42
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001). Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan. Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000).

Makalah Klompok 29 Emang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Klompok 29 Emang

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada

akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media

elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang

memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)

sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).

Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan

masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya.

Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala

disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.

Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih

pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap

individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap

masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA

(Hawari, 2000).

Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan

penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya

individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu

mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.

BAB 2

2.1 Langkah 1 : Identifikasi Istilah Yang Tidak Diketahui

Tiada istilah yang tidak diketahui.

Page 2: Makalah Klompok 29 Emang

Seorang laki-laki ingin bunuh diri dalam keadaan gaduh gelisah karena kecanduan putau sejak 1 tahun yang lalu.

ANAMNESIS

GEJALA PUTUS OBAT

PENATALAKSAAN

KONDISI KEPERIBADIAN

REHABILITASI

PROGNOSIS

2.2 Langkah 2 : Rumusan Masalah

1. Ingin bunuh diri.

2. Dalam keadaan gaduh gelisah

3. Menggunakan putau sejak 1 tahun yang lalu.

2.3 Langkah 3 : Analisa Masalah

2.4 Langkah 4 : Hipotesis

Gejala putus obat dapat berupa ingin bunuh diri dan keadaan gaduh gelisah.

2.5 Langkah 5 : Menentukan Sasaran Pembelajaran

A. Memahami Pelaksanaan kecanduan napza

B. Anamnesis

C. Pemeriksaan

Page 3: Makalah Klompok 29 Emang

D. Gejala putus obat

E. Penatalaksanaan

F. Kondisi keperibadian

G. Rehabilitasi

H. Prognosis

2.6 Langkah 6 : Belajar Mandiri (Self Learning)

I. ANAMNESIS

Penegakkan diagnosis pada penderita/penyalahgunaan NAPZA sering kali tidak mudah

dilakukan oleh kerena adanya stigma di masyarakat terhadap penyalahguna. Hal ini membuat

Page 4: Makalah Klompok 29 Emang

pasien bersifat tertutup dan menghindar untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya. Oleh

karena itu diperlukan ketrampilan khusus untuk membuat pasien percaya dan berterus terang.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis :

A. SIKAP MENTAL DOKTER

Bersikap positif, penuh perhatian dan menerima pasien apa adanya.

Berempati (dapat memahami dan meraba rasakan masalahnya)

Tidak menghina, mengkritik, menertawakan, mengejek, menyalahkan, karena hal ini

akan menyebabkan pasien tertutup sehingga akan mengganggu proses autoanamnesis.

Sikap mental diatas diharapkan dapat menciptakan suasana hubungan terapeutik Dokter dan

pasien.

B. TEKNIK WAWANCARA

Wawancara dapat dilakukan secara alloanamnesis maupun autoanamnesis. Urutan

pelaksanaannya dapat dilakukan alloanamnesis terlebih dahulu atau sebaliknya dan dapat juga

bersamaan tergantung situasi dan kondisi.

1. Alloanamnesis dilakukan sebelum autoanamnesis

Dokter telah memperoleh informasi tentang pasien, sehingga autoanamnesis lebih terarah

Kemungkinan pasien lebih terbuka dan tidak menyangkal lagi

Pasien menyangkal dan bertahan mengatakan tidak menggunakan NAPZA

Pasien menyatakan sudah berhenti menggunakan

Dokter terpengaruh orang tua/guru yang terlalu kuatir, pada hal pasien tidak

menggunakan

Pasien mencurigai Dokter sudah terpengaruh dengan orang tua/guru yang mengantar,

sehingga tidak kooperatif.

2. Alloanamnesis dilakukan sesudah Autoanamnesis

Dokter belum dipengaruhi oleh keterangan yang diberikan orang tua/pengantar lain.

Page 5: Makalah Klompok 29 Emang

Pasien tidak berprasangka bahwa Dokter telah dipengaruhi orang tua/guru atau berpihak

pada orang tua/guru yang menyalahkan pasien

Kemungkinan pasien membohongi atau tidak terbuka pada Dokter.

3. Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan bersamaan

Pasien tidak dapat berbohong mengenai hal-hal yang diketahui orang tua/guru

Pada pasien yang bersikap tertutup, menanyakan langsung perihal penggunaan NAPZA

biasanya tidak membawa hasil.

Sebaiknya anamnesis dilakukan secara tidak langsung misalnya dengan pertanyaan sebagai

berikut :

Apakah ada yang bisa dibantu ?

Apakah ada masalah dengan orang tua,guru,teman pacar?

Apakah ada kesulitan belajar,malas kerja,sulit tidur?

Apakah sering tidak betah dirumah,sering begadang?

Apakah sering mengalami stres,kegelisahan,kesedihan?

Apakah untuk mengatasi kegelisahan atau kebosanan merokok lebih banyak dari biasa?

Bila sedang frustasi,lalu minum minuman keras,apakah pernah mabok atau teler ?

