Upload
phungphuc
View
230
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI
DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
(STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS)
PADA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 8 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/ 2010
(Penelitian Tindakan Kelas)
SKRIPSI
Oleh:
RATIH SANTIKA DEWI
K 7406126
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh siswa dengan
tujuan mengembangkan hasil belajar yang dimiliki siswa. Pembelajaran hendak-
nya tidak lagi menempatkan siswa dalam posisi pasif sebagai penerima materi
pembelajaran, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berpikir,
mencari, mengolah, mengurai, menggabung, menyimpulkan, dan menyelesaikan
masalah. Senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 93)
yang menyatakan bahwa, “Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
menuntut keaktifan siswa”. Bahan ajar dipilih, disusun, dan disajikan kepada
siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa akan pemenuhan ilmu
pengetahuan harus didukung oleh beberapa faktor, antara lain: peran guru mata
pelajaran selama pembelajaran, penerapan model pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan siswa baik hasil belajar kognitif maupun hasil
belajar afektif dan psikomotorik, penggunaan media pembelajaran yang sesuai,
dan pengelolaan situasi belajar yang kondusif.
Guru mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Sebagai
fasilitator, guru hendaknya mampu menciptakan iklim belajar yang kondusif
untuk mendukung pemahaman materi pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Peran
ini dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru menguasai materi pembelajaran,
memahami karakteristik dan kebutuhan siswa, serta memberikan motivasi kepada
siswa untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Guru harus menyadari
bahwa adanya interaksi dalam proses pembelajaran dapat berlangsung dua arah,
baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa yang lain.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah media
pembelajaran. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2005: 30),
“Pemanfaatan media pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peningkatan
kualitas pembelajaran.” Pemanfaatan media pembelajaran menciptakan pengalam-
an belajar yang lebih bermakna, memfasilitasi proses interaksi antara siswa
3
dengan guru dan siswa dengan siswa, serta memperkaya pengalaman belajar
siswa. Penerapan media pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengubah
suasana belajar dari siswa yang pasif menunggu menjadi siswa yang aktif
berdiskusi. Penggunaan media pembelajaran juga dapat membantu siswa untuk
mencapai tujuan belajarnya.
Pengelolaan situasi belajar atau iklim kelas menjadi kondusif juga
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Menurut Depdiknas
(2005: 33), “Situasi belajar adalah suasana yang terjadi ketika pembelajaran
berlangsung, atau lebih luas lagi yaitu interaksi antara guru dengan siswa baik di
dalam kelas maupun di luar kelas karena belajar akan berlangsung secara efektif
dalam situasi yang kondusif.” Situasi belajar yang mendukung akan memunculkan
motivasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan merasa nyaman
untuk bertanya, mengerjakan tugas, mengungkapkan pendapat, maupun merespon
pembelajaran dari guru.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti kemudian melakukan observasi untuk
memperoleh data awal kegiatan pembelajaran akuntansi siswa. Hasil observasi
menunjukkan hasil sebagai berikut: aktivitas belajar siswa selama pembelajaran
akuntansi cenderung rendah dan minat belajar siswa masih kurang. Hal ini
berakibat situasi kelas menjadi kurang kondusif untuk melakukan pembelajaran
akuntansi sehingga pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi menjadi
rendah. Siswa bernama Vandi Wisnu Putra dan Risky Yuniarko berpendapat
bahwa akuntansi adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak mudah dipahami.
Oleh karena itu mereka memilih acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi
pembelajaran. Guru mata pelajaran akuntansi menggunakan metode penyampaian
materi dengan ceramah atau tanya jawab, sehingga respon siswa terhadap
pembelajaran juga kurang maksimal karena pembelajaran masih didominasi oleh
guru. Beberapa siswa lain juga ikut berpendapat tentang pembelajaran akuntansi
yang dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi selama ini. Seorang siswi
bernama Dani Nur Sihwinunggal menyatakan bahwa pembelajaran akuntansi
yang digunakan kurang menyenangkan, karena guru sering mengulang materi
yang telah disampaikan. Sedangkan bagi Didik Prakoso Andriyanto ketegasan
4
guru terhadap murid masih kurang. Guru dirasa terlalu sabar dalam menyikapi
siswa yang bermasalah sehingga terkadang guru masih diremehkan oleh siswa.
Siswa bernama Dani Nova Riayanto merasa bahwa pembelajaran selama ini
kurang efektif karena guru sering mengulangi materi pembelajaran akuntansi
dengan metode ceramah sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk tidak
memperhatikan. Penggunaan media pembelajaran berupa modul akuntansi yang
dimiliki oleh masing-masing siswa juga membuat pembelajaran berlangsung
kurang efektif, karena banyak waktu terbuang untuk menegur siswa yang tidak
membawa modul akuntansi. Apabila dilihat dari prestasi belajar siswa, nilai Ujian
Akhir Semester (UAS) akuntansi pada semester pertama menunjukkan hasil yang
kurang maksimal. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 65,
hanya sebesar 57% (20 siswa dari 35 siswa) yang lulus dan sisanya masih berada
di bawah KKM. Bersumber dari beberapa permasalahan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) 1 SMA Negeri 8 Surakarta masih perlu ditingkatkan.
Pembelajaran yang dilakukan guru tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Hal
tersebut dikarenakan guru masih berpedoman pada paradigma lama, seperti yang
dinyatakan Anita Lie (2008: 2) bahwa, “Paradigma lama dalam dunia pendidikan
mengenai proses belajar mengajar bersumber pada Teori atau lebih tepatnya
Asumsi Tabula Rasa John Locke di mana pikiran seorang anak seperti kertas
kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya”. Namun
perlu disadari bahwa guru dituntut untuk berubah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Sebuah pembelajaran yang memprioritaskan aktivitas belajar siswa
seharusnya menjadi motivasi bagi guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran yang sesuai, karena kualitas
pembelajaran yang baik akan memberikan kontribusi kemajuan pada kualitas
pendidikan. Berdasarkan uraian singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa
masalah paling dekat dengan kita dan dapat diamati adalah peningkatan kualitas
pembelajaran.
Kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010 dapat ditingkatkan dengan penerapan
5
sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan iklim kelasnya,
yaitu pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
Peneliti memilih pembelajaran kooperatif karena pembelajaran tersebut berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar sehingga tujuan belajar masing-masing siswa
dapat tercapai. Menurut Juliati dalam Isjoni (2009: 12) “Cooperative Learning
lebih tepat digunakan pada pembelajaran IPS.” Hal ini sesuai dengan mata
pelajaran akuntansi yang masuk di jurusan IPS. Sugiyanto (2008: 37-38)
mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi
yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning
Community), yaitu siswa tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama
siswa”, sehingga pembelajaran kooperatif akan meningkatkan kepedulian dan
tanggung jawab siswa kepada diri sendiri dan teman satu timnya. STAD dipilih
sebagai tipe yang sesuai bagi pembelajaran akuntansi karena STAD adalah sebuah
pembelajaran sederhana yang menuntut peran serta siswa secara individu. Tidak
dapat dipungkiri bahwa beberapa siswa menganggap akuntansi adalah mata
pelajaran yang membingungkan. Pengerjaan soal kasus akuntansi secara
kelompok akan membuat siswa lebih memahami konsep akuntansi karena setiap
siswa menyumbangkan poin kemajuan kepada kelompok mereka berapapun skor
kemajuan individual yang mereka peroleh. Oleh karena itu, masing-masing siswa
mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin kemajuan untuk
kelompok. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe STAD juga akan membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan anggota
kelompok masing-masing. Mata pelajaran akuntansi yang dirasa sulit dan tidak
mudah dipahami akan menjadi lebih mudah jika dikerjakan berkelompok. Siswa
bebas bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompok mereka untuk
menyelesaikan permasalahan dalam mata pelajaran akuntansi.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti
mengambil judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Pada Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/ 2010”.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Apakah kurangnya interaksi antara guru dan siswa menyebabkan
pembelajaran berlangsung kurang efektif?
2. Apakah metode pembelajaran ceramah kurang efektif dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran akuntansi?
3. Apakah metode pembelajaran ceramah yang selama ini digunakan
mempengaruhi pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akuntansi?
4. Apakah metode pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran akuntansi?
5. Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran akuntansi?
C. Pembatasan Masalah
Masalah perlu dibatasi agar mempunyai arah yang pasti dan jelas.
Pembatasan masalah yang dapat disampaikan dalam penulisan ini antara lain:
1. Kualitas pembelajaran dalam penelitian ini diukur dari aktivitas belajar siswa
yang dilihat dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan hasil belajar
siswa yang lebih ditekankan pada hasil belajar kognitif.
2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran dengan konsep
pembagian pencapaian tim siswa. Masing-masing siswa memiliki kesempatan
yang sama untuk menyumbangkan poin bagi kemajuan nilai kelompok
berdasarkan nilai yang siswa peroleh secara individu.
3. Standar kompetensi mata pelajaran akuntansi kelas XI IPS adalah memahami
penyusunan siklus akuntansi perusahaan jasa, sedangkan kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh siswa adalah membuat ikhtisar siklus akuntansi
perusahaan jasa. Oleh karena itu materi pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menyusun daftar sisa/ neraca sisa (siklus pertama),
menyusun jurnal penyesuaian (siklus kedua), dan menyusun kertas kerja
(siklus ketiga).
7
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu apakah penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui
apakah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun
Pelajaran 2009/ 2010.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan yang bermanfaat bagi
dunia pendidikan mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
untuk meningkatan kualitas pembelajaran akuntansi.
b. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi peneliti lain bagi penulisan di
masa yang akan datang di bidang dan permasalahan yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Guru dapat lebih terampil dalam menggunakan pembelajaran STAD. Guru
juga terbiasa melakukan penelitian kecil yang bermanfaat bagi perbaikan
proses pembelajaran.
b. Bagi siswa
Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang bermasalah di dalam kelas
supaya siswa berusaha meningkatkan aktivitas belajar mereka sehingga
hasil belajar akuntansi siswa juga mengalami peningkatan.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Belajar
a. Hakikat Belajar
Cronbach dalam Sardiman A.M. (2007: 20) menyatakan bahwa,
“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.” Artinya
belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Slameto dalam Asep Jihad dan
Abdul Haris (2009: 2) yang mengungkapkan bahwa, “Belajar sebagai suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Harold Spears dalam Sardiman A.M. (2007: 20) memberikan batasan,
“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to
listen, to follow direction.” Artinya belajar adalah mengamati, membaca,
berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk atau
arahan. Bersumber dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
terjadi karena adanya proses mengamati, membaca, mempunyai inisiatif untuk
mencoba, mendengarkan, serta mengikuti petunjuk atau arahan dari orang lain
yang lebih berpengalaman.
Geoch dalam Sardiman A.M. (2007: 20) mengungkapkan,“Learning
is a change in performance as a result of practice.” Artinya belajar adalah
sebuah perubahan dalam penampilan sebagai hasil dari latihan. Oleh karena itu
latihan digunakan sebagai sebuah sarana untuk belajar, sehingga dengan
berjalannya waktu seseorang akan mengalami perubahan ke arah positif pada
sesuatu yang dipelajarinya.
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 4) mengemukakan, “Perbuatan
belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan
menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya
9
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.” Bersumber dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa perubahan yang dihasilkan terjadi karena interaksi
seseorang dengan lingkungannya.
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 20) mengungkapkan,
“Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan
dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif.”
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku
yang membangun dan berkembang menjadi lebih baik merupakan indikator
suatu proses belajar telah berlangsung.
Proses belajar mempunyai tujuan yang akan dicapai. Pencapaian
tujuan belajar perlu didukung oleh kondisi belajar yang kondusif. Kondisi
belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling mempengaruhi.
Komponen-komponen tersebut antara lain: tujuan pembelajar-an yang ingin
dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang menjadi pendukung dan
pelaku pembelajaran, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang
tersedia. Menurut Sardiman (2007: 26) tujuan belajar ada tiga macam, yaitu:
1) Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan yang dimiliki
seseorang dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Dengan kata
lain, seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa
bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya
pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar
perkembangannya di dalam kegiatan belajar.
2) Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau perumusan konsep juga memerlukan suatu
keterampilan. Keterampilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan
jasmani dan keterampilan rohani. Keterampilan jasmani adalah
keterampilan yang dapat diamati dan dilihat sehingga akan
menitikberatkan pada keterampilan gerak dari anggota tubuh seseorang
yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih sulit, karena
menyangkut tentang penghayatan dan keterampilan berpikir, serta
10
kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah dan
konsep. Keterampilan dapat dididik, yaitu dengan melatih kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang.
3) Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari
soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru bukan
sekadar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan
memindahkan nilai-nilai kepada anak didiknya. Sardiman (2007: 28)
mengungkapkan, “Dalam interaksi belajar mengajar, guru akan senantiasa
diobservasi, dilihat, didengar, ditiru semua perilakunya oleh para
siswanya”. Proses observasi yang dilakukan membuat siswa menirukan
perilaku gurunya, sehingga diharapkan terjadi proses internalisasi yang
dapat menumbuhkan proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk
kemudian diamalkan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa proses belajar adalah suatu aktivitas yang menyebabkan
adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
b. Hakikat Belajar Akuntansi
Akuntansi bukanlah mata pelajaran yang mudah dipahami tanpa
disertai praktik. Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, dan Sumardi (2001: 12)
mengutip dari American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
yang mendefinisikan bahwa, “Akuntansi adalah seni pencatatan,
pengelompokkan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan
mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya
bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Pendapat tersebut menjelaskan
bahwa akuntansi harus melalui tahap-tahap pengkajian transaksi-transaksi agar
nantinya dapat menghasilkan laporan keuangan. Akuntansi di dalam praktiknya
membutuhkan ketelitian dan konsentrasi yang baik karena pada setiap tahap
pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang dilakukan menuntut suatu
11
keterampilan agar pengkajian transaksi dapat dilakukan dengan baik. Oleh
karena itu, siswa seharusnya tidak hanya menghafalkan konsep akuntansi tetapi
lebih baik memahami konsep akuntansi yang dapat diperoleh dengan
membiasakan siswa berlatih dan mengerjakan soal-soal yang berhubungan
dengan akuntansi. Kompetensi dasar dalam mata pelajaran akuntansi ini adalah
membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa. Pencapaian kompetensi
dasar ini diukur dengan penguasaan pada materi: (1) menyusun daftar neraca
sisa/ neraca saldo; (2) menyusun jurnal penyesuaian; dan (3) menyusun kertas
kerja. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik terhadap materi-materi
tersebut demi tercapainya kompetensi dasar pada tahapan pengikhtisaran dalam
siklus akuntansi.
Pemahaman dan penguasaan konsep akuntansi dapat dilakukan siswa
dengan membiasakan proses belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang
menyebabkan adanya perubahan positif yang berkembang dari aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, hakikat belajar akuntansi adalah
suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya perubahan positif dari aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam rangka mengembangkan kemampuan
yang dimiliki siswa pada mata pelajaran akuntansi.
2. Pembelajaran dan Model Pembelajaran
a. Hakikat Pembelajaran
Driscoll dalam Robert E. Slavin (2008: 179) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah, “perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh
pengalaman. Tetapi bukan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan
(seperti tumbuh makin tinggi) tetapi karena si pebelajar merasakan dan
mengalami sendiri pembelajaran melalui pengalamannya.” Maka dapat
dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi perubahan yang
signifikan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau dengan
kata lain aktivitas pembelajaran yang baik setidaknya pada akhir proses
pembelajarannya mencapai salah satu dari ketiga aspek tersebut, misalnya
aspek kognitif sebagai aspek yang lebih nyata untuk dapat diamati.
12
Isjoni (2009: 11) turut mengemukakan bahwa, “Pembelajaran adalah
sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.” Pendapat
tersebut mengungkapkan bahwa siswa adalah pelaku utama dalam sebuah
pembelajaran, sehingga proses pembelajaran sebaiknya mengutamakan
kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan aktivitas sosial mereka agar
kemampuan siswa dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik akan
mengalami perkembangan.
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 11) mengemukakan bahwa,
“Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek,
yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa dan mengajar
berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran.” Oleh karena itu konsep komunikasi dan perubahan sikap akan
selalu melekat dalam pembelajaran. Guru maupun siswa dalam sebuah
pembelajaran bersama-sama menjadi pelaku demi terlaksananya tujuan
pembelajaran. Tetapi fungsi dari masing-masing pelaku dalam konteks ini
berbeda. Siswa sebagai subjek utama yang melakukan pembelajaran sedangkan
guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Hal tersebut senada dengan
pendapat Gagne dalam Isjoni (2009: 50) yang menyatakan, “An active process
and suggest that teaching involves facilitating active mental process by
students.” Artinya suatu proses pembelajaran di mana siswa berada dalam
posisi proses mental yang aktif dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya
pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berlangsung lebih efektif dan
lebih bermakna bagi siswa karena siswa bertindak lebih aktif daripada guru
sehingga siswa bisa lebih mengembangkan kemampuan mereka (baik dari
kemampuan kognitif maupun kegiatan sosialnya) dengan bantuan guru sebagai
pihak yang selalu memotivasi siswa untuk berkembang.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan maka dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa pembelajaran merupakan suatu proses
perubahan positif yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru yang
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa, baik dari aspek ilmu pengetahuan
maupun aktivitas sosial siswa.
13
b. Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari strategi,
metode, atau prosedur. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan
dengan situasi kelas yang dihasilkan dari kerja sama antara guru dan siswa.
Arends dalam Trianto (2007: 5-6) menyatakan bahwa, “The term teaching
model refers to a particular aprroach to instruction that includes its goals,
syntax, environment, and management system.” Artinya model pembelajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Yang dimaksud dengan
sintaks dari suatu model pengajaran adalah pola yang menggambarkan urutan
alur tahap-tahap keseluruhan yang disertai serangkaian kegiatan pembelajaran.
