut sudah baik karena siswa tampak mengikuti pembelajaran

dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tersebut didukung oleh hasil belajar dari

aspek kognitif dan psikomotorik.

J u m l a h

S i s w a

0

5

10

15

20

25

30

35

Siklus I Siklus II Siklus III

4

21

26

12

23

27

20

25

30

12

22

2926

20

28

Apersepsi

Diskusi

Pembelajaran

Presentasi

Hasil Belajar

Pemberian Tindakan

90

Tabel 12. Hasil Belajar Afektif Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Setelah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Skala Nilai Kriteria

Jumlah Persentase 0 – 10 Tidak berminat 0 siswa 0 % 11 – 20 Kurang berminat 2 siswa 6 % 21 – 30 Biasa-biasa saja 3 siswa 9 % 31 – 40 Cukup berminat 5 siswa 14 % 41 – 50 Sangat berminat 25 siswa 71 %

Total 35 siswa 100% Aspek afektif mengukur minat siswa terhadap sebuah obyek, dalam hal

ini adalah mata pelajaran akuntansi. Pengukuran hasil belajar siswa dari aspek

afektif ini dilakukan dengan angket yang berisi beberapa pernyataan yang harus

dipilih siswa sesuai dengan kondisi siswa yang sebenarnya. Penghitungan hasil

angket menggunakan skala Likert dengan nilai dan kriteria tertentu. Setelah

pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan, siswa diminta mengisi angket

yang bertujuan mengukur minat siswa terhadap pembelajaran akuntansi.

Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa dapat disimpulkan bahwa minat positif

siswa terhadap pembelajaran akuntansi cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan pada

data yang diperoleh antara lain: siswa yang sangat berminat terhadap mata

pelajaran akuntansi adalah 25 siswa (71%), siswa yang cukup berminat terhadap

mata pelajaran akuntansi adalah 5 siswa (14%), siswa yang berminat biasa-biasa

saja terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 3 siswa (9%), dan siswa yang

kurang berminat terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 2 siswa (6%). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di kelas XI IPS 1 SMA Negeri

8 Surakarta sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi.

Apabila dilihat dari aspek pendukung psikomotorik siswa maka dapat

disimpulkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa mengalami peningkatan pada

setiap siklus. Kriteria yang dinilai dalam aspek ini menekankan pada ketelitian

dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi. Pada awalnya, siswa acuh

dalam mengerjakan soal akuntansi. Mulai dari kolom yang tidak dibuat, penulisan

nominal uang tanpa rupiah, kolom referensi tidak diisi, dan sebagainya. Tetapi

ketika guru menekankan bahwa cara siswa membuat kolom juga dinilai, siswa

91

menjadi terbiasa dalam mengerjakan soal akuntansi sehingga penulisan kolom dan

nominal pun menjadi lebih terarah dan siswa juga lebih yakin akan pekerjaannya.

PTK dalam penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus

terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan

tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan.

Deskripsi hasil penelitian dari PTK ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Observasi awal adalah langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui

masalah pembelajaran yang muncul di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8

Surakarta. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran

akuntansi perlu ditingkatkan. Peneliti bersama kolaborator berdiskusi dan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Divisions) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.

2. Peneliti bersama kolaborator menyusun RPP dan skenario pembelajaran yang

kemudian dilaksanakan pada siklus pertama dengan materi pembelajaran

neraca saldo. Peneliti selaku guru memberikan penjelasan tentang prosedur

pembelajaran STAD dan mulai membagi 35 siswa ke dalam kelompok-

kelompok kecil, di mana satu kelompok terdiri dari lima siswa. Setelah guru

selesai mempresentasikan materi pembelajaran dalam media power point,

siswa berdiskusi untuk menyelesaikan soal kelompok yang diberikan oleh

guru. Pertemuan berikutnya diisi dengan presentasi kelas. Perwakilan

kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan

guru bertugas untuk memfasilitasi jalannya diskusi. Pertemuan kedua

menunjukkan siswa belum terbiasa dalam presentasi kelas. Pertemuan ketiga

diakhiri dengan tes individu. Selama pembelajaran berlangsung terdapat

kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain: siswa masih protes terhadap

pembagian kelompok yang tidak sesuai dengan keinginan, siswa belum

terbiasa menjalankan tugas kelompok dengan kompak dan tanggung jawab,

serta beberapa siswa masih acuh tak acuh dengan peran mereka sebagai

anggota kelompok sehingga diskusi belum bisa berjalan baik. Berdasarkan

kelemahan yang ada, peneliti bersama kolaborator menyusun skenario

pembelajaran dan RPP untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.