Bila minum minuman keras apakah dicampur obat tidur,masing-masing berapa banyak

dan berapa sering ?

Pada pasien sudah bersikap terbuka, anamnesis/pertanyaan mengenai NAPZA meliputi:

Keluhan pasien dan riwayat perjalanan penyakit terdahulu yang pernah diderita

Riwayat penyalahgunaan NAPZA

1) Jenis NAPZA yang dipakai

2) Lamanya pemakaian

Page 6: Makalah Klompok 29 Emang

3) Dosis,Frekuensi dan cara pemakaian

4) Riwayat/gejala intoksikasi/gejala putus zat

5) Alasan penggunaan

6) Waktu menelan NAPZA terakhir

Ditanyakan juga taraf fungsi sosial

Riwayat pendidikan

Latar belakang kriminal

Status keluarga

Kegiatan sosial lain

Evaluasi keadaan psikologis

Keadaan emosi

Kemampuan pengendalian impuls

Kemungkinan tindak kekerasan,bunuh diri

Riwayat perawatan terdahulu

Selain mendokumentasikan keluhan penyajian, unsur-unsur penting dari sejarah termasuk

jenis obat tertelan dalam jangka panjang, durasi kecanduan, waktu menelan terakhir, alasan

untuk berhenti pasien obat, pengobatan alternatif digunakan untuk meringankan gejala putus

obat, dan sebelum gejala makin parah.

Kondisi komorbiditas serius dapat menghasut acara untuk alasan untuk berhenti dari narkoba

dan harus diselidiki secara menyeluruh.

Memperoleh riwayat narkoba dan penyalahgunaan alkohol adalah penting dan dapat

membantu dengan antisipasi dan pengobatan pada pasien mengaku untuk alasan lain selain

gejala putus obat (misalnya, infark miokard, trauma multipel).4

II. PEMERIKSAAN

Page 7: Makalah Klompok 29 Emang

Penampilan pasien, sikap wawancara, gejolak emosi dan lain-lain perlu diobservasi.

Dokter harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan pertolongan kegawat darurat atau

tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda dan gejala yang ada.

Pemeriksaan Fisik

Gejala Fisik

Timbulnya gejala-gejala fisik maupun mental sesudah penggunaan zat psikoaktif yang

berlangsung secara terus-menerus, dalam jangka waktu yang lama, dan/atau dosis tinggi.

Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung dari jenis dan dosis zat psikoaktif yang

digunakan sebelumnya.

Gejala tersebut akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat itu.

Salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.

Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada tempat-tempat

tersembunyi misalnya dorsum penis.Pemeriksaan fisik terutama ditijikan untuk menemukan

gejala intoksikasi/overdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis, Eudokarditis,

Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.

Perhatikan terutama : Tanda-tanda vital (kesadaran, pernafasan, tensi, nadi), ukuran pupil, cara

jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi, aritmia jantung,

edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.

Gejala Fisik : Menguap, diaphoresis, mengeluarkan air mata, rinorea, pin point dilatasi pupil,

piloereksi,kedutan pada otot dan hot flushes (perasaan panas dan merah pada wajah). Selanjutnya

terdapat mual dan muntah, demam ,hipertensi, takikardi, diare dan kram perut. Kejang terjadi

pada putus zat meperidin.

Tanda-tanda fisik lain yang harus diperhatikan juga adalah seperti berikut:

Kesadaran: somnolen pada intoksikasi opioida, sopor-koma pada keadaan kelebihan dosis

Denyut nadi: bertambah cepat pada putus zat, lambat pada intoksikasi opioida

Suhu badan: turun pada intoksikasi opioida

Page 8: Makalah Klompok 29 Emang

Pernafasan lambat: pada pemakaian opioid

Tekanan darah turun: pada putus zat opioid, walaupun pada awalnya tekanan darah naik

Mata: palpebra setengah menutup pada intoksikasi opioida, pupil: pin point pada

intoksikasi opioida, lakrimasi pada putus zat opioida

Hidung: rinore pada putus zat opioida

Jantung: takikardia: pada zat putus zat opioida

Dinding perut: kejang pada putus zat opioida.4

Pemeriksaan laboratorium

Managemen laboratorium tes Narkoba meliputi :

1. Skrining test à melihat ada/tidaknya zat/metabolit

2. Mengetahui jenis zat/metabolit yang terkandung

3. Menetapkan ada/tidak komplikasi akibat pemakaian narkoba

Metode pemeriksaan laboratorium untuk skrining narkoba dan metabolitnya harus

mempunyai syarat :

SENSITIVITAS dan SPESIFITAS TINGGI

SENSITIF : Mampu mendeteksi ada/tidaknya zat/metabolit jenis narkoba dalam urin

SPESIFIK : Alat/reagen tersebut mampu mengenali jenis narkoba yang ada di urin

Metode yang memenuhi ke-2 syarat ini adalah : EIA (Enzyme immunoassay) dan

Imunokromatografi

Selain itu kedua metode ini memiliki teknik yang sederhana à umum dilakukan untuk

screening.

