44
A. KASUS HIV Tn. A usia 30 tahun dirawat di ruang 20 sudah 1 bulan. Tinggi badan 170cm, berat badan saat ini 50 kg, berat badan awal 60 kgmengeluh lemas tidak bergairah diare selama 40 hari, sehari empat kalibanyaknya sebanyaklebih kurang 250 cc setiap BAB terpasang infus dextrose 500 cc 40 GTT/menit di lengan kiri. Setelah operan perawat N memeriksa ada bengkak di tempat insersi infus. Infusan tercatat 5 hari yang lalu, kemudian perawat N berencana mengganti infus dengan pemasangan yang baru tapi klie menolak dengan alasan seluruh badan terasa sakit. Tn. A merasa bahwa penyakitnya tidk bisa disembuhkan dan ingin pulang saja. Beradasarkan pemeriksaan TTV, TD : 90/60 mmHg; suhu 40 derajat, respirasi: 28 kali/menit, nadi: 90 kali/menit. Tn. A sering mendadak mengidap flu seperti flu beratsampai suatu ketika hanya karena flu tersebutTn. A nyaris pingsan. Hasil pemeriksaan Laboratorium didapatkan nilai ELISA Western Blot (+) Neutropenia, Anemis normositik normokrom, limfosit CD4 + 200 sel/μl Obat yang dikonsumsi zidofudine. STEP 1 1. Nilai ELISA western blot 2. Neutropenia 3. Anemia normositik normokrom

makalah kasus 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah kasus 1

A. KASUS HIV

Tn. A usia 30 tahun dirawat di ruang 20 sudah 1 bulan. Tinggi badan

170cm, berat badan saat ini 50 kg, berat badan awal 60 kgmengeluh lemas tidak

bergairah diare selama 40 hari, sehari empat kalibanyaknya sebanyaklebih kurang

250 cc setiap BAB terpasang infus dextrose 500 cc 40 GTT/menit di lengan kiri.

Setelah operan perawat N memeriksa ada bengkak di tempat insersi infus. Infusan

tercatat 5 hari yang lalu, kemudian perawat N berencana mengganti infus dengan

pemasangan yang baru tapi klie menolak dengan alasan seluruh badan terasa sakit.

Tn. A merasa bahwa penyakitnya tidk bisa disembuhkan dan ingin pulang saja.

Beradasarkan pemeriksaan TTV, TD : 90/60 mmHg; suhu 40 derajat, respirasi: 28

kali/menit, nadi: 90 kali/menit. Tn. A sering mendadak mengidap flu seperti flu

beratsampai suatu ketika hanya karena flu tersebutTn. A nyaris pingsan. Hasil

pemeriksaan Laboratorium didapatkan nilai ELISA Western Blot (+) Neutropenia,

Anemis normositik normokrom, limfosit CD4+ 200 sel/μl Obat yang dikonsumsi

zidofudine.

STEP 1

1. Nilai ELISA western blot

2. Neutropenia

3. Anemia normositik normokrom

4. Zidofudin

5. Insersi

6. CD4+

7. GTT

STEP 2

1. Kenapa klien mengidap diare?

2. Bagaimana seharusnya tindakan perawat yang tidak mau diganti infusan?

3. Berapa hari normal pemasangan infus?

4. Berapa nilai normal limfosit?

5. Kenapa klien karena hanya flu sampai pingsan?

Page 2: makalah kasus 1

6. Klien banyak keluhannya tapi mengapa hanya diberi satu obat?

7. Mengapa TTV abnormal

8. Penyebab sakit seluruh badan?

9. Tindakan perawat untuk klien A terhadap kesembuhan?

10. Bagaiman tindakan pertama oleh perawat dalam menangani klien A?

11. Nilai ELISA western Blot (+) menunjukan apa?

12. Penyebab Tn. A sering mendadak flu?

13. Penyebab berat badan turun?

14. Tujuan obat zidofudin dan efek sampingnya?

15. Obata yang bisa dikonsumsi selain obat zidofudin?

16. Faktor yang memengaruhi terhadap penyakit klien?

STEP 3

1. HIV yang diserang adalah kekebalan tubuh, diare karena banyak kuman

yang masuk.

2. Pasien punya hak otonomi tapi perawat menjelaskan dulu efek samping

jika tidak diganti, selain itu komunikasi terapeutik dan kolaborasi dalam

pemberian antipiretik.