Hal tersebut senada dengan pendapat Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 26)
yang menyatakan, “model-model pengajaran dapat diklasifikasikan
berdasarkan: tujuan pembelajaran, pola urutan, dan sifat lingkungan belajar.”
Sukamto dalam Trianto (2007: 5) mengemukakan:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Bersumber dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah sebuah kerangka konseptual atau pola dalam
merencanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar siswa.
Isjoni (2009: 49) mengemukakan, “Dalam penerapannya, model
pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-
masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang
berbeda-beda.” Hal tersebut senada dengan pendapat Nanang Hanafiah dan
Cucu Suhana (2009: 41) yang mengungkapkan, “Model pembelajaran sangat
erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya
mengajar guru (teaching style).” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa
penerapan model pembelajaran perlu memperhatikan kebutuhan siswa dan apa
yang dimiliki guru agar pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.
14
Hasan dalam Isjoni (2009: 50) berpendapat, untuk memilih model
yang tepat perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan
pengajaran. Dalam praktiknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik
jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik;
2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik;
3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan; 4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru; dan 5) Tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis
materi, dan proses belajar yang ada.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah
model pembelajaran memiliki konsep masing-masing untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan dengan menjadikan siswa sebagai pelaku
utama aktivitas belajar dalam sebuah proses pembelajaran.
Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan Trianto (2007: 9):
Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan saran atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pemilihan model pembelajaran
harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, kondisi
pembelajaran dan iklim pembelajaran di dalam kelas, dan faktor-faktor lain
yang mendukung terjadinya pembelajaran. Hal tersebut tidak kalah penting
karena pemilihan metode pembelajaran yang sesuai juga akan memotivasi
siswa untuk berkembang.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
secara sederhana bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang dirancang
dalam merencanakan sebuah pembelajaran terutama aktivitas belajar mengajar
yang dipertimbangkan dari gaya belajar siswa, gaya mengajar guru, dan
beberapa faktor pendukung yang ada agar tujuan belajar siswa dapat tercapai.
15
3. Hakikat Pembelajaran Akuntansi
Akuntansi adalah sebuah proses yang pencatatannya dilakukan secara
bertahap dan diperlukan ketelitian dalam menganalisis sumber transaksi untuk
kemudian diolah ke dalam elemen-elemen akuntansi yang diperlukan sebelum
menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, mata pelajaran akuntansi tidak
bisa hanya dihafalkan tetapi harus dilandasi dengan pemahaman konsep untuk
menyelesaikan soal-soal akuntansi. Pemahaman akuntansi oleh siswa ini dapat
dibiasakan dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi
siswa agar materi akuntansi dapat disampaikan dengan baik. Seperti dikutip oleh
Moelyati, Toto Sucipto, Suyoto, Sumardi (2001: 12), American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA) mendefinisikan bahwa, “Akuntansi adalah
seni pencatatan, pengelompokan, dan peringkasan yang tepat dan dinyatakan
dalam satuan mata uang, transaksi-transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-
tidaknya bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya.” Hal tersebut
mengandung arti bahwa akuntansi merupakan suatu seni yang mencatat dan
mengkaji sumber-sumber transaksi yang ada untuk kemudian ditafsirkan ke dalam
bentuk laporan keuangan.
SMA Negeri 8 Surakarta membuka dua jurusan yaitu Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) dan IPS, di mana penjurusan tersebut dilakukan pada kelas XI.
Akuntansi adalah mata pelajaran yang diberikan di jurusan IPS, yang dalam satu
minggu dialokasikan sebanyak empat jam (biasanya dua kali seminggu). Materi
pembelajaran yang dipakai pada penelitian ini melanjutkan materi sebelumnya.
Karena mengambil kompetensi dasar membuat ikhtisar siklus akuntansi
perusahaan jasa, maka materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Neraca
Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Materi tersebut digunakan di setiap
siklus. Penelitian ini direncanakan sebanyak tiga siklus di mana masing-masing
siklus direncanakan tiga kali pertemuan.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan secara sederhana
bahwa pembelajaran akuntansi adalah sebuah proses perubahan secara positif
yang dilakukan oleh siswa dan didukung oleh guru dalam rangka mengembang-
kan kemampuan akuntansi yang dimiliki oleh siswa.
16
4. Kualitas Pembelajaran
a. Hakikat Kualitas
Goetsch dan Davis seperti dikutip oleh Tjiptono dalam Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 81) mengungkapkan bahwa, “kualitas
merupakan kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Hal
tersebut senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Nanang Hanafiah dan
Cucu Suhana (2009: 81), “Banyak pakar dan organisasi yang mencoba
mendefinisikan kualitas (mutu) berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.
Walaupun definisi tersebut tidak ada yang diterima secara universal, tetapi
terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:
1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, dan
3) kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.
Bersumber dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
mutu berpusat pada pelanggan. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 85)
menyatakan bahwa, “mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada
prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah
tiap akhir cawu, akhir tahun, dua tahun, atau lima tahun, bahkan sepuluh
tahun).” Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa tes
kemampuan akademis misalnya ulangan umum, atau ujian nasional (UAN).
Selain itu, dapat pula prestasi di bidang lain seperti cabang olahraga, seni, atau
lainnya. Bahkan prestasi dalam sekolah dapat dilihat berupa kondisi atau
situasi yang tidak dapat dipegang, seperti suasana disiplin, keakraban, dan
sikap saling menghormati. Prestasi yang dicapai oleh sekolah adalah prestasi
siswa, baik di bidang akademis, bidang lain yang mendukung, maupun pada
prestasi yang tidak dapat dilihat seperti disiplin, keakraban, dan sebagainya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan disebut bermutu jika program
pendidikan dan pelayanan sekolah memenuhi atau melebihi kebutuhan
pelanggan, yaitu siswa, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dunia usaha/
industri, dan lembaga atau organisasi lainnya yang terkait secara langsung atau
17
tidak langsung dengan pelayanan sekolah. Pengertian mutu dalam konteks
pendidikan mencakup input, proses, dan output pendidikan. Agar proses yang
baik itu tidak salah arah, mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan
lebih dahulu oleh sekolah. Selain itu, harus jelas target yang akan dicapai untuk
setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu
mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain
tanggung jawab bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya
adalah pada hasil yang dicapai.
Permadi dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82)
menyampaikan pendapatnya bahwa, “mutu jasa pendidikan bersifat relatif
(sesuai dengan kebutuhan pelanggan), dan bukan bersifat absolute.” Artinya
mutu jasa pendidikan akan baik dan memuaskan jika sesuai atau melebihi
kebutuhan para pelanggan yang bersangkutan. Pelanggan dalam konteks
pendidikan menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 82-83) dibagi
menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal.
1) Pelanggan internal (internal customer) adalah orang-orang yang berada dalam organisasi sekolah, yaitu guru, staf tata usaha, pesuruh (office boys), cleaning service, pelayan teknis, dan komponen lainnya.
2) Pelanggan eksternal (external customer) adalah orang-orang yang berada di luar organisasi sekolah yang memperoleh layanan dari sekolah. Pelanggan eksternal dibagi dua macam, yakni: a) Pelanggan primer (primary customer) adalah pelanggan utama, yaitu
orang-orang yang langsung bersentuhan dengan jasa-jasa pendidikan yang diberikan oleh sekolah, seperti peserta didik.
b) Pelanggan sekunder (secondary customer) adalah pihak-pihak lain yang secara tidak langsung terimbas dari layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah, yaitu orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha/ industri sebagai pengguna tenaga kerja.
Pendapat tersebut menegaskan bahwa sekolah yang bermutu adalah
sekolah yang dapat memuaskan pelanggan dalam memberikan jasa pendidikan,
baik pelangan internal maupun pelanggan eksternal. Berdasarkan beberapa
pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan secara sederhana
bahwa kualitas adalah usaha memenuhi harapan pelanggan yang dilakukan
dengan sebuah proses untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi pelanggan.
18
b. Kualitas Pembelajaran
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,
karena terbentuknya pembelajaran yang berkualitas tidak lepas dari komponen-
komponen yang mendukung, seperti: pendidik, siswa, kurikulum/ bahan ajar,
iklim pembelajaran, media pembelajaran, dan materi pembelajaran. Dilihat dari
sisi pendidik, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa optimal guru
mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Ditinjau dari siswa, kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari proses pembelajaran yang berpusat pada
aktivitas belajar peserta didik. Ditilik dari sudut kurikulum dan bahan ajar,
kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan
belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara
beranekaragam. Apabila ditinjau dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat
dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan
pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi pembentukan
karakter siswa. Sisi media pembelajaran melihat bahwa kualitas pembelajaran
dapat dilihat dari seberapa kontributif fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi
belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari aspek materi pembelajaran,
kualitas dapat dilihat dari kesesuaiannya dengan tujuan dan kompetensi yang
harus dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu, Depdiknas (2005: 7)
mengungkapkan bahwa, “kualitas pembelajaran adalah intensitas keterkaitan
sistemik dan sinergis guru, siswa, kurikulum dan bahan belajar, media,
fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar
yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.”
Mulyasa (2006: 131) mengungkapkan bahwa, “Kualitas pembelajaran
dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil.”
Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa,
interaksi guru-siswa, interaksi antarsiswa, dan motivasi belajar siswa.
Sedangkan kualitas hasil belajar dapat diamati dari prestasi belajar dan
ketuntasan belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa kualitas pembelajaran adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh guru,
19
siswa, dan komponen pembelajaran lain dengan tujuan mencapai hasil belajar
yang optimal dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang
bertujuan untuk menghasilkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari input, proses pembelajaran, dan output
yang dihasilkan yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Kualitas
pembelajaran yang akan dikaji meliputi dua aspek, yaitu:
1) Aktivitas Belajar
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 23) menyatakan bahwa,
“Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis
peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan
perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik
berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.” Hal ini
berarti pelaku pembelajaran (siswa) harus meningkatkan kegiatan atau
keaktifan mereka selama pembelajaran berlangsung dari seluruh aspek,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dierich dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 24)
menyampaikan aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu
sebagai berikut:
a) Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain;
b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaa, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi;
c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio;
d) Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket;
e) Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola;
f) Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun.;
20
g) Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecah-kan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan;
h) Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan
siswa selama pembelajaran dapat dilihat dari berbagai hal selama proses
pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dimaksud antara lain: bagaimana
siswa melaksanakan diskusi kelompok, bagaimana siswa melatih diri dalam
memecahkan soal yang sejenis, bagaimana siswa turut serta melaksanakan
tugas belajarnya, bagaimana siswa melakukan interaksi dengan anggota
kelompoknya, bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari guru dengan
bertanya, dan sebagainya.
Aktivitas belajar tersebut adalah keaktifan siswa yang harus
dikembangkan dalam proses pembelajaran. Untuk mengembangkan
keaktifan siswa dibutuhkan peran guru sebagai fasilitator dan motivator.
Selain itu, keaktifan siswa juga dapat berkembang dengan penerapan model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan gaya belajar yang
dimiliki oleh siswa. Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa (2006: 105)
bahwa, “meningkatkan aktivitas siswa merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.”
Nana Sudjana (2009: 61) menyatakan penilaian proses belajar
mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal:
a) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, b) terlibat dalam pemecahan masalah, c) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya, d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah, e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, f) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil belajar yang diperolehnya, g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, dan h) kesempatan menerapkan apa yang telah diperoleh siswa dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
21
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
secara sederhana bahwa aktivitas belajar siswa yang tersirat dalam keaktifan
siswa selama pembelajaran dapat dijadikan salah satu tolak ukur kualitas
pembelajaran, karena keaktifan siswa selama pembelajaran ikut menunjang
terlaksananya proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
2) Hasil Belajar Siswa
Penilaian proses belajar adalah upaya memberikan nilai terhadap
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai
tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian tersebut dapat dilihat sejauh
mana efektif dan efisiennya dalam mencapai hasil belajar, yaitu perubahan
tingkah laku siswa. Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan, “Penilaian hasil
belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang
dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini berarti bahwa objek yang
dinilai adalah hasil belajar siswa, yaitu perubahan tingkah laku yang
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendapat tersebut
mengungkapkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari
hasil belajar yang dicapai oleh siswa, antara lain: adanya perubahan hasil
belajar siswa setelah melakukan proses pembelajaran dan apa yang dimiliki
siswa tersebut dapat bertahan lama dan dapat digunakan sebagai dasar
dalam mempelajari bahan berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
proses pembelajaran terkait erat dengan hasil belajar. Apabila hasil belajar
siswa belum maksimal maka harus ada yang dibenahi dalam sebuah proses
pembelajaran
Abdurrahman dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 14)
berpendapat bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar.” Hal tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Juliah dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 15)
bahwa, “Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa
sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.”
“Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat
mencapai tujuan belajar yang disebut juga sebagai hasil belajar” (Asep Jihad
22
dan Abdul Haris, 2009: 15), yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menjalani proses belajar. Oleh karena itu, proses belajar perlu dilalui untuk
mencapai tujuan belajar yaitu hasil belajar yang dicapai oleh siswa sehingga
proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan mempengaruhi hasil belajar.
Bloom dkk yang dikutip Harjanto dalam Nanang Hanafiah dan Cucu
Suhana (2009: 20-23) mengemukakan bahwa secara garis besar aspek hasil
belajar dibagi menjadi tiga yaitu: (a) Aspek kognitif mencakup ingatan atau
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; (2)
Aspek afektif mencakup penerimaan, penanggapan, penghargaan,
pengorganisasia, pengkarakterisasian; dan (c) Aspek psikomotorik yang
mencakup persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, respon nyata
kompleks, penyesuaian, dan penciptaan. Penguasaan aspek kognitif diukur
dengan tes lisan atau tertulis meliputi pilihan ganda, uraian bebas, bentuk
menjodohkan, unjuk kerja, atau pengumpulan kerja siswa. Ranah afektif
diukur dengan teknik angket, yang diukur adalah sikap dan minat peserta
didik terhadap pelajaran. Bentuk tes psikomotorik diukur dengan teknik
angket dan observasi secara langsung yang dapat berupa tes identifikasi, tes
simulasi, dan tes unjuk kerja. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa nilai
siswa bukan satu-satunya aspek yang menjadi ukuran perkembangan
kemampuan siswa dalam pembelajaran, tetapi didukung juga oleh minat
siswa terhadap pelajaran dan keterampilan siswa.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
secara sederhana bahwa hasil belajar siswa juga dapat dijadikan salah satu
tolak ukur kualitas pembelajaran, karena hasil belajar siswa khususnya dari
aspek kognitif adalah hasil nyata yang bisa dilihat dari kerja keras siswa
dalam memahamkan diri mereka tentang suatu materi pembelajaran.
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa kualitas pembelajaran dapat diamati dari
seberapa besar keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung dan hasil
belajar siswa yang ditekankan pada hasil belajar kognitif, sebagai hasil dari
proses pembelajaran yang telah dilakukan siswa.
23
5. Pembelajaran Kooperatif
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Sugiyanto (2008: 35) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran
kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar.” Hal senada juga diungkapkan oleh
Isjoni (2009: 16) yang menyatakan bahwa, “Cooperative Learning is the
instructional use of small groups that allows students to work together to
maximize their own and each other as learning.” Artinya pembelajaran
kooperatif mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama
dari kelompok-kelompok kecil yang dibentuk dalam sebuah kelas.
Anita Lie dalam Sugiyanto (2008: 10) berpendapat bahwa,
“pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh
sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community).” Artinya siswa
tidak hanya belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Siswa saling
bertukar pikiran tentang sesuatu yang harus diselesaikan secara kelompok.
Hal ini akan menjadikan siswa lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap
masing-masing anggota dalam kelompok.
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 31) menyampaikan pendapatnya
yang tidak jauh berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, “Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama
diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.”
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil untuk mencapai sebuah
tujuan belajar bersama yang membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan akademis dan kemampuan sosial mereka.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 21) terdapat tiga konsep sentral
yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu:
24
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok
untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok
diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.
Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu dalam
menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung.
2) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan
pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam proses
pembelajaran. Hal ini akan melatih kemandirian siswa ketika
mengerjakan tugas secara individu. Motivasi siswa juga akan tumbuh dan
siswa tidak takut untuk bersaing secara sehat dan jujur.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang
diperoleh siswa dari yang sebelumnya. Dengan menggunakan metode
skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang
terbaik bagi kelompoknya. Secara tidak langsung siswa akan termotivasi
untuk memberikan yang terbaik bagi kelompok mereka, karena masing-
masing anggota kelompok dapat menyumbangkan nilai untuk kelompok.
Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan tersebut dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif
adalah: (1) adanya penghargaan kelompok; (2) adanya tanggung jawab
individu; dan (3) adanya kesempatan yang sama untuk mencapai
keberhasilan.
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Stahl dalam Isjoni (2009: 24) mengemukakan bahwa, “melalui model
cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan
25
sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan
berpartisipasi sosial. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh
Zaltman et al dalam Isjoni (2009: 24) yang berpendapat bahwa, “siswa yang
sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang
akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada
tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual.”
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
pembelajaran penting, seperti yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni
(2009: 27-28) yaitu:
1) Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, baik untuk
memperbaiki prestasi siswa ataupun tugas akademik penting yang lain.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit. Di samping itu, pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang bekerja bersama demi tugas-tugas akademik.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi-
kan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk bekerja sama
pada tugas-tugas akademik. Struktur penghargaan kooperatif juga akan
menjadikan siswa belajar saling menghargai dan saling menerima
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan sosial pada
dasarnya penting dimiliki oleh siswa, sebab saat ini banyak anak muda
yang masih kurang dalam keterampilan sosial.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut maka dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah
26
mengembangkan kemampuan siswa baik dari aspek pengetahuan maupun
dari sikap dan keterampilan sosialnya.
d. Peran Guru dalam Pembelajaran Koooperatif
Penciptaan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental
dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman dan suasana hati yang
gembira tanpa ada tekanan akan dapat memudahkan siswa dalam memahami
materi pelajaran. Oleh karena itu dalam model pembelajaran koooperatif
dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreativitas guru dalam mengelola
lingkungan kelas. Sehingga dengan penerapan model ini guru harus menjadi
lebih aktif dalam menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan
kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama
dengan kelompoknya.
