Upload
farih-n-mubarok
View
1.009
Download
25
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mini project ini berisi tentang angka kecukupan pemberian ASI ekslusif di kecamatan pangkalan Kerinci, Kab Pelalawan, Riau
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6
bulan tanpa tambahan ataupun makanan lain. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI
saja tanpa makanan dan minuman lain, ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama
kehidupan (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim,
kecuali vitamin dan mineral dan obat (Roesli, 2000).
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses
menyusui. ASI adalah jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik
fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup
hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2004).
ASI eksklusif memberikan banyak sekali manfaat untuk bayi, diantaranya ASI
eksklusif dapat meningkatkan kualitas kesehatan, membantu proses pertumbuhan, dan
perkembangan hidup bayi (Kasnodihardjo, 1998; Winarsih, 2004). ASI eksklusif juga
berperan secara psikologis dengan cara meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan
bayi, bayi juga akan merasa aman dan tentram. Hal tersebut sangat membantu
perkembangan emosi bayi, sehingga membentuk pribadi yang percaya diri serta menjadi
dasar spritual yang baik (Oetami Roesli, 2000).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) hanya sekitar 35% anak-anak di dunia yang
mendapatkan ASI eksklusif (www.ejhd.uib.no). UNICEF melaporkan bahwa persentase
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di beberapa negara antara lain Asia Tenggara 45%,
Asia Timur 32%, Timur Tengah 29%, Eropa Tengah 27%, dan Afrika 22%.
(www.breastfeedingbasics.org). Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa 61,5% bayi di
Indonesia mendapatkan ASI eksklusif. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian di
negara lain di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan cakupan ASI eksklusif di India
mencapai 46%, Phillippines 34,5%, Vietnam 27%, dan Myanmar 24%.
Di Indonesia, menurut hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 dilaporkan bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan asi eksklusif
sampai 1,6 bulan. Sedangkan yang diberikan asi eksklusif sampai umur 4 – 5 bulan hanya
27%. Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator
Indonesia 2010 yaitu 80%. (Depkes RI, 2004).
Menurut Pofil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, cakupan pemberian ASI
Ekslusif pada bayi umur 0 – 6 bulan mencapai 61,5%. Provinsi dengan pencapaian
cakupan asi eksklusif tertinggi di Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Barat 79,7%. Provinsi
dengan pencapaian cakupan asi ekslusif terendah di Indonesia, yaitu Aceh 49,6%.
Sebanyak 14 provinsi mempunyai pencapaian cakupan asi eksklusif dibawah angka
pencapaian nasional 61,5% yaitu, Aceh (49,6%), Sumatera Utara (56,6%), Riau (57,5%),
Bangka Belitung (54,9%), Kepulauan Riau (55,5%), Jawa Tengah (57,8%), Jawa Timur
(49,7%), Banten (52,7%), Bali (50,2%), Kalimantan Barat (50,9%), Sulawesi Tengah
(60,4%), Gorontalo (60,4%), Maluku Utara (61,3) dan Papua Barat (61,2%) (Depkes,
2011).
Di Provinsi Riau, cakupan untuk bayi diberi ASI eksklusif tahun 2011 sebesar 45,9%
menurun jika dibandingkan dengan tahun 2010 (52%) dan belum tercapai target Renstra
2011 (60%). Tetapi ada kabupaten sudah mencapai target yaitu Kabupaten Indragiri Hulu
(60,1%), sedangkan Kab/Kota terendah pencapaiannya adalah Kab. Kuansing (29,7%).
Sedangkan di Kabupaten Pelalawan cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 40,1%
(Dinkes Riau, 2011).
Di Kabupaten Pelalawan, cakupan ASI eksklusif tahun 2013 sebesar 73,8%, dan
belum mencapai target nasional 80%. Cakupan ASI eksklusif tertinggi dan sudah
mencapai target adalah Kecamatan Teluk Meranti (82,5%), sedangkan cakupan ASI
eksklusif terendah pencapaiannya adalah Kecamatan Kuala Kampar (45,8%) (Dinkes
Pelalawan, 2013).
Di Kecamatan Pangkalan Kerinci, cakupan ASI eksklusif pada tahun 2012 sebesar
70,4% dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 73,5%. Cakupan ASI eksklusif tertinggi
dan sudah mencapai target adalah desa Makmur (86,5%), namun pencapain ini masih
belum merata karena masih ada wilayah yang pencapaiannya rendah dibandingkan
wilayah lainnya yaitu desa Rantau Baru (60,5%) dan desa Kuala Terusan (50%).
(Puskesmas Berseri Pangkalan Kerinci, 2013).
Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi, pemerintah
Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI eksklusif sejak tahun 1990 yang
dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan
dengan itu telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia
(Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Ibu-ibu yg tidak
memberikan ASI eksklusif disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif antara lain berkaitan dengan
pengetahuan ibu (Berg, 1986; Afriana, 2004), ibu yang bekerja (Wibowo, Februhartanty,
Fahmida, Roshita; 2008), dan volume ASI (Kasnodihardjo, 1998). Selain itu, gencarnya
promosi susu formula (Utomo, 1996; Judarwanto, 2006; Kasnodihardjo, 1998) serta
faktor dukungan dari keluarga, masyarakat, dan tenaga medis (Utomo,1996;
Februhartanty, 2008 ) juga berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI eksklusif secara global,
nasional bahkan tingkat kabupaten dan kecamatan masih dibawah target indikator
nasional yaitu 80%. Dengan demikian dirasa perlu untuk dilakukannya analisa program
cakupan ASI eksklusif dan analisa faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian
ASI eksklusif. Analisis masalah secara menyeluruh dengan menganalisa kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki oleh program ASI eksklusif sebagai strategi untuk merealisasikan
tujuan dan sebagai dasar perencanaan peningkatan program ASI eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Pangkalan Kerinci.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, diketahuinya rumusan masalah:
1. Cakupan ASI eksklusif Tahun 2013 di Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan
Kerinci 73,5%, pencapaian tersebut masih dibawah target yang direkomendasikan
dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80%.
2. Faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif perlu dianalisa
kembali untuk dijadikan strategi perencanaan dalam upaya peningkatan program ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pangkalan Kerinci.
3. Belum adanya analisa yang mendeskripsikan tentang kelemahan, kekuatan, ancaman
dan strategi yang dimiliki oleh program ASI eksklusif untuk diketahuinya
perencanaan program yang baik terhadap penyelesaian masalah belum tercapainya
target cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisa data cakupan ASI eksklusif tahun 2012 – 2013 dan faktor-faktor
yang diketahui menjadi penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif untuk
mendeskripsikan kelemahan dan kekuatan program ASI eksklusif sebagai dasar
strategi perencanaan peningkatan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pangkalan Kerinci.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya strategi peningkatan program ASI eksklusif berdasarkan jumlah
bayi yang diberi ASI eksklusif menurut kategori jenis kelamin di Kecamatan
Pangkalan Kerinci Tahun 2012 – 2013
b. Diketahuinya strategi peningkatan program ASI eksklusif berdasarkan distribusi
wilayah cakupan ASI eksklusif yang meliputi wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2012 – 2013
c. Diketahuinya strategi peningkatan program ASI eksklusif berdasarkan analisa
masalah faktor-faktor peyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif
d. Diketahuinya strategi peningkatan program ASI eksklusif berdasarkan analisa
kelemahan, kekuatan, ancaman dan strategi dari masalah belum tercapainya
cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Kecamatan Pangkalan Kerinci.
D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas
a. Mendapatkan informasi tentang analisa data cakupan ASI eksklusif yang menjadi
dasar perencanaan peningkatan program ASI eksklusif di Puskesmas Berseri
Kecamatan Pangkalan Kerinci
b. Mengetahui faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif
sebagai dasar masalah tidak tercapainya target cakupan ASI eksklusif di
Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
c. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah dari faktor-faktor penyebab
ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif untuk dijadikan pedoman program
dalam upaya peningkatan program ASI eksklusif
d. Mendapatkan deskripsi tentang analisa kelemahan, kekuatan, ancaman dan
strategi dari program ASI eksklusif untuk dijadikan dasar perencanaan dalam
peningkatan mutu program dalam upaya mencapai target nasional cakupan ASI
eksklusif
e. Mendapatkan perencanaan program untuk meningkatkan kualitas kinerja tenaga
kesehatan dan motivasi kader di Puskesmas dalam mendukung program ASI
eksklusif sehingga kegiatan promosi ASI eksklusif dalam bentuk penyuluhan,
konseling, maupun KIE-ASI lebih maksimal.
