Blok 15makalah (Tinea Pedis)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    1/18

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    2/18

    paparan ulangan dermatofita sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi umum

    seperti pancuran, kolam renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi. (2-4)

    III. ETIOLOGI

    Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling

    sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton

    floccosum. (22) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai

    bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali menimbulkan

    lesi yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu

    diantara dua pola lesi diatas. (1-4)

    IV. PATOGENESIS

    Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan keratin.

    Jamur harus tahan terhadap efek sinarultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan

    dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi oleh

    keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum

    dengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini

    dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan

    nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan

    baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk kompetisi

    dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur

    oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem

    kekebalan tubuh. (4)

    Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam pertumbuhan

    jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari merupakan faktor

    predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari seluruh penderita

    dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis dan/atau tinea pedis.

    Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan

    di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi

    dan karpet. (2)

    Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada infeksi

    dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan jamur dan merusak

    stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora bakteri secara serentakmungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti tambahan bahwa selama beberapa

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    3/18

    episode simtomatik pada tinea pedis kronik, bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai

    ko-patogenesis penting, tetapi apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih

    belum diketahui. (2)

    V. GAMBARAN KLINIS

    Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:

    1. Interdigitalis

    Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV dan V

    terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari

    (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka

    sering terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian

    kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah

    diserang oleh jamur. (1) Jika perspirasi berlebihan (memakai sepatu karet/boot, mobil yang

    terlalu panas) maka inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal. (7) Bentuk

    klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama

    sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,

    limfangitis dan limfadenitis. (1)

    Gambar 1 : Tinea pedis tipe interdigiti *

    2. Moccasin foot (plantar)

    * Dikutip dari kepustakaan no.10

    http://4.bp.blogspot.com/-QTV2ZZPPJAA/T7wVAVLILzI/AAAAAAAAAD4/_wR-SDrKO2s/s1600/ff.png
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    4/18

    Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya bersifat

    hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya asimetris yang disebut foci. (7) Seluruh kaki, dari

    telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya

    ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul

    dan kadang-kadang vesikel. (1) Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten

    terhadap pengobatan. (6,21)

    Gambar 2 : Tinea pedis pada telapak kaki *

    3. Lesi Vesikobulosa

    Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula yang

    terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke

    punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang

    berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat

    hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-

    kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel. (1,6,7)

    Gambar 3: Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki **

    4. Tipe Ulseratif

    http://2.bp.blogspot.com/-Qdc9Jaer6xc/T7wVCg4uJlI/AAAAAAAAAEA/MakSJ6-5n4Q/s1600/gfnfcgb.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-o_CTCfWf2jY/T7wVEykQIcI/AAAAAAAAAEI/NNAw9ea_Vyo/s1600/nfgn.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-Qdc9Jaer6xc/T7wVCg4uJlI/AAAAAAAAAEA/MakSJ6-5n4Q/s1600/gfnfcgb.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-o_CTCfWf2jY/T7wVEykQIcI/AAAAAAAAAEI/NNAw9ea_Vyo/s1600/nfgn.png
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    5/18

    Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis akibat maserasi

    dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari; dapat dilihat pada pasien

    yang imunokompromais dan pasien diabetes. (3,8)

    Gambar 4 : Tinea pedis tipe ulseratif *

    * Dikutip dari kepustakaan no. 10

    ** Dikutip dari kepustakaan no. 10

    VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada kerokan sisik kulit akan terlihat hifa bersepta.

    Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis dermatofitosis. KOH digunakan untuk

    mengencerkan jaringan epitel sehingga hifa akan jelas kelihatan di bawah mikroskop. Kulit

    dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dikerok

    dengan pisau tumpul steril dan diletakkan di atas gelas kaca, kemudian ditambah 1-2 tetes

    larutan KOH dan ditunggu selama 15-20 menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu

    dilakukan pemanasan. Tinea pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk

    mendeteksi hifa. (1,8,18)

    http://1.bp.blogspot.com/-NIbwLg55oCU/T7wU-DcQ52I/AAAAAAAAADw/vZeN7ZnPXMM/s1600/btfgbfgnb.jpg
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    6/18

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    7/18

    Gambar 7 : Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial dari

    epidermis **

    5.