Namun saat ini penggunaan metode Imunokromatografi kompetitif kualitatif yang paling umum

dilakukan.

Keuntungan penggunaan teknik imunokromatografi :

Page 9: Makalah Klompok 29 Emang

1. Mudah dilakukan

2. Hasil cepat (3-10 menit)

3. Spesifik (memenuhi standar National Institude of Drug Abuse – NIDA, sekarang SAMHSA)

4. Sensitifitas sampai 99,7%

Dasar teknik Imunokromatografi :

Adanya kompetisi penjenuhan Ig G anti narkoba yang mengandung substrat enzim (antibodi)

dengan enzim pada urin narkoba sample yang mau diperiksa (antigen).

Tes ini bersifat kualitatif

Sample urin (+) à terjadi penjenuhan artinya Ig G anti narkoba yang mengandung enzim

tidak dapatberikatan dengan enzim dari narkoba yang diperiksa àtidak terjadi perubahan

warna

Sample urin (-) atau kadar narkoba kurang dari nilai ambang à tidak terjadi penjenuhan

(tidak jenuh) artinya Ig G anti narkoba yang mengandung enzim dapat berikatan penuh

atau sebagian dengan enzim dari narkoba yang diperiksa àterjadi perubahan warna

Sample untuk pemeriksaan narkoba dan metabolitnya : URIN

Karena urin mengandung kadar metabolit dalam jumlah tinggi dan pengambilan sample

mudah dan tidak menyakiti pasien.

Narkoba dan metabolitnya terdapat dalam waktu singkat dalam darah.

Syarat urin sample :

1. Jernih (bila keruh harus disentrifuse)

2. Tanpa pengawet

3. Tempat penampungan : wadah kaca dan plastik yang bersih

4. Bila urin tidak langsung dipakai à disimpan 2-8 derajat selama 48 jam atau dibekukan

Page 10: Makalah Klompok 29 Emang

Tes disimpan dalam suhu 2-25 derajat, jangan sampai beku dan perhatikan tanggal kadaluarsa.

Menilai validitas hasil pemeriksaan

Pada alat/reagen pemeriksaan terdapat tiga zona yaitu : zona T(test), C(control),

S(sample)

Zona C adalah zona kontrol à menilai valid dan tidaknya test tersebut

Pada saat pemeriksaan, pada zona C akan selalu muncul warna pink à dibuat sedemikian

rupa, sehingga hanya memerlukan H2O untuk dapat menimbulkan reaksi perubahan

warna. Jadi tidak tergantung ada/tidaknya narkoba di dalam urin.3

Sehingga :

Warna pink pada zona C à hasil valid (hasil dapat dipercaya)

Tidak ada warna pink pada zona C à hasil invalid (tidak dapat dipercaya) à ulangi

dengan kit yang baru

b. Penunjang lain

Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan

Laboratirium rutin darah,urin

EKG, EEG

Foto toraks

Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi Psikologik,

Evaluasi Sosial).5

Page 11: Makalah Klompok 29 Emang

III. GEJALA PUTUS OBAT

Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat seseorang kecanduan karena efeknya

sangat kuat. Obat ini bisa di temukan dalam bentuk pil, bubuk, dan juga dalam cairan. Seseorang

yang sudah ketergantungan heroin bisa di sebut juga "chasing the dragon." Heroin memberikan

efek yang sangat cepat terhadap si pengguna, dan itu bisa secara fisik maupun mental. Dan jika

orang itu berhenti mengkonsumsi obat bius itu, dia akan mengalami rasa sakit yang

berkesinambungan.Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan

Page 12: Makalah Klompok 29 Emang

merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir

ini .

1. Tanda dan Gejala Intoksikasi

Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol amphetamine

* eforia

* mengantuk

* bicara cadel

* konstipasi

* penurunan kesadaran

* eforia

* mata merah

* mulut kering

* banyak bicara dan tertawa

* nafsu makan meningkat

* gangguan persepsi

* pengendalian diri berkurang

* jalan sempoyongan

* mengantuk

* memperpanjang tidur

* hilang kesadaran

* mata merah

* bicara cadel

* jalan sempoyongan

* perubahan persepsi

* penurunan kemampuan menilai

* selalu terdorong untuk bergerak

* berkeringat

* gemetar

* cemas

* depresi

* paranoid

Page 13: Makalah Klompok 29 Emang

II. Gejala Putus Obat Dari Ketergantungan Opioid:

Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir.

Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian

antagonis narkotik.

Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan

menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap

selama enam bulan atau lebih lama.