Isjoni (2009: 62) menjelaskan bahwa, “Dalam model pembelajaran
cooperative learning guru harus mampu menciptakan kelas sebagai
laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda
pendapat.” Pendapat tersebut menekankan bahwa kebiasaan tersebut penting
dikondisikan selama pembelajaran sedini mungkin, agar siswa lebih sportif
dan jujur dalam mengakui kekurangan diri sendiri dan menerima pendapat
siswa lain yang lebih baik. Soemantri dalam Isjoni (2009: 62) menambahkan,
“Hal yang perlu dihindari adalah apabila perbedaan pendapat itu menjurus
pada konflik intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa.
Isjoni (2009: 62) melanjutkan bahwa, ”Peran guru dalam pelaksanaan
cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator
dan evaluator.” Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap:
(1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan; (2)
membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan
keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupu kelompok; (3)
membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta
membantu kelancaran belajar mereka; (4) membina siswa agar setiap individu
menjadi sumber yang bermanfaat bagi lainnya; dan (5) menjelaskan tujuan
27
kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Sebagai mediator, guru berpesan sebagai penghubung dalam mengaitkan
materi pembelajaran yang sedang dibahas. Peran guru sebagai director-
motivator adalah membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, membantu
kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban. Guru juga berperan
memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif berpartisipasi dan
mengembangkan keberanian siswa. Sebagai evaluator guru berperan dalam
menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini
tidak hanya pada hasil tetapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran.
Penjelasan tersebut mengemukakan bahwa peran guru dalam pembelajaran
kooperatif adalah penting karena mendukung keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa peran guru dalam pembelajaran koooperatif adalah sebagai
fasilitator yang menuntun pelaksanaan pembelajaran, sebagai mediator dalam
mengaitkan materi pembelajaran, sebagai director-motivator dalam
membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi, serta sebagai evaluator
dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin
dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Menurut Sugiyanto (2008:
42), “metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari
pendekatan pembelajaran kooperatif.” Slavin (2009: 143) juga
mengemukakan hal yang sama yaitu, “STAD merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang
paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif.” Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh
Trianto (2007: 56), yang memberikan pendapat bahwa, “pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup
28
sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan
masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional.” Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran konvensional menjadi dasar untuk
mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan dengan pembentukan
kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang. Anggota
kelompok dibentuk berdasarkan skor awal siswa yang diperoleh dari pretes di
mana siswa yang memiliki nilai tinggi dimasukkan ke dalam kelompok yang
berbeda-beda. Demikian halnya dengan siswa yang memiliki nilai sedang
ataupun rendah sehingga setiap kelompok yang terbentuk terdiri dari
tingkatan nilai yang beragam, baik nilai tinggi, sedang, atau rendah. Hal
tersebut dimaksudkan agar pada saat diskusi berlangsung, siswa yang lebih
tinggi nilainya dapat membantu siswa yang belum paham. Dengan demikian,
kegiatan diskusi akan menjadikan siswa memiliki rasa setia kawan terhadap
teman satu kelompoknya, terutama yang belum memahami soal diskusi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang cukup sederhana dan dapat
digunakan sebagai dasar untuk memulai penerapan pembelajaran kooperatif
dalam proses pembelajaran.
b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah pembelajaran
memiliki tahapan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Slavin (2009: 143-146) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Divisions) terdiri dari lima komponen
utama, antara lain:
1) Presentasi kelas
Materi yang akan diajarkan diperkenalkan dalam presentasi kelas
oleh guru. Hal ini merupakan pengajaran langsung yang dipimpin oleh
guru. Penjelasan awal ini membutuhkan perhatian penuh dari siswa karena
akan membantu mereka dalam mengerjakan soal kelompok dan individu.
29
2) Tim atau Kelompok
Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, dan ras.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerja-
kan kuis dengan baik. Hal ini secara tidak langsung akan menumbuhkan
kerja sama dan setia kawan terhadap anggota kelompoknya.
3) Kuis
Sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi
dan praktik tim, para siswa akan mengerjakan tes individual. Para siswa
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.
Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk
memahami materinya. Tes ini akan membentuk siswa menjadi pribadi
yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan secara individu.
4) Skor kemajuan individual
Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal
kepada tim. Setiap siswa akan diberikan skor awal yang diperoleh dari
nilai siswa dalam mengerjakan kuis atau evaluasi sebelumnya. Siswa
selanjutnya mengumpulkan poin untuk kelompok masing-masing siswa
berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis siswa yang dibandingkan dengan
skor awal siswa. Proses ini dilakukan pada setiap siklus sehingga siswa
selalu memiliki kesempatan untuk memperoleh poin maksimal.
5) Rekognisi tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata siswa mencapai kriteria tertentu. Hal ini bertujuan
untuk memotivasi kelompok lain yang belum mendapatkan penghargaan
agar pada kesempatan berikutnya siswa memperbaiki kinerja kelompok
mereka.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen
utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari: (1) presentasi
30
kelas; (2) pembentukan tim atau kelompok; (3) adanya kuis; (4) skor
kemajuan individual; dan (5) adanya pengharagaan bagi kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pelaksanaannya berbeda
dengan pembelajaran lainnya. Model ini lebih menekankan pada kerja sama
siswa dan penghargaan yang diperoleh siswa dalam kelompok. Langkah-
langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada tahapan
pembelajaran kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase
dalam pembelajaran kooperatif dapat ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Fase Kegiatan Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2 Menyajikan/ menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan
Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
(Sumber: Trianto, 2007: 54)
Berdasarkan fase-fase yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan
bahwa fase yang paling menonjol dan merupakan ciri dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama dalam kelompok dan adanya
penghargaan kepada kelompok yang memperoleh hasil belajar yang baik dan
memuaskan sesuai dengan kriteria yang didasarkan poin yang diperoleh siswa.
Hal ini merupakan salah satu bentuk motivasi yang diberikan kepada siswa
agar siswa dapat melaksanakan tugas selama pembelajaran dengan baik.
31
c. Cara Menghitung Skor Bagi Individu dan Kelompok dalam STAD
Hal yang membedakan pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan
pembelajaran yang lain adalah adanya penghargaan kelompok. Setiap
kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh predikat
sebagai tim yang terbaik. Menurut Trianto (2007: 55-56) penghargaan atas
keberhasilan kelompok ini dapat dilakukan oleh guru dengan tahapan:
1) Menghitung skor individu
Pemberian skor individu adalah salah satu tahap yang harus dilalui.
Pemberian skor perkembangan individu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Kriteria Peningkatan Nilai Individu dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
No. Skor Kuis Poin Kemajuan
1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 2. 1 – 10 poin di bawah skor awal 10 poin 3. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin 5. Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30 poin
(Sumber: Slavin, 2009: 159)
2) Menghitung skor kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata poin kemajuan
anggota kelompok dengan menjumlahkan semua poin kemajuan yang
diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok.
Sesuai dengan rata-rata poin kemajuan kelompok akan diperoleh kategori
skor kelompok sebagai berikut:
Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok No. Rata-Rata Tim Predikat 1. 0 ≤ x ≥ 5 - 2. 5 ≤ x ≥ 15 Tim Baik 3. 15 ≤ x ≥ 25 Tim Hebat 4. 25 ≤ x ≥ 30 Tim Super
(Sumber: Trianto, 2007: 56)
3) Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok
Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru
memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok
32
sesuai dengan predikatnya. Sugiyanto (2008: 43) menyatakan bahwa,
“Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan
ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi
atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.” Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian penghargaan dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah tahap yang harus dilalui, tetapi
tidak semua kelompok harus memperoleh penghargaan. Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan peraturan yang harus dilakukan oleh siswa di setiap pembelajaran
Pembagian siswa ke dalam kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa. Pembagian kelompok didasarkan pada pretes awal
Guru menerangkan materi
pembelajaran dengan presentasi
kelas
Diskusi kelompok untuk
memecahkan soal kasus akuntansi
Presentasi kelas oleh siswa yang
diwakili satu orang anggota
setiap kelompok
Nilai siswa dibandingkan dengan nilai pretes dan setiap siswa
mempunyai nilai kemajuan individu
Tes individu sebagai sebuah sarana untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa
Nilai rata-rata kelompok diklasifikasikan menurut predikat
kelompok dalam pembelajaran STAD
Nilai kemajuan individu dikumpulkan ke dalam kelompok dan dibagi dengan jumlah anggota
kelompok
Kelompok yang memperoleh nilai rata-rata paling tinggi mendapatkan sertifikat
penghargaan dari guru
33
B. Penelitian yang Relevan
Dian Hermawati (2009), Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi
dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement
Divisions). Penelitian ini mengemukakan bahwa terdapat peningkatan kualitas
pembelajaran akuntansi dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal tersebut
dapat dilihat dari adanya peningkatan keaktifan siswa dalam apersepsi dari 95%
siswa menjadi 100% siswa, dalam peran siswa mengerjakan tugas kelompok
meningkat dari 80% siswa menjadi 90% siswa, serta peningkatan pencapaian hasil
belajar siswa dari 95% siswa menjadi 100% siswa.
Riska Larasati N.S. (2005), Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar
Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata
Pelajaran Akuntansi. Rata-rata prestasi belajar kelompok eksperimen lebih baik
daripada kelompok kontrol atau rata-rata prestasi belajar siswa mata pelajaran
akuntansi yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih
baik daripada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntasi yang
menggunakan metode ceramah. Kelompok siswa yang menggunakan metode
ceramah rata-rata prestasi belajarnya adalah 58,88 sedangkan kelompok siswa
yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD rata-rata
prestasinya adalah 67,5 (di atas KKM sebesar 65).
Persamaan penelitian relevan yang pertama dengan penelitian yang akan
dilakukan peneliti adalah jenis penelitian dan variabel yang ditingkatkan, yaitu
penelitian tindakan kelas dan kualitas pembelajaran akuntansi. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD meningkatkan kualitas
pembelajaran akuntansi. Apabila dibandingkan dengan penelitian relevan yang
kedua persamaannya dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah model
pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal
inilah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan variabel yang
sama dan model pembelajaran yang sama.
Perbedaan penelitian relevan yang pertama dengan yang akan dilakukan
oleh peneliti yaitu banyaknya siklus. Penelitian yang relevan menerapkan dua
34
siklus sedangkan peneliti menerapkan tiga siklus. Selain itu, kualitas pembelajaran
dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dian Hermawati menekankan pada
keaktifan dan prestasi belajar siswa, sedangkan peneliti meninjau dari aktivitas
belajar siswa dan hasil belajar siswa. Apabila dibandingkan dengan penelitian
yang relevan kedua perbedaannya terletak pada jenis penelitiannya. Riska Larasati
menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok
kontrol sebagai pembanding, tetapi penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.
C. Kerangka Berpikir
Peningkatan kualitas pembelajaran siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu input (masukan) dan proses. Diantara keduanya, proses pembelajaran
menjadi hal yang penting untuk menentukan keberhasilan dalam pembelajaran.
Peran dari beberapa komponen (siswa, guru, kondisi atau situasi belajar, metode
pembelajaran, dan media pembelajaran) dalam sebuah pembelajaran tidak dapat
dipandang sebelah mata. Oleh karena itu input dari sekolah asal, kondisi kelas
yang acuh, motivasi belajar siswa yang rendah, terlalu mendominasinya metode
ceramah, aktivitas belajar siswa yang kurang, serta hasil belajar siswa yang rendah
adalah permasalahan yang perlu ditingkatkan secara bertahap.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses yang dilakukan oleh
siswa dan didukung oleh guru yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan siswa,
baik dari aspek ilmu pengetahuan maupun aktivitas sosial siswa. Pembelajaran
hendaknya mengutamakan kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan dan
pengembangan kemampuan siswa dalam aspek lain, seperti diskusi, memahami
dan menerima pendapat teman lain, bekerja sama dalam tim, setia kawan, dan
berani mengemukakan pendapat. Apabila hal tersebut dapat dipenuhi, maka
kualitas pembelajaran secara tidak langsung akan meningkat. Guru juga perlu
menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa agar pembelajaran
dapat berlangsung dengan efektif dan berkualitas.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memahami kompetensi dasar secara kelompok
dan individu. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan untuk
35
berpartisipasi dalam kerja kelompok sehingga keaktifan belajar siswa, rasa
percaya diri, dan tanggung jawab siswa akan meningkat. Siswa akan mendapatkan
poin kemajuan individu yang diperoleh dengan mengerjakan kuis atau tes pada
akhir pembelajaran. Siswa terpacu untuk memperoleh hasil yang maksimal dan
tanggung jawab siswa akan terbentuk. Oleh karena itu, aktivitas belajar siswa dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi akan meningkat sehingga
kualitas pembelajaran akuntansi akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka berpikir
sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari tindakan kelas ini adalah
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran akuntansi.
Kondisi awal pembelajaran akuntansi siswa: 1. Metode ceramah mendominasi 2. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah 3. Keaktifan siswa selama pembelajaran akuntansi kurang
Implementasi Pembelajaran STAD di dalam kelas
Kualitas pembelajaran meningkat
Aktivitas belajar siswa meningkat Hasil belajar siswa meningkat
Suasana belajar menyenangkan
Presentasi kelompok
Tiap anggota berpartisipasi secara aktif
Kuis individu untuk penambahan
poin
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Surakarta
yang beralamat di Jalan Sumbing VI no. 49 Mojosongo, Surakarta di kelas XI IPS 1.
Adapun alasan yang mendasari pelaksanaan penelitian tindakan kelas di lokasi ini
adalah:
a. Guru mata pelajaran akuntansi berpendapat bahwa pembelajaran akuntansi yang
dilakukan kurang menarik bagi siswa.
b. Pembelajaran yang selama ini berlangsung masih belum menunjukkan hasil belajar
siswa yang maksimal.
c. Pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta belum pernah dilaksanakan penelitian
sejenis sehingga kemungkinan adanya penelitian ulang dapat dihindari.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah dari proses
pengajuan judul dan mini proposal sampai dengan penyusunan laporan penelitian.
Untuk lebih jelasnya, dapat dipaparkan jadwal penelitian dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tahun 2009 Tahun 2010
No Keterangan Okt Nov -
Des
Jan -Feb
Mar - Mei
1 Pengajuan judul dan mini proposal
2 Penyusunan proposal
37
3 Ijin penelitian
4 Perencanaan Tindakan
5 Implementansi Tindakan
Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
6 Penyusunan laporan penelitian
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah adalah siswa kelas
XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari 35 siswa dengan komposisi 23 siswa
laki-laki dan 12 siswa perempuan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaborasi
dengan guru mata pelajaran akuntansi yaitu Drs. Antonius Edy Priyono yang berperan
sebagai pengamat dan penilai aktivitas belajar siswa selama pembelajaran berlangsung
sedangkan peneliti bertugas menerapkan pembelajaran kepada siswa karena peneliti
dianggap lebih menguasai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi
pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Oleh karena itu, peneliti menggunakan
Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar dalam Iskandar (2009: 21),
“PTK merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan
orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki/ meningkatkan mutu proses
pembelajaran di kelasnya.” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa peningkatan mutu
proses pembelajaran di kelas adalah sebuah tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan
penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain.
Suharsimi Arikunto dalam Iskandar (2009: 20-21) mengungkapkan bahwa, “PTK
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.”
Oleh karena itu PTK adalah sebuah pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran
berupa sebuah tindakan yang dilakukan di dalam kelas.
38
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana
bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang memerlukan
tindakan untuk menanggulangi masalah dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan di
dalam kelas dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
PTK merupakan tugas dan tanggung jawab guru terhadap kelasnya. PTK
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian yang lain. Menurut Iskandar
(2009: 24), “PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada
masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam
pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4)
bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional; dan (5)
dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus. Karakteristik tersebut
menjelaskan bahwa
Menurut Zainal Aqib (2009: 30), PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian
berdaur yang terdiri dari empat tahap, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum
Prosedur pelaksanaan PTK mencakup:
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan menjelaskan apa, mengapa, kapan, di mana, oleh
siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. Perencanaan tindakan pada siklus
pertama harus berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap
sebelum PTK. Untuk dapat menyajikan informasi yang ada dalam identifikasi
masalah, maka perlu disusun sebuah rencana tindakan yang mencakup semua
langkah-langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan PTK, mulai dari materi/
bahan ajar, model pembelajaran, dan instrumen observasi dipersiapkan dengan
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
39
matang. Tahap ini perlu memperhitungkan kendala yang mungkin timbul pada saat
pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Dengan adanya antisipasi diharapkan
pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah
ditentukan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari semua rencana
tindakan yang telah dibuat. Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan
hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan dan peningkatan yang
diinginkan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberdayakan siswa
sehingga kelas dapat diciptakan sebagai komunitas belajar. Pelaksanaan tindakan
yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada rencana yang telah disepakati bersama
sebelumnya. Untuk mengurangi kelemahan dalam pelaksanaan tindakan, persiapan
dalam perencanaan dilakukan secara maksimal, agar pelaksanaan tidak mengalami
kesulitan. Untuk perubahan dan perbaikan tindakan perlu disikapi secara positif
sebagai bahan masukan pada siklus berikutnya.