2. Bagi Masyarakat
a. Mengetahui pengetahuan dan informasi tentang ASI eksklusif sehingga
memberikan kesadaran dan motivasi bagi masyarakat dalam memberikan ASI
eksklusif
b. Mengetahui informasi tentang keuntungan pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula
c. Mengetahui informasi tentang manajemen laktasi dan cara-posisi menyusui yang
benar sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui melalui
persiapan menyusui ASI eksklusif
d. Mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif sehingga meningkatkan peran
serta suami dan dukungan keluarga dalam mendukung, memotivasi dan
membantu ibu untuk menyusui ASI eksklusif.
e. Masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik di Puskesmas dengan
adanya aplikasi perencanaan peningkatan program ASI eksklusif
f. Sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi tentang ASI eksklusif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASI Eksklusif
1. Definisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain,
ASI eksklusif dianjurkan sampai 6 bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2005). ASI
eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan
obat (Roesli, 2000).
Menurut WHO, secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai
berikut, yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui dimulai 30
menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan makanan pre-lectal seperti air gula
atau air tajin kepada bayi yang baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan
kolostrum kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian
ASI pada malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin atau mineral dan obat
dalam bentuk drops atau sirup.
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik
fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup
hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2004).
2. Komposisi ASI Eksklusif
a. Komposisi Nutrisi ASI Eksklusif
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena itu bayi yang
mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat
yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan
susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan
terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula. Komposisi ASI yaitu :
karbohidrat, protein, lemak,mineral,vitamin (Hubertin, 2004 ).
Di dalam ASI terdapat laktosa, laktosa ini merupakan karbohidrat utama dalam
ASI yang berfungsi sebagai salah satu sumber makanan untuk otak. Kadar laktosa
yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan
pada susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi
jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah
melahirkan). Setelah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.
(Badriul, 2008).
Selain karbohidrat, ASI juga mengandung protein. Kandungan protein ASI cukup
tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula.
Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein. Protein
dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus
bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih
sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30%,
dibanding susu formula yang mengandung protein dalam jumlah yang tinggi (80%)
(Badriul, 2008).
Disamping itu juga, ASI mempunnyai asam amino yang lengkap yaitu taurin.
Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam amino
ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang
berkembang.
ASI juga mengandung lemak, kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah
Kemudian meningkat jumlahnya (Husaini, 2001). Lemak ASI berubah kadarnya
setiap kali diisap oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Selain jumlahnya yang
mencukupi, jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang
merupakan lemak kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta
mempunyai jumlah yang cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA
(Docoso Hexsaconic Acid) dan Acachidonid acid merupakan komponen penting
untuk bayi (Hubertin, 2004).
Disamping karbohidrat, lemak, protein, ASI juga mengandung mineral, vitamin K,
vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin yang larut dalam air. Hampir semua
vitamin larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI.
Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI.
Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan
asam folat mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).
b. ASI menurut stadium laktasi
Berdasarkan stadium laktasi, ASI dibagi dalam 3 bagian (King, 1985; Suraatmaja,
1997) yaitu:
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan caira pertama yang keluar dari kelenjar mamae mulai dari
pertama sampai hari ketiga ataupun keempat, dimana volumenya berkisar 150-300
ml/24 jam, berwarna lebih kekuningan dibandingkan susu matur.
Kolostrum merupakan pencahar yang sangat ideal untuk membersihkan zat – zat
yang tidak terpakai di usus bayi yang baru lahir hingga akhirnya siap untuk menerima
makanan yang akan datang. Kolostrum banyak mengandung protein dibandingkan
susu matur. Tetapi selain itu, antibodi juga banyak terdapat dalam kolostrum sehingga
memberikan perlindungan terhadap bayi hingga usia 6 bulan. Di dalam kolostrum
kadar karbohidrat dan lemak jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu matur
namun kadar minealnya jauh lebih tinggi.
2) ASI masa transisi atau peralihan
ASI transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur, yang
dikeluarkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh masa laktasi. Pada masa ini,
kadar kolostrum makin rendah namun kadar protein dan lemak makin tinggi. Volume
ASI transisi makin meningkat.
3) ASI matur
ASI matur adalah ASI yang keluar pada hari kesepuluh sampai seterusnya dan
volumenya relatif konstan. Merupakan cairan yang berwarna putih kekuning-
kuningan, mengandung faktor anti microbial dan tidak akan menggumpal jika
dipanaskan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI adalah
makanan satu – satunya yang cukup dan baik untuk pertumbuhan bayi hingga usia 6
bulan.
c. Faktor Kekebalan yang terdapat pada Komposisi ASI
Di dalam ASI terdapat 2 macam kekebalan ( Santosa h, 1997; Ebrahim G J, 1986;
Hayward, 1983 ) yaitu:
1) Faktor kekebalan non spesifik, yaitu :
a) Faktor pertumbuhan lactobasilus bifidus
Faktor ini sering disebut sebagai faktor bifidus, dimana banyak terdapat dalam
kolostrum. Lactobasilus bifidus dalam usus bayi akan mengubah laktosa menjadi
asam laktat dan asam asetat yang menyebabkan suasana menjadi semakin asam.
Suasana asam ini akan menghambat pertumbuhan E.coli yang selalu meyebabkan
diare pada bayi.
b) Laktoferin
Laktoferin mempunyai banyak persamaan dengan kerja trasferin yitu suatu
protein yang mengikat Fe dalam darah. Namun selain itu Laktoferin juga
menghambat pertumbuhan Candida albicans dan E.coli.
c) Lisozim
Lisozim adalah suatu substrat anti infeksi yang bekhasiat memecahkan
dinding sel bakteri dari kuman – kuman gram positif.
d) Laktoperoksidase
Laktoperoksidase merupakan suatu enzim yang bersama zat lain akan
membunuh Streptokokus.
2) Faktor kekebalan spesifik, yaitu :
a) Sistem komplemen
ASI banyak mengandung komplemen C3 dan C4 ang dapat diaktifkan oleh
antibodi yang terdapat dalam IgA susu. Komplemen yang sudah diaktifkan dapat
bekerja menghancurkan sel bakteri dalam rongga usus.
b) Khasiat seluler
ASI mengandung berbagai macam sel, terutama makrofag 90 %, Limfosit dan
Leukosit polimorfonuklear sedikit. Makrofag bersifat ameboid dan fagositik
terhadap kuman – kuman Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans. Limfosit
dalam ASI terdiri dari sel T dan sel B, dan ini aktif sebagai imunologik.
c) Immunoglobulin
Di dalam ASI dijumpai semua macam immunoglobulin. IgA dengan
konsentrasinya paling tinggi merupakan immunoglobulin yang paling penting
dalam ASI karena berperan penting dalam fungsi biologis.
3. Manfaat ASI Eksklusif
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula.
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui.
Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya
tahan tubuh bayi, mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan jalinan kasih
sayang (Roesli, 2000).
Manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai nutrisi. ASI merupakan sumber gizi yang
sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan bayi.
ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas dan kuantitasnya. Dengan
tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi
kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus
mulai diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau
lebih. Negara-negara barat banyak melakukan penelitian khusus guna memantau
pertumbuhan bayi penerima ASI eklslusif dan terbukti bayi penerima ASI eksklusif dapat
tumbuh sesuai dengan rekomendasi pertumbuhan standar WHO-NCHS (Danuatmaja,
2003).
Selain itu juga, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Dengan diberikan
ASI berarti bayi sudah mendapatkan immunoglobulin (zat kekebalan atau daya tahan
tubuh ) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun
segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akanmemproduksi sendiri
immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar
immunoglobulin bawaan dari ibu menurun yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum
mencukupi, terjadilah suatu periode kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Selain itu,
ASI merangsang terbentuknya antibodi bayi lebih cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat
imunisasi pasif, tetapi juga aktif. Suatu kenyataan bahwa mortalitas (angka kematian)
dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada bayi ASI eksklusif jauh lebih rendah
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Budiasih, 2008).