Mereka yang sudah ketagihan dan ketergantungan NAZA jenis opiat ini, bila pemakaiannya

dihentikan akan timbul gejala putus opiate ((withdrawal symptoms) atau “sakaw” yaitu gejala

ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut :

a. Air mata berlebihan ( lakrimasi )

b. Cairan hidung berlebihan ( rhinorea)

c. Pupil mata melebar ( dilatasi pupil )

d. Keringat berlebihan, kedinginan, menggigil

e. Mual, muntah dan diare

f. Bul rambut dan kuduk berdiri/bergidik ( piloereksi )

g. Mulut menguap ( yawning )

h. Tekanan darah naik ( hipertensi )

i. Jantung berdebar-debar ( palpitasi )

j. Suhu badan meninggi ( demam )

k. Sukar tidur ( insomnia )

l. Nyeri otot ( kejang ) dan nyeri tulang belulang

m. Nyeri kepala

n. Nyeri/ngilu sendi-sendi

o. Mudah marah, emosional, dan agresif-destruktif

Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan

opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma

abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala

Page 14: Makalah Klompok 29 Emang

penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan

muntah.8

IV. PENATALAKSANAAN

Terapi dan Rehabilitasi ketergantungan NAPZA tergantung kepada teori dan filosofi yang

mendasarinya. Dalam nomenklatur kedokteran ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis

penyakit atay dusease entity yang dalam International classification of diseases and health related

problems-tenth revision 1992 (ICD-10) yang dikeluarkan oleh WHO digolongkan dalam Mental

and behavioral disorders due to psychoactivesubsstance use.3

Ketergantungan NAPZA secara klinis memberikan gambaran yang berbeda-beda dan

tergantung banyak faktor,antara lain :

Page 15: Makalah Klompok 29 Emang

Jumlah dan jenis NAPZA yang digunakan

Keparahan (severrity) gangguan dan sejauh mana level fungsi keperibadian terganggu

Kondisi psiikiatri dan medis umum

Konteks sosial dan lingkungan pasien dimana dia tinggal dan diharapkan kesembuhannya

Sebelum dilakukan intervensi medis, terlebih dahulu harus dilakukan assesment terhadap

pasien dan kemudian baru menentukan apa yang menjadi sasaran dariterapi yang akan

dijalankan

Tatalaksana Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :

Outpatient (rawat jalan)

Inpatient (rawat inap)

Residency (Panti/Pusat Rehabilitasi)

Gawat Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA terjadi meliputi berbagai

gejala klinis berikut :

a. Intoksikasi

b. Overdosis

c. Sindrom putus NAPZA

d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)

Pada saat pasien sampai di IGD, penanganan pertama adalah pengobatan simtomatik

terhadap gejala yang sedang dialami pasien. Seringnya kerana pasien akan dehidrasi maka

pasang infuse untuk memberi cairan serta elektrolit. Beberapa pengobatan simtomatik gejala

withdrawal opiod seperti berikut;

Nyeri à beri analgetik non opioid seperti asam mefenamat ataupun tramadol

Mules à beri spasmolitika seperti paparevin

Gaduh gelisah à beri haloperidol atau kombinasi dengan diazepam (1 ampul IM)

Cemas dan insomnia à beri benzodiazepine seperti lorazepam atau buspiron

Selesai pengobatan simtomatik, dilanjutkan dengan pengobatan withdrawal opioid yang juga

dipanggil sebagai detoksifikasi opioid. Beberapa obat bisa digunapakai. Salah satu cara adalah

dengan subsitusi dengan obat opioid methadone.

Page 16: Makalah Klompok 29 Emang

Pasien diberikan methadone 10 mg secara oral ataupun parenteral sekiranya pasien muntah.

Monitor pasien untuk tempoh 4 hingga 6 jam apakah ada perubahan gejala withdrawal ataupun

tiada. Sekiranya tiada perubahan, berikan lagi methadone 10 mg. teruskan monitor pasien dengan

sela waktu 4 hingga 6 jam.

Seringnya dosis methadone yang diberi tidak melebihi 40 mg per 24 jam. Kira total

methadone yang diberi untuk 24 jam pertama, kemudia bahagikan kepada 2. Dosis baru ini

diberikan kepada pasien untuk terapi 12 jam berikutnya. Pada setiap hari, dosis methadone yang

diberikan dikurangi sekitar 5 hingga 10 mg. dan seringnya untuk pasien yang mengalami

withdrawal sedang, ia memerlukan kira-kira 4 hingga 8 hari tempoh pemberian methadone.

Pengurangan dosis setiap hari dipanggil tapering off.3

Untuk pengobatan menggunakan subsitusi non-opioid digunakan klonidin. Klonidin 0.1 mg

diberikan 3-4 kali sehari selama 10-14 hari. Klonidin membantu memperbaiki system

cardiovascular tetapi tidak mengobati gejala anxietas serta insomnia. Namun apabila tekanan

darah menurun dibawah 100/70 mmHg, hentikan pemberian klonidin.