3. Pengamatan atau Observasi Tindakan
Perekaman data dari proses dan hasil dari pelaksanaan kegiatan dilakukan
pada bagian ini. Tujuan dilakukannya pengamatan adalah untuk mengumpulkan
bukti hasil dari pelaksanaan tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan
dalam melakukan refleksi. Iskandar (2009: 118) menyatakan, “Kegiatan observasi
dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.” Oleh karena itu proses
observasi ini dilakukan pada saat peneliti melaksanakan tindakan. Pengumpulan
data ini memerlukan format penilaian yang telah disusun untuk mencermati
pelaksanaan skenario tindakan serta dampaknya terhadap proses pembelajaran
siswa. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan ini berupa hasil ujian, nilai praktik,
serta aktivitas belajar siswa selama pembelajaran.
Pelaksanaan pengamatan PTK ini dapat dilakukan secara kolaborasi antara
guru dengan peneliti agar hasil penelitian dapat berlangsung dengan obyektif. Hal ini
seperti yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto et al (2008: 63) bahwa, “Kerja sama
(kolaborasi) antara guru dengan peneliti sangat penting dalam bersama menggali
40
dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi.” Pengamatan dan penilaian pada
penelitian ini dilakukan oleh guru mata pelajaran akuntansi sedangkan peneliti
bertugas untuk mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Iskandar (2009: 118) berpendapat bahwa pelaksanaan observasi
memerlukan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain: (a) perencanaan antara peneliti dengan guru kelas sebagai pengamat; (b) fokus
observasi harus diterapkan bersama; (c) peneliti dan pengamat membangun kriteria
bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil
pengamat diberikan dengan segera.
4. Refleksi Terhadap Tindakan
Menurut Taggart dalam Zainal Aqib (2009: 32), “Pada bagian refleksi
dilakukan dengan analisis data mengenai proses, masalah, dan hambatan yang
dijumpai dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap dampak pelaksanaan tindakan
yang dilaksanakan.” Iskandar (2009: 119) juga mengemukakan pendapat yang
hampir sama bahwa, “Tahapan ini dilakukan untuk mengkaji dan memproses data
yang didapat saat dilakukan pengamatan/ observasi tindakan. Data yang didapat
kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis.”
Proses refleksi memegang peran yang sangat penting dalam menentukan
suatu keberhasilan PTK. Adanya refleksi yang tajam akan diperoleh masukan yang
akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Secara keseluruhan keempat
tahap PTK membentuk sebuah siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus
lain secara bersinambungan. Menurut Suharsimi Arikunto et al (2008: 74) model
siklus PTK secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Permasalahan
Permasalahan baru hasil refleksi
Apabila permasalahan
Siklus Pertama
Siklus Kedua
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ pengumpulan data I
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ pengumpulan data II
Perencanaan Tindakan I
Refleksi I
Perencanaan Tindakan II
Refleksi II
Dilanjutkan ke
41
Gambar 4. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Secara Umum
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh informasi atau data
yang mendukung sebuah penelitian. Penelitian tindakan kelas ini mengumpulkan data
penelitian dengan teknik sebagai berikut:
1. Observasi
Peneliti berperan serta dalam kegiatan dan aktivitas subjek penelitian yang
sesuai dengan fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Lembar observasi digunakan
untuk mengamati perkembangan pembelajaran akuntansi yang dilakukan oleh siswa.
Peneliti mengamati aktivitas belajar siswa yang ditinjau dari segi apersepsi, diskusi,
pembelajaran, dan presentasi serta melakukan pengamatan terhadap pekerjaan siswa
untuk melakukan penilaian hasil belajar kognitif siswa. Masing-masing aktivitas belajar
siswa yang diamati memiliki rentang skor 1 sampai dengan 3, di mana skor 1
diberlakukan untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah, skor 2 untuk siswa yang
memiliki aktivitas belajar sedang, dan skor 3 untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar
tinggi.
2. Teknik Evaluasi/ Tes
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 67) menyatakan bahwa, “Tes merupakan
himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus
42
dilaksanakan oleh orang yang dites.” Oleh karena itu tes digunakan untuk mengukur
sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran yang disampaikan. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kognitif siswa. Jenis soal tes yang
digunakan pada penelitian ini lebih menekankan pada pemahaman siswa tentang
kompetensi dasar yang ingin dicapai sehingga bentuk soal yang diberikan adalah bentuk
soal kasus dalam sebuah perusahaan.
3. Instrumen Non-tes (Teknik Angket)
Penilaian nontes adalah prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran
mengenai karakteristik, minat, sifat, dan kepribadian. Instrumen ini digunakan untuk
menilai hasil belajar afektif siswa.
Bentuk angket yang digunakan adalah bentuk check list yaitu suatu bentuk
angket di mana pengisi angket tinggal memberi tanda check (√) pada kolom yang telah
disediakan dengan lima alternatif jawaban tiap item. Prosedur pemberian skor tiap item
pernyataan menggunakan Skala Likert. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 88-
89), “Dalam pemberian skor untuk aspek afektif umumnya digunakan Skala Likert
rentang 1 sampai dengan 5. Ini berarti bila menggunakan 20 butir pernyataan/
pertanyaan maka akan diperoleh skor maksimum 100 dan skor minimum 20.”
Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert rentang
1 sampai dengan 5 dan sepuluh butir pernyataan, sehingga skor minimum yang
diperoleh adalah 10 dan skor maksimum adalah 50 dengan penilaian untuk masing-
masing pernyataan yang diberikan kepada siswa sebagai berikut:
a. Skor 5 untuk alternatif jawaban sangat setuju (SS)
b. Skor 4 untuk alternatif jawaban setuju (S)
c. Skor 3 untuk alternatif jawaban ragu-ragu (R)
d. Skor 2 untuk alternatif jawaban tidak setuju (TS)
e. Skor 1 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju (STS)
Angket ini digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran
akuntansi dan disebar setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan.
43
4. Wawancara
Menurut Nurul Zuriah (2006: 179), “Wawancara ialah alat pengumpul informasi
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula. Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka
antara pencari informasi dan sumber informasi.”
Wawancara ini dilakukan peneliti kepada guru mata pelajaran akuntansi dan
beberapa siswa kelas XI IPS 1 untuk memperoleh data awal dan mengetahui
permasalahan yang ada dalam pembelajaran sebelum penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Teknik ini dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan.
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan gambar-
gambar sebagai data pendukung telah terjadinya penelitian. Peneliti
mendokumentasikan proses penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk gambar atau
foto.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian
dari awal hingga akhir. PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk mengamati
peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran koperatif
tipe STAD. Adapun prosedur PTK terdiri dari beberapa tahapan kegiatan, yaitu:
1. Tahap pengenalan masalah
Kegiatan yang dilakukan peneliti antara lain:
a. Mengidentifikasi permasalahan yang ada selama proses pembelajaran
b. Menganalisis masalah yang muncul selama pembelajaran berlangsung
c. Menyusun tindakan yang sesuai pada siklus pertama
d. Menyusun alat evaluasi dan lembar pengamatan
44
2. Tahap persiapan tindakan
Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan yang meliputi:
a. Penyusunan jadwal penelitian tindakan kelas
b. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
c. Penyusunan soal diskusi kelompok bagi siswa disertai kunci jawabannya
d. Penyusunan soal tes sebagai bentuk evaluasi disertai kunci jawabannya
e. Penyusunan instrumen penilaian lain yang digunakan dalam PTK
Tahap persiapan tindakan disusun dalam tiga siklus, di mana masing-masing siklus
terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan atau observasi tindakan, dan refleksi tindakan. Setiap siklus peneliti
mencocokkan hasil siswa dengan indikator ketercapaian untuk mengetahui apakah
jumlah siswa yang sesuai nilai minimal indikator telah memenuhi syarat.
3. Tahap pelaksanaan tindakan
Peneliti melakukan hipotesis tindakan, yaitu untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran akuntansi dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Tahap ini dilakukan untuk menguji kebenaran melalui tindakan yang telah
direncanakan.
4. Tahap pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang
berlangsung, khususnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran di
bawah bimbingan guru dan keterampilan siswa dalam mengerjakan soal postes
akuntansi.
5. Tahap penyusunan laporan
Peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan selama
penelitian berlangsung. Penyusunan laporan PTK didasarkan atas data-data yang
telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung.
F. Proses Penelitian
45
Peningkatan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8
Surakarta dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah indikator yang ingin
dicapai. Setiap tindakan peningkatan kualitas pembelajaran dirancang ke dalam tiga
siklus yang masing-masing terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) Perencanaan tindakan; (2)
Pelaksanaan tindakan; (3) Observasi tindakan; dan (4) Refleksi tindakan.
1. Perencanaan Tindakan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan PTK meliputi:
a. Membuat RPP setiap siklus dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b. Menyusun lembar observasi agar dapat mengamati kondisi pembelajaran siswa di
kelas pada saat pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan.
c. Mempersiapkan materi yang akan disampaikan melalui media pembelajaran
laptop dan Liquid Crystal Display (LCD) dalam bentuk Slide Show.
d. Mempersiapkan lembar kerja siswa sebagai bahan diskusi kelompok.
e. Mempersiapkan media bagi siswa untuk presentasi melalui laptop dan LCD dalam
bentuk Microsoft Excel 2007 yang dipersiapkan oleh guru.
f. Menyusun seluruh alat evaluasi pembelajaran (lembar observasi dan soal).
g. Menetapkan indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada setiap siklus.
Indikator ketercapaian dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Indikator Ketercapaian Siswa ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa
Aspek yang diukur Persentase
Ketercapaian Cara Mengukur
Keaktifan siswa selama apersepsi
70% Diamati saat guru memberikan apersepsi dan dihitung berapa banyak siswa yang berkontribusi
Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok
70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang
46
aktif berdiskusi atau bertanya dengan teman satu kelompoknya
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran STAD
70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan selama pembelajar-an berlangsung
Keaktifan siswa dalam presentasi
70% Diamati pada saat pembelajaran dengan lembar observasi dan dihitung dari jumlah siswa yang aktif presentasi dan yang menanggapi hasil presentasi
Ketuntasan hasil belajar siswa yang ditekankan pada nilai siswa (KKM 65)
75% Dihitung dari jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 65 sudah mencapai ketuntasan
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan ini dilaksanakan ke dalam tiga siklus.
a. Rancangan Siklus Pertama
1) Pendahuluan
a) Menyampaikan salam dan memberitahukan kepada siswa bahwa siswa
akan melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b) Memperkenalkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan apa yang akan
diperoleh siswa melalui pembelajaran ini.
c) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan apersepsi dari
pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya.
d) Menjelaskan peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa diminta
untuk menaati peraturan yang telah disepakati bersama.
e) Membentuk kelompok secara heterogen, dilakukan oleh guru
berdasarkan prestasi belajar siswa pada saat pretes.
2) Kegiatan inti
47
a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Neraca Saldo) dan
meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah
sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta
siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan
sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di
depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas
antarkelompok berlangsung.
e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang
telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup
a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar
mengerjakan sendiri.
b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus,
baik dari proses pembelajaran dan nilai postes.
c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi
pembelajaran berikutnya.
b. Rancangan Siklus Kedua
1) Pendahuluan
a) Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator
pembelajaran yang sesuai dengan silabus.
c) Mengumpulkan siswa secara berkelompok sama dengan sebelumnya dan
siswa kembali melakukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2) Kegiatan inti
48
a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran (Jurnal Penyesuaian) dan
meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan adalah
bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta
siswa bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi. Guru berperan
sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di
depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas
antarkelompok berlangsung.
e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang
telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup
a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar
mengerjakan sendiri.
b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus,
baik dari proses pembelajaran dan nilai postes.
c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi
pembelajaran berikutnya.
c. Rancangan Siklus Ketiga
1) Pendahuluan
a) Memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa yang akan melakukan
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b) Menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai dan indikator
pembelajaran yang sesuai dengan silabus.
c) Membentuk kelompok secara heterogen, di mana penyusunan kelompok
masih sama seperti siklus sebelumnya.
2) Kegiatan inti
49
a) Guru mempresentasikan materi pembelajaran akuntansi (Kertas Kerja)
dan meminta siswa memperhatikan karena materi yang disampaikan
adalah sebagai bahan untuk mengerjakan soal diskusi.
b) Membagikan soal diskusi kepada masing-masing kelompok dan meminta
siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan soal diskusi tersebut.
Guru berperan sebagai fasilitator bagi masing-masing kelompok.
c) Kelompok yang sudah siap diminta mempresentasikan hasil kerjanya di
depan kelas melalui media pembelajaran yang telah disiapkan.
d) Guru melakukan evaluasi dan menjadi fasilitator selama diskusi kelas
antar kelompok berlangsung.
e) Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil diskusi yang
telah dipresentasikan masing-masing kelompok.
3) Penutup
a) Memberikan kuis individu dan memastikan siswa benar-benar
mengerjakan sendiri.
b) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang melakukan proses
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik dan sesuai dengan
peraturan.
c) Memberikan tugas kepada siswa untuk mempersiapkan materi
pembelajaran berikutnya.
3. Observasi Tindakan
Proses ini dilakukan dengan mengamati berjalannya pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada pembelajaran akuntansi. Peneliti juga mengisi lembar observasi yang
telah dibuat untuk memperoleh data selama pembelajaran berlangsung dan untuk
mencatat aktivitas belajar siswa selama pembelajaran. Peneliti juga mencari
keunggulan dan kekurangan dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD
agar dapat dikembangkan dan diperbaiki pada siklus berikutnya.
4. Refleksi Tindakan
50
Tahap ini dilakukan dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan pada
proses yang telah berlangsung sehingga diperoleh kesimpulan tentang keberhasilan
dan kekurangan dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD serta langkah-
langkah perbaikan yang perlu dilakukan untuk peningkatan kualitas pada siklus
sebelumnya. Kesimpulan tersebut akan digunakan untuk perbaikan pada siklus
tindakan berikutnya yang ditindaklanjuti dengan perbaikan RPP.
1
TINDAKAN KELAS PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
Masalah baru hasil refleksi siklus pertama:
Kelemahan yang ada pada siklus pertama
Perencanaan Tindakan Siklus Kedua:
1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Persiapan materi pembelajaran Jurnal
Penyesuaian
Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua:
1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru
memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan
Pengamatan Tindakan Siklus Kedua:
1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan
lembar observasi dan catatan harian
Refleksi Tindakan Siklus Kedua:
1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya.
2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada pembelajaran siklus I.
Permasalahan awal:
1. Model ceramah mendominasi 2. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa
rendah 3. Aktivitas belajar siswa selama
pembelajaran akuntansi kurang
Perencanaan Tindakan Siklus Pertama:
1. Penyusunan skenario pembelajaran 2. Pembuatan RPP 3. Pembuatan soal diskusi dan soal tes
individu 4. Pembuatan lembar penilaian hasil belajar
Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama:
1. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD 2. Siswa berkelompok secara heterogen dan guru
memberikan soal diskusi untuk kelompok 3. Siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan
kelas
Pengamatan Tindakan Siklus Pertama:
1. Pengamatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran 2. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan bantuan
lembar observasi dan catatan harian
Refleksi Tindakan Siklus Pertama:
1. Dilakukan setelah pembelajaran selesai dan sebelum siklus berikutnya 2. Refleksi dilakukan atas kelemahan dan keunggulan yang ada pada
pembelajaran siklus pertama
Masalah baru hasil refleksi siklus kedua:
Kelemahan yang ada pada siklus keuda
Siklus Ketiga Seluruh indikator tercapai KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI MENINGKAT
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat SMA Negeri 8 Surakarta
Berdirinya SMA Negeri 8 Surakarta tidak lepas dari alih fungsi SGPLB
(Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) Negeri Surakarta. Pengajar SGPLB Negeri
Surakarta berjumlah 69 orang sebagian besar disebar ke UPT-UPT (SMU / SMA,
SMK, SMP, SLB, dan hanya 2 orang yang menjadi dosen di UNS dan UMS).
Kemudian disusul 3 orang ke IKIP Surabaya, yang di SMA Negeri 8 Surakarta
tinggal 5 orang, yaitu Drs. Sumarno, Dra Mugiarti Chaei, Drs. Sugiatno, dan Drs.
Mulyono.
Tahun 1995/ 1996 dimulai tahun ajaran baru SMA Negeri 8 Surakarta,
disamping SGPLB Negeri Surakarta menuntaskan mahasiswa sebanyak 7 orang.
a. Pendaftaran dimulai bulan Juni 1995, dengan tenaga pendaftaran dari SMA
Negeri 8 Surakarta.
b. Membuka pendaftaran untuk 6 kelas dengan jumlah siswa 240 orang.
c. Tenaga pengajar tetap 5 orang tidak tetap 5 orang.
d. Tenaga administrasi/ TU 11 orang semuanya tenaga dari EX-SGPLB.
e. Kepala sekolah diampu oleh Ign. Sutaryo, B.A. (Kepala SMA Negeri 6
Surakarta).
Pada awal berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, pembiayaan
ditunjang dengan Dana Sumbangan dan SPP, karena SMA Negeri 8 Surakarta
belum mendapatkan SK Pendirian (dalam proses pendirian) dan belum
mendapatkan alokasi dana DIK dari pemerintahan.
SMA Negeri 8 Surakarta menempati bekas gedung SGPLB dengan
segala mebel, dan peralatannya mempunyai luas tanah 4,2 ha yang terdiri dari 2
sertifikat. Namun yang dikelola belum secara keseluruhan, hal ini mengingat
situasi dan kondisi dana. Secara pasti akhirnya berkat adanya perjuangan yang
gigih dari pendahulu ataupun penerus, SMA Negeri 8 Surakarta diresmikan dan
mendapatkan SK Pendirian NO .0106/0/96 pada tanggal 23 April 1996.