Disamping itu, ASI juga dapat mengembangkan kecerdasan bayi. Perkembangan
kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak. Faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan
otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan atau growt spourt
sangat penting karena pada inilah pertumbuhan otak sangat pesat. Kesempatan tersebut
hendaknya dimanfaatkan oleh ibu agar pertumbuhan otak bayi sempurna dengan cara
memberikan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas optimal karena kesempatan itu bagi
seorang anak tidak akan berulang lagi (Danuatmaja, 2003).
Air susu ibu selain merupakan nutrient ideal, dengan komposisi tepat, dan sangat
sesuai kebutuhan bayi, juga mengandung nutrient-nutrien khusus yang sangat diperlukan
pertumbuhan optimal otak bayi. Nutrient-nutrient khusus tersebut adalah taurin, laktosa,
asam lemak ikatan panjang (Danuatmaja, 2003).
Kemudian yang terakhir adalah ASI dapat menjalin kasih sayang. Bayi yang sering
berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan
mendapatkan rasa aman, tenteram, dan terlindungi. Perasaan terlindungi dan disayangi
inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk
kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri (Ramaiah, 2006).
Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan
setelah melahirkan (post partum) akan berkurang (Siswono 2001). Karena pada ibu
menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk
konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal
ini akan menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan. Selain itu juga, dengan
menyusui dapat menjarangkan kehamilan pada ibu karena menyusui merupakan cara
kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif
98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil
sampai bayi merusia 12 bulan (Glasier, 2005).
Disamping itu, manfaat ASI bagi ibu dapat mengurangi terjadinya kanker. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadinya
kanker payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai
bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang
sampai sekitar 25%. Beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan
melindungi ibu dari penyakit kanker ovarium. Salah satu dari penelitian ini menunjukan
bahwa risiko terkena kanker ovarium pada ibu yang menyusui berkurang sampai 20-25%.
Selain itu, pemberian ASI juga lebih praktis, ekonomis, murah, menghemat waktu dan
memberi kepuasan pada ibu (Maulana, 2007).
B. Praktek Pemberian ASI Eksklusif
1. Langkah-langkah menyusui yang benar (Suradi, 2004)
a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu
dan aroela sekitarnya
b. Bayi diletakkan menghadap perut atau payudara
1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi
yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi
2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu
dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan
bokong bayi ditahan dengan tangan ibu
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satunya di depan
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6) Ibu menatap bayi dengan kasih saying
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah. Jangan
menekan putting susu atau areolanya saja
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara:
1) Menyentuh pipi bayi dengan puting susu
2) Menyentuh sisi mulut bayi
e. Setelah bayi membuka mulut dan mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang
atau disangga lagi.
2. Lama dan Frekuensi Meyusui
Menurut Khasanah (2011) sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwalkan,
sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan karena
bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan atau kedingina, atau sekedar
ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara sekitar 5 – 7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan
kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur
dalam menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2 minggu
kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat
berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa
jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Bila
sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI. Untuk menjaga
keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui sampai
payudara terasa kosong agar produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui
dimulai dengan payudara yang terakhir kali disusukan. Selama masa menyusui
sebaiknya ibu memakai bra yang dapat menyangga payudara tetapi tidak terlalu ketat.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan Pemberian ASI Eksklusif
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi.
Namun yang sering diungkapkan sebagai berikut (Danuatmaja, 2003).
1. Faktor Internal
a. Ketersediaan ASI
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1) tidak melakukan inisiasi
menyusu dini 2) menjadwal pemberian ASI 3) memberikan minuman prelaktal (bayi
diberi minum sebelum ASI keluar ), apalagi memberikannya dengan botol/dot 4)
kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada atau perut ibu segera
setelah dilahirkan dan membiarkan bayi mencari puting ibu kemudian menghisapnya
setidaknya satu jam setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
disebut baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada puting ibu akan
merangsang pengeluaran ASI dari payudara. Dan apabila tidak melakukan inisiasi
menyusui dini akan dapat mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI. Menyusui paling baik
dilakukan sesuai permintaan bayi (on demand) termasuk pada malam hari, minimal 8
kali sehari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin
jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang. Produksi ASI juga dapat
berkurang bila menyusui terlalu sebentar. Pada minggu pertama kelahiran sering kali
bayi mudah tertidur saat menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap
menyusui dengan cara menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap
menghisap (Badriul, 2008).
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air putih, air gula, air madu,
atau susu formula dengan dot. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan karena selain
menyebabkan bayi malas menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi
intoleransi atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat
berkurang, karena semakin sering menyusui produksi ASI semakin bertambah
(Danuatmaja, 2003).
Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan
keterampilan yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi
yang benar terutama bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga
bayi dapat menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak
sedikitnya ASI berhubungan dengan posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan
mendorong keluarnya ASI dan dapat mencegah timbulnya berbagai masalah
dikemudian hari (Cox, 2006).
b. Pekerjaan /aktivitas
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk mendapatkan
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya
diperlakukan berbeda dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena
wanita hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan sumber daya
manusia harus sudah sejak janin dalam kandungan sampai dewasa. Karena itulah
wanita yang bekerja mendapat perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif
sampai 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes
RI,2005). Beberapa alasan ibu memberikan makanan tambahan yang berkaitan
dengan pekerjaan adalah tempat kerja yang terlalu jauh, tidak ada penitipan anak,
dan harus kembali kerja dengan cepat karena cuti melahirkan singkat (Mardiati,
2006).
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah itu, banyak ibu
khawatir terpaksa memberi bayinya susu formula karena ASI perah tidak cukup.
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu
bekerja bayi dapat diberi ASI perah yang diperah minimum 2 kali selama 15 menit.
Yang dianjurkan adalah mulailah menabung ASI perah sebelum masuk kerja.
Semakin banyak tabungan ASI perah, seamakin besar peluang menyelesaikan
program ASI eklusif (Danuatmaja, 2003).
c. Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan akan memberikan pengalaman kepada ibu tentang cara
pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar yang juga terkait dengan masa lalunya.
Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh
rasa percaya diri untuk mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan memberikan
pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi sikap positif terhadap masalah
menyusui (Erlina, 2008).
Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu menganggap susu
formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih
cepat memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala
menyusui. Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada
ibu saat pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin (Prasetyono, 2005).
Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu dan keluarganya perlu
menguasai informasi tentang fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI,
kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,cara menyusui yang
baik dan benar, dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah
seputar menyusui.
d. Kelainan pada payudara
Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri.
Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara
sebagai tanda ASI mulai banyak diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit
pada saat menyusui ibu pasti akan berhenti memberikan ASI padahal itu
menyebabkan payudara mengkilat dan bertambah parah bahkan ibu bisa menjadi
demam (Roesli, 2000).
Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa faktor yang dominan
adalah kesalahan posisi menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Padahal
seharusnya sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat
terjadi pada akhir menyusui, karena bayi tidak pernah melepaskan isapan. Disamping
itu, pada saat ibu membersihkan puting menggunakan alkohol dan sabun dapat
menyebabkan puting lecet sehingga ibu merasa tersiksa saat menyusui karena sakit
(Maulana, 2007).
e. Kondisi kesehatan ibu
Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif.
Pada keadaan tertentu, bayi tidak mendapat ASI sama sekali, misalnya dokter
melarang ibu untuk menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat
membahayakan ibu atau bayinya, seperti penyakit Hepatitis B, HIV/AIDS, sakit
jantung berat, ibu sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat di Rumah
Sakit atau ibu meninggal dunia (Pudjiadi, 2001).
Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan
pada bayi 0-6 bulan adalah kegagalan menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan
ibu menyusui dapat disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat
disebabkan oleh ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi langsung diberi
makanan tambahan.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Dukungan dan Motivasi dari Keluarga, Masyarakat dan Tenaga Kesehatan
1) Dukungan dan motivasi suami dan keluarga
Dukungan dari keluargaa merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya
adalah bersifat emosional maupun psikologis kepada ibu dalam memberikan ASI.