Seterusnya, apabila pasien sudah bebas dari opioid selama kira-kira 7-10 hari, bisa diberikan

altagonis opioid seperti naltrexone. Naltrexone diberikan 50mg per hari untuk tempoh 2 atau 3

hari pertama kemudian di kurangi dosis dengan pemberian naltrexone 100mg untuk tempoh 48-

72 jam. Penyakit hepar merupakan kontraindikasi pemberian naltrexone.

Pasien juga perlu dibekalkan dengan supplement seperti vitamin B serta C kerana seringnya

pasien salah guna opioid mengalami malnutrisi.6

Non Medika Mentosa

Terapi tidak hanya menggunakan obatan tetapi dukungan dari lingkungan juga diperlukan

untuk memastikan pasien tidak menggunakan kembali opioid. Pasien yang masih didalam usaha

menangani putus obat mudah tersinggung perasaan maka pastikan lingkungannya tenang.

Berikut antara beberapa usaha dukungan yang bisa dilakukan untuk pasien oleh keluarga serta

masyarakat sekitar;

Page 17: Makalah Klompok 29 Emang

Fahami perasaan mereka. Biarkan pasien meluahkan segala keluhan yang tersimpan di

benak nya

Beri dukungan untuk pasien tidak memikirkan hal-hal opioid

Sibukkan pasien dengan aktivitas harian yang bermanfaat agar pasien lupa akan opioid

Berikan ilmu kerohanian atau agama agar pasien lebih sedar akan keburukkan opioid.

Beberapa terapi yang bisa diikuti oleh pasien untuk mengatasi masalah emosional serta psikis

adalah seperti;

Self regulatory community

Psikoterapi

Voluntary group

Semua ini bertujuan untuk memulihkan semangat serta keyakinan pasien untuk kembali menjadi

manusia normal kerana efek dari opiod adalah menjadikan pasien irritable. Untuk pasien pulih

sendiri agak sukar andai tidak mendapat sokongan serta dukungan dari keluarga serta masyarakat

sekitar. Kerna itu ramai pasien yang kembali menyalahgunakan obat setelah terapi akibat

kurangnya perhatian serta dukungan komunitas terhadap mereka.

V. KONDISI PASIEN

1. Keadaan fisik,psikologi dan masalah-masalah sosial yang dihadapi penderita

Ketergantungan narkoba membawa dampak pada keadaan fisik, psikologis dan

sosial penderitanya. Oleh karena itulah treatment harus dirancang sedemikian rupa

Page 18: Makalah Klompok 29 Emang

sehingga dapat menjadi efektif dalam ketiga area tersebut, dengan penekanan pada hal-

hal yang dianggap buruk

Artinya, orang tua atau pendamping penderita harus dapat melihat keadaan

penderita & penyebab terjadinya penyalahgunaan obat. Bila keadaan fisiknya buruk,

maka ia harus mendapatkan perawatan detoksifikasi terlebih dahulu, setelah itu berlanjut

ke tahap yang selanjutnya

Kalau ternyata terdapat masalah pada kepribadian penderita, misalnya anak tidak

dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya, atau manajemen stres penderita

tidak baik, maka ia terlebih dahulu harus mendapatkan terapi dari psikolog untuk

mengatasi masalah-masalah pribadinya. Sedangkan jika masalah yang ia hadapi tampak

berasal dari lingkungannya, misalnya teman-teman yang kurang baik atau hal-hal lain,

masalah inilah yang harus dihadapi terlebih dahulu. Penderita bisa dipindahkan

sementara ke tempat lain yang jauh dari teman-teman tanpa perlu rehabilitasi atau cara-

cara penyembuhan lain.

Hal-hal ini amat penting diketahui agar penyembuhan penderita tepat mengenai

sasarannya. Bila masalah yang dihadapi sudah diketahui secara pasti, akan lebih mudah

diketahui metode penyembuhan yang paling sesuai.2

2. Tahap-tahap ketergantungan 

a. Tahap Eksperimen dan Sosial :

Pada tahap ini ada beberapa jenis treatment yang dapat digunakan, antara

lain: Outpatient Treatment. Karena pada tahap ini penderita baru mulai mencoba-

Page 19: Makalah Klompok 29 Emang

coba menggunakan narkoba atau memakainya pada kegiatan sosialisasi, penderita

tidak perlu diikutkan pada sejenis kegiatan rehabilitasi yang memisahkannya dari

dunia luar. Penyuluhan di sekolah dapat bermanfaat bagi mereka yang masih

mempunyai atensi pada guru atau guru BP di sekolah.