    * Dikutip dari kepustakaan no. 16

    ** Dikutip dari kepustakaan no. 22

    Pemeriksaan lampu Wood pada tinea pedis umumnya tidak terlalu bermakna karena banyak

    dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada tinea kapitis yang disebabkan

    oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di daerah tersebut dikerok

    untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi. (20)

    VII. DIAGNOSIS

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas.

    Pemeriksaaan laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%

    ditemukan hifa yaitu double conture (dua garis lurus sejajar dan transparan), dikotomi

    (bercabang dua) dan bersepta. Selain itu di dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung

    hifa. Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. b) Kultur

    ditemukan dermatofit. (8,10)

    VIII. DIAGNOSIS BANDING

    1. Dermatitiskontak

    Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak jelas, bagian

    tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Predileksinya pada bagian yang kontak dengan

    dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan sebagainya. Adanya riwayat pengunaan sepatu

    http://www.blogger.com/goog_1992697344http://1.bp.blogspot.com/-laj6ArNmw5Q/T7wWlqsFXVI/AAAAAAAAAE4/CBLVcJC7kp4/s1600/gvesrverv.jpghttp://www.blogger.com/goog_1992697344http://www.blogger.com/goog_1992697344
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    8/18

    baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi hanya tanda-tanda peradangan. Dermatitis

    kontak akan memberikan tes tempel positif, sedangkan pada tinea pedis hasilnya negatif. (1,9)

    Gambar 4 : Dermatitis kontak *

    2. Pomfolix

    * Dikutip dari kepustakaan no. 10

    Pomfolix umumnya terjadi pada dorsum jari-jari kaki pada anak-anak, agak kronik, sering

    pada musim dingin, sangat gatal dan ada riwayat keluarga yang atopi. Kulit di dorsum pedis

    tidak ditemukan jamur. (9)

    A B

    Gambar 5 : Gambar A dan B merupakan ekzema vesikuler pomfolix pada individu atopi *

    3. Psoriasis

    http://dermnetnz.org/dermatitis/pompholyx.htmlhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/psoriasis.htmlhttp://3.bp.blogspot.com/-wCYg4AQKeG8/T7wWYaVU3hI/AAAAAAAAAEY/rToAh6Qn_Sk/s1600/ervv.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-vRro_HNcQRg/T7wWolDD90I/AAAAAAAAAFA/DXR-AdCRlzg/s1600/rgvesrverve.pnghttp://3.bp.blogspot.com/-wCYg4AQKeG8/T7wWYaVU3hI/AAAAAAAAAEY/rToAh6Qn_Sk/s1600/ervv.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-vRro_HNcQRg/T7wWolDD90I/AAAAAAAAAFA/DXR-AdCRlzg/s1600/rgvesrverve.pnghttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/psoriasis.htmlhttp://dermnetnz.org/dermatitis/pompholyx.html
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    9/18

    Mengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang batas jelas; psoriasis dapat

    ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin,

    Auspitz dan Kobner. Tidak didapatkan jamur pada pemeriksaan kulit. (9)

    A B

    Gambar A menunjukan psoriasis dengan eritrodermi eksfoliatif . Gambar B menunjukkan

    hiperkeratotik psoriasis yang simetri**.

    4. Hiperhidrosis pada kaki

    Lesi dapat memburuk dan berwarna putih, erosi disertai maserasi pada telapak kaki dan bau

    yang sangat busuk. (9)

    * Dikutip dari kepustakaan no. 10

    ** Dikutip dari kepustakaan no. 10

    IX. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

    Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi dan tipenya

    Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya (3,4)