( Roesli, 2001 ). Di Indonesia, mengidentifikasi keyakinan ibu untuk menyusui
(self efficacy) dan lingkungan rumah, terutama dukungan dari suami, merupakan
faktor yang mempengaruhi menyusui eksklusif pada ibu bekerja maupun pada
ibu yang tidak bekerja (Wibowo, Februhartanty, Fahmida, Roshita, 2008).
Pada tingkat kelompok, berbagai penelitian telah mengidentifikasi peran
suami sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku menyusui ibu
(Februhartanty, 2008; Littman, Medendorp, Goldfarb, 1994; Pisacane, Continisio
GI, Aldimucci, D’Amora, Continisio P, 2005).
Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang
ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui
sendiri bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi
lancarnya proses laktasi. ( Lubis, 2000 ).
2) Masyarakat
Penelitian lain menyatakan jaringan sosial ibu merupakan faktor yang
mempengaruhi (Humphreys, Thompson, Miner, 1998).
Penelitian di Meksiko juga menemukan hubungan antara konseling kelompok
sebaya (peer counseling) dengan durasi menyusui karena semakin sering ibu
menerima kunjungan konselor sebaya, semakin lama ia akan menyusui bayinya
(Morrow et al., 1999).
Melalui penelitian kualitatif mengenai menyusui di Inggris menyebutkan
bahwa ada ibu yang menganggap kegiatan menyusui sebagai sesuatu yang tidak
nyaman untuk dilakukan di depan umum dan merupakan suatu hal yang tidak
cocok dengan budaya barat yang modern sehingga memilih untuk memberikan
susu formula kepada bayinya (Earle, 2002). Ini menunjukkan bahwa norma dan
budaya yang berlaku di suatu masyarakat dapat mempengaruhi keputusan ibu
(Earle, 2002).
3) Tenaga Kesehatan
Program laktasi adalah suatu program multidepartemental yang melibatkan
bagian yang terkait, agar dihasilkan suatu pelayanan yang komprehensif dan
terpadu bagi ibu yang menyusui sehingga promosi ASI secara aktif dapat
dilakukan tenaga kesehatan. Dalam hal ini sikap dan pengetahuan petugas
kesehatan adalah faktor penentu kesiapan petugas dalam mengelola ibu
menyusui. Selain itu sistem pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan juga
mempengaruhi kegiatan menyusui (Arifin, 2004).
Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh masyarakat dalam hal perilaku
sehat. Promosi ASI eksklusif yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya
sangatlah penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya
(Elza, 2008). Selain itu adanya sikap ibu dari petugas kesehatan baik yang berada
di klinis maupun di masyarakat dalam hal menganjurkan masyarakat agar
menyusui bayi secara eksklusif pada usia 0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2
tahun dan juga meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang luas (Erlina, 2008).
b. Kondisi kesehatan bayi
Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit
bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada
ASI (Pudjiadi, 2001).
Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan ibu
memberikan makanan tambahan pada bayinya antara lain kelainan anatomik berupa
sumbing pada bibir atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan
negatif pada rongga mulut, masalah organik, yaitu prematuritas, dan faktor
psikologis dimana bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun
sesudah menyusui akibatnya produksi ASI ibu menjadi berkurang karena bayi
menjadi jarang disusui (Soetjiningsih, 1997)
c. Pengganti ASI (PASI) atau susu formula
Meskipun mendapat predikat The Gold Standard, makanan paling baik, aman,
dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan
(terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah
menunjukkan bahwa menyusui merupakan hal tersulit yang selalu mendapat
tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formula yang mendisain susu
formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005).
Seperti di Indonesia sekitar 86% yang tidak berhasil memberikan ASI eksklusif
karena para ibu lebih memilih memberikan susu formula kepada bayinya. Hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan susu formula lebih dari 3x lipat selama
5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% tahun 2002 (Depkes,2006).
Masyarakat lebih banyak memilih susu formula ketimbang ASI karena iming-
imingnya: membuat anak sehat dan cerdas. Iklan-iklannya terus diulang di media
cetak maupun elektronik. Jelas, akan membuat para orangtua memilih membeli susu
formula yang sebenarnya berisiko tinggi bagi perkembangan bayi. Gencarnya
gerakan kembali ke ASI masih kalah jauh dibanding gencarnya promosi susu
formula.
d. Keyakinan
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus
kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini
seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota
Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh dalam bulan
pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan Guatemala
melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai
budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian cairan sebagai
minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan keyakinan
bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu
kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).
D. Program ASI Eksklusif di Indonesia
Pemerintah indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang
merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan,
karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari bayi meninggal sebelum
usia satu bulan. Menyusui satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit
antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi
Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga
kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta maupun masyarakat dapat
mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung suksesnya program tersebut, sehingga
diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas.
Pada tanggal 7 April 2004 Departemen Kesehatan RI mengeluarkan ketetapan
mengenai pemberian ASI eksklusif bagi bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
Ketetapan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No 250/Menkes/SK/IV/2004. Dianjurkan memberikan ASI sampai usia 2 tahun diikuti
pemberian makanan tambahan yang sesuai. Sebelumnya Departemen Kesehatan RI telah
mengeluarkan SK Menkes No 237/Menkes/SK/IV/1997 yang berisi anjuran pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai berumur 4 bulan dan dianjurkan untuk menyusui
sampai usia 2 tahun.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui peraturan nomor :
450/Menkes/SKN/2004 mengajak Bangsa Indonesia melaksanakan pemberian hanya ASI
saja selama 6 bulan kehidupan bayi dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun
(Nuchsan Umar Lubis, Cermin Dunia Kedokteran 168 vol. 36 no. 2 Maret-April 2009).
Berdasarkan SK Menkes yang mengajak dan mendukung ASI eksklusif, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta hingga kini terus menggalakkan program pemberian ASI eksklusif
melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan baik pemerintah maupun swasta melalui
program konseling menyusui. Program tersebut dilaksanakan dengan berbagai dukungan
lembaga swadaya masyarakat, juga tim penggerak PKK, untuk terus menggalakkan
program ASI eksklusif. (www.depkominfo.go.id).
Untuk menggalakkan program pemberian ASI eksklusif, sejak Deklarasi akbar 1001
ibu hamil untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), Pemprov. DKI Jakarta
melakukan program peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam konseling menyusui
dan pemodelan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, khususnya di Jakarta Utara
(www.depkominfo.go.id): yaitu 1) Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan
tentang penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi
PASI, 2) Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau lainnya
3) Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah keberhasilan
menyusui, Memberikan konseling apabila ibu penderita infeksi HIV positif, 4) melakukan
kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 - 1 jam setelah lahir), 5) Membantu ibu
melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut
bayi pada payudara, 6) Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi
lahir, 7) Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi, 8) Melaksanakan pemberian ASI
sesering dan semau bayi, 9) Tidak memberikan dot/ kempeng, 10) Menindak lanjuti ibu-
bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan (www.idai.co.id).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Dalam merumuskaan perencanaan strategi dan untuk pengembangaan mutu
pelayaanan, maka dilakukan analisis program cakupan ASI eksklusif di Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci dengan menggunakan analisis SWOT (strength,
weakness, opportunity, threat) dengan pendekatan deskriptif kualitatif matriks SWOT,
melakukan wawancara terhadap pemegang program ASI eksklusif dan responden, dan
dilakukannya analisa studi kepustakaan.
Analisis SWOT
1. Definisi Analisi SWOT
Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi
yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program
kerja. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness), dan analisis eksternal meliputi faktor peluang (opportunity) dan
tantangan (threat).
2. Pendekatan kualitatif matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns
menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (peluang
dan tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan
kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai
hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
Matriks SWOT Kearns
Opportunity Treaths
Strenght Comparative advantage Mobilization
Weakness Divestement Damage control
Sumber: Hisyam, 2008
Keterangan:
Sel A : Comparative Advantage
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga
memberikan kemungkinan bagi suatu program untuk bisa meningkatkan mutu pelayanan
lebih cepat.
Sel B : Mobilization
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Disini harus dilakukan
upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan program untuk memperkecil
ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah
peluang.