3. Infus maksimal 3 hari.

4. LO

5. Aliran O2 ke otak rendah dan berat badan rendah sehingga kehilangan

kesadaran diri.

6. LO

7. Infut untuk tubu berkurang, adanya sekret, sistem imun gangguan suhu

karena sistem imun sedangkan Respirasi dari kompensasi paru untuk

napas tak efektif.

8. HIV menyerang tubuh, kekebalan lemah sementara energi kurang jadi

tubuh terasa sakit atau lemah. Karena reaksi inflamasi yang menjalar ke

seluruh tubuh.

9. Memperbanyak pendukung agar tindakan medis bisa dilanjutkan. Perawat

berperan jangan mengacuhkan serta dukungan sosio , psiko, spiritual.

Page 3: makalah kasus 1

10. Diare karena menguras cairan tubuh sehingga lemah. Membujuk agar mau

diganti infus.

11. LO

12. LO

13. LO

14. LO

15. LO

16. Saat kekebalan tubuh lemah mudah terserang penyakit, lingkungan juga

berpengaruh. Selai itu gaya hidup dan juga keturunan.

STEP 4

1. Penurunan leukosit dan peningkatan E. Colli mengakibatkan usus

terinfeksi sehingga penyerapan abnormal dan terjadilah diare.

2. Virus sifatnya dorman sehingga imun rendah mengakibatkan virus aktif

dan menyerang sistem pernapasan sehingga mengakibatkan peningkatan

sekret mengakibatkan jalan napas terganggu dan paru berkompensasi

menyebabkan respirasi meningkat dan terjadi penurunan kadar oksigen

dalam darah sehingga oksigen ke otakpun berkurang yang mengakibatkan

penurunan kesadaran.

STEP 5

Learning Objective:

Step 1

1. ELISA Western Blot

2. Neutropnia

3. Anemi normositik normokrom

4. Zidofudin

5. CD4+

Step 2

Page 4: makalah kasus 1

1. Nilai normal limfosit

2. Mengapa hanya diberi satu macam obat/

3. Nilai ELISA Western Blot (+) menunjukan apa?

4. Tujun pemberian obat zidofudin dan efek sampingnya?

5. Obat yang bisa dikonsumsi selain obat zidofudin?

Step 4

Semua

B. ISTILAH PENTING

No. Istilah Definisi

1. ELISA (Enzyme-

Linked

Immunosorbent

Assay)

Suatu pemeriksaan tes darah untuk

memeriksa infeksi HIV yang berfungsi

untuk mendeteksi adanya antibody terhadap

HIV didalam aliran darah.

2. Western Blot Suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih

canggih pda orang yang seropositif untuk

membuktikan kebenaran hasil pemeriksaan

ELISA.

3. Anemia Normositik

Normokrom

Penyakit anemia, yaitu ukuran dan bentuk

sel darah merah normal sera mengandung

hemoglobin yang normal tetapi menderita

anemia.

4. Neutropenia Kelainan pada darah yang dapat diketahui

melalui jumlah sel neutrofil yang berkurang

(rendah).

5. Zidofudin Obat yang berfungsi untuk memperlambat

AIDS dan dapat menunda terjadinya AIDS

pada oraang yang tertulah HIV yang belum

menujukkan gejala AIDS.

6. CD4 Salah satu jenis sel darah putih yang dapat

Page 5: makalah kasus 1

disebut juga sel pembantu (helper-Tcell)

atau juga sebagai panglima dari sistem

imun.

C. PENJELASAN KASUS

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem kekebalan tubuh sendiri diartikan sebagai semua mekanisme yang

digunakan oleh tubuh untuk menangkal pengaruh faktor atau zat yang berasal dari

lingkungan, yang asing bagi tubuh kita. Secara garis besar, sistem kekebalan

tubuh kita dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem kekebalan alami (innate

immunity) dan sistem kekebalan dapatan (acquired immunity) yang keduanya

saling bekerja sama menangkal zat asing dari luar tubuh yang tentu apabila

dibiarkan akan berbahaya bagi tubuh. Di dalam sistem ini, peranan senyawa kimia

tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan cukup luas dan beragam dengan

mekanisme kerja yang unik.

