13
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN By : Rickky_Kurniawan@2009 1 PENATALAKSANAAN KURATIF TINEA PEDIS Oleh : Rickky Kurniawan Pengobatan pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk Moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai dengan tinea unguiujm, pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan anti jamur per oral, misalnya grisofulvin, intrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik akut yang disertai selulitis memerlukan pengobatan antibiotic, misalnya penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau spiramisin dengan dosis yang adekuat. PENATALAKSANAAN SECARA UMUM DERMATOFITOSIS I. Pengobatan Topikal Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu : 1. a. Basah dengan basah Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres terbuka. Tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada dermatosis dengan peradangan hebat. b. Kering dengan kering Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering, misalnya salep. 2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai Berarti pada dermatosis yang akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat, yakni dengan konsentrasi yang

Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengobatan tinea pedis pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu..

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 1

PENATALAKSANAAN KURATIF TINEA PEDIS

Oleh : Rickky Kurniawan

Pengobatan pada umumnya cukup topical saja dengan obat-obat anti jamur untuk bentuk

interdigital dan vesicular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk Moccasin foot yang kronik

memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai dengan tinea unguiujm,

pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan anti jamur per

oral, misalnya grisofulvin, intrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik akut yang disertai selulitis

memerlukan pengobatan antibiotic, misalnya penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau

spiramisin dengan dosis yang adekuat.

PENATALAKSANAAN SECARA UMUM DERMATOFITOSIS

I. Pengobatan Topikal

Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu :

1. a. Basah dengan basah Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres

terbuka. Tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada dermatosis

dengan peradangan hebat.

b. Kering dengan kering Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering,

misalnya salep.

2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai Berarti pada dermatosis

yang akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat, yakni dengan konsentrasi yang

Page 2: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 2

tinggi karena akan menghebat. Menurut Hamzah (2005) prinsip obat topikal secara umum terdiri

atas dua bagian yaitu bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif dengan penjelasan sebagai berikut

: 1. Bahan dasar (vehikulum) Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah

awal dan terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai

pegangan ialah pada keadaan yang membasah dipakai bahan dasar yang cair atau basah,

misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat atau kering, misalnya

salep. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi tiga yaitu cairan, bedak dan salep.

Disamping itu ada dua campuran atau lebih bahan dasar, yaitu bedak kocok (lotion), krim, pasta

dan linimen.

a. Cairan

Cairan terdiri atas solusio (larutan dalam air) dan tinctura (larutan dalam alkohol). Solusio dibagi

dalam kompres, rendam (bath) dan mandi (full bath). Prinsip pengobatan cairan ialah

membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal

yang pernah dipakai. Disamping itu terjadi perlunakan atau pecahnya vesikel, bula dan pustula.

Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi

bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi.

Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar,

parestesi oleh bermacam-macam dermatosis. Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan

dapat menyebabkan kulit menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara

teliti. Kalau keadaan sudah mulai kering, maka pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu

dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai

daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres terdapat pendinginan dengan adanya

penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi proses maserasi. Bahan aktif yang dipakai

dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan antimikrobial. Astringen mengurangi

eksudat akibat presipitasi protein. Kompres terdiri dari dua macam, yaitu kompres terbuka dan

kompres tertutup. Kompres terbuka dasarnya adalah penguapan cairan kompres disusul oleh

absorbsi eksudat atau pus. Indikasinya meliputi dermatosis madidans, infeksi kulit dengan eritem

yang mencolok (misalnya erisipelas) dan ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta (Hamzah,

2005). Menurut Hardyanto (1990) cara kompres bekerja pada radang akut melalui :

Page 3: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 3

1) Penguapan air akan menarik kalor dari lesi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang

mengakibatkan eritem berkurang.

2) Vasokonstriksi memperbaiki permeabilitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum dan udem

berkurang.

3) Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah terangkat

bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang makanan untuk bakteri dari

cairan yang terperangkap di bawah krusta. Kompres tertutup (kompres impermeabel) dasarnya

adalah vasodilatasi, bukan untuk penguapan. Indikasinya ialah kelainan yang dalam, misalnya

limfogranuloma venereum (Hamzah, 2005).

b. Bedak

Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat

sehingga penetresinya sedikit sekali. Efek bedak ialah mendinginkan, antiinflamasi ringan karena

ada sedikit efek vasokonstriksi, antipruritus lemah, mengurangi pergeseran pada kulit yang

berlipat (intertrigo) dan proteksi mekanis. Pengobatan dengan bedak yang diharapkan terutama

ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talkum venetum. Bedak biasanya dicampur dengan seng

oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorbsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan

antipruritus lemah. Indikasi pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,

mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah. Kontraindikasinya adalah dermatitis yang

basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder (Hamzah, 2005). Jika terjadi eksudat atau

pus, maka campuran bedak dengan eksudat merupakan adonan yang memudahkan terjadinya

infeksi (Djuanda, 1994).

c. Salep

Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti

mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Indikasinya adalah

dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik dan dermatosis yang

bersisik dan berkrusta. Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit

terdapat pada bagian badan yang berambut, penggunaan salep tidak dianjurkan dan salep jangan

dipakai di seluruh tubuh (Hamzah, 2005).