51
Berikut ini kepala sekolah yang pernah menjabat di SMA Negeri 8
Surakarta, yaitu:
a. Ign. Sutaryo : Periode th 1995 – 1996
b. Drs. Ermus Rwa Sumarso : Periode th 1997 – 1998
c. Drs. H Winarno : Periode th 1998 – 2000
d. Drs. Sartono Praptoharjono : Periode th 2002 – 2004
e. Drs. JS. Soekarjo, M.A : Periode th 2004 – 2007
f. Drs. Sudadi Mulyono,M.Si : Periode th 2007 – sekarang
2. Keadaan Lingkungan Belajar
SMA Negeri 8 Surakarta yang berlokasi di Jalan Sumbing VI No. 49
Mojosongo, Jebres, Surakarta ini mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Internal
Keadaan lingkungan belajar siswa SMA Negeri 8 Surakarta pada
umumnya cukup baik. Hal ini terlihat dari beberapa hal, antara lain:
1) Kebersihan
Kebersihan lingkungan sekolah di SMA Negeri 8 Surakarta sudah baik.
Hal ini dapat dilihat dari kondisi kelas, halaman sekolah, ruang guru,
kantin, dan tempat parkir. Siswa bertanggung jawab pada kebersihan
kelasnya masing-masing dengan adanya regu piket untuk tiap kelasnya.
Sedangkan penjaga sekolah bertanggung jawab pada kebersihan tempat-
tempat umum, misalnya: kamar mandi, halaman sekolah, ruang guru, aula,
lapangan olahraga dan lain-lain.
2) Kerapian
Kerapian di SMA Negeri 8 Surakarta dapat dilihat dari tempat parkir yang
tertata rapi. Tempat parkir antar guru dan siswa terpisah. Kerapian di SMA
juga dapat dilihat dari seragam yang dikenakan oleh siswa dan guru.
3) Ketenangan
SMA Negeri 8 Surakarta cukup tenang karena letaknya cukup jauh dari
jalan raya.
52
4) Keamanan
Kondisi keamanan di SMA Negeri 8 Surakarta cukup baik karena adanya
penjagaan yang lebih baik oleh penjaga sekolah dan penjaga parkir.
5) Ketertiban
Ketertiban di SMA Negeri 8 Surakarta perlu ditingkatkan karena sebagian
siswa belum mematuhi peraturan tata tertib yang ada. Misalnya ada
beberapa siswa yang memakai sepatu tidak sesuai dengan yang ditentukan
yaitu sepatu hitam.
b. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal yang kurang mendukung untuk terciptanya
suasana belajar yang nyaman antara lain: lokasi yang sulit dijangkau oleh
transportasi umum dan jauh dari jalan raya. Tetapi secara umum, gedung
SMA Negeri 8 Surakarta dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai
tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
tanahnya yang luas dan tersedianya ruang-ruang kegiatan yang mendukung
kegiatan belajar mengajar.
3. Motto, Visi, dan Misi
a. Motto Sekolah
Motto SMA Negeri 8 Surakarta adalah: Yang saya dengar, saya lupa; yang
saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; yang saya dengar, lihat, dan
pertanyakan, atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari
yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan.
b. Visi Sekolah
Visi SMA Negei 8 Surakarta adalah “Meningkatkan Dalam Prestasi
Akademik dan Unggul Dalam Prestasi Nonakademis Berdasakan Imtak”.
c. Misi Sekolah
Misi SMA Negeri 8 Surakarta adalah:
1) Melaksanakan pembelajaran secara efektif sehingga siswa dapat
bekembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
53
2) Mengenalkan dan menggunakan serta mengembangkan hasil teknologi
modern.
3) Mengoptimalisasi bakat dan ketrampilan siswa sehingga memiliki
kemandirian dan kecakapan hidup di tengah masyarakat.
4) Menumbuhkan semangat ketertiban dan kedisiplinan bagi warga sekolah
sebagai konsep dasar menuju sukses.
5) Mendorong semangat kerja bagi guru dan karyawan sehingga memiliki
tanggung jawab dan berdedikasi tinggi.
6) Meningkatkan pengalaman ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa
sehingga menjadi sumber kearifan berperilaku.
7) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi diri dalam
bidang olah raga dan seni sehingga dapat berkembang secara optimal.
8) Membudayakan etika pergaulan yang saling sapa, salam, senyum sehingga
terjalin persaudaraan dan kesetiakawanan sejati, saling asah, asih, dan
asuh.
B. Identifikasi Masalah Pembelajaran Akuntansi pada Kelas XI IPS 1
SMA Negeri 8 Surakarta
Kegiatan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi permasalahan
yang timbul dalam pembelajaran akuntansi. Proses mengidentifikasi masalah
dilakukan dengan observasi awal pada kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta.
Observasi awal diperlukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan.
Hal ini terkait dengan hal-hal yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam
proses pembelajaran. Observasi awal dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada
tanggal 29 September 2009 ketika peneliti melakukan Program Pengalaman
Lapangan (PPL) dan pada hari Selasa tanggal 26 Januari 2010. Adapun hasil
identifikasi masalah pada proses pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi siswa
a. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran akuntansi.
Hal ini dapat dilihat ketika siswa mengikuti pelajaran akuntansi.
Banyak siswa yang tidak membawa buku akuntansi, baik buku tulis, buku
54
paket, maupun modul yang sudah dibagikan. Siswa tidak merasa rugi
tanpa modul akuntansi, karena bagi mereka pelajaran akuntansi adalah
pelajaran yang sulit dan usaha apapun yang mereka lakukan dalam kelas
selama pelajaran akuntansi berlangsung tidak akan membuahkan hasil. Hal
ini juga berdampak pada antusias siswa yang masih kurang selama
pembelajaran. Mata pelajaran akuntansi di SMA Negeri 8 Surakarta ini
lebih sering berlangsung setelah jam istirahat. Ketika bel masuk berbunyi,
banyak siswa yang terlambat masuk kelas bahkan sengaja berada di luar
kelas walaupun guru sudah masuk kelas. Ketika pembelajaran dimulai,
siswa lebih memilih untuk mengobrol dan bercanda dengan teman-teman
daripada memperhatikan penjelasan dari guru yang sedang mengajar. Jika
sudah lelah mengobrol atau membuat keributan, mereka memilih untuk
tidur di dalam kelas dan hal ini menyebabkan kelas menjadi kurang
interaktif selama pembelajaran akuntansi berlangsung.
b. Hasil belajar kognitif akuntansi siswa rendah.
Prestasi belajar siswa diperoleh ketika peneliti melakukan evaluasi
pembelajaran pada saat PPL. Rata-rata nilai kelas adalah 54. Nilai tersebut
masih jauh di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Jumlah
siswa yang memperoleh nilai di atas 65 adalah 8 siswa. Selain itu, guru
akuntansi juga mengadakan pretes sebelum penelitian dimulai. Hasil pretes
menunjukkan bahwa hanya sebesar 51% (18 dari 35 siswa) yang tuntas
KKM. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran akuntansi yang
selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Siswa
perlu dimotivasi dengan pembelajaran yang sesuai agar nilai siswa
mengalami peningkatan.
c. Siswa kurang aktif dalam merespon pembelajaran akuntansi.
Aktivitas yang dilakukan oleh beberapa siswa selama proses
pembelajaran akuntansi di dalam kelas antara lain: tiduran, mengobrol, dan
melamun. Sedangkan untuk siswa yang serius mengikuti pembelajaran
akuntansi (kira-kira 10-15 anak) hanya mencatat dan menganggukkan
kepala. Guru sering bertanya-tanya apakah siswa benar-benar paham
55
dengan materi yang disampaikan. Ketika diberi kesempatan bertanya,
siswa tidak ada yang bertanya dan ketika mengerjakan soal, nilai siswa
yang mencapai ketuntasan masih rendah.
2. Ditinjau dari segi guru
a. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar.
Metode ceramah masih kuat diterapkan dalam pembelajaran
akuntansi di dalam kelas. Lama kelamaan siswa merasa bosan dengan
pembelajaran tersebut karena tidak jarang metode tersebut mempersulit
pemahaman mereka terhadap mata pelajaran akuntansi. Pekerjaan Rumah
(PR) yang seharusnya dikerjakan di rumah juga selalu dikerjakan di
sekolah karena ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan PR atau tidak
membawa buku pelajaran yang sudah dibagikan.
b. Guru merasa kesulitan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi akuntansi.
Guru mata pelajaran akuntansi telah menerapkan berbagai cara untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Mulai
dari menegur dan memberi peringatan kepada siswa yang tidak
memperhatikan sampai dengan membawakan penggaris agar siswa dapat
mengerjakan soal akuntansi dengan mempersingkat waktu. Hal tersebut
dilakukan dengan harapan bahwa siswa dapat memberikan sebagian besar
perhatiannya untuk menyimak penjelasan dari guru. Tetapi cara tersebut
belum dapat meningkatkan intensitas perhatian siswa kepada guru yang
sedang memberikan penjelasan, dan akibatnya pemahaman akuntansi
siswa kurang maksimal.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester dua dengan materi
pembelajaran Neraca Saldo, Jurnal Penyesuaian, dan Kertas Kerja. Peneliti
menggunakan nilai pretes yang diambil oleh guru mata pelajaran akuntansi
sebagai skor awal siswa yaitu sebagai berikut:
56
Tabel 6. Nilai Awal Siswa Sebelum Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Skor No. NIS Nama Siswa
Awal 1 5078 Agnes Dhebi Martira 56 2 4972 Agus Budi Riawan 76 3 4939 Avian Nuryanto 50 4 4977 Danang Putro Susilo 60 5 4943 Dani Nova Riayanto 63 6 5084 Dani Nur Sihwinunggal 71 7 5120 Dedy Aringgo Shaputro 71 8 4980 Duwi Siswanto 72 9 5162 Dyah Ayu Wulandari 64 10 4947 Dyah Roro Anyes 69 11 4981 Eko Purbo Kusumo 67 12 5090 Eryndo Bondan Adi PW 55 13 5019 Ferry Hermansyah 63 14 4984 Hari Natal Nugroho 51 15 5057 Hummad Arrozi Rosid 70 16 4950 Jefry Chrissandy 58 17 4951 Kiki Untari 64 18 4986 Lisa Putri Puspita Sari 59 19 4953 Mahendrata PK 74 20 4955 Nabella Jones 56 21 4990 Nanda Beti Angga S. 74 22 4991 Nanda Medya Utama 72 23 4994 Noviani Dewi Pratiwi 77 24 4996 Puru Shottama DJ 52 25 4998 Risky Yuniarko 51 26 5000 Sabatian Chris Nendri N. 56 27 4961 Samuel Yuli Kristianto 77 28 5181 Savanta Grenandityo 54 29 5037 Teguh Prakoso 69 30 4966 Valentina Murana 53 31 4967 Vandi Wisnu Putra 60 32 5221 Wahyu Puput Prasetyo 84 33 5004 Yusti Kristi K. 79 34 4969 Yustika Monika M. 77 35 4547 Didik Prakoso A. 81
Keterangan:
Nilai merah adalah nilai yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal.
57
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai pretes akuntansi
menunjukkan bahwa sebanyak 51% (18 dari 35 siswa) siswa belum mencapai
KKM sebesar 65 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran
akuntansi belum maksimal dan masih perlu ditingkatkan.
Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing
siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan
tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) analisis dan refleksi tindakan.
Siklus Pertama
Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan Siklus Pertama
Perencanaan tindakan adalah proses awal yang dilakukan sebelum
melaksanakan penelitian. Perencanaan tindakan dilakukan pada hari Rabu 3
Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama guru mata
pelajaran mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan dalam
penelitian ini. Penelitian mulai dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari
2010. Siklus pertama dengan materi pembelajaran neraca saldo dilaksanakan
sebanyak tiga kali pertemuan. Tahap perencanaan ini meliputi kegiatan antara
lain:
a. Penyusunan skenario pembelajaran
Penyusunan skenario pembelajaran dilakukan berdasarkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan materi pembelajaran neraca saldo:
1) Pertemuan ke-1
Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,
dan dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan sebagai pengantar agar
materi pembelajaran yang akan disampaikan dapat diterima lebih
baik oleh siswa. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan tentang
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga menjelaskan tentang
peraturan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
58
b) Kegiatan inti
Kegiatan inti dilakukan dengan penyampaian materi neraca saldo
secara singkat dan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Setelah itu dilanjutkan dengan pembagian kelompok di mana
masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa dengan tingkat
kemampuan akademik yang berbeda. Masing-masing kelompok
diberi soal diskusi yang harus diselesaikan secara kelompok. Guru
mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila terdapat
kelompok yang mengalami kesulitan.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa
pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan akan melakukan
presentasi kelas yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-
masing kelompoknya.
2) Pertemuan ke-2
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan salam dan motivasi
untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru
memberikan apersepsi terkait materi pembelajaran yang telah
dipelajari agar siswa tidak kesulitan dalam pembelajaran.
b) Kegiatan inti
Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di mana masing-
masing kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompok mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang dari
masing-masing kelompok.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran
yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan
apabila ada penjelasan siswa yang masih kurang sempurna. Setelah
itu guru meminta siswa untuk mempersiapkan tes pada pertemuan
berikutnya tentang materi yang telah siswa pelajari.
59
3) Pertemuan ke-3
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan
mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu.
b) Kegiatan inti
Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,
dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes
tersebut secara individu.
c) Kegiatan akhir
Siswa mengumpulkan pekerjaan dan diakhiri dengan salam penutup.
b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
materi pembelajaran Neraca Saldo.
c. Penyusunan instrumen penilaian berupa lembar observasi bertujuan untuk
mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Lembar observasi untuk mengamati keaktifan belajar siswa disusun dalam
empat kategori penilaian yaitu apersepsi, diskusi, pembelajaran, dan
presentasi. Pengukuran aspek afektif siswa dilakukan dengan angket yang
diisi oleh siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan,
sedangkan aspek psikomotorik dilakukan dengan lembar penilaian yang
dibuat oleh guru. Aspek afektif dan psikomotorik adalah data pendukung
dalam penelitian ini.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama
Siklus pertama dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan, yaitu hari
Selasa 16 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di ruang
multimedia SMA Negeri 8 Surakarta, hari Rabu 17 Februari 2010 pada jam
ke-1 dan 2 (pukul 07.00 s/d 08.30) di ruang multimedia SMA Negeri 8
Surakarta, dan hari Selasa 23 Februari 2010 pada jam ke-7 dan 8 (pukul 12.00
s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan
dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan
RPP.
60
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertemuan ke-1 (Selasa, 16 Februari 2010)
a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan
mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak
masuk tanpa keterangan, yaitu Agnes Dhebi Martira dan Dani Nur
Sihwinunggal.
b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa tentang materi terakhir yang
mereka pelajari dan memberikan apersepsi singkat untuk mengantar siswa
pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
c. Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mulai
membagi siswa ke dalam kelompok kecil.
d. Guru membagi 35 siswa ke dalam 7 kelompok berdasarkan kemampuan
akademiknya, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa.
Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD siklus
pertama adalah sebagai berikut:
61
Tabel 7. Pembagian Kelompok Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
KELOMPOK A Skor Awal 1. Kiki Untari 84 2. Dyah Ayu Wulandari 74 3. Agus Budi Riawan 69 4. Nandya Medya Utama 60 5. Danang Putro Susilo 55 KELOMPOK B 1. Jeffry Chrissandy 81 2. Dedy Aringgo Shaputro 76 3. Yustika Monika Martasari 69 4. Ferry Hermansyah 60 5. Dani Nova Riayanto 54 KELOMPOK C 1. Wahyu Puput Prasetyo 79 2. Samuel Yuli Kristanto 72 3. Savanta Grenandityo 67 4. Eko Purbo Kusumo 59 5. Puru Shottama D.J. 53 KELOMPOK D 1. Hummad Arrozi Rosid 77 2. Avian Nuryanto 72 3. Mahendrata P.K. 64 4. Dyah Roro Anyes 58 5. Eryndo Bondan Adi P.W. 52 KELOMPOK E 1. Nabella Jones 77 2. Teguh Prakoso 71 3. Dani Nur Sihwinunggal 64 4. Vandi Wisnu Putra 56 5. Lisa Putri Puspita Sari 51 KELOMPOK F 1. Didik Prakoso A. 77 2. Yusti Kristi K. 71 3. Risky Yuniarko 63 4. Agnes Dhebi Martira 56 5. Hari Natal Nugroho 51 KELOMPOK G 1. Noviani Dewi Pratiwi 76 2. Nanda Beti Angga S. 70 3. Duwi Siswanto 63 4. Sabatian Chris Nendri Novaristi 56 5. Valentina Murana 50
62
e. Guru menjelaskan maksud dari pembagian siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil, yaitu untuk melakukan pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan mempermudah siswa dalam memahami materi.
f. Guru mulai mempresentasikan materi pembelajaran siklus pertama yaitu
neraca saldo dan siswa diminta menyimak penjelasan guru.
g. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang
belum jelas.
h. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.
i. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok, mengamati aktivitas siswa,
dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.
j. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi mereka dan menyimpan
satu pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk presentasi pada
pertemuan selanjutnya.
k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-2 (Rabu, 17 Februari 2010)
a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.
Siswa Hari Natal Nugroho tidak dapat mengikuti pembelajaran karena ijin
untuk memperpanjang Surat Ijin Mengemudi (SIM).
b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan.
c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti
pertemuan sebelumnya.
d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD.
e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok.
f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok E,
Kelompok F, dan Kelompok B.
g. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing
untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan
selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.
63
h. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah
dipelajari pada materi pembelajaran neraca saldo.
i. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.
j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-3 (Selasa, 23 Februari 2010)
a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan
soal dengan baik. Seluruh siswa masuk untuk mengikuti tes.
b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke
dalam empat jenis soal yang berbeda.
c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan
mengawasi pekerjaan siswa.
d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan
memastikan identitas siswa sudah lengkap.
e. Menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa
diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya, yaitu
Jurnal Penyesuaian.