Salah satu senyawa kimia yang berperan penting dalam kekebalan tubuh

dapatan adalah antibodi. Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan oleh suatu

sel dalam tubuh kita (dinamakan sel limfosit B dan termasuk ke dalam kelompok

sel darah putih) sebagai respon terhadap adanya antigen (antigen adalah senyawa

kimia atau zat asing atau mikroba yang tidak dikehendaki tubuh karena berbahaya

yang mampu membangkitkan respon kekebalan pada tubuh kita) yang masuk

dalam tubuh. Antibodi mempunyai ciri khas, yaitu spesifik terhadap jenis tertentu

dari antigen. Ribuan atau jutaan jenis antigen yang masuk akan merangsang

dibentuknya ribuan atau jutaan jenis antibodi pula. Setiap detik sekitar 2000

molekul antibodi diproduksi oleh sel limfosit B. Salah satu contoh peristiwa yang

melibatkan antibodi adalah ketika kulit kita terkena infeksi karena luka maka akan

timbul nanah. Nanah ini merupakan sel darah putih penghasil antibodi yang mati

setelah berperang melawan antigen.

Page 6: makalah kasus 1

Antibodi diproduksi sesudah host diinjeksi dengan antigen.  Respon

antibodi merupakan puncak dari serangkaian interaksi antara makrofag, sel T, sel

B terhadap hadirnya antigen asing.  Tahap pertama dari respon antibodi dimulai

dari fagositosis antigen oleh makrofag atau sel lain dalam system

retikuloendotelial yang meliputi sel-sel Langerhans di kulit, sel dendritik pada

spleen dan lymph node, serta monosit dalam darah.  Sel-sel tersebut berdasarkan

fungsi imunologisnya digolongkan sebagai antigen-presenting cells (APC).

Produksi antibodi diawali dengan melakukan injeksi atau imunisasi pada host atau

hewan coba.  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini yaitu

penanganan dan pemilihan hewan coba, cara injeksi, sifat dan dosis antigen.

Kualitas suatu antibodi dinilai dari beberapa hal, yaitu: konsentrasi kemurnian dan

spesifisitas.  Untuk menentukan kemurnian biasanya dipakai teknik

elektroforesis.  Beberapa teknik biasanya digabung untuk menentukan spesifitas

sepeti kemampuan antibodi bereaksi dengan protein lain atau protein yang serupa

dari spesies lain.

Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk

melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh

sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan

menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi mempunyai dua fungsi,

pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi

kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu

menghancurkannya.

Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan

diri kepada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-

molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit

tubuh dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya, layaknya tank yang hancur

dan tak dapat bergerak atau melepaskan tembakan setelah dihantam rudal saat

pertempuran. Antibodi bersesuaian dengan musuhnya (antigen) secara sempurna,

seperti anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi.

Page 7: makalah kasus 1

Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok

untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal.

Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus

yang cukup kuat untuk menghadapi si musuh. Hal ini karena antibodi yang

dihasilkan untuk suatu penyakit belum tentu mangkus bagi penyakit lainnya.

Membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses

yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel

B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan

musuh (antigen).

2. DEFINISI

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV

menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal

infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai

sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena

berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel

darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang

masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai

CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan

yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama

akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA,

2007c).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.

Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia,

dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup,

yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe,

dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara

Page 8: makalah kasus 1

kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas

di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) adalah suatu penyakit yang

menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS disebabkan oleh

masuknya virus yang bernama HIV ( Human Immunodeficiency Virus) ke dalam

tubuh manusia. HIV dengan cepat akan melumpuhkan sistem kekebalan manusia.

Setelah sistem kekebalan tubuh lumpuh, seseorang penderita AIDS biasanya akan

meninggal karena suatu penyakit ( disbut penyakit sekunder) yang biasanya akan

dapat dibasmi oleh tubuh seandainya sistem kekebalan tubuh itu masih baik.

3. ETIOLOGI

Penyebab AIDS adalah terpaparnya virus HIV. Virus HIV termasuk virus

ss RNA positif yang berkapsul, anggota dari genus lentivirus dari famili

Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom

RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus

terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di

antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga

terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase

(RT), protease (PR), dan integrase (IN). Enzim RT merupakan DNA polimerase

yang khas untuk retrovirus, yang mampu mengubah genom RNA menjadi salinan

rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan pada DNA sel pejamu.

Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya,

antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA),

serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu). Ada dua

spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih

"virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan

infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat

(Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah,

melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai

zoonosis.

Page 9: makalah kasus 1

Replikasi retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah

inti virus memasuki sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai

ganda dengan RT. Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT,

sehingga rantai RNA dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+).

Baru kemudian campuran ini berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA

hasil salinan akan memasuki inti sel yang terinfeksi dan menyatu dengan

kromosom sel pejamu. Provirus (gen virus spesifik) juga ikut mengalami

penyatuan dengan kromosom sel yang terinfeksi. Integrasi ini dimungkinkan

dengan adanya sisipan rantai pengulangan yang disebut long terminal repeats

(LTR) pada ujung-ujung salinan genom RNA. Rantai LTR ini memuat informasi

sinyal yang diperlukan untuk transkripsi provirus oleh RNA polimerase dari

pejamu. Selain itu juga protein integrase berperan dalam proses ini. Setelah DNA

pejamu terintegrasi dengan materi genetik virus, akan terjadi proses transkripsi

yang menghasilkan satu rantai genom RNA yang utuh dan satu atau beberapa

mRNA. mRNA yang dihasilkan ini mengkode protein regulator virus.

HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu:

1. Darah

2. Air mani

3. Cairan vagina

Page 10: makalah kasus 1

4. Air susu ibu (ASI)

HIV menular melalui:

1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari

orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi

(yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur;

juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan kecil).

2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung

darah yang terinfeksi HIV.

3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV.

4. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan

jika menyusui sendiri.

HIV tidak menular melalui:

1. Bersalaman, berpelukan

2. Berciuman

3. Batuk, bersin

4. Memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar

mandi, WC, kamar tidur, dll.

5. Gigitan nyamuk

6. Bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama

7. Memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, sauna, dll.

HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika berada

di luar tubuh. Virus ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya

dibersihkan dengan cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau

dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak luka.

4. MANIFESTASI KLINIS

Ada beberapa tahap yang akan dialami oleh seseorang bila terinfeksi HIV

AIDS . Gejala tahap awal dimulai dengan flu biasa yang akan sembuh dalam

Page 11: makalah kasus 1

beberapa hari kemudian. Tes darah masih belum dapat menunjukan adanya HIV

( negatif ).

Pada tahap lanjutan setelah melewati masa inkubasi 2 – 10 tahun seseorang

yang terinfeksi HIV akan mengalami demam berkepanjangan, selera makan

menurun, diare terus menerus tanpa sebab yang jelas, bercak bercak merah dikulit,

berat badan menurun drastis.

Gejala tahap ahir sistem kekebalan tubuh menurun, pengidap HIV

berkembang menjadi penderita AIDS. Gejala AIDS yang muncul berupa radang

paru paru, radang saluran pencernaan, kanker kulit, radang karena jamur

di mulut dan kerongkongan, gangguan syaraf, TBC. Umumnya sekitar 1-2

tahun setelah gejala AIDS muncul penderita meninggal dunia.

Radang paru-paru Kanker dan tumor ganas (malignan)

Gejala HIV bisa juga dibedakan antara minor dan mayor yaitu sbb:

1. Gejala Mayor : ~ BB menurun atau gagal tubuh, ~ Diare > 1 bulan (kronis/berulang).~ Demam > 1bulan (kronis/berulang), ~Infeksi sal.nafas bawah yang parah atau menetap.

2. Gejala Minor ~ Lymfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali.~ Kandidiasis oral.~ Infeksi THT yang berulang.~ Batuk kronis,

Page 12: makalah kasus 1

~ Dermatitis generalisata, ~ Encefalit

5. KOMPLIKASI

1. Oral Lesi

Hal ini dapat terjadi karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV

oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),

leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan

cacat.

2. Neurologik

a. Kompleks dimensia AIDS

karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel

saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.

b. Enselophaty akut

karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise,

demam, paralise, total / parsial.

c. Infark serebral

Dapat mengakibatkan kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,

dan maranik endokarditis.

d. Neuropati

Karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci

Virus (HIV).