Sel C : Divestment atau Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan program dan peluang dari luar. Situasi
seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia
sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak
cukup untuk melakukannya. Pilihan keputusan yang diambil adalah melepas peluang
yang ada untuk dimanfaatkan oleh program lain) atau memaksakan menggunakan
peluang tersebut.
Sel D: Damage Control
Sel D merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan
pertemuan antara kelemahan program dengan ancaman dari luar, dan karenanya
keputusan yang salah akan membawa dampak yang buruk untuk program tersebut.
Strategi yang harus diambil adalah damage control (mengendalikan kerugian) sehingga
tidak lebih parah dari apa yang diperkirakan.
B. Analisis Masalah
Dari data pelaporan tahunan Puskesmas Berseri Pangkalan Kerinci tahun 2013
dapat diketahui bahwa program cakupan ASI eksklusif belum mencapai target yang telah
ditetapkan dalam indikator pencapaian nasional.
Masalah belum tercapainya target cakupan ASI eksklusif perlu disusun alternatif
pemecahan masalahnya dengan terlebih dahulu menggali penyebab dari masalah
tersebut. Menurut kerangka teori kepustakaan faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidakberhasilan ASI eksklusif adalah:
a. Kondisi Ibu dan bayi: proses ibu melahirkan (normal atau caesar), kesehatan dan
status giz ibu, usia ibu saat hamil dan melahirkan, paritas ibu, pekerjaan ibu,
pendapatan keluarga, kondisi bayi serta kemampuan dan kemauan bayi mengisap
putting susu ibu.
b. Kesadaran ibu: rasa percaya diri, pengetahuan atau pendidikan ibu mengenai ASI
eksklusif, serta adanya pengaruh dari luar seperti dukungan keluarga dan lingkungan.
c. Tenaga kesehatan: kinerja tenaga kesehatan dalam manajemen laktasi, kuantitas
tenaga kesehatan dalam program gizi, cakupan pelaksanaan program gizi ASI
eksklusif, dan peran aktif kader.
d. Kader: kinerja dan motivasi kader.
Penyebab belum tercapainya target cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci, tergambar dalam diagram kerangka
teori dibawah ini:
ASI eksklusif tidak optimalCakupan ASI
eksklusif rendah
Kondisi Ibu dan Bayi
Kesadaran Ibu
masih rendah
Tenaga Kesehatan
kurang optimal
Peran Aktif Kader kurang optimal
Proses melahirkan Kesehatan dan status gizi ibu Usia ibu saat hamil dan melahirkan Paritas ibu Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Kondisi bayi
Manajemen laktasi Kuantitas tenaga kesehatan di bidang gizi Cakupan pelaksanaan program
Kinerja Motivasi
Pengetahuan ASI eksklusif
Rasa percaya diri
Pengaruh dukungan keluarga
dan lingkunganTingkat
pendidikan
Kegiatan promosi
Kinerja petugas
Sarana KIE
Pendanaan
Sebab
Masalah Utama
Akibat
Kerangka teori penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitiaan dilakukan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Berseri Kecamatan
Pangkalan Kerinci
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan terhitung sejak bulan Desember 2013 – Januari 2014.
3. Sasaran penelitian
Sasaran penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci, dan ibu – ibu yang mempunyai anak bayi
sebagai populasi target. Jumlah penduduk di Kecamatan Pangkalan Kerinci adalah
85.947 orang dengan jumlah penduduk laki-laki 45.033 dan jumlah penduduk
perempuan 40.914 orang. Sementara jumlah bayi 0 – 6 bulan berjumlah 875 bayi
dengan jumlah bayi laki-laki 458 dan bayi perempuan 417 sebagai populasi data.
Responden pada penelitian adalah ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 0 – 6 bulan
yang datang ke posyandu. Sebagai responden ahli yang mengetahui permasalahan dan
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan permasalahan
penelitian dan yang mempunyai wewenang dalam merumuskan strategi perencanaan
peningkatan mutu program adalah pemegang program ASI eksklusif di Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif
maupun yang bersifat kuantitatif.
a. Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan tidak dalam bentuk angka –
angka yang dapat dihitung besarannya. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah
hasil wawancara dengan pemegang program ASI eksklusif dan hasil wawancara
dengan responden ASI eksklusif serta data kepustakaan.
b. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang
dapat dihitung besarannya. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data
cakupan ASI eksklusif dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pelalawan dan data dari
pelaporan tahunan di Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun
2012 – 2013.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari data primer
dan data sekunder.
a. Data primer, adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari
lokasi penelitian yaitu hasil observasi dengan memberikan daftar pertanyaan
berupa lembaran wawancara dengan pemegang program ASI eksklusif dan
responden ASI eksklusif di posyandu wilayah kerja Puskesmas Berseri
Kecamatan Pangkalan Kerinci.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data
yang telah dikumpulkan oleh suatu instansi. Instansi yang dimaksud adalah Dinas
Kesehatan Kabupaten Pelalawan, Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan
Kerinci dan data dari studi kepustakaan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
cakupan ASI eksklusif dan data faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
E. Instrument Penelitian
Untuk membantu mendapatkan data, dalam penelitian ini digunakan instrument
penelitian berupa lembar wawancara yang berisi daftar pertanyaan yang berkaitan dengan
faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan mampu menjawab permasalahan
secara objectif, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data yang sesuai dengan
sifat dan jenis data yang ada. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara mendalam (deep interview).
Wawancara mendalam (deep interview) yaitu memperoleh keterangan dengan
melakukan tanya jawab secara bertatap muka dengan informan yang mengetahui hal-hal
yang mempengaruhi ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif dan permasalahan
program cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci.
Wawancara yang dilakukan yaitu wawancara mendalam dan berstuktur dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai instrument. Kemudian dari
hasil wawancara itu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan lain untuk menggali informasi
sehingga data dan informasi yang diperoleh lengkap serta tingkat validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan.
G. Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal (dalam bentuk naratif) dan
formal (dalam bentuk tabel dan grafik). Penyajian dalam bentuk naratif untuk
mendeskripsikan pembahasan mengenai cakupan ASI eksklusif dan faktor-faktor
penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif sehingga diperoleh suatu gambaran
lengkap dari permasalahan program ASI eksklusif. Penyajian formal dilakukan untuk
mendeskripsikan cakupan ASI eksklusif dan strategi perencanaan dalam upaya
peningkatan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pangkalan
Kerinci. Dalam penelitian ini akan mempergunakan analisis SWOT yang hasil analisisnya
disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif matriks SWOT, dan data cakupan ASI
eksklusif disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Analisis data cakupan ASI eksklusif berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2012-2013
Tabel 1. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Pangkalan Kerinci Tahun 2012
NO WILAYAH KERJA
JUMLAH BAYIJUMLAH BAYI ASI EKSKLUSIF
L P L+P
L P L+P ∑ % ∑ % ∑ %
1 Kel. Kerinci Kota 128 192 320 96 75,0 144 75,0 240 75,0
2 Kel. Kerinci Timur 111 167 278 69 62,2 104 62,3 173 62,2
3 Kel. Kerinci Barat 21 31 52 16 76,2 24 77,4 40 76,9
4 Desa Makmur 19 28 47 18 94,7 26 92,9 44 93,6
5 Desa Mekar Jaya 9 14 23 5 55,6 7 50,0 12 52,2
6 Desa Kuala Terusan 2 2 4 1 50,0 1 50,0 2 50,0
7 Desa Rantau Baru 2 4 6 1 50,0 2 50,0 3 50,0
JUMLAH (KAB/KOTA) 292 438 730 206 70,5 308 70,3 514 70,4 65,7
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Tabel 2. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Pangkalan Kerinci Tahun 2013
NO WILAYAH KERJA
JUMLAH BAYIJUMLAH BAYI ASI EKSKLUSIF
L P L+P
L P L+P ∑ % ∑ % ∑ %
1 Kel. Kerinci Kota 174 161 335 133 76,4 130 80,7 263 79 78,5
2 Kel. Kerinci Timur 203 182 385 135 66,5 122 67,0 257 67 66,7
3 Kel. Kerinci Barat 32 28 60 25 78,1 25 92,6 50 85,5 83,3
4 Desa Makmur 29 27 56 27 93,1 22 81,5 49 86,5 87,5
5 Desa Mekar Jaya 14 13 27 11 78,6 12 92,3 23 86,5 85,2
6 Desa Kuala Terusan 2 2 4 2 100 0 0,0 2 50,0 50,0
7 Desa Rantau Baru 4 3 7 2 50,0 2 66,7 4 60,5 57,1
JUMLAH (KAB/KOTA) 458 416 874 335 73,1 313 75,2 648 73,5 74,1
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Grafik 1. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Pangkalan Kerinci Tahun 2012
Kerinci Kota
Kerinci Timur
Kerinci Barat
Makmur Mekar Jaya
Kuala Terusan
Rantau Baru
0102030405060708090
100
Laki-LakiPerempuan
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Grafik 2. Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut jenis kelamin di Kecamatan
Pangkalan Kerinci Tahun 2013
Kerinci Kota
Kerinci Timur
Kerinci Barat
Makmur Mekar Jaya
Kuala Terusan
Rantau Baru
0
20
40
60
80
100
120
Laki-LakiPerempuan
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
B. Analisis data cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja
Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
Tabel 3. Cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2012 - 2013
TAHUN
DISTRIBUSI WILAYAHKEC.