3. Observasi Tindakan Siklus Pertama
Observasi tindakan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Peneliti bertindak sebagai pengajar dan guru mata pelajaran akuntansi
bertindak sebagai pengamat yang bertugas mencatat aktivitas siswa dan
memberikan penilaian berdasarkan lembar observasi yang telah dibuat. Hal
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa peneliti lebih menguasai model
pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas. Guru mata pelajaran akuntansi
dalam melakukan pengamatan berada di bangku paling belakang untuk
melengkapi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 16 Februari
2010 diisi dengan pengenalan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
pembagian kelompok berdasarkan nilai pretes siswa. Selain itu, guru juga
memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran. Guru juga memberikan
64
kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal diskusi secara kelompok.
Pertemuan ke-2 pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2010 diisi dengan
presentasi hasil kerja siswa serta pembimbingan materi oleh guru ketika siswa
menemui kesulitan. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
kembali berdiskusi dengan kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang
akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3
pada hari Selasa tanggal 23 Februari 2010, guru memberikan kuis individu
kepada siswa untuk menguji pemahaman siswa atas materi yang telah
didiskusikan sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar
mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa dan hasil
belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebesar
11%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya
memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang
terlambat masuk kelas sehingga konsentrasi siswa tidak bisa sepenuhnya
fokus terhadap pembelajaran. Siswa lain juga masih ada yang membawa
jajanan ke dalam kelas sehingga siswa tidak siap untuk memulai
pembelajaran akuntansi. Selain itu, siswa juga belum terbiasa aktif selama
pembelajaran berlangsung.
b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok
adalah sebesar 34%. Sebesar 57% memiliki tingkat keaktifan sedang dan
sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini disebabkan karena
siswa belum bisa memahami pembelajaran yang diterapkan. Beberapa
siswa tertarik dalam berdiskusi, tetapi belum bisa menerapkan sikap saling
membantu kepada teman satu kelompok mereka.
c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran
berlangsung dan mengikuti aturan pembelajaran STAD sebesar 57%.
Sebesar 26% memiliki tingkat keaktifan pembelajaran sedang dan sisanya
memiliki tingkat keaktifan selama pembelajaran rendah. Hal ini
dikarenakan siswa belum cukup memahami apa tujuan pembelajaran
65
kooperatif tipe STAD karena siswa baru mengenal pembelajaran ini
sebagai pembelajaran baru yang diterapkan pada pembelajaran akuntansi.
d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas
adalah sebesar 34%. Sebesar 43% memiliki tingkat keaktifan sedang dan
sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan siswa
masih merasa sungkan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya.
e. Hasil belajar siswa dilihat dari segi kognitif yang diambil dari postes
mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang berhasil mengerjakan soal
dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah 98 dan nilai terendah siswa
adalah 27. Sebesar 74% tuntas dalam mengerjakan soal dengan materi
pembelajaran Neraca Saldo sedangkan 26% yang tidak tuntas dikarenakan
kurang teliti dalam menghitung saldo debit dan kredit pada buku besar dua
kolom yang bagi sebagian siswa memiliki tingkat kesulitan yang lebih
tinggi dibandingkan buku besar tiga kolom atau empat kolom.
Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi
diraih oleh kelompok F dengan rata-rata nilai sebesar 23 poin dan masuk
dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam
tabel di bawah ini:
66
Tabel 8. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Pertama
No. Nama Siswa Skor Awal
Siklus Pertama
Skor Kemajuan
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor
Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 84 98 14 30 2 Dyah Ayu Wulandari 74 88 14 30 3 Agus Budi Riawan 69 80 11 30 4 Nandya Medya Utama 60 71 11 30 5 Danang Putro Susilo 55 52 -3 10
90 18
Kelompok B Hebat 1 Jeffry Chrissandy 81 97 16 30 2 Dedy Aringgo Shaputro 76 87 11 30 3 Yustika Monika M. 69 79 10 30 4 Ferry Hermansyah 60 69 9 20 5 Dani Nova Riayanto 54 51 -3 10
100 20
Kelompok C Baik 1 Wahyu Puput Prasetyo 79 96 12 30 2 Samuel Yuli Kristanto 72 86 14 30 3 Savanta Grenandityo 67 79 12 30 4 Eko Purbo Kusumo 59 67 8 20 5 Puru Shottama D.J. 53 51 -2 10
70 14
Kelompok D Hebat 1 Hummad Arrozi Rosid 77 95 18 30 2 Avian Nuryanto 72 85 13 30 3 Mahendrata P.K. 64 78 14 30 4 Dyah Roro Anyes 58 66 8 20 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 52 47 -5 10
110 22
Kelompok E Baik 1 Nabella Jones 77 93 16 30 2 Teguh Prakoso 71 85 14 30 3 Dani Nur Sihwinunggal 64 75 11 30 4 Vandi Wisnu Putra 56 65 9 20 5 Lisa Putri Puspita Sari 51 45 -6 10
95 19
Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 77 89 12 30 2 Yusti Kristi K. 71 82 11 30 3 Risky Yuniarko 63 73 10 20 4 Agnes Dhebi Martira 56 57 1 20 5 Hari Natal Nugroho 51 35 -16 5
115 23
Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 76 88 12 30 2 Nanda Beti Angga S. 70 81 11 30 3 Duwi Siswanto 63 72 9 20 4 Sabatian Chris Nendri N. 56 54 -2 10 5 Valentina Murana 50 27 -23 5
110 22
67
4. Refleksi Tindakan Siklus Pertama
Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus pertama ini, peneliti
melakukan analisis sebagai berikut:
a. Kebaikan guru pada siklus pertama adalah:
1) Persiapan materi pembelajaran oleh guru dilakukan dengan baik dan
lengkap.
2) Guru melakukan perkenalan dan penjelasan tentang pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan baik.
3) Materi diskusi dibuat berbeda ke dalam tiga tipe soal diskusi bagi tujuh
kelompok siswa yang ada.
4) Respon guru dalam menanggapi pertanyaan dan kesulitan siswa cukup
baik dan tanggap.
b. Kebaikan siswa pada siklus pertama adalah:
1) Beberapa siswa yang protes dengan anggota kelompok mereka tetap
bersedia masuk dalam kelompok yang sudah ditentukan walau harus
dibujuk oleh guru terlebih dahulu.
2) Siswa merespon soal diskusi dengan baik dan ada usaha untuk
menyelesaikan soal diskusi yang diberikan dengan pemahaman.
3) Siswa mulai ada yang bertanya ketika menemui kesulitan dalam
mengerjakan soal diskusi.
c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus pertama adalah:
1) Guru belum bisa mengelola diskusi dengan baik karena ada beberapa
siswa yang tidak menyukai anggota kelompok mereka.
2) Suara guru pada saat menjelaskan materi pembelajaran kurang keras
sehingga situasi kelas menjadi kurang kondusif. Hal ini juga disebabkan
karena pembelajaran dilakukan di ruang multimedia.
3) Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru disampaikan terlalu
cepat dan kurang sistematis.
4) Guru kurang memperhatikan alokasi waktu dalam melakukan
pembelajaran sehingga pada pertemuan ke-1, kegiatan akhir
pembelajaran masih belum maksimal.
68
d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus pertama adalah:
1) Beberapa siswa protes terhadap pembagian kelompok yang dibuat.
2) Siswa yang merasa kurang cocok dengan teman satu kelompok tidak
mau bekerja sama dan memilih mengerjakan soal secara individu.
3) Beberapa siswa masih acuh dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
yang diterapkan oleh guru.
4) Anggota kelompok tidak kompak dalam melaksanakan tugas kelompok.
5) Ada siswa yang masuk ke kelas terlambat sehingga guru sering
mengulang pembagian kelompok, penyampaian materi, dan peraturan
pembelajaran STAD.
Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan nilai siswa dari skor awal. Siklus pertama menunjukkan
bahwa 26 siswa (74% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM.
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai
siswa mengalami peningkatan, dari 49% menjadi 74%. Hasil tersebut melebih
target yang diharapkan yaitu 65% dari jumlah seluruh siswa. Jumlah tersebut
sudah menunjukkan peningkatan dengan nilai rata-rata kelas sebesar 72, 66.
Walaupun sudah ada peningkatan, tetapi peneliti ingin mengulangi lagi
pembelajaran yang sama dengan materi pembelajaran berikutnya dengan
perbaikan rencana dan pelaksanaan pembelajaran agar pembelajaran
kooperatif tipe STAD terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
akuntansi.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan
refleksi yang dapat dilakukan adalah:
a. Guru hendaknya memberikan penjelasan materi lebih sistematis dan tidak
terlalu cepat untuk memastikan siswa memahami apa yang disampaikan.
Guru perlu memberikan penjelasan ulang tentang pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan tujuannya. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih
memahami arti kerja sama dan tanggung jawab dalam kelompok.
b. Guru perlu memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk lebih
mengenal anggota kelompok dengan kegiatan bersama anggota kelompok.
69
c. Guru harus lebih dapat mengalokasikan kegiatan diskusi siswa agar
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan kekompakan siswa akan
muncul.
d. Guru harus melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam
kegiatan pembelajaran, baik dalam penjelasan guru maupun dalam diskusi
kelompok.
Siklus Kedua
Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan Siklus Kedua
Perencanaan tindakan siklus kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 24
Februari 2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Peneliti bersama dengan guru
sebagai kolaborator kemudian merencanakan waktu pelaksanaan penelitian.
Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus kedua akan dilaksanakan
sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu pada hari Senin, 29 Maret 2010, hari Selasa
30 Maret 2010, dan hari Rabu 31 Maret 2010 dengan kegiatan sebagai
berikut:
a. Penyusunan skenario pembelajaran
Penyusunan skenario pembelajaran dilakukan dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan materi Jurnal Penyesuaian.
1) Pertemuan ke-1
Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,
dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran
yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru
juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan diharapkan siswa dapat bekerja sama dengan lebih
baik dalam kelompoknya. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan
kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
70
b) Kegiatan inti
Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya. Guru
memberikan waktu kepada masing-masing kelompok untuk memberi
nama kelompok mereka. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan
penyampaian materi jurnal penyesuaian. Setelah itu dilanjutkan
dengan pemberian soal yang harus diselesaikan dalam kelompok.
Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada
kelompok yang mengalami kesulitan.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa
pada pertemuan berikutnya siswa mempersiapkan presentasi kelas
yang akan diwakili oleh satu orang dari masing-masing kelompok.
2) Pertemuan ke-2
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan
motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Guru memberikan apersepsi kepada siswa terkait materi
pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa tidak
merasa kesulitan dalam melanjutkan pembelajaran.
b) Kegiatan inti
Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka
masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas dan
beberapa kelompok siswa dipersilakan untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok yang diwakili oleh satu orang. Guru bertugas
sebagai fasilitator dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok.
Siswa diminta untuk kembali ke kelompoknya masing-masing dan
diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan mempersiapkan
kematangan pemahaman materi.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran
yang telah dipelajari bersama. Guru memberikan masukan dan
71
perbaikan apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru
juga memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa. Setelah
itu siswa diminta untuk mempersiapkan tes pada pertemuan
berikutnya.
3) Pertemuan ke-3
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka dan
mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu.
b) Kegiatan inti
Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,
dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes
tersebut secara individu.
c) Kegiatan akhir
Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan
salam penutup.
b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian.
c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa
tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati
keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar
observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori
penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat
mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua
Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali
pertemuan, yaitu hari Senin 29 Maret 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul 10.15
s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 30 Maret
2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1 SMA
Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 31 Maret 2010 pada jam ke 1 dan 2 (pukul
07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Pertemuan
72
dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario pembelajaran dan
RPP yang telah direncanakan.
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertemuan ke-1 (Senin, 29 Maret 2010)
a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan
mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat dua siswa yang tidak
masuk yaitu Nanda Beti Angga Sari (tanpa keterangan) dan Savanta
Grenandityo dikarenakan sakit.
b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan apersepsi singkat untuk
mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari dengan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing.
d. Guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk
memberi nama kelompok mereka sesuai dengan kesepakatan kelompok.
e. Guru menjelaskan materi jurnal penyesuaian tentang apa arti jurnal
penyesuaian, tujuan penyesuaian, akun-akun yang perlu disesuaikan, cara
membuat jurnal penyesuaian.
f. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang
belum jelas.
g. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.
h. Guru membimbing jalannya diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas
siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.
i. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu
pekerjaan mereka sebagai arsip untuk presentasi
j. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup dan menyampaikan
kepada siswa bahwa mereka harus mempersiapkan materi untuk presentasi
pada pertemuan selanjutnya.
Pertemuan ke-2 (Selasa, 30 Maret 2010)
a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.
Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi.
73
b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai.
c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok yang sama.
d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD.
e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok.
f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi siswa adalah Kelompok
E, Kelompok F, dan Kelompok A.
g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung
dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan
bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain.
h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing
untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan
selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.
i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah
dipelajari pada materi pembelajaran jurnal penyesuaian.
j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.
k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-3 (Rabu, 31 Maret 2010)
a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan
soal dengan baik. Ada dua siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Noviani
Dewi Pratiwi dan Didik Prakoso A. Keduanya masuk tanpa keterangan.
b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke
dalam dua jenis soal yang berbeda.
c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan
mengawasi pekerjaan siswa.
d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan
memastikan siswa sudah melengkapi identitasnya.
74
e. Guru menyampaikan salam penutup dan memberikan pesan bahwa siswa
diharapkan dapat mempersiapkan materi pembelajaran berikutnya yaitu
Kertas Kerja.
3. Observasi Tindakan Siklus Kedua
Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 29 Maret 2010 diisi
dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Selain itu, guru juga memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran
jurnal penyesuaian. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyelesaikan soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari
Selasa 30 Maret 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta
pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Guru juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk kembali berdiskusi dengan
kelompoknya untuk mempersiapkan pos tes yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya. Sedangkan pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu 31
Maret 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji
pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses belajar
mengajar akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak
60%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 49% dari siklus
sebelumnya. Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan
sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah. Hal ini dikarenakan masih ada
siswa yang kurang mempersiapkan materi.
b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok
adalah sebanyak 66%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 34% dari
siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai bisa
bekerja sama dengan anggota kelompok mereka yang awalnya merasa
tidak cocok. Sebanyak 29% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan
sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.
75
c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD
adalah sebanyak 71%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 13%
dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah lebih memahami
apa arti kerja sama dalam kelompok mereka dan hasil apa yang akan
mereka capai nantinya apabila mereka dapat mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe STAD sesuai prosedur. Sebanyak 29% siswa memiliki
tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang dan sisanya memiliki tingkat
keaktifan dalam pembelajaran rendah.
d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas
adalah sebanyak 63%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 29%
dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah ada beberapa
siswa yang mulai berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya.
Sebanyak 26% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya
memiliki tingkat keaktifan rendah.
e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang
berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah
95 dan nilai terendah siswa adalah 10. Sebanyak 57% siswa tuntas dalam
mengerjakan soal dari materi pembelajaran Jurnal Penyesuaian sedangkan
37% siswa yang tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang benar dalam
membuat jurnal penyesuaian pada penyusutan peralatan. Berdasarkan hasil
evaluasi diperoleh bahwa skor penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok
E dengan rata-rata nilai sebesar 19 poin dan masuk dalam kategori
kelompok hebat. Hasil evaluasi siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah
ini:
76
Tabel 9. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Kedua
No. Nama Siswa Siklus Pertama
Siklus Kedua
Skor Kemajuan
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor
Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 98 89 -9 10 2 Dyah Ayu Wulandari 88 58 -30 5 3 Agus Budi Riawan 80 95 5 20 4 Nanda Medya Utama 71 66 -5 10 5 Danang Putro Susilo 52 72 20 30
85 17
Kelompok B Hebat 1 Jeffry Chrissandy 97 50 -47 5 2 Dedy Aringgo Shaputro 87 74 -13 5 3 Yustika Monika M. 79 73 -6 10 4 Ferry Hermansyah 69 88 19 30 5 Dani Nova Riayanto 51 72 21 30
80 16
Kelompok C Baik 1 Wahyu Puput Prasetyo 96 65 -31 5 2 Samuel Yuli Kristanto 86 50 -36 5 3 Savanta Grenandityo 79 64 -15 5 4 Eko Purbo Kusumo 67 41 -26 5 5 Puru Shottama D.J. 51 66 15 30
50 10
Kelompok D Baik 1 Hummad Arrozi Rosid 95 49 -46 5 2 Avian Nuryanto 85 10 -75 5 3 Mahendrata P.K. 78 70 -8 10 4 Dyah Roro Anyes 66 80 14 30 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 47 55 8 20
70 14
Kelompok E Hebat 1 Nabella Jones 93 67 -26 5 2 Teguh Prakoso 85 81 -4 10 3 Dani Nur Sihwinunggal 75 82 7 20 4 Vandi Wisnu Putra 65 88 23 30 5 Lisa Putri Puspita Sari 45 56 11 30
95 19
Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 89 0 -89 5 2 Yusti Kristi K. 82 57 -25 5 3 Risky Yuniarko 73 75 2 20 4 Agnes Dhebi Martira 57 72 15 30 5 Hari Natal Nugroho 35 55 20 30
90 18
Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 88 0 -88 5 2 Nanda Beti Angga S. 81 73 -8 10 3 Duwi Siswanto 72 65 -7 10 4 Sabatian Chris Nendri N. 54 64 10 20 5 Valentina Murana 27 64 37 30
75 15
77
4. Refleksi Tindakan Siklus Kedua
Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus kedua ini, peneliti
melakukan analisis sebagai berikut:
a. Kebaikan guru pada siklus kedua adalah:
1) Guru menyampaikan presentasi materi dengan perlahan dan tidak
tergesa-gesa.