    Tipe Organisme Gejala Klinis Pengobatan

    http://medicastore.com/penyakit/812/Keringat_Berlebihan_Hiperhidrosis_.htmlhttp://4.bp.blogspot.com/-28gU2ezAiKg/T7wWVntW5rI/AAAAAAAAAEQ/v1ouYmhXwKY/s1600/cdcc.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-exPLez3vlJI/T7wWdEtuXsI/AAAAAAAAAEg/PhTUIk6-cVU/s1600/fcaewcawec.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-28gU2ezAiKg/T7wWVntW5rI/AAAAAAAAAEQ/v1ouYmhXwKY/s1600/cdcc.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-exPLez3vlJI/T7wWdEtuXsI/AAAAAAAAAEg/PhTUIk6-cVU/s1600/fcaewcawec.pnghttp://medicastore.com/penyakit/812/Keringat_Berlebihan_Hiperhidrosis_.html
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    10/18

    Penyebab

    Moccasin Trichophyton

    rubrum

    Epidermophyton

    floccosum

    Scytalidium

    hyalinum

    S. dimidiatum

    Hiperkeratosis yang

    difus, eritema dan

    retakan pada

    permukaan telapak

    kaki; pada umumnya

    sifatnya kronik dan

    sulit disembuhkan;

    berhubungan dengan

    defisiensi Cell

    Mediated

    Immunity (CMI)

    Antifungal topikal disertai

    dengan obat-obatan

    keratolitik asam salisilat,

    urea dan asam laktat

    untuk mengurangi

    hiperkeratosis; dapat juga

    ditambahkan dengan

    obat-obatan oral

    Interdigital T.

    mentagrophytes

    (var. interdigitale)

    T. rubrum

    E. floccosum

    S. hyalinum

    S. dimidiatum

    Candida spp.

    Tipe yang paling

    sering; eritema, krusta

    dan maserasi yang

    terjadi pada sela-sela

    jari kaki,

    Obat-obatan topikal; bisa

    juga menggunakan obat-

    obatan oral dan

    pemberian antibiotik jika

    terdapat infeksi bakteri;

    kronik : ammonium

    klorida hexahidrate 20 %

    Inflamasi /

    VesikobulosaT.

    mentagrophytes

    (var.

    mentagrophytes)

    Vesikel dan bula pada

    pertengahan kaki;

    berhubungan dengan

    reaksi dermatofit

    Obat-obatan topikal

    biasanya cukup pada fase

    akut, namun apabila

    dalam keadaan berat

    maka indikasi pemberian

    glukokortikoid

    Ulseratif T. rubrum

    T.

    mentagrophytes

    Eksaserbasi pada

    daerah

    interdigital; Ulserasi

    dan erosi; biasanya

    Obat-obatan topikal;

    antibiotik digunakan

    apabila terdapat infeksi

    sekunder

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    11/18

    E. floccosum terdapat infeksi

    sekunder oleh bakteri;

    biasanya terdapat pada

    pasien

    imunokompromais dan

    pasien diabetes

    A. ANTIFUNGAL TOPIKAL

    Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir. Efek

    samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang

    biasanya terbuat dari alkohol atau komponen yang lain. (3)

    a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok pada pengobatan

    tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan kandida. (11,18)

    - Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas dengan menghambat pertumbuhan

    bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4 minggu.

    Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.

    - Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas golongan Imidazol;

    menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga

    menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.

    - Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat biosintesis

    ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi

    jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah

    intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.

    b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar dermatofitosis

    tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan

    hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21

    hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan salep

    asam salisilat 10 %. (11,18)

    c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan antidermatofit,

    antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai jenis jamur. (11,18)

    - Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea

    versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2

    kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    12/18

    d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga berguna pada

    tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik kronik). (11)

    - Terbinafine (Lamisil ), menurunkan sintesis ergosterol, yang mengakibatkan kematian sel

    jamur. Jangka waktu pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

    bahwa terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam

    mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil dan lebih aman. (17)

    e. Antijamur Topikal Lainnya. (11,18)

    - Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam

    perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat

    memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Asam

    benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk

    yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat

    pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan dari para pemakainya karena salep

    ini berlemak.

    - Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam

    dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Obat ini tersedia

    dalam bentuk salep campuran yang mengangung 5 % undesilenat dan 20% seng undesilenat.

    - Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal kekuningan,

    sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan

    larutan dengan kadar 1 %.

    B. ANTIFUNGAL SISTEMIK

    Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan.

    Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat

    antifungal di bawah ini antara lain :

    1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk partikel

    utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-

    anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,

    penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar

    tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara

    pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian besar

    penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis. Efek

    samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgiayang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    13/18

    digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan

    dapat mengganggu fungsi hepar. (1)

    2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazole yang

    bersifat fungistatik. Kasus-kasusyang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat

    tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan.

    Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar. (1)

    3. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan sebagai

    pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh

    hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan mengahambat

    sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting

    dalam sela membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir

    oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput kapsul selama 3

    hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),

    amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema), sulfonilurea (dapat

    meningkatkan resiko hipoglikemia). Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis

    tipe moccasion. (1,11,12)

    4. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti

    griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung berat badan.

    Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase sehingga sintesis ergosterol

    menurun. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering

    gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi

    yang umumnya ringan. Efek samping lainnyadapat berupa gangguan

    pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau

    seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan

    dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus. (1) Terbinafin

    baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu

    penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan terbinafine lebih efektif

    dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin. (15,19)

    C. PENCEGAHAN

    Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki tetap dalam

    keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab, menghindari pemakaian

    sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki telanjang di tempat-tempat umum sepertikolam renang serta menghindari hindari kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    14/18

    ini biasanya asimptomatik, sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur merupakan

    suatu hal yang sulit dan membutuhkan proses yang panjang. Setelah mandi sebaiknya kaki

    dicuci dengan benzoil peroksidase. (4,12)

    X. KOMPLIKASI

    1. Selulitis. Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis. Selulitis

    dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri pada daerah

    subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi

    selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer. Dalam keadaan

    lembab, kulit akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi

    menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti -hemolytic streptococci

    (group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan basil gram

    negatif. (4,12) Apabila telah terjadi selulitis maka diindikasikan pemberian antibiotik. Jika

    terjadi gejala yang sifatnya sistemik seperti demam dan menggigil, maka digunakan

    antibiotik secara intravena. Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta

    laktam ataupun golongan kuinolon. (14)

    2. Tinea Ungium. Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya

    dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum merupakan

    jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah, dan tidak

    berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur tersebut. (12)

    3. Dermatofid . Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi id, merupakan suatu penyakit

    imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat menyebabkan

    vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris dan jari-jari tangan. Reaksi

    dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang

    setelah penggunaan terapi antifungal. (12,13) Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien

    dengan edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa

    perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali. (4,12)

    XI. PROGNOSIS

    Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa minggu setelah

    pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun kronik. Kasus yang lebih

    berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun dengan pengobatan yang baik, tetapi

    bila tidak dilakukan pencegahan maka pasien dapat terkena reinfeksi.(3,8)

    http://medicastore.com/penyakit/192/Selulitis.htmlhttp://www.medicinenet.com/fungal_nails/article.htmhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.medicinenet.com/fungal_nails/article.htmhttp://medicastore.com/penyakit/192/Selulitis.html
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    15/18

    XII. KESIMPULAN

    Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan

    telapak kaki. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki usia dewasa dan jarang pada

    perempuan dan anak-anak. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu

    dan berkaos kaki disertai berada di daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan

    jamur makin subur.Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton

    rubrum (paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton

    floccosum.

    Gambaran klinis dapat dibedakan berdasarkan tipe interdigitalis, moccasion foot, lesi

    vesikobulosa, dan tipe ulseratif. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah

    pemeriksaan KOH dan pemeriksaan lampu Wood dan ditemukan adanya hifadouble

    counture, dikotomi dan bersepta. Diagnosis banding dapat berupa dermatitis kontak,

    pemfolix, psoriasis, dan hiperhidrosis pada kaki. Penatalaksanaan disesuaikan berdasarkan

    tipe tinea pedis. Pengobatan dapat berupa antifungal topikal maupun oral dan apabila

    ditemukan infeksi sekunder maka indikasi penggunaan antibiotik. Salah satu pencegahan

    terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga agar kaki tetap dalam keadaan kering dan bersih,

    hindari lingkungan yang lembab dan pemakaian sepatu yang terlalu lama

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    16/18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan

    kelamin. 5 th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI; 2007. p. 89- 104.