(%)KERINCI TIMUR
KERINCI KOTA
KERINCI BARAT
KUALA TERUSAN
MAKMURMEKAR
JAYARANTAU
BARU
2012 62,2 75 76,9 50 93,6 52,2 50 70,4 65,7
2013 67 79 85,5 50 86,5 86,5 60,5 73,5
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Grafik 3. Cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2012 – 2013
Kerinci Timur
Kerinci Kota
Kerinci Barat
Kuala Terusan
Makmur Mekar Jaya
Rantau Baru
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
20122013
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Grafik 4. Cakupan ASI eksklusif per-bulannya berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
Januari
Febru
ari
Maret
April MeiJuni
Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktober
November
Desember
0
20
40
60
80
100
120
140
Kerinci TimurKerinci KotaKerinci BaratKuala TerusanMakmurMekar JayaRantau Baru
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
Tabel 4. Cakupan ASI eksklusif per-bulannya berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
WILAYAH
KERJA
CAKUPAN ASI EKSKLUSIF (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ∑
Kerinci Timur 86,5 89,1 78,0 106 75,7 76,7 76,7 68,4 64,4 72,2 50,1 62,0 67 75,5
Kerinci Kota 90,7 86,7 83,8 90,4 81,7 81,0 81,0 74,0 71,8 81,5 60,6 70,2 79 79,5
Kerinci Barat 88,5 86,8 94,3 80,0 91,1 101,8 115,7 86,9 83,6 80,3 91,8 84,1 85,5 90,4
Kuala Terusan 125 25,0 40,0 40,0 85,7 33,3 20,0 20,0 0,0 0,0 66,7 80,0 50 44,6
Makmur 110,8 89,1 79,7 126,8 91,1 90,2 90,2 79,6 93,3 71,6 86,9 85,7 86,5 91,2
Mekar Jaya 87,0 76,9 81,4 30,4 93,1 93,1 93,1 84,6 79,5 41,7 51,3 85,7 86,5 74,8
Rantau Baru 100 66,7 88,9 50,0 83,3 71,4 100 83,3 28,6 50,0 83,3 85,7 60,5 74,3
JUMLAH 98,4 74,3 78,0 74,8 86,0 78,2 82,4 71,0 60,2 56,8 70,1 79,1 73,5 75,8
Sumber: Data Program ASI Eksklusif Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci
C. Analisis masalah faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif sebagai dasar perencanaan strategi peningkatan program ASI eksklusif
Tabel 5. Faktor – faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif : Alternatif
Pemecahan Masalah
Penyebab Alternatif Pemecahan Masalah
1. Kondisi ibu dan bayi:
a. Proses melahirkan
b. Kesehatan dan status gizi ibu
yang rendah
c. Usia ibu saat hamil dan
melahirkan (paling baik antara
usia 20-30 tahun)
d. Paritas ibu (menyangkut
produksi ASI dan pengalaman
ibu dalam memberikan ASI)
e. Pekerjaan ibu
f. Pendapatan keluarga
g. Kondisi bayi (bayi sakit,
kembar, premature),
kemampuan dan kemauan bayi
untuk menghisap putting susu
ibu
Peningkatan kesehatan serta status gizi ibu
hamil dan menyusui (PMT, tablet Fe, vaksin
TT 2x selama hamil)
Persiapan menyusui bagi ibu melalui
manajemen laktasi:
a. Periode masa kehamilan (antenatal)
Pemeriksaan payudara, pemantauan BB
atau status gizi ibu, pemberian KIE melalui
konseling gizi ibu hamil, cara memberikan
ASI pertama, upaya untuk memperbanyak
ASI, cara perawatan payudara selama
menyusui, manfaat dan keuntungan ASI
eksklusif, serta bahaya susu botol, dan juga
konseling mengenai KB
b. Periode segera setelah bayi lahir
Inisiasi menyusu dini (sesegera mungkin
memberikan ASI)
c. Periode pasca persalinan
Rawat gabung dan KIE melalui konseling
ASI eksklusif meliputi cara pemberian ASI
yang baik dan benar serta cara pemerasan
dan penyimpanan ASI, terutama bagi ibu
yang bekerja.
2. Kesadaran Ibu
a. Rasa percaya diri untuk
menyusui yang kurang
b. Pengetahuan/pendidikan ibu
tentang ASIeksklusif yang
masih rendah
c. Kurangnya dukungan dari
Peningkatan pengetahuan ibu, suami, keluarga
dan lingkungan tentang pentingnya ASI
eksklusif melalui:
a. Penyuluhan ASI eksklusif
b. Penyebaran leaflet
c. Pemasangan poster di puskesmas,
posyandu, maupun pelayanan kesehatan
keluarga dan lingkungan lainnya
Peningkatan kepercayaan diri ibu untuk
menyusui melalui persiapan menyusui dengan
manajemen laktasi
Pengikutsertaan peran suami dan keluarga
dalam mendukung, memotivasi dan membantu
ibu untuk menyusui
3. Tenaga Kesehatan
a. Kinerja tenaga kesehatan
belum optimal dalam
manajemen laktasi
b. Kuantitas tenaga kesehatan
program gizi masih kurang
c. Cakupan pelaksanaan program
ASI masih terbatas
Meningkatkan peran serta dan tanggung jawab
tenaga kesehatan puskesmas terhadap
penyelenggaraan manajemen laktasi 3 periode
Optimalisasi pojok ASI
Alokasi tambahan tenaga kesehatan dalam
program gizi di puskesmas
Perluasan pelaksanaan program ASI eksklusif
(KP-ibu, pelatihan dan pembelajaran ASI
eksklusif) di wilayah binaan puskesmas
4. Kader
Kinerja kader yang belum optimal
dan memotivasi yang masih
kurang karena cakupan
pelaksanaan program ASI
eksklusif yang masih terbatas
Optimalisasi kinerja kader dengan
menyelenggarakan pelatihan tentang ASI
eksklusif. Peningkatan motivasi melalui
pemanfaatan Forum Komunikasi Kader
Posyandu (FKKP).
5. Gencarnya promosi susu formula Meningkatkan kerjasama lintas sektoral,
termasuk rumah sakit untuk tidak memberikan
susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
Meningkatkan pengetahuan ibu tentang
manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian
pemberian susu formula dalam kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan,
konseling/KIE, pembagian leaflet, ataupun
pemasangan poster di tempat pelayanan
kesehatan).