2) Ketika penyampaian materi guru melakukan interaksi aktif kepada
siswa agar siswa memperhatikan penjelasan dari guru.
3) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang dianggap tidak
memperhatikan atau tidak berkonsentrasi selama pembelajaran.
4) Guru melakukan pembimbingan diskusi dengan baik dan tanggap.
5) Guru sudah mencoba melakukan pendekatan pada beberapa siswa yang
dirasa acuh.
b. Kebaikan siswa pada siklus kedua adalah:
1) Siswa sudah mulai bisa bekerja sama dengan kelompok mereka, karena
mereka mempunyai kebersamaan ketika menciptakan nama bagi
kelompok mereka.
2) Siswa yang aktif bertanya dan berdiskusi semakin meningkat karena
materi pembelajaran juga lebih sulit dibanding sebelumnya.
3) Respon siswa selama pembelajaran lebih baik daripada sebelumnya.
c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus kedua adalah:
1) Pendekatan guru terhadap siswa yang acuh dalam pembelajaran masih
kurang.
2) Guru masih bersikap kurang tegas untuk menegur siswa yang
perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang.
d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus kedua adalah:
1) Siswa masih ada yang acuh terhadap pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang diterapkan.
2) Ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar berani
mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk
mempresentasikan hasil kerja.
78
Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa
terjadi penurunan nilai siswa dari siklus pertama. Siklus kedua menunjukkan
bahwa 20 siswa (57% dari 35 siswa) mencapai nilai KKM. Berdasarkan hal
tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai siswa
mengalami penurunan, dari 74% menjadi 57%. Hasil tersebut belum
mencapai target yang diharapkan yaitu 70% dari jumlah seluruh siswa. Nilai
rata-rata kelas pada siklus kedua adalah 66,24. Penurunan nilai siswa pada
siklus kedua ini dikarenakan materi pembelajaran siswa lebih sulit dibanding
materi sebelumnya. Karena belum ada peningkatan hasil belajar siswa dari
aspek kognitif maka peneliti perlu mengulangi lagi pembelajaran yang sama
dengan materi pembelajaran berikutnya dengan perbaikan perencanaan dan
pelaksanaan tindakan agar pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan
refleksi yang dapat dilakukan adalah:
a. Guru perlu melakukan pendekatan yang lebih kepada siswa yang acuh dan
siswa mempunyai keinginan untuk berubah tetapi sulit melakukannya.
b. Guru perlu menjelaskan kembali tentang pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan tujuan dari pembelajaran ini bagi siswa agar siswa tidak lupa
apa tujuan mereka bekerja sama dalam kelompok.
c. Guru perlu melakukan motivasi yang lebih terhadap siswa agar siswa
berani mengungkapkan pendapat mereka dengan kesadaran dari dalam diri
sendiri.
Siklus Ketiga
Siklus ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan siklus ketiga dilakukan pada hari Kamis, 01 April
2010 di SMA Negeri 8 Surakarta. Guru dan peneliti kemudian merencanakan
waktu pelaksanaan siklus ketiga. Pembelajaran koooperatif tipe STAD siklus
ketiga akan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu pada hari Senin,
79
05 April 2010, hari Selasa 06 April 2010, dan hari Rabu 07 April 2010
dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan skenario pembelajaran
Penyusunan skenario pembelajaran disusun berdasarkan materi
pembelajaran kertas kerja antara lain sebagai berikut:
1) Pertemuan ke-1
Pertemuan ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu:
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dimulai dengan salam pembuka, mengabsen siswa,
dan dilanjutkan dengan apersepsi singkat agar materi pembelajaran
yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru
juga menyampaikan kembali tujuan dari pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan harapan siswa dapat bekerja sama dengan lebih
baik dibandingkan siklus kedua. Guru sudah menghargai kerja keras
siswa untuk memperbaiki kerja sama antaranggota kelompok pada
siklus sebelumnya, tetapi hal tersebut masih perlu ditingkatkan lagi
agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa menjadi lebih maksimal.
Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan indikator dan kompetensi
dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan harapan siswa akan lebih termotivasi untuk berdiskusi.
b) Kegiatan inti
Siswa diminta berkumpul kembali dengan kelompoknya sama
seperti sebelumnya. Guru mengingatkan siswa akan nama kelompok
mereka masing-masing Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan
penyampaian materi kertas kerja. Setelah itu dilanjutkan dengan
pemberian soal kasus yang harus diselesaikan dalam kelompok.
Guru mengamati aktivitas belajar siswa dan membantu apabila ada
kelompok yang mengalami kesulitan. Guru juga lebih melakukan
pendekatan kepada siswa yang dirasa masih acuh terhadap
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, walau hanya ada beberapa
siswa.
80
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa
pada pertemuan berikutnya siswa harus mempresentasikan hasil
kerja kelompok mereka yang akan diwakili oleh satu orang dari
masing-masing kelompoknya. Kelompok yang mempresentasikan
hasil kerjanya adalah kelompok sukarela.
2) Pertemuan ke-2
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal pembelajaran dilakukan dengan ucapan salam dan
motivasi untuk melanjutkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Guru memberikan apersepsi kepada siswa terkait materi
pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya agar siswa mengingat
kembali materi pembelajaran yang telah mereka bahas sebelumnya.
b) Kegiatan inti
Guru meminta siswa untuk kembali kepada kelompok mereka
masing-masing. Kegiatan inti dilakukan dengan presentasi kelas di
mana beberapa kelompok dipersilakan maju untuk mempresentasi-
kan hasil kerja mereka yang diwakili oleh satu atau dua orang siswa
dari masing-masing kelompok. Guru bertugas sebagai fasilitator dan
mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Setelah diskusi selesai,
siswa diminta untuk berkumpul kembali ke kelompok masing-
masing dan diberi waktu untuk berdiskusi lagi dengan tujuan
mempersiapkan kematangan pemahaman materi.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan merangkum materi pembelajaran
yang telah dipelajari. Guru memberikan masukan dan perbaikan
apabila dari presentasi siswa yang kurang lengkap. Guru juga
memberikan kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi
pembelajaran yang belum jelas. Setelah itu guru mengakhiri
pembelajaran dengan memberikan pesan kepada siswa untuk
mempersiapkan tes pada pertemuan berikutnya.
81
3) Pertemuan ke-3
a) Kegiatan awal
Kegiatan awal dilakukan dengan salam pembuka, apersepsi, dan
mempersiapkan siswa untuk menghadapi tes individu dengan
mengatur tempat duduk siswa agar siswa siap mengerjakan soal tes
yang telah ditentukan oleh guru.
b) Kegiatan inti
Siswa mengerjakan tes individu dalam waktu yang telah ditentukan,
dan guru memastikan bahwa siswa benar-benar mengerjakan tes
tersebut secara individu.
c) Kegiatan akhir
Siswa diminta mengumpulkan pekerjaan mereka dan diakhiri dengan
salam penutup.
b. Pembuatan RPP menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
materi pembelajaran kertas kerja.
c. Penyusunan instrumen untuk mengumpulkan data penelitian yang berupa
tes individu dan lembar observasi yang bertujuan untuk mengamati
keaktifan siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa. Lembar
observasi untuk mengamati keaktifan siswa disusun dalam empat kategori
penilaian yaitu Apersepsi, Diskusi, Pembelajaran, dan Presentasi pada saat
mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Ketiga
Pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga dilaksanakan sebanyak tiga
kali pertemuan, yaitu hari Senin 05 April 2010 pada jam ke 5 dan 6 (pukul
10.15 s/d 11.45) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta, hari Selasa 06
April 2010 pada jam ke 7 dan 8 (pukul 12.00 s/d 13.30) di kelas XI IPS 1
SMA Negeri 8 Surakarta, dan hari Rabu 07 April 2010 pada jam ke 1 dan 2
(pukul 07.00 s/d 08.30) di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta.
Pertemuan dilaksanakan selama 6 x 45 menit sesuai dengan skenario
pembelajaran dan RPP.
82
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertemuan ke-1 (Senin, 05 April 2010)
a. Pembelajaran dimulai dengan salam pembuka dilanjutkan dengan
mengabsen siswa. Pada pertemuan ini terdapat lima siswa yang tidak
masuk. Nabella Jones mengikuti kompetisi taekwondo, Dani Nova
Riayanto dan Yusti Kristi Kristianingrum mengikuti seleksi Popda. Didik
Prakoso Ariyanto dan Puru Shottama D.J. tidak masuk tanpa keterangan.
b. Mengadakan tanya jawab kepada siswa dan memberikan apersepsi singkat
untuk mengantar siswa pada materi yang akan dipelajari pada
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
c. Guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
mulai meminta siswa kembali ke dalam kelompoknya masing-masing.
d. Guru menjelaskan materi kertas kerja tentang apa arti kertas kerja, tujuan
kertas kerja, dan bagaimana menyusun kertas kerja 10 kolom.
e. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang
belum jelas.
f. Guru membagikan soal diskusi yang harus diselesaikan oleh kelompok.
g. Guru membimbing diskusi kelompok dengan mengamati aktivitas belajar
siswa dan membantu apabila terdapat siswa yang mengalami kesulitan.
Guru melakukan pendekatan kepada siswa yang masih acuh dalam
pembelajaran, antara lain: Vandi Wisnu Putra, Risky Yuniarko, dan Avian
Nuryanto.
h. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil diskusi dan menyimpan satu
pekerjaan mereka sebagai arsip kelompok untuk materi presentasi.
i. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-2 (Selasa, 06 April 2010)
a. Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan guru mengabsen siswa.
Seluruh siswa masuk untuk mengikuti pembelajaran akuntansi.
b. Mengajukan beberapa pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai.
Respon siswa di awal pembelajaran mengalami perbaikan.
83
c. Siswa berkumpul kembali ke dalam kelompok mereka sama seperti
pertemuan sebelumnya. Guru memastikan setiap siswa berkumpul dengan
kelompok yang benar.
d. Guru menjelaskan prosedur berikutnya dalam pembelajaran STAD dan
menekankan kembali tujuan pembelajaran ini dilakukan dalam kelompok.
e. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok.
f. Kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi adalah Kelompok C dan
Kelompok D. Kelompok ini maju secara sukarela dan pekerjaan hasil
diskusi mereka dengan kelompoknya dipresentasikan dengan baik walau
masih dengan terbata-bata.
g. Guru mengarahkan jalannya diskusi agar pembelajaran dapat berlangsung
dengan lebih fokus dan efektif. Guru memfasilitasi siswa yang akan
bertanya atau menanggapi presentasi dari kelompok lain. Partisipasi siswa
dalam presentasi meningkat. Ada beberapa siswa yang bertanya walau
tidak secara langsung dan meminta guru untuk mengulang pertanyaannya
di depan kelas.
h. Guru meminta siswa kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing
untuk memantapkan diskusi dan saling membantu karena pada pertemuan
selanjutnya siswa akan menghadapi tes individu.
i. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari apa yang telah
dipelajari pada materi pembelajaran kertas kerja.
j. Guru menyampaikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi tes individu pada pertemuan sebelumnya.
k. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup.
Pertemuan ke-3 (Rabu, 07 April 2010)
a. Memberikan salam pembuka dan motivasi agar siswa dapat mengerjakan
soal dengan baik. Ada satu siswa yang tidak mengikuti tes, yaitu Yusti
Kristi Kristianingrum karena masih mengikuti Popda..
b. Membagikan soal tes kepada setiap siswa. Soal yang dibuat terbagi ke
dalam dua jenis soal yang berbeda dengan kode AKT-011 dan AKT-022.
84
c. Guru memastikan siswa mengerjakan soal tes secara individu dengan
berkeliling untuk mengawasi pekerjaan siswa.
d. Guru meminta seluruh siswa mengumpulkan pekerjaan mereka dan
memastikan identitas siswa sudah lengkap.
e. Menyampaikan salam penutup untuk mengakhiri pembelajaran.
3. Observasi Tindakan Siklus Ketiga
Pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada hari Senin 05 April 2010 diisi
dengan penyampaian kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Selain itu, guru juga memberikan penjelasan secara sistematis tentang materi
pembelajaran kertas kerja. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membahas soal diskusi secara kelompok. Pertemuan ke-2 pada hari
Selasa 06 April 2010 diisi dengan presentasi hasil pekerjaan siswa serta
pembimbingan materi oleh guru ketika siswa menemui kesulitan. Pendekatan
kepada siswa yang masih acuh menjadi prioritas guru untuk memperbaiki
proses pembelajaran. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
kembali berdiskusi dengan kelompok untuk mempersiapkan postes yang akan
dilakukan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ke-3 pada hari Rabu
07 April 2010, guru memberikan kuis individu kepada siswa untuk menguji
pemahaman siswa atas materi yang telah didiskusikan sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran akuntansi, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama apersepsi sebanyak
74%. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa nyaman dengan
pembelajaran yang diterapkan. Perhatian siswa di awal pembelajaran
menunjukkan perbaikan. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14%
dari siklus sebelumnya. Sebanyak 20% siswa memiliki tingkat keaktifan
sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.
b. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama diskusi kelompok
adalah sebanyak 77%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 11% dari
85
siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa sudah mulai
kompak dengan anggota kelompok mereka, baik dari segi diskusi maupun
dari segi kesamaan lainnya dari pembelajaran yang telah dilakukan
sebelumnya. Sebanyak 14% siswa memiliki tingkat keaktifan sedang dan
sisanya memiliki tingkat keaktifan rendah.
c. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama pembelajaran STAD
adalah sebanyak 86%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 15%
dari siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai merasa
cocok dengan teman satu kelompok mereka sehingga pembelajaran STAD
mulai dari diskusi kelompok, presentasi materi pembelajaran oleh guru,
dan presentasi kelas oleh siswa mengalami peningkatan. Sebanyak 14%
siswa memiliki tingkat keaktifan dalam pembelajaran sedang.
d. Siswa yang memiliki tingkat keaktifan tinggi selama presentasi kelas
adalah sebanyak 83%. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 20%
dibanding siklus sebelumnya. Hal ini dikarenakan beberapa siswa berani
bertanya dan mengungkapkan pendapatnya tanpa motivasi yang berlebihan
dari guru. Siswa merasa nyaman bertanya dalam presentasi kelas karena
hal itu akan membuat teman lain juga ikut paham. Sebanyak 11% siswa
memiliki tingkat keaktifan sedang dan sisanya memiliki tingkat keaktifan
rendah.
e. Hasil pekerjaan siswa mengungkapkan bahwa belum ada siswa yang
berhasil mengerjakan soal dengan sempurna. Nilai tertinggi siswa adalah
84 dan nilai terendah siswa adalah 47. Sebanyak 80% siswa tuntas dalam
mengerjakan soal dari materi pembelajaran Kertas Kerja sedangkan 17%
siswa tidak tuntas. Sebagian besar siswa kurang teliti dalam memasukkan
akun debit di kolom debit dan kredit di kolom kredit sehingga walaupun
hasil mereka seimbang tetapi masih keliru dalam memasukkan akun di
debit dan kredit. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa skor
penghargaan tertinggi diraih oleh kelompok C dengan rata-rata nilai
sebesar 24 poin dan masuk dalam kategori kelompok hebat. Hasil evaluasi
siswa ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
86
Tabel 10. Hasil Evaluasi Siswa Siklus Ketiga
No. Nama Siswa Siklus Kedua
Siklus Ketiga
Skor Kemajuan
Poin Tambah
Total Skor
Rata Skor
Kelompok A Hebat 1 Kiki Untari 89 73 -16 5 2 Dyah Ayu Wulandari 58 73 15 30 3 Agus Budi Riawan 95 84 -11 5 4 Nanda Medya Utama 66 76 10 20 5 Danang Putro Susilo 72 70 -2 10
70 14
Kelompok B Baik 1 Jeffry Chrissandy 50 75 25 30 2 Dedy Aringgo Shaputro 74 78 4 20 3 Yustika Monika M. 73 78 5 20 4 Ferry Hermansyah 88 84 -4 10 5 Dani Nova Riayanto 72 72 0 20
100 20
Kelompok C Hebat 1 Wahyu Puput Prasetyo 65 84 19 30 2 Samuel Yuli Kristanto 50 84 34 30 3 Savanta Grenandityo 64 72 8 20 4 Eko Purbo Kusumo 41 78 37 30 5 Puru Shottama D.J. 66 62 -4 10
120 24
Kelompok D Hebat 1 Hummad Arrozi Rosid 49 78 29 30 2 Avian Nuryanto 10 75 65 30 3 Mahendrata P.K. 70 56 -14 5 4 Dyah Roro Anyes 80 79 -1 10 5 Eryndo Bondan Adi P.W. 55 47 -8 10
85 17
Kelompok E Hebat 1 Nabella Jones 67 82 15 30 2 Teguh Prakoso 81 84 3 20 3 Dani Nur Sihwinunggal 82 83 1 20 4 Vandi Wisnu Putra 88 84 -4 10 5 Lisa Putri Puspita Sari 56 82 26 30
110 22
Kelompok F Hebat 1 Didik Prakoso A. 0 84 84 30 2 Yusti Kristi K. 57 0 -57 5 3 Risky Yuniarko 75 74 -1 10 4 Agnes Dhebi Martira 72 82 10 20 5 Hari Natal Nugroho 55 59 4 20
85 17
Kelompok G Hebat 1 Noviani Dewi Pratiwi 0 83 83 30 2 Nanda Beti Angga S. 73 82 9 20 3 Duwi Siswanto 65 70 5 20 4 Sabatian Chris Nendri N. 64 58 -6 10 5 Valentina Murana 64 57 -7 10
90 18
87
4. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga
Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus ketiga ini, peneliti
melakukan analisis sebagai berikut:
a. Kebaikan guru pada siklus ketiga adalah:
1) Guru melakukan pendekatan yang lebih aktif kepada siswa yang acuh
atau siswa yang sebenarnya berminat memperhatikan pembelajaran
tetapi tidak bisa karena diganggu oleh temannya.