Kegiatan lain yang dapat dilakukan dalam outpatient treatment ini adalah

terapi individu dan keluarga. Pemberi terapi, tentu saja, haruslah seseorang yang

benar-benar ahli dalam bidang terapi seperti dokter, psikolog atau psikiater yang

mendalami masalah ketergantungan narkoba.

b. Tahap Instrumental

Pada saat penderita sudah mulai lebih jauh menggunakan narkoba, ada 3

treatment yang dapat dijadikan pertimbangan, treatment yang diberikan harus

sesuai dengan kondisi penderita pada saat itu. Bila keadaan lingkungan keluarga

dan sosialnya memungkinkan ( tidak membahayakan atau lebih

menjerumuskannya untuk menggunakan narkoba ). Berikut ini adalah berbagai

macam perawatan yang dapat diberikan kepada penderita yang berada di tahap

instrumental :

i. After School Program

Pada program ini, penderita tetap dapat menjalankan kehidupannya seperti

biasa pada pagi hari ( sekolah, kuliah atau bekerja ). Kemudian pada sore

atau malam hari, terapi grup dilakukan. Terapi grup ini biasanya berupa

pertemuan dan pergi bersama-sama pada akhir minggu. Sebagai tambahan,

dapat dilakukan juga terapi individu dan keluarga. 

 

ii. Partial Hospitalization

Pada partial hospitalization, seorang korban narkoba diperbolehkan tinggal

di rumah, tetapi setiap hari ia datang ke tempat rehabilitasi. Di tempat ini,

korban menghabiskan sekitar 8 jam sehari. Di sana ia dapat sekolah atau

mengerjakan hal-hal lain yang sudah terprogram dengan baik. Biasanya

Page 20: Makalah Klompok 29 Emang

pendidikan formal dan pengetahuan tentang narkoba termasuk di

dalamnya. Terapi-terapi juga dapat dilakukan pada waktu ia berada di

sana. Dukungan terpenting yang harus ia dapatkan selama berada dalam

program ini adalah dukungan terapi dan pendidikan keluarga. Selama

penderita ada dalam program ini, keluarga juga mendapatkan pendidikan

mengenai narkoba.

c. Tahap Pembiasaan dan Kompulsif

Pada tahap ini cara yang terbaik untuk seorang korban narkoba adalah

menjauhkan mereka dari lingkungannya Untuk penderita tahap pembiasaan,

short-term residential care masih dapat dilakukan. Short term residential care ini

biasanya memakan waktu sekitar 4-6 minggu. Pusat rehabilitasi short term yang

baik haruslah memiliki program-program yang terstruktur dan terlaksana dengan

baik. Dalam program tersebut juga harus dimasukkan pendidikan mengenai

narkoba baik kepada anak bina maupun keluarga. Terapi keluarga dan anak bina

juga sebaiknya dilaksanakan, begitu pula dengan pertemuan atau program-

program yang melibatkan masyarakat sekitarnya.

Untuk penderita ketergantungan tahap kompulsif, long term care lebih disarankan.

Program yang diberikan biasanya tidak jauh berbeda dari short term care, hanya

waktu yang dibutuhkan lebih lama, biasanya sekitar 6 bulan sampai 1 tahun atau

mungkin lebih.

Setelah seorang korban narkoba telah mengikuti program panti rehabilitasi, ada

sebuah program bernama Halfway House yang bisa diikuti. Halfway house adalah

suatu program transisi antara pusat rehabilitasi dan kembalinya anak bina pada

kehidupan dengan lingkungan keluarganya. Pada saat ini pula mereka biasanya

melakukan kegiatan-kegiatan atau terapi penunjang yang dapat mereka ikuti

setelah mereka benar-benar kembali ke rumah.Hal penting yang harus diingat

oleh orang tua atau pendamping anak bina adalah pusat rehabilitasi baik short

Page 21: Makalah Klompok 29 Emang

maupun long term tidak menjamin anak bina akan langsung sembuh total begitu

keluar dari pusat rehabilitasi tersebut. Anak bina masih perlu mendapat

bimbingan setelah keluar dari panti rehabilitasi dan dukungan dari keluarga.

3. Aset peribadi yang dimiliki korban narkoba seperti prestasi sekolah, sikap, sifat,

emosi, riwayat pekerjaan, dll.

Aset pribadi yang dimiliki penderita ketergantungan sangat penting untuk

diketahui. Gunanya adalah untuk melihat kelebihan dan kekurangan penderita. Bila

kekurangan sudah diketahui, akan lebih mudah untuk melakukan terapi atau kegiatan

pendukung untuk lebih memperkuatnya. Sedangkan kelebihan perlu diketahui untuk

membantu anak bina menemukan bakat atau minatnya, yang dapat ia kembangkan setelah

ia keluar dari proses pengobatannya. Oleh karena itu sebaiknya penderita diberikan

Vocational Assesment.

Yang perlu dilihat sebagai aset pribadi, menurut Joseph Nowinski ( 1990 ) adalah:

a. Pendidikan

i. Kelebihan & kekurangan akademik

ii. Potensi akademik yang dimiliki

iii. Hal-hal yang perlu segera diberikan setelah anak menyelesaikan proses

pengobatannya

iv. Minat pekerjaan

v. Keadaan intelektual atau bakat yang dimilikinya

b. Ketrampilan Sosial

i. Ketrampilan komunikasi

ii. Kompetensi sosial (cara ia mendapat teman, hubungannya dengan teman,

penerimaan teman-temannya)

iii. Rekreasi (kegiatan favorit, minat, dll)

iv. Manajemen stres (kemampuan adaptasi dan mengatasi stres)

v. Self esteem

Page 22: Makalah Klompok 29 Emang

c. Keimanan

Keimanan adalah hal yang penting dalam masa penyembuhan karena di masa

penyembuhan diperlukan iman yang kuat untuk mengatasi tantangan-tantangan

yang akan dihadapi oleh penderita.