D. Analisis masalah faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif melalui hasil wawancara responden
1. Hasil Wawancara dengan Pemegang Program ASI Eksklusif
2. Hasil Wawancara dengan Responden
E. Analisis SWOT berdasarkan masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di
Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
Tabel 6. Analisis SWOT ASI Eksklusif
Kekuatan (S)
Ada tenaga professional
(personil medis: 5 dokter
umum dan 3 dokter gigi)
dan jumlah paramedis
sebanyak 86 orang
Kepercayaan dan
kepuasan masyarakat
terhadap puskesmas
sangat baik
Adanya fasilitas
penunjang puskesmas
Adanya program gizi
cakupan ASI eksklusif,
KIA dan posyandu yang
telah terjadwal dengan
baik, termasuk
didalamnya konseling
gizi dan ASI (pojok ASI)
Pelaksanaan posyandu
terjadwal baik
Memiliki pelaporan dan
pancatatan program ASI
eksklusif yang baik
Kelemahan (W)
Pelatihan dan
pembelajaran ASI
eksklusif kurang
maksimal
Tidak adanya Forum
Komunikasi Kader
Posyandu
Tidak adanya Kelompok
Pendukung Ibu (KP-Ibu)
Pendataan kurang
menyuluruh sehingga
belum tercapainya angka
yang maksimal
Alokasi dana dari
puskesmas yang masih
kurang
Kuantitas dan kualitas
tenaga kesehatan yang
masih kurang
Tidak adanya program
manajemen laktasi
Peran kader yang belum
optimal
Kurangnya partisipasi
lintas sektoral
Cakupan pelaksanaan
program gizi ASI
Eksklusif masih terbatas
Peluang
Lokasi wilayah
Puskesmas cukup luas
dan mudah dijangkau
oleh petugas kesehatan
Kinerja Dinas
Kesehatan Pelalawan
cukup baik
Adanya kader kesehatan
di wilayah puskesmas
Adanya klinik swasta
Adanya praktisi swasta
(dokter praktek swasta,
bidan praktek swasta)
Adanya posyandu
Adanya jaminan untuk
pembiayaan kesehatan
Strategi SO
Meningkatkan kerjasama
dengan dokter spesialis
dan ahli gizi sebagai
konsultan melalui
program kunjungan ahli
Meningkatkan mutu
pelayanan medis gizi
Kerjasama dengan
poliklinik dan praktisi
swasta
Optimalisasi program
gizi, posyandu, dan KIA,
khususnya konseling/KIE
tentang gizi dan ASI
eksklusif
Strategi WO
Memperbaiki sistem
pendataan yang ada
Optimalisasi program
manajemen laktasi 3
periode
Meningkatkan kualitas
dan kuantitas tenaga
kesehatan di Puskesmas
sehingga kegiatan
penyuluhan, konseling,
maupun KIE-ASI dapat
lebih maksimal
Terus memberikan
pembekalan dan
pelatihan bagi para kader
tentang masalah gizi
terutama ASI eksklusif
Meningkatkan peran
serta kader dalam
mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu
dengan pemberian
reward
Optimalisasi pojok
laktasi di puskesmas
Meningkatkan kerjasama
lintas sektoral, termasuk
rumah sakit untuk tidak
memberikan susu
formula pada bayi yang
dilahirkan disana.
Ancaman (T)
Kurangnya pengetahuan
masyarakat dan
dukungan dari keluarga
terhadap manfaat dan
pentingnya ASI
eksklusif
Tingkat pendidikan dan
ekonomi masyarakat
yang masih rendah
Kurangnya koordinasi
antara puskesmas
dengan kader kesehatan
yang ada
Strategi ST
Melakukan survey dan
memberikan kuisioner
pada masyarakat wilayah
kerja Puskesmas untuk
mengetahui sejauh mana
pengetahuan mereka
tentang ASI eksklusif
Meingkatkan kegiatan-
kegiatan promosi
kesehatan (penyuluhan,
konseling/KIE,
pembagian leaflet,
pemasangan poster
Strategi WT
Membentuk KP-Ibu
sebagai sarana motivator
bagi ibu dan keluarga,
dan sebagai sarana
sharing mengenai
masalah-masalah yang
dihadapi dalam
pemberian ASI eksklusi
Membentuk Forum
Komunikasi Kader
Posyandu sebagai sarana
diskusi dalam kegiatan
promosi ASI eksklusif
Mengadakan promosi
ASI eksklusif dengan
penyuluhan rutin serta
memperbaiki
perencanaan dan strategi
promosi penyuluhan
Membangun koordinasi
yang baik antara
puskesmas, kader, untuk
melaksanakan program
ASI eksklusif
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis data cakupan ASI eksklusif berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2012-2013
1. Dari tabel data cakupan ASI eksklusif menurut jenis kelamin tahun 2012 diketahui
bahwa jumlah bayi laki-laki berjumlah 292, dan yang mendapatkan ASI eksklusif 206
(70,5%). Jumlah bayi perempuan berjumlah 438, dengan jumlah bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif 308 (70,3%). Dari keseluruhan bayi yang lahir di
kecamatan pangkalan kerinci pada tahun 2012 yaitu 730 bayi, hanya 514 bayi yang
mendapatkan asi eksklusif (70,4%). Jumlah bayi ASI eksklusif menurut jenis kelamin
pada tahun 2012 ini masih dibawah target indikator pencapaian nasional dalam
cakupan pemberian ASI eksklusif yaitu 80%.
2. Dari tabel data cakupan ASI eksklusif menurut jenis kelamin tahun 2013 diketahui
bahwa jumlah bayi laki-laki berjumlah 458, dan yang mendapatkan ASI eksklusif 335
(73,1%). Jumlah bayi perempuan berjumlah 416, dengan jumlah bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif 313 (70,3%). Dari keseluruhan bayi yang lahir di
kecamatan pangkalan kerinci pada tahun 2013 yaitu 874 bayi, diketahui bahwa yang
mendapatkan asi eksklusif sebanyak 648 (73,5%). Jumlah bayi ASI eksklusif menurut
jenis kelamin pada tahun 2013 ini masih dibawah target indikator pencapaian nasional
dalam cakupan pemberian ASI eksklusif yaitu 80%, namun pencapaian ini lebih
tinggi dan meningkat dari tahun 2012.
3. Dari analisa tabel data cakupan ASI eksklusif berdasarkan jenis kelamin, diketahui
bahwa jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif tertinggi tahun 2012 adalah di
desa Makmur (93,6%), dengan jumlah bayi laki-laki yang diberi ASI eksklusif 94,7%
dan bayi perempuan 92,9%. Cakupan pemberian ASI eksklusif paling rendah adalah
desa Kuala Terusan dan Rantau baru yaitu 50%, dengan cakupan bayi laki-laki 50%
dan bayi perempuan 50%.
4. Dari analisa tabel data cakupan ASI eksklusif berdasarkan jenis kelamin, diketahui
bahwa jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif tertinggi tahun 2013 adalah di
desa Makmur (86,5%), dengan jumlah bayi laki-laki yang diberi ASI eksklusif 93,1%
dan bayi perempuan 81,5%. Cakupan pemberian ASI eksklusif paling rendah adalah
desa Kuala Terusan yaitu 50%, dengan cakupan bayi laki-laki 100% dan bayi
perempuan 0%.
5. Rendahnya cakupan ASI eksklusif di desa Kuala Terusan dan Rantau Baru
disebabkan karena banyak faktor yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif, ekonomi atau pendapatan keluarga masih rendah, kurangnya dukungan dan
motivasi dari keluarga dan lingkungan terhadap ibu untuk memberikan ASI eksklusif.
Kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan di desa yang masih kurang, promosi
kesehatan dalam bentuk penyuluhan, KIE-ASI masih belum optimal, dan pelayanan
kesehatan yang masih belum memadai di desa sementara jarak dengan pusat
pelayanan kesehatan cukup jauh.
B. Analisis data cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
1. Dari tabel data cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci, diketahui bahwa pada tahun 2012 pencapaian
tertinggi ASI eksklusif yaitu desa Makmur (93,6%), sedangkan pencapaian terendah
yaitu desa Rantau Baru (50%) dan Kuala Terusan (50%). Sedangkan pada tahun 2013
pencapaian tertinggi ASI eksklusif yaitu desa Makmur (86,5%) dan desa Mekar Jaya
(86,5%), sedangkan pencapaian terendah masih didapatkan oleh desa Kuala Terusan
(50%).
2. Dari tabel data cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas
Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci, diketahui bahwa pencapaian ASI eksklusif
meningkat pada tahun 2013 (73,5%) dibandingkan tahun 2012 (70,4%). Pencapaian
cakupan ASI eksklusif tahun 2013 (73,5%) masih belum mencapai target dalam
indikator pencapaian nasional yaitu 80%.