    2. Perea S, Ramos MJ, Garau M, Gonzalez A, Noriega AR, Palacio AD. Prevalence

    and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in the general population in Spain. J Clin

    Microbiol 2000;38:3226-30.

    3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal diseases. In. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,

    editors. Dermatology volume 1. 2 nd ed. US: Mosby Elsevier; 2003. p.

    4. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections: dermatophytosis,

    onychomicosis, tinea nigra, piedra. In. Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf K, Austen KF,

    Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks dermatology in general medicine . 6 th ed. New york:

    McGraw-Hill; 2003. p.

    5. Hapcioglu B, Yegenoglu Y, Disci R, Erturan Z, Kaymakcalan H. Epidemiology of

    superficial mycosis (tinea pedis, onychomycosis) in elementary school children in Istanbul,

    Turkey. Coll Antropol 2006;1:119-24.

    6. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4 th ed. London:

    Mosby; 2004. p. 409-456.

    7. Falco OB, Plewig G, Wolff HH, Winkelmann RK. Dermatology. 3 rd ed. Berlin: Springer

    Verlag; 1991. p. 227-8.

    8. Verma S, Heffernan MP. In. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

    Leffel DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7 th ed. New York:

    McGraw-Hill; 2008. p.1807-21.

    9. Hall JC. Dermatology Mycology. In. Hall JC, editor. Sauser manual of the skin. 8 th ed. US:

    Mosby; 2000. p. 244-47.

  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    17/18

    10. Dawber R, Bristow I, Turner W. Text atlas of podiatric dermatology. UK: Oxford; 2005. p.

    65-6.

    11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD,

    Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi danterapi. 4 th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

    UI; 2004. p. 560-70.

    12. Hasan MA, Fitzgerald SM, Saoudian M, Krishnaswamy G. Dermatology for the practicing

    allergist: tinea pedis and its complications.Clin Mol Allergy 2004;2:5.

    13. Noble SL, Pharm D, Forbes RC. Diagnosis and management

    of common tinea infections. [Online]. 2000 July [cited 2010 June 2]; Available

    from: URL: http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html

    14. Swartz MN. Cellulitis. Clin Practise 2004; 350:904-12.

    15. Savin RC, Zaias N. Treatment of chronic moccasin-

    type tinea pedis with terbinafine: a double-blind, placebo-controlled trial. J Am Acad

    Dermatol 1990;23:804-7

    16. Burns T, Breathnec S, Cox N, Griffiths C. Rooks textbook of dermatology volume 1-

    4. 7 th ed. UK: Blackweel; 2004. p. 31.32-34.

    17. Chauvin MFd, Vallanette VC, Kienzler JL, Larnier C. Novel, single-dose, topical treatment

    of tinea pedis using terbinafine: result of adose-finding clinical trial. Orig Article 2007;51:1-

    6.

    18. Weinstein A, Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam

    Physic 2002;65:2095-102.

    19. Bell-Syer SEM, Hart R, Crawford F, Torgerson DJ, Tyrrell W, Russell I. Oral treatments for

    fungal infections of the skin of the foot. [Online]. 2002 Apr 22 [cited 2010 May 28];

    Available from: URL: http://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.html

    http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.htmlhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.htmlhttp://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.htmlhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html
  • 8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)

    18/18

    20. Hainer BL. Dermatophyte infections. Am Fam Physic 2003;67:101-8.

    21. Rippon JW. Medical Mycology: the pathogenicfungi and the pathogenic actinomycetes.

    3rd ed. WB Saunders Company: Filadelphia; 1988. p. 218-24.

    22. Viklund A, Burley C. Dermatology glossary: define your skin. [Online]. 2005 Nov 28 [cited

    2010 June 8]; Available from: URL :http://www.chrisburley.com/

    http://www.chrisburley.com/http://www.chrisburley.com/