3. Gastrointestinal

a. Diare

Karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan

sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat

badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

b. Hepatitis

Karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam

Page 13: makalah kasus 1

atritis.

c. Penyakit Anorektal

Karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat

infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan

diare.

4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,

hipoksia, keletihan, gagal nafas.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena

xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,

rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

pendengaran dengan efek nyeri.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

ELISA

ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi

antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya

diproduksi  mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah

terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan

pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan

aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang

terkontaminasi.

Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air

kencing. Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan

Page 14: makalah kasus 1

ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan

sampel darah jari dan air liur.

Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa

telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot

atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun

ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut

sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.

Western Blot

Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi

terhadap HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena

pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak

dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih

sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.

IFA

IFA atau Indirect Fluorescent Antibody juga meurupakan pemeriksaan

konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga

mendeteksi antibodi terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini

adalah biayanya sangat mahal.

PCR Test

PCR atau Polymerase Chain Reaction adalah uji yang memeriksa

langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih

cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal

dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan

jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test

juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau

organ yang akan didonorkan.

7. PENCEGAHAN

Penularan HIV dapat terjadi melalui tiga cara

Page 15: makalah kasus 1

1. Cara seksual : melalui hubungan seks.

2. Cara Parenteral : melalui penggunaan jarum yang terkontaminasi virus,

transfusi darah, transplantasi organ yang tercemar virus.

3. Cara perinatal: melalui ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya.

Sedangkan pencegahannya adalah:

a. Melakukan abstinensi seks atau hubungan kelamin monogami bersama

dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

b. Menggunakan kondom lateks apabila terjadi hubungan kelamin dengan

orang yang status HIV nya tidak diketahui.

c. Tidak melakukan tukar menukar jarum dengan siapapun untuk alasan

apapun.

d. Diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya virus paling sedikit 6 bulan

setelah hubungan kelamin terakhir yang tidak terlindung, karena

pembentukkan antibodi mungkn memerlukan waktu paling sedikit 6 bulan

setelah pajanan ke virus untuk membentuk antibodi. Seks oral juga dapat

menularkan virus.

e. Mencegah infeksi ke janin atau bayi baru lahir. Seorang wanita harus

mengetahui status HIVnya dan pasangannya sebelum hamil. Apabila

wanita hamil positif HIV, obat-obat atau antibodi anti HIV dapat diberikan

selama kehamilan dan kepada bayinya setelah lahir. Terapi in utero (di

dalam rahim) juga efektif dalam mencegah penularan virus ke bayi atau

bayi baru lahir. Ibu yang terinfeksi jangan menyusui bayinya, pompa

payudara jangan ditukar pakaikan.

8. PENATALAKSANAAN

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa komponen, yakni:

1. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral

(ARV) yang diinisiasi sekitar tahun 1996 di berbagai negara.

Page 16: makalah kasus 1

Penanganan medis utama untuk infeksi HIV ialah kombinasi obat

antiretroviral. Supresi replikasi HIV merupakan komponen penting dalam

memperpanjang harapan hidup serta meningkatkan kualitas hidup odha.

Meskipun demikian, beberapa pertanyaan penting terkait penanganan HIV

masih belum memperoleh jawaban terbaik. Di antaranya ialah kapan

pengobatan dengan antiretroviral sebaiknya dimulai, apa regimen HAART

yang paling baik, kapan regimen tertentu harus diganti, dan obat apa dalam

suatu regimen yang harus diganti jika diperlukan perubahan. Hingga saat ini,

telah ditemukan berbagai golongan obat antiretrovirus. Terdapat amat banyak

interaksi antar obat yang perlu diperhatikan ketika menggunakan obat-obatan

ini. Salah satu masalah utama yang didapati dengan penyebaran luas regimen

HAART ialah sindrom hiperlipidemia dan distribusi lemak yang dikenal

dengan sindrom lipodistrofi. Berikut adalah obat-obat ARV yang tersedia di

Indonesia.