Page 4: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 4

d. Bedak kocok

Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak yang biasanya ditambah dengan gliserin

sebagai bahan perekat, supaya bedak tidak terlalu kental dan cepat menjadi kering maka jumlah

zat padat maksimal 40 % dan jumlah gliserin 10 – 15 %. Hal ini berarti jika beberapa zat aktif

padat ditambahkan, maka prosentase tersebut jangan terlampaui. Indikasi digunakan bedak

kocok adalah dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta dermatosis pada keadaan

sub akut. Kontraindikasinya ialah dermatitis madidans dan daerah badan yang berambut

(Hamzah, 2005).

e. Krim

Krim adalah emulsi O/W (oil in water) atau W/O (water in oil). Kombinasi antara minyak

dengan air ditambah emulgator menghasilkan emulsi W/O atau O/W, bergantung pada susunan

komponen di atas. Krim W/O (cold cream) lebih cocok dipakai waktu malam karena melengket

lebih lama di kulit. Krim O/W (vanishing cream) lebih cocok dipakai waktu siang karena lebih

cair dan tidak lengket (Madani, 2000). Indikasi digunakan krim ialah indikasi kosmetik,

dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh digunakan di daerah yang berambut. Kontraindikasi

untuk krim W/O ialah dermatitis madidans (Hamzah, 2005).

f. Pasta

Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan.

Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah. Kontraindikasinya ialah dermatosis

yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan

badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat (Hamzah, 2005). Sekarang pasta jarang

dipakai karena pengolesan dan pembersihannya lebih sulit (Madani, 2000).

g. Linimen

Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak dan salep. Indikasi penggunaanya

yaitu pada dermatosis yang subakut. Kontraindikasinya yaitu dermatosis madidans (Hamzah,

2005). Menurut Hamzah (2005) ada vehikulum lain yaitu gel. Gel ialah sediaan hidrokoloid atau

Page 5: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 5

hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa organik. Zat untuk membuat gel di

antaranya ialah karbomer, metilselulosa dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air

dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat

jernih dan halus. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.

Absorbsi per kutan lebih baik daripada krim. 2. Bahan aktif Pemilihan obat topikal selain faktor

vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan ke dalam vehikulum, yang mempunyai

khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi

oleh keadaan fisiko-kimia permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk konsentrasi obat,

kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas dan efek vehikulum terhadap kulit.

Bahan-bahan aktif yang biasa digunakan pada penyakit kulit secara umum di antaranya ialah

alumunium asetat, asam asetat, asam benzoat, asam borat, asam salisilat, asam undesilenat, asam

vitamin A (tretionin, asam retinoat), benzokain, benzil benzoat, camphora, kortikosteroid topikal,

mentol, padofilin, selenium disulfid, sulfur, ter, tiosulfas natrikus, urea, zat antiseptik, antibiotik

dan antifungal (Djuanda, 1994; Hamzah, 2005).

I. 3. Obat Antijamur Topikal Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang

ideal adalah obat yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang beragam,

efek samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang spesifik (misalnya untuk

kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang biasa menyertai

infeksi jamur (misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri). Obat topikal yang

diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan mekanisme kerjanya meliputi :

1. Bahan kimia antiseptic Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat

mengeringkan, misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk

kasus tinea kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk

tinea unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis (Kuswadji dan Widaty, 2001; Siregar,

2005).

2. Bahan keratolitik Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya

salep Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum,

dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %. Asam

salisilat pada konsentrasi rendah (1 – 2 %) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3 –

Page 6: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 6

20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik dan

pada konsentrasi sangat tinggi (40 %) dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam. Asam

salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 – 6 % dalam salep,

selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat dikombinasikan

dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang tidak aktif. Asam

benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Salep Whitefield dapat juga

berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea unguium dan tinea korporis.

Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan pada tinea unguium (Kuswadji

dan Widaty, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003; Hamzah, 2005; Siregar, 2005).