3. Berdasarkan analisa grafik cakupan pemberian ASI eksklusif berdasarkan distribusi
wilayah kerja Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci tahun 2012–2013
diketahui penilaian terhadap pencapaian ASI eksklusif. Cakupan pemberian ASI
eksklusif meningkat pada daerah Kerinci Kota, Kerinci Barat, Kerinci Timur, Mekar
Jaya, dan Rantau Baru. Sementara desa Makmur cakupan pemberian ASI eksklusif
menurun, dan desa Kuala Terusan tidak ada peningkatan maupun penurunan
pencapaian cakupan ASI eksklusif.
C. Analisis masalah faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif sebagai dasar perencanaan strategi peningkatan program ASI eksklusif
1. Dari tabel 5 diketahui bahwa ada 5 faktor penyebab ketidakberhasilannya pemberian
ASI eksklusif, yaitu: kondisi ibu dan atau bayi, kesadaran ibu, faktor tenaga kesehatan
dan kader ASI eksklusif, serta faktor gencarnya promosi susu formula.
2. Alternatif pemecahan masalah belum berhasilnya program cakupan ASI eksklusif
mencapai target 80%, apabila dilaksanakan diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan program ASI eksklusif dengan baik. Namun, untuk melaksanakan
pemecahan masalah tersebut secara bersamaan akan sangat sulit. Untuk itu perlu
dipilih proritas pemecahan masalah dengan mengacu pada efektivitas dan efisiensi
pemecahan masalah.
3. Alternative pemecahan masalah dari faktor kondisi ibu dan bayi adalah optimalisasi
kondisi ibu dan bayi melalui peningkatan status gizi ibu hamil dan menyusui, serta
persiapan menyusui bagi ibu melalui manajemen laktasi.
4. Alternative pemecahan masalah dari faktor kesadaran ibu adalah peningkatan
kesadaran ibu, keluarga, dan lingkungan melalui peningkatan pengetahuan tentang
pentingnya ASI eksklusif melalui penyuluhan, penyebaran leaflet, pemasangan poster
di puskesmas atau posyandu dan advokasi tempat kerja ibu untuk memfasilitasi ibu
yang menyusui. Sementara peningkatan kepercayaan diri ibu untuk menyusui dengan
manajemen laktasi. Pengikutsertaan peran suami dan keluarga dalam mendukung,
memotivasi dan membantu ibu untuk menyusui.
5. Alternative pemecahan masalah dari faktor tenaga kesehatan adalah optimalisasi
kinerja tenaga kesehatan melalui peningkatan peran serta dan tanggung jawab
terhadap penyelenggaraan manajemen laktasi 3 periode. Perluasan program gizi
terutama ASI eksklusif melalui program promosi kesehatan, penyuluhan, membentuk
KP-Ibu, pelatihan dan pembelajaran ASI.
6. Alternative pemecahan masalah dari faktor kader adalah dengan menyelenggarakan
pelatihan tentang ASI eksklusif, peningkatan motivasi dan membentuk forum
komunikasi kader posyandu.
7. Alternative pemecahan masalah dari faktor gencarnya promosi susu formula adalah
meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan meningkatkan pengetahuan ibu dan
keluarga tentang manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian pemberian susu
formula melalui kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, ataupun pemasangan poster di tempat pelayanan kesehatan).
D. Analisis masalah faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI
eksklusif melalui hasil wawancara responden
E. Analisis SWOT berdasarkan masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di
Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci Tahun 2013
1. Dari tabel analisis SWOT tentang deskripsi kelemahan, kekuatan, ancaman dan
strategi yang bisa dilakukan, maka deskripsi ini dapat dijadikan perencanaan untuk
peningkatan keberhasilan program ASI eksklusif di tahun berikutnya.
2. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kelemahan yang dimiliki program ASI eksklusif
di Puskesmas Berseri Kecamatan Pangkalan Kerinci yaitu: pelatihan dan
pembelajaran ASI eksklusif masih kurang optimal, hal ini dikarenakan tidak adanya
forum komunikasi kader posyandu dan kelompok pendukung ibu menyusui. Kuantitas
dan kualitas tenaga kesehatan dalam program ASI eksklusif masih kurang, sehingga
cakupan pelaksanaan program ASI eksklusif masih terbatas dan tidak adanya secara
khusus program manajemen laktasi di puskesmas. Kurangnya partisipasi lintas
sektoral juga menjadi kelemahan dalam program ASI eksklusif di puskesmas.
3. Dari analisis SWOT diketahui bahwa kekuatan dalam program ASI eksklusif di
Puskesmas Berseri yaitu adanya tenaga professional, meliputi dokter umum, dokter
gigi, dan ahli gizi serta jumlah paramedis yang cukup banyak. Kepercayaan dan
kepuasan masyarakat terhadap puskesmas sangat baik, adanya fasilitas penunjang
puskesmas, adanya program gizi: ASI eksklusif, KIA dan posyandu yang telah
terjadwal dengan baik, termasuk didalamnya konseling gizi dan adanya pojok ASI.
4. Dari analisis SWOT diketahui bahwa yang menjadi ancaman ketidakberhasilan
program ASI eksklusif ini selain dari kelemahan yang dimiliki puskesmas juga karena
kurangnya pengetahuan masyarakat dan dukungan dari keluarga terhadap manfaat dan
pentingnya ASI eksklusif, tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang masih
rendah serta kurangnya koordinasi antara puskesmas dengan kader kesehatan yang
ada.
5. Dari analisis SWOT diketahui bahwa strategi perencanaan untuk meningkatkan
keberhasilan program ASI eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga
program gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, konseling/KIE,
pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu atau tempat sarana
kesehatan lainnya).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cakupan ASI eksklusif berdasarkan jenis kelamin, pencapaian tertinggi tahun 2013
adalah di desa Makmur (86,5%), dengan jumlah bayi laki-laki yang diberi ASI
eksklusif 93,1% dan bayi perempuan 81,5%. Cakupan pemberian ASI eksklusif
paling rendah adalah desa Kuala Terusan yaitu 50%, dengan cakupan bayi laki-laki
100% dan bayi perempuan 0%.
2. Cakupan ASI eksklusif berdasarkan distribusi wilayah kerja Puskesmas Berseri
Kecamatan Pangkalan Kerinci pada tahun 2012 pencapaian tertinggi ASI eksklusif
yaitu desa Makmur (93,6%), sedangkan pencapaian terendah yaitu desa Rantau
Baru (50%) dan Kuala Terusan (50%). Sedangkan pada tahun 2013 pencapaian
tertinggi cakupan ASI eksklusif yaitu desa Makmur (86,5%) dan desa Mekar Jaya
(86,5%), sedangkan pencapaian terendah adalah desa Kuala Terusan (50%).
3. Cakupan ASI eksklusif meningkat pada tahun 2013 (73,5%) dibandingkan tahun
2012 (70,4%). Pencapaian cakupan ASI eksklusif tahun 2013 masih belum
mencapai target indikator pencapaian nasional yaitu 80%.
4. Faktor - faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif, yaitu: kondisi
ibu dan atau bayi, kesadaran ibu, faktor tenaga kesehatan dan kader ASI eksklusif.
5. Dari analisis SWOT tentang kelemahan, kekuatan dan ancaman program ASI
eksklusif diketahui suatu strategi perencanaan untuk meningkatkan keberhasilan
program ASI eksklusif adalah dengan:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga
program gizi, posyandu, KIA maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal
b. Optimalisasi program manajemen laktasi 3 periode dan pojok ASI
c. Meningkatkan motivasi dan peran serta kader dalam mendukung program ASI
eksklusif, jika perlu dengan pemberian reward
d. Membentuk KP-Ibu sebagai sarana motivator bagi ibu dan keluarga
e. Membentuk Forum Komunikasi Kader Posyandu sebagai sarana diskusi dalam
kegiatan promosi ASI eksklusif
f. Meningkatkan kerjasama dengan dokter spesialis dan ahli gizi sebagai konsultan
melalui program kunjungan ahli
g. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk rumah sakit untuk tidak
memberikan susu formula pada bayi yang dilahirkan disana
h. Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan,
konseling/KIE, pembagian leaflet, pemasangan poster di puskesmas, posyandu
atau tempat sarana kesehatan lainnya).
B. Saran