92

3. Siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan materi

pembelajaran jurnal penyesuaian. Materi ini dirasa lebih sulit bagi siswa

daripada materi sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai tes individu

siswa pada siklus kedua banyak mengalami penurunan. Guru memperbaiki

pembelajaran dengan melakukan pendekatan kepada siswa yang acuh tak acuh

terhadap pembelajaran. Pendekatan tersebut membuat siswa sedikit demi

sedikit menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Guru juga

mengulang penjelasan tentang prosedur pembelajaran kooperatif tipe STAD

agar siswa lebih memahami tujuan dari pembelajaran STAD. Keaktifan siswa

sudah mulai muncul tetapi masih ada siswa yang harus dimotivasi dulu

sebelum mengungkapkan pendapat atau bertanya tentang materi yang sulit.

Beberapa siswa lebih mempunyai tanggung jawab terhadap kelompoknya. Hal

tersebut terlihat dari kerja sama siswa dengan anggota kelompok sudah mulai

terjalin. Guru membantu siswa untuk mendekatkan hubungan antaranggota

dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memberi nama

kelompok mereka. Berdasarkan kelemahan yang ada di siklus kedua, peneliti

bersama kolaborator menyusun skenario pembelajaran dan RPP selanjutnya

untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.

4. Materi pembelajaran pada siklus ketiga adalah kertas kerja. Materi ini lebih

mudah dibanding materi sebelumnya sehingga nilai siswa mengalami

peningkatan yang cukup baik. Pembelajaran di siklus ketiga ini berlangsung

lebih interaktif daripada siklus-siklus sebelumnya. Siswa sudah mulai terbiasa

dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan masing-masing anggota

kelompok juga sudah mampu berkomunikasi dengan baik antaranggota

kelompok. Walaupun masih ada beberapa siswa yang belum berani

mengungkapkan pendapat jika belum dimotivasi oleh guru, tetapi secara umum

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus ketiga ini sudah berjalan

dengan baik dan lancar. Ditinjau dari aspek afektif dan psikomotor, siswa

mengalami perkembangan dalam ketelitian dan kerapian dalam mengerjakan

soal akuntansi. Minat siswa akan mata pelajaran akuntansi juga meningkat

dibanding sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD.

93

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat dipaparkan

bahwa guru berhasil menarik minat siswa terhadap mata pelajaran akuntansi

dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga ikut membantu siswa

dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Keaktifan siswa selama pembelajaran

juga mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan bertambahnya siswa yang mulai

berani mengungkapkan pendapat di depan kelas dan bertanggung jawab dalam

melakukan peran mereka dalam kelompok. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta

mengalami peningkatan. Keberhasilan pembelajaran akuntansi dengan

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai

berikut:

1. Perubahan respon siswa ke arah yang lebih baik dapat diamati dari proses

pembelajaran yang berlangsung Hal ini juga ditunjukkan dengan keberanian

siswa untuk bertanya kepada teman yang mempresentasikan hasil kerja

kelompok mereka maupun kepada guru yang mengajar.

2. Siswa menunjukkan tanggung jawab mereka masing-masing dengan

mengerjakan dan mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru secara

berkelompok.

3. Jumlah siswa yang sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi cukup

banyak, yaitu 71% (25 siswa dari 35 siswa).

4. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, khususnya pada siklus ketiga. Hal

ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai kesungguhan dalam mengikuti

pembelajaran akuntansi.

5. Ketelitian siswa dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi juga

mengalami peningkatan dan perbaikan.

94

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap

siklus meliputi empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan

tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS SMA Negeri 8

Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Hal tersebut didukung oleh fakta-fakta

sebagai berikut: (1) Keaktifan siswa dalam apersepsi mengalami peningkatan dari

11% (4 siswa) pada siklus pertama menjadi 60% (21 siswa) pada siklus kedua,

dan meningkat lagi menjadi 74% (26 siswa) pada siklus ketiga; (2) Keaktifan

siswa dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada

siklus pertama menjadi 66% (23 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi

menjadi 77% (27 siswa) pada siklus ketiga; (3) Keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari 57% (20 siswa)

pada siklus pertama menjadi 72% (25 siswa) pada siklus kedua dan meningkat

lagi menjadi 86% (30 siswa) pada siklus ketiga; (4) Keaktifan siswa dalam

presentasi kelas mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada siklus pertama

menjadi 63% (22 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi menjadi 83% (29

siswa) pada siklus ketiga; (5) Hasil belajar siswa mengalami penurunan tetapi

kemudian mengalami peningkatan. Pada siklus pertama siswa yang tuntas sebesar

74% (26 siswa) kemudian menurun menjadi 57% (20 siswa) pada siklus kedua,

dan meningkat menjadi 80% (28 siswa) pada siklus ketiga.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti kemukakan di atas, maka

dapat dikaji implikasinya, baik impllikasi teoretis maupun implikasi praktis, yaitu

sebagai berikut:

95

1. Implikasi Teoretis

Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.