3. Golongan allilamin, Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen

pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas

klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 – 100 %. Naftitin merupakan

obat antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat menurunkan

ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada konsentrasi 1 % memiliki

daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, gel atau solusio 1 %. Penderita tinea

korporis dewasa maupun anak-anak cukup dioleskan 4 kali sehari pada sekitar lesi selama

2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris 4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam

bentuk krim 1 %. Tinea pedis dioleskan 4 kali sehari dalam bentuk krim 1 % atau 2 kali

sehari dalam bentuk gel 1 %. Terbinafin merupakan derivat allilamin yang sintetis yang

menghambat epoksidase skualen, sebuah enzim penting dalam biosintesis sterol pada

jamur yang menghasilkan defisiensi ergosterol, penyebab kematian sel jamur. Penelitian

menemukan bahwa obat ini efektif dan tertoleransi dengan baik oleh anak-anak.

Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada penderita tinea kruris dan tinea korporis baik

dewasa maupun anak-anak dalam waktu 1 – 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan

anak-anak (>12 tahun) diberikan olesan sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim

(Cholis, 2001; Kuswadji dan Widaty, 2001; Lesher, 2004; Rubiez, 2004; Wiederkehr,

2004; Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat

naftitin yaitu exoderil dan contoh nama merk dagang obat terbinafin yaitu interbi, lamisil

dan termisil (Evaria, 2005).

4. Golongan benzilamin, Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan

benzilamin yang bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton

Page 7: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 7

mentagrophytes, Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan

infeksi-infeksi tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur

metabolisme sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel

jamur. Sifat fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan

angka kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita tinea

korporis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2

minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak (> 12

tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 2 kali sehari

selama 1 minggu atau 4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Contoh

nama merk dagang obat butenafin adalah mentax (Cholis, 2001; Lesher, 2004;

Wiederkehr, 2004; Robins, 2005).

5. Golongan imidazol Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada

dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis

yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 – 100 %. Mekanisme kerjanya dengan

menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel

(Gonzales, 1987 cit Hardyanto, 1990; Cholis, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003). Golongan

imidazol meliputi :

a. Mikonazol Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar

sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika

lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram

positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam vagina. Penderita tinea kruris

dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk

krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak

diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 – 6 minggu dalam bentuk krim 2 % atau bedak

kocok. Jika menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2 – 4

minggu (Tjay dan Rahardja, 2003; Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005).

MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat mikonazol yaitu

micoskin, mexoderm dan daktarin (Evaria, 2005).

b. Klotrimazol Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih

sempit daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis

Page 8: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 8

terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa diberikan

sebanyak 2 kali sehari selama 2 – 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio,

sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %, solusio

ataupun bedak kocok (Tjay dan Rahardja, 2003; Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004;

Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat

klotrimazol yaitu canesten, lotremin dan fungiderm (Evaria, 2005).

c. Ketokonazol

Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral (1981).

Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen.

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari

selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-

anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim

2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari

selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 % (Tjay dan Rahardja, 2003; Lesher, 2004;

Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh

nama merk dagang obat ketokonazol yaitu formyco, nizoral dan mycozid (Evaria, 2005).

d. Ekonazol

Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh atom

H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap Aspergillus. Obat ini

efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya berhubungan dengan metabolisme

sintesis RNA dan protein, mengganggu permeabilitas dinding sel jamur sehingga

menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan

sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita

tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari dalam

bentuk krim 1 %. Contoh nama merk dagang obat ekonazol adalah pevaryl (Tjay dan

Rahardja, 2003; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005).

e. Oksikonazol

Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik tangkapnya yaitu

menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kematian sel jamur. Penderita

tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu

Page 9: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 9

dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak

4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim 1 % atau bedak kocok. Contoh

nama merk dagang obat oksikonazol adalah oxistat (Wiederkehr, 2004; Robins, 2005).

f. Sulkonazol

Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu

menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel,

sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

(> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 – 4 minggu dalam bentuk krim 1

% atau solusio. Contoh nama merk dagang obat sulkonazol adalah exelderm

(Wiederkehr, 2004).

g. Sertakonazol Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif

melawan Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton

floccosum. Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik dewasa

maupun anak-anak (> 12 tahun). Contoh nama merk dagang obat sertakonazol adalah

ertaczo (Rubeiz, 2004).

h. Bifonazol

Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis jamur dan

ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman Gram positif.

Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam bentuk losio atau krim yang

dikombinasikan bersama urea 40 % dengan bebat (Madani, 2000; Tjay dan Rahardja,

2003). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat bifonazol yaitu

mycospor (Evaria, 2005).