2) Guru dapat mengalokasikan waktu dan kegiatan pembelajaran dengan
baik.
b. Kebaikan siswa pada siklus ketiga adalah:
1) Siswa mulai memahami arti kerja sama dalam kelompok mereka dan
siswa sudah dapat membagi peran mereka dalam kelompok.
2) Siswa saling membantu dalam menyelesaikan soal diskusi dan
presentasi.
3) Beberapa siswa bersedia maju untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompok mereka dengan sukarela.
c. Kelemahan-kelemahan guru pada siklus ketiga adalah:
1) Guru masih bersikap kurang tegas dalam menegur siswa yang
perhatiannya terhadap pembelajaran masih kurang sehingga masih ada
beberapa siswa yang menyepelekan guru. Hal ini disebabkan
kesalahpahaman siswa dalam mengartikan kesabaran guru.
d. Kelemahan-kelemahan siswa pada siklus ketiga adalah:
1) Masih ada beberapa siswa yang harus dimotivasi terlebih dahulu agar
berani mengungkapkan pendapatnya dan maju ke depan kelas untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka.
2) Siswa yang acuh belum sepenuhnya mengalami perbaikan dalam
merespon pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan nilai siswa dari siklus kedua. Siklus ketiga menunjukkan
bahwa 28 siswa (80% dari 35 siswa) sudah mencapai nilai KKM.
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pencapaian ketuntasan nilai
88
siswa mengalami peningkatan, dari 57% menjadi 80%. Hasil tersebut sudah
melebihi target yang diharapkan yaitu 75% dari jumlah seluruh siswa. Nilai
rata-rata kelas pada siklus ketiga adalah 74,76.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di atas, maka tindakan
refleksi yang dapat dilakukan adalah:
a. Guru harus lebih kreatif dalam mengatur alokasi waktu pembelajaran dan
penyampaian materi pembelajaran.
b. Guru perlu mengenal siswa secara pribadi agar dapat memantau
perkembangan siswa dan membantu kesulitan siswa selama pembelajaran.
c. Guru harus lebih tegas dalam menegur siswa yang mengganggu
pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran koooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
akuntansi. Aktivitas belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki kemauan dalam meningkatkan
kontribusi mereka dalam pembelajaran. Siswa mulai terbiasa melakukan diskusi
dan menyampaikan pendapat apabila ada materi yang belum jelas. Hasil penelitian
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar Siswa Selama Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Siklus Pertama Siklus Kedua Siklus Ketiga Aspek yang Dinilai Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Keaktifan siswa selama apersepsi
4 siswa
11% 21 siswa
60% 26 siswa
74%
Keaktifan siswa selama diskusi
12 siswa
34% 23 siswa
66% 27 siswa
77%
Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran
20 siswa
57% 25 siswa
71% 30 siswa
86%
Keaktifan siswa selama presentasi
12 siswa
34% 22 siswa
63% 29 siswa
83%
Ketuntasan hasil belajar (nilai KKM 65)
26 siswa
74% 20 siswa
57% 28 siswa
80%
Perkembangan Psikomotor Siswa
17 siswa
49% 21 siswa
60% 26 siswa
74%
89
Gambar 6. Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Tabel dan gambar di atas adalah hasil penelitian tindakan kelas dengan
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilihat dari keaktifan siswa dan
hasil belajar siswa. Secara umum, keaktifan siswa selama pembelajaran
mengalami peningkatan baik dari indikator keaktifan siswa selama apersepsi,
keaktifan siswa selama diskusi, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran,
dan keaktifan siswa selama presentasi. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa
siswa semakin terbiasa melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Hal tersebut ditunjukkan dengan presentase siswa yang
aktif selama pembelajaran berlangsung mengalami perkembangan yang positif.
Siswa menjadi terbiasa berdiskusi dengan teman satu kelompok dan siswa juga
mulai terbiasa mengungkapkan pendapatnya di depan kelompok lain.
Dilihat dari hasil belajar kognitif siswa, nilai siswa masih belum stabil
karena pada siklus kedua nilai siswa secara umum mengalami penurunan.
Penurunan tersebut disebabkan karena materi pembelajaran yang diberikan
mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Tetapi
pada siklus ketiga nilai siswa mengalami kenaikan yang cukup baik yaitu 80% (28
siswa). Jumlah tersebut sudah baik karena siswa tampak mengikuti pembelajaran
dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tersebut didukung oleh hasil belajar dari
aspek kognitif dan psikomotorik.
J u m l a h
S i s w a
0
5
10
15
20
25
30
35
Siklus I Siklus II Siklus III
4
21
26
12
23
27
20
25
30
12
22
2926
20
28
Apersepsi
Diskusi
Pembelajaran
Presentasi
Hasil Belajar
Pemberian Tindakan
90
Tabel 12. Hasil Belajar Afektif Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Setelah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Skala Nilai Kriteria
Jumlah Persentase 0 – 10 Tidak berminat 0 siswa 0 % 11 – 20 Kurang berminat 2 siswa 6 % 21 – 30 Biasa-biasa saja 3 siswa 9 % 31 – 40 Cukup berminat 5 siswa 14 % 41 – 50 Sangat berminat 25 siswa 71 %
Total 35 siswa 100% Aspek afektif mengukur minat siswa terhadap sebuah obyek, dalam hal
ini adalah mata pelajaran akuntansi. Pengukuran hasil belajar siswa dari aspek
afektif ini dilakukan dengan angket yang berisi beberapa pernyataan yang harus
dipilih siswa sesuai dengan kondisi siswa yang sebenarnya. Penghitungan hasil
angket menggunakan skala Likert dengan nilai dan kriteria tertentu. Setelah
pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan, siswa diminta mengisi angket
yang bertujuan mengukur minat siswa terhadap pembelajaran akuntansi.
Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa dapat disimpulkan bahwa minat positif
siswa terhadap pembelajaran akuntansi cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan pada
data yang diperoleh antara lain: siswa yang sangat berminat terhadap mata
pelajaran akuntansi adalah 25 siswa (71%), siswa yang cukup berminat terhadap
mata pelajaran akuntansi adalah 5 siswa (14%), siswa yang berminat biasa-biasa
saja terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 3 siswa (9%), dan siswa yang
kurang berminat terhadap mata pelajaran akuntansi adalah 2 siswa (6%). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di kelas XI IPS 1 SMA Negeri
8 Surakarta sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi.
Apabila dilihat dari aspek pendukung psikomotorik siswa maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa mengalami peningkatan pada
setiap siklus. Kriteria yang dinilai dalam aspek ini menekankan pada ketelitian
dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi. Pada awalnya, siswa acuh
dalam mengerjakan soal akuntansi. Mulai dari kolom yang tidak dibuat, penulisan
nominal uang tanpa rupiah, kolom referensi tidak diisi, dan sebagainya. Tetapi
ketika guru menekankan bahwa cara siswa membuat kolom juga dinilai, siswa
91
menjadi terbiasa dalam mengerjakan soal akuntansi sehingga penulisan kolom dan
nominal pun menjadi lebih terarah dan siswa juga lebih yakin akan pekerjaannya.
PTK dalam penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus
terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan
tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan.
Deskripsi hasil penelitian dari PTK ini dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Observasi awal adalah langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui
masalah pembelajaran yang muncul di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8
Surakarta. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran
akuntansi perlu ditingkatkan. Peneliti bersama kolaborator berdiskusi dan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.
2. Peneliti bersama kolaborator menyusun RPP dan skenario pembelajaran yang
kemudian dilaksanakan pada siklus pertama dengan materi pembelajaran
neraca saldo. Peneliti selaku guru memberikan penjelasan tentang prosedur
pembelajaran STAD dan mulai membagi 35 siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil, di mana satu kelompok terdiri dari lima siswa. Setelah guru
selesai mempresentasikan materi pembelajaran dalam media power point,
siswa berdiskusi untuk menyelesaikan soal kelompok yang diberikan oleh
guru. Pertemuan berikutnya diisi dengan presentasi kelas. Perwakilan
kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan
guru bertugas untuk memfasilitasi jalannya diskusi. Pertemuan kedua
menunjukkan siswa belum terbiasa dalam presentasi kelas. Pertemuan ketiga
diakhiri dengan tes individu. Selama pembelajaran berlangsung terdapat
kelemahan yang perlu diperbaiki, antara lain: siswa masih protes terhadap
pembagian kelompok yang tidak sesuai dengan keinginan, siswa belum
terbiasa menjalankan tugas kelompok dengan kompak dan tanggung jawab,
serta beberapa siswa masih acuh tak acuh dengan peran mereka sebagai
anggota kelompok sehingga diskusi belum bisa berjalan baik. Berdasarkan
kelemahan yang ada, peneliti bersama kolaborator menyusun skenario
pembelajaran dan RPP untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
92
3. Siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan materi
pembelajaran jurnal penyesuaian. Materi ini dirasa lebih sulit bagi siswa
daripada materi sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai tes individu
siswa pada siklus kedua banyak mengalami penurunan. Guru memperbaiki
pembelajaran dengan melakukan pendekatan kepada siswa yang acuh tak acuh
terhadap pembelajaran. Pendekatan tersebut membuat siswa sedikit demi
sedikit menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Guru juga
mengulang penjelasan tentang prosedur pembelajaran kooperatif tipe STAD
agar siswa lebih memahami tujuan dari pembelajaran STAD. Keaktifan siswa
sudah mulai muncul tetapi masih ada siswa yang harus dimotivasi dulu
sebelum mengungkapkan pendapat atau bertanya tentang materi yang sulit.
Beberapa siswa lebih mempunyai tanggung jawab terhadap kelompoknya. Hal
tersebut terlihat dari kerja sama siswa dengan anggota kelompok sudah mulai
terjalin. Guru membantu siswa untuk mendekatkan hubungan antaranggota
dengan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memberi nama
kelompok mereka. Berdasarkan kelemahan yang ada di siklus kedua, peneliti
bersama kolaborator menyusun skenario pembelajaran dan RPP selanjutnya
untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
4. Materi pembelajaran pada siklus ketiga adalah kertas kerja. Materi ini lebih
mudah dibanding materi sebelumnya sehingga nilai siswa mengalami
peningkatan yang cukup baik. Pembelajaran di siklus ketiga ini berlangsung
lebih interaktif daripada siklus-siklus sebelumnya. Siswa sudah mulai terbiasa
dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan masing-masing anggota
kelompok juga sudah mampu berkomunikasi dengan baik antaranggota
kelompok. Walaupun masih ada beberapa siswa yang belum berani
mengungkapkan pendapat jika belum dimotivasi oleh guru, tetapi secara umum
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus ketiga ini sudah berjalan
dengan baik dan lancar. Ditinjau dari aspek afektif dan psikomotor, siswa
mengalami perkembangan dalam ketelitian dan kerapian dalam mengerjakan
soal akuntansi. Minat siswa akan mata pelajaran akuntansi juga meningkat
dibanding sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD.
93
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat dipaparkan
bahwa guru berhasil menarik minat siswa terhadap mata pelajaran akuntansi
dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru juga ikut membantu siswa
dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Keaktifan siswa selama pembelajaran
juga mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan bertambahnya siswa yang mulai
berani mengungkapkan pendapat di depan kelas dan bertanggung jawab dalam
melakukan peran mereka dalam kelompok. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa kualitas pembelajaran akuntansi di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 8 Surakarta
mengalami peningkatan. Keberhasilan pembelajaran akuntansi dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai
berikut:
1. Perubahan respon siswa ke arah yang lebih baik dapat diamati dari proses
pembelajaran yang berlangsung Hal ini juga ditunjukkan dengan keberanian
siswa untuk bertanya kepada teman yang mempresentasikan hasil kerja
kelompok mereka maupun kepada guru yang mengajar.
2. Siswa menunjukkan tanggung jawab mereka masing-masing dengan
mengerjakan dan mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru secara
berkelompok.
3. Jumlah siswa yang sangat berminat terhadap mata pelajaran akuntansi cukup
banyak, yaitu 71% (25 siswa dari 35 siswa).
4. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, khususnya pada siklus ketiga. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai kesungguhan dalam mengikuti
pembelajaran akuntansi.
5. Ketelitian siswa dan kerapian siswa dalam mengerjakan soal akuntansi juga
mengalami peningkatan dan perbaikan.
94
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap
siklus meliputi empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan
tindakan, (3) observasi tindakan, dan (4) refleksi tindakan. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi pada kelas XI IPS SMA Negeri 8
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Hal tersebut didukung oleh fakta-fakta
sebagai berikut: (1) Keaktifan siswa dalam apersepsi mengalami peningkatan dari
11% (4 siswa) pada siklus pertama menjadi 60% (21 siswa) pada siklus kedua,
dan meningkat lagi menjadi 74% (26 siswa) pada siklus ketiga; (2) Keaktifan
siswa dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada
siklus pertama menjadi 66% (23 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi
menjadi 77% (27 siswa) pada siklus ketiga; (3) Keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari 57% (20 siswa)
pada siklus pertama menjadi 72% (25 siswa) pada siklus kedua dan meningkat
lagi menjadi 86% (30 siswa) pada siklus ketiga; (4) Keaktifan siswa dalam
presentasi kelas mengalami peningkatan dari 34% (12 siswa) pada siklus pertama
menjadi 63% (22 siswa) pada siklus kedua dan meningkat lagi menjadi 83% (29
siswa) pada siklus ketiga; (5) Hasil belajar siswa mengalami penurunan tetapi
kemudian mengalami peningkatan. Pada siklus pertama siswa yang tuntas sebesar
74% (26 siswa) kemudian menurun menjadi 57% (20 siswa) pada siklus kedua,
dan meningkat menjadi 80% (28 siswa) pada siklus ketiga.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti kemukakan di atas, maka
dapat dikaji implikasinya, baik impllikasi teoretis maupun implikasi praktis, yaitu
sebagai berikut:
95
1. Implikasi Teoretis
Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi.
Kualitas pembelajaran akuntansi dalam penelitian ini dapat dilihat dari keaktifan
siswa selama pembelajaran dan hasil belajar kognitif siswa.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan
siswa. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa aktivitas belajar siswa yang tinggi
selama proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Siklus
pertama sampai dengan siklus ketiga dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang
positif dari kegiatan pembelajaran siswa. Siswa menjadi lebih aktif dalam
merespon pembelajaran akuntansi. Hasil belajar kognitif siswa juga menjadikan
siswa merasa puas terhadap hasil yang mereka capai. Beberapa siswa yang
mengaku tidak bisa akuntansi menjadi termotivasi untuk meningkatkan
kemampuan akuntansi mereka karena akuntansi adalah pelajaran yang
menyenangkan. Selain itu, siswa merasa lebih percaya diri dalam melakukan
pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran berkelompok membuat siswa nyaman
dan lebih bebas dalam mengungkapkan pendapat, karena bantuan datang tidak
hanya dari guru tetapi juga dari teman satu kelompok.
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini memberikan gambaran secara jelas bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajar-an
akuntansi siswa. Hasil penelitian tersebut menjadikan guru mata pelajaran
akuntansi termotivasi untuk melakukan peningkatan kualitas pembelajaran di
kelas lain dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena
pembelajaran ini adalah pembelajaran yang sederhana dan mudah diterapkan
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Selain itu, guru mata pelajaran akuntansi
juga menjadi lebih optimis dalam melakukan perbaikan dari metode pembelajaran
yang selama ini diterapkan, yaitu dengan menjadikan ceramah sebagai sebuah
sarana dan bukan yang utama dalam memberikan pemahaman materi
pembelajaran akuntansi yang menyenangkan bagi siswa.
96
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dipaparkan, maka
dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Guru diharapkan dapat selalu mengembangkan motivasi dan semangat
siswa selama mengikuti pembelajaran akuntansi agar siswa merasa mampu
dan percaya diri dengan materi pembelajaran yang siswa pelajari.
b. Guru hendaknya dapat memilih penerapan pembelajaran yang tepat dalam
proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
c. Guru diharapkan selalu mengembangkan pengetahuan tentang model
pembelajaran yang lebih inovatif agar pembelajaran dapat dikemas menjadi
lebih menarik bagi siswa dan proses pembelajaran di dalam kelas.
d. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam pengelolaan kelas
sehingga pembelajaran apapun yang akan diterapkan dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
2. Bagi Siswa
a. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan kemampuan siswa secara sosial seperti: kerja sama,
kekompakan, memecahkan masalah, dan saling bertukar pendapat dengan
anggota kelompok yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dimanfaatkan pula untuk
menggali informasi sebanyak-banyaknya dari teman satu kelompok terkait
permasalahan akuntansi yang sedang didiskusikan.
3. Bagi Sekolah
a. Sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru dalam bentuk
bimbingan dan pembinaan tentang metode pembelajaran inovatif dan efektif
agar keberhasilan pembelajaran di dalam kelas dapat tercapai.
b. Sekolah sebaiknya membuka kerja sama dengan pihak eksternal seperti
peneliti atau lembaga pendidikan agar kesempatan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran lebih terbuka dengan adanya masukan dari pihak lain.
97
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
Jakarta: Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Dian Hermawati. 2009. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Dengan
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Kelas X Akuntansi 1 SMK Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2008/ 2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar
Berkelompok. Bandung: Penerbit Alfabeta Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: Gaung Persada (GP) Press. Moelyati et al. 2001. Siklus Akuntansi Untuk Tingkat 1 SMK Kelompok Bisnis dan
Manajemen. Jakarta: Yudhistira. Mulyasa E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT. Refika Aditama Nurul Zuriah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori –
Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara Riska Larasati N.S. 2005. Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dan Pengaruhnya Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi pada Siswa Kelas II Semester I SMU Negeri 7 Purworejo. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.
Robert E. Slavin. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
Indeks.
98
Robert E. Slavin. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13. Suharsimi Arikunto et al. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Zainal Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung: Penerbit
Yrama Widya.