Kualitas pembelajaran akuntansi dalam penelitian ini dapat dilihat dari keaktifan

siswa selama pembelajaran dan hasil belajar kognitif siswa.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan

siswa. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa aktivitas belajar siswa yang tinggi

selama proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Siklus

pertama sampai dengan siklus ketiga dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang

positif dari kegiatan pembelajaran siswa. Siswa menjadi lebih aktif dalam

merespon pembelajaran akuntansi. Hasil belajar kognitif siswa juga menjadikan

siswa merasa puas terhadap hasil yang mereka capai. Beberapa siswa yang

mengaku tidak bisa akuntansi menjadi termotivasi untuk meningkatkan

kemampuan akuntansi mereka karena akuntansi adalah pelajaran yang

menyenangkan. Selain itu, siswa merasa lebih percaya diri dalam melakukan

pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran berkelompok membuat siswa nyaman

dan lebih bebas dalam mengungkapkan pendapat, karena bantuan datang tidak

hanya dari guru tetapi juga dari teman satu kelompok.

2. Implikasi Praktis

Penelitian ini memberikan gambaran secara jelas bahwa penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajar-an

akuntansi siswa. Hasil penelitian tersebut menjadikan guru mata pelajaran

akuntansi termotivasi untuk melakukan peningkatan kualitas pembelajaran di

kelas lain dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena

pembelajaran ini adalah pembelajaran yang sederhana dan mudah diterapkan

dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Selain itu, guru mata pelajaran akuntansi

juga menjadi lebih optimis dalam melakukan perbaikan dari metode pembelajaran

yang selama ini diterapkan, yaitu dengan menjadikan ceramah sebagai sebuah

sarana dan bukan yang utama dalam memberikan pemahaman materi

pembelajaran akuntansi yang menyenangkan bagi siswa.

96

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dipaparkan, maka

dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Guru diharapkan dapat selalu mengembangkan motivasi dan semangat

siswa selama mengikuti pembelajaran akuntansi agar siswa merasa mampu

dan percaya diri dengan materi pembelajaran yang siswa pelajari.

b. Guru hendaknya dapat memilih penerapan pembelajaran yang tepat dalam

proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

c. Guru diharapkan selalu mengembangkan pengetahuan tentang model

pembelajaran yang lebih inovatif agar pembelajaran dapat dikemas menjadi

lebih menarik bagi siswa dan proses pembelajaran di dalam kelas.

d. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam pengelolaan kelas

sehingga pembelajaran apapun yang akan diterapkan dapat berjalan dengan

baik dan lancar.

2. Bagi Siswa

a. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan kemampuan siswa secara sosial seperti: kerja sama,

kekompakan, memecahkan masalah, dan saling bertukar pendapat dengan

anggota kelompok yang lain.

b. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dimanfaatkan pula untuk

menggali informasi sebanyak-banyaknya dari teman satu kelompok terkait

permasalahan akuntansi yang sedang didiskusikan.

3. Bagi Sekolah

a. Sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru dalam bentuk

bimbingan dan pembinaan tentang metode pembelajaran inovatif dan efektif

agar keberhasilan pembelajaran di dalam kelas dapat tercapai.

b. Sekolah sebaiknya membuka kerja sama dengan pihak eksternal seperti

peneliti atau lembaga pendidikan agar kesempatan untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran lebih terbuka dengan adanya masukan dari pihak lain.

97

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi

Pressindo. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran.

Jakarta: Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Dian Hermawati. 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2008/ 2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar

Berkelompok. Bandung: Penerbit Alfabeta Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: Gaung Persada (GP) Press. Moelyati et al. 2001. Siklus Akuntansi Untuk Tingkat 1 SMK Kelompok Bisnis dan

Manajemen. Jakarta: Yudhistira. Mulyasa E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.

Bandung: PT. Refika Aditama Nurul Zuriah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori –

Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara Riska Larasati N.S. 2005. Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi pada Siswa Kelas II Semester I SMU Negeri 7 Purworejo. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.

Robert E. Slavin. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT.

Indeks.

98

Robert E. Slavin. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia

Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13. Suharsimi Arikunto et al. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi

Aksara. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik

Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Zainal Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung: Penerbit

Yrama Widya.

99