6. Golongan lainnya

a. Siklopiroks Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat

fungisid terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap

Malassezia furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur

kimianya berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan

sama, yaitu terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya

berdasarkan perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran sel.

Daya kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan secara

dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan sebanyak 2

Page 10: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 10

kali sehari dalam bentuk krim 1 %, jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu maka perlu

dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea kruris dan tinea kapitis.

Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi melalui semua lapisan kuku pada

kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang rendah sehingga perlu kombinasi

dengan obat antijamur oral. (Tjay dan Rahardja, 2003; Lesher, 2004; Wiederkehr, 2004;

Blumberg, 2005; Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk

dagang obat siklopiroks yaitu batrafen dan loprox nail lacquer (Evaria, 2005).

b. Tolnaftat

Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat efektif

terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak terhadap

Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi skualen pada

membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 – 4 minggu dan

dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris dewasa dan anak

anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 %, solusio dan

bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal untuk tinea korporis dan

tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat adalah tinactin (Hardyanto,

1990; Wiederkehr, 2004, Siregar, 2005).

c. Haloprogin Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,

Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya gatal

gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 % dan solusio. Biasanya

digunakan dalam waktu 2 – 4 minggu. Contoh nama merk dagang obat haloprogin adalah

halotex (Kuswadji dan Widaty, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003; Wiederkehr, 2004).

Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat antijamur

oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena jika hanya

mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku sangat terbatas

sehingga tidak efektif (Blumberg, 2005). Pengobatan tinea manus pada prinsipnya sama

dengan pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis (Madani, 2000).

Page 11: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Adiguna, M.S., 2001, Epidemiologi Dermatomikosis Di Indonesia, dalam

Budimulja, U., Kuswadji., Bramono, K., Menaldi, S.L., Dwihastuti, P. dan

Widaty, S. (eds),

2. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa

Kedokteran, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 1

– 6.

3. Anonim, 2003, Fungus Infections : Tinea, http://www.aocd.org/skin

4. Blumberg, M., 2005, Onychomycosis, http://www.emedicine.com/derm

5. Budimulja, U., 2005, Mikosis, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S.

(eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4th ed, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta : 89 – 105.

6. Cholis, M., 2001, Penatalaksanaan Tinea Glabrosa Dan Perkembangan Obat

Antijamur baru, Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Brawidjaja, Malang : 21 – 24.

7. Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di

Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia,

Jakarta : 27 – 37.

8. Djuanda, A., 1994, Pengobatan Topikal Dalam Bidang Dermatologi, Yayasan

Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

9. Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, dalam Harjono, R.M., Oswari, J.,

Ronardy, D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan

Winata, I. (eds), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1937.

Page 12: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 12

10. Evaria, 2005, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, 6th vol, PT InfoMaster, Jakarta :

395 – 398.

11. Hamzah, M., 2005, Dermatoterapi, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S.

(eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4th ed, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta: 340 - 350.

12. Hardyanto, 1990, Antijamur Dalam Dermatologi, dalam Ednawati dan

Soedarmadi (eds), Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, Laboratorium Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada,

Yogyakarta : 41 – 58.

13. Kao, G.F., 2005, Tinea Capitis, http://www.emedicine.com/derm

14. Kuswadji dan Widaty, S., 2001, Obat Antijamur, dalam Budimulja, U.,

Kuswadji., Bramono, K., Menaldi, S.L., Dwihastuti, P. dan Widaty, S. (eds),

Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa

Kedokteran, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta :

99 – 107.

15. Lesher, J.L., 2004, Tinea Corporis, http://www.emedicine.com/derm

Madani, F., 2000, Infeksi Jamur Kulit, dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit

Kulit, Penerbit Hipokrates, Jakarta : 73 – 87.

16. Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit Dan Kelamin, 1st ed,

Meidian Mulya Jaya, Jakarta : 5 – 21.

17. Robins, C.M., 2005, Tinea Pedis, http://www.emedicine.com/derm

18. Rubeiz, N., 2004, Tinea, http://www.emedicine.com/derm

19. Siregar, R.S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta : 10 – 44.

20. Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2003, Obat-Obat Penting, 5th, Penerbit PT Elex

Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta: 91 – 104.

Page 13: Penatalaksanaan Kuratif Tinea Pedis

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

By : Rickky_Kurniawan@2009 13

21. Wiederkehr, M., 2004, Tinea Cruris, http://www.emedicine.com/derm

=============================SEMOGA BERMANFAAT================================