4. Keadaan keluarga penderita

Keadaan keluarga juga merupakan hal yang amat penting dalam merencanakan

terapi. Nilai positif maupun negatif dalam keluarga tersebut perlu diketahui untuk

merancang jenis treatment yang paling tepat untuk penderita. Sama seperti halnya aset

pribadi, nilai positif keluarga dapat digunakan sebagai penunjang keberhasilan penderita

dalam melepaskan diri terhadap ketergantungan dari narkoba, sedangkan nilai negatif

keluarga harus diperbaiki sehingga keluarga tersebut dapat berfungsi lebih efektif dalam

membantu penderita, baik selama masa treatment maupun setelah ia kembali ke rumah.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah:

a. Penggunaan Narkoba Oleh Orang Tua atau Saudara Penderita

i. Siapa yang kira-kira juga terlibat narkoba dalam keluarga

ii. Apa akibatnya bagi penderita

iii. Jenis terapi apa yang kira-kira sesuai untuk keluarga ini

b. Kondisi Spiritual Keluarga

i. Kebersamaan dalam keluarga

ii. Keimanan keluarga

iii. Trauma dalam keluarga1

VI. REHABILITASI

Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani rehabilitasi.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar

Page 23: Makalah Klompok 29 Emang

akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap

NAPZA yang selalu terjadi. Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :

Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;

Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;

Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;

Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;

Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;

Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.

Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :

1.Program Antagonis Opiat (Naltrexon)

Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap opioid

(heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang sangat kuat (craving,

kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon HCI,) dapat

mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu. Apabila pasien

menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek euforiknya sehingga dapat terjadi

overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi untuk membangun motivasi

pasien yang kuat sebelum memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiat

diberikan dalam dosis tunggal 50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena

hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara berkala.

2.Program Metadon

Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan heroin yang dapat

diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi medik. Program ini masih

kontroversial, di Indonesia program ini masih berupa uji coba di RSKO

3.Program yang berorientasi psikososial

Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi psikologik (kognitif,

perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok, psikoterapi individu, desensitisasi dan

Page 24: Makalah Klompok 29 Emang

lain-lain) dan keterampilan sosial yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan

sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi

interpersonal. Berbagai variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi.

Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.

Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan mendatangkan

insight sebagai parameter keberhasilan.

Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :Cognitive

Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training

Supportive Expressive Psychotherapy

Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara individual

4.Therapeutic Community

Berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam sutu tempat.

Dipimpin oleh bekas penyalahgunaan yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai

konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai

konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya

secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan

memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap. Dalam komonitas ini

semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas

menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota

bertanggung jawab terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan

hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

5.Program yang berorientasi Sosial

Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga mereka dapat

kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk mampu bekerja.

6.Program yang berorientasi kedisiplinan

Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara melatih hidup

menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.

Page 25: Makalah Klompok 29 Emang

7.Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual

Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error untuk

menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA7

8. Lain-lain

Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai modalitas terapi

dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan dapat dipertanggungj jawabkan masih

ditunggu. Beberapa bentuk terapi lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah

penggunaan tenaga dalam prana dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan

spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah dikembangkan

hampir diseluruh dunia. Dikenal The 12 step Recovery Philosophy, Rational Recovery dan lain-

lain.

9. Program Pasca Rawat (After Care)

Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna NAPZA masih harus

mengikuti program pasca rawat (After care) untuk memperkecil kemungkinan relaps (kambuh).

Setiap tempat/panti rehabilitasi yang baik mempunyai program pasca rawat ini.

10. Narcotics Anonymous

NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling berbagi rasa

tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan masalah dan saling menolong

untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika). Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA

adalah keinginan untuk berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak

politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan

pertemuan seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau

terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan beberapa prinsip yang

terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).6,7

VII. PENCEGAHAN

Page 26: Makalah Klompok 29 Emang

Salah satu upaya yang dapat dilakukan secara umum untuk menanggulangi pemnakian

NAPZA adalah melalui penyuluhan – penyuluhan.

Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :

1. Berbasis Keluarga

Mengasuh anak dengan baik.

Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat di rumah.

Luangkan waktu untuk kebersamaan.

Orang-tua menjadi contoh yang baik.

Kembangkan komunikasi yang baik.

Mengerti dan menerima anak sebagaimana adanya.

Memperkuat kehidupan beragama.

Yang diutamakan bukan hanya ritual agama, tetapi juga memperkuat

nilai moral yang terkandung dalam agama danmenerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari.

Orang tua memahami masalah yang timbul agar dapat berdiskusi dengan anak

Mengetahui dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.

Mengetahui ciri anak yang mempunyai risiko tinggi untuk

menyalahgunakan NAPZA.

Mengetahui gejala anak yang sudah menyalahgunakan NAPZA.

Apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah untuk mencegah

penyalahgunaan NAPZA.2

2. Berbasis Sekolah

Upaya terhadap siswa, antara lain :

Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat dari

penyalahgunaan NAPZA. Sebaiknya hal ini dimasukkan ke dalam kurikulum

Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan

penyalahgunaan NAPZA di sekolah.

Melatih siswa agar dapat:

Page 27: Makalah Klompok 29 Emang

Menolak tawaran pemakaian NAPZA.

Membentuk citra diri yang positif, mengatasi stres dan menyelesaikan

masalah, mengembangkan keterampilan untuk tetap bebas dari

pemakaian NAPZA/rokok.

Cara berkomunikasi yang baik, cara mengemukakan pendapat dengan

asertif dan keterampilan sosial serta keterampilan hidup lainya.

Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (kegiatan

ekstra kurikuler), sehingga mereka tidak terjerumus kepada kegiatan

yang negatif.

Meningkatkan kegiatan konseling yang dilakukan oleh guru BK

( Bimbingan Konseling ) untuk membantu menangani masalah yang

terjadi pada siswa.

Membantu siswa yang telah menyalahgunakan NAPZA, sehingga ia

tidak merasa disingkirkan oleh guru atau teman-temannya.

Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.

Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah,antara lain berupa :

Razia dengan cara sidak ( inspeksi mendadak ).

Melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.

Melarang siswa ke luar lingkungan sekolah pada jam pelajaran tanpa izin

guru.

Membina kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait.

Meningkatkan pengawasan sejak siswa datang sampai pulang.

Upaya untuk membina lingkungan sekolah, antara lain :

Menciptakan suasana yang sehat dengan membina hubungan yang

harmonis antara pendidik - anak didik – orang tua.

Mengembangkan proses belajar mengajar yang mendukung terbentuknya

remaja yang mandiri.

Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah.

3. Berbasis Masyarakat

Page 28: Makalah Klompok 29 Emang

Upaya pencegahan yang dilakukan di masyarakat antara lain :

Memperbaiki kondisa lingkungan,penataan kota dan tempat tinggal yang

dapat menumbuhkan keserasian antara manusia dengan lingkungannya.

Menumbuhkan perasaan kebersamaan melalui pembinaan tempat tinggal.

Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahgunaan

NAPZA.

Memberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA.

Melibatkan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.8

VIII. PROGNOSIS

Prognosis pada kasus kedaruratan psikiatri ini baik bila dilakukan sesuai dengan prosedur

seperti melakukan detoksifikasi dan menjalani proses rehabilitasi. Namun apabila pasien ini tidak

ditangan dengan baiak dan juga bila telah mengalami overdosis maka prognosisnya dapat

berdampak buruk.

Page 29: Makalah Klompok 29 Emang

IX. KESIMPULAN

Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /

psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan

fisik dan psikologi. Penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal

(keluarga, ekonomi, kepribadian) maupun eksternal (pergaulan, sosial/masyarakat).

Secara umum gejala-gejala pada pengguna NAPZA dapat diamati dengan terjadinya

perubahan fisik, emosi dan perilaku. Namun ada pula tanda-tanda yang diperlihatkan sesuai

dengan narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna, sedangkan gejala overdosis dapat juga

diketahui menurut narkoba yang digunakan.

Pada dasarnya langkah preventif dan kesadaran tentang penyalahgunaan NAPZA sangat

penting bagi memastikan remaja dan anak-anak dapat bertumbuh baik untuk masa hadapan

negara.

Page 30: Makalah Klompok 29 Emang

X. DAFTAR PUSTAKA

1. Satya Joewana. Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.

Penerbit Buku Kedokteran EGC,2005. Hal 249-53.

2. Lydia Harlina Martono, Satya Joewana. Peran Orang Tua Mencegah Narkoba. Penerbitan

dan Percetakan Balai Pustaka, 2006. Hal 47-60.

3. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; h. 210-7.

4. Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga;

2007; h. 47-50.

5. Karl G. Verebey, Gerard Meenan. Diagnostic laboratory; screening for drug abuse.

Lowinson and Ruiz’s Substance Abuse: A Comprehansive Textbook. 2011: 5; 123-36.

6. Hedi R. Dewoto. Analgesik opioid dan antagonis. Farmakologi dan Terapi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 5: 210-29.

7. Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi pada Gangguan Penggunaan Napza.Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 420/MENKES/SK/III/2010.

8. Dharmady Agus, SpKJ,dr. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat

Psikoaktif. IDI:Jakarta.2008.