Tabel. Obat ARV yang Beredar di Indonesia

Nama

DagangNama Generik

Golonga

n Sediaan Dosis (per hari)

Duviral Tablet,

kandungan:

zidovudin 300

mg, lamivudin

150 mg

2 x 1 tablet

Stavir

Zerit

Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul:

30 mg, 40 mg

> 60 kg: 2 x 40 mg

< 60 kg: 2 x 30 mg

Hiviral

3TC

Lamivudin

(3TC)

NsRTI Tablet 150 mg

Lar. oral 10

mg/ml

2 x 150 mg

< 50 kg: 2 mg/kg,

2x/hari

Viramune

Neviral

Nevirapin

(NVP)

NNRTI Tablet 200 mg 1 x 200 mg selama 14

hari, dilanjutkan  2 x

200 mg

Page 17: makalah kasus 1

Retrovir

Adovi

Avirzid

Zidovudin

(ZDV, AZT)

NsRTI Kapsul 100 mg 2 x 300 mg, atau 2 x

250 mg (dosis

alternatif)

Videx Didanosin

(ddI)

NsRTI Tablet kunyah:

100 mg

> 60 kg: 2 x 200 mg,

atau 1 x 400 mg

< 60 kg: 2 x 125 mg,

atau 1 x 250 mg

Stocrin Efavirenz

(EFV, EFZ)

NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg, malam

Nelvex

Viracept

Nelfinavir

(NFV)

PI Tablet 250 mg 2 x 1250 mg

NsRTI = nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NNRTI = non-nucleoside

reverse transcriptase inhibitor, PI = protease inhibitor

Terapi HIV/AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa

obat untuk mengurangi viral load (jumlah virus dalam darah) agar menjadi

sangat rendah atau di bawah tingkat yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu

yang lama. Data-data menunjukkan bahwa monoterapi untuk antiretrovirus

mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap obat, hilangnya efikasi dan

kembalinya progresivitas penyakit sehingga amat dianjurkan terapi kombinasi

ARV. Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik daripada

monoterapi karena alasan-alasan berikut:

Menghindari/menunda resistensi obat, meluaskan cakupan terhadap virus

dan memperlama efek,

Peningkatan efikasi karena adanya efek aditif atau sinergistik,

Peningkatan target reservoir jaringan/selular dari virus,

Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus, dan

Penurunan toksisitas karena dosis yang digunakan menjadi lebih rendah.

Di Indonesia, regimen obat antivirus yang dianjurkan adalah sebagai berikut:

Tabel. Regimen Kombinasi Obat ARV yang Diusulkan untuk Indonesia

Satu dari kolom A dan salah satu kombinasi dari kolom B

Page 18: makalah kasus 1

Kolom A Kolom B

Nevirapin

Nelfinavir

Zidovudin + Didanosin

Didanosin + Lamivudin

Stavudin + Didanosin

Zidovudin + Lamivudin

Stavudin + Lamivudin

Walaupun obat antiretroviral telah menjadi kunci penatalaksanaan HIV/AIDS,

masih ada beberapa keterbatasan, yaitu:

Antiretrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus. Terapi ini

gagal mengendalikan viremia pada kurang lebih sepertiga pasien dalam

berbagai uji klinis. Pasien harus melanjutkan terapi seumur hidup agar

memperoleh manfaat yang optimal.

Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan pasien

pada terapi tidak sempurna (<95%). Tingginya biaya untuk membeli obat

ARV juga dapat menjadi hambatan pasien dalam mematuhi terapi.

Penularan HIV melalui perilaku yang berisiko dapat terus terjadi, meski

viral load tak terdeteksi.

Efek samping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi, mulai dari

anemia, neutropenia, mual, sakit kepala, hingga hepatitis akut. Efek

samping jangka menengah baru mulai diketahui seperti resistensi insulin,

asidosis laktat, hiperlipidemia dan lipodistrofi. Efek samping jangka

panjang belum diketahui.

Saat ini, telah terdapat lima golongan obat antiretroviral, yakni Nucleoside

Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), Nucleotide Reverse Transcriptase

Inhibitor (NtRTI), Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

(NNRTI), Protease Inhibitor (PI), dan Viral Entry Inhibitor.3 Dua pilihan

untuk terapi inisial yang paling sering digunakan ialah dua macam obat

NRTI (biasanya salah satu ialah lamivudin) dikombinasikan dengan satu

Page 19: makalah kasus 1

macam obat PI atau dua macam obat NRTI dikombinasikan dengan satu

macam obat NNRTI.

Keputusan untuk memulai terapi HIV harus mempertimbangkan risiko dan

keuntungan mengingat HIV merupakan infeksi kronis dan eradikasi infeksi

HIV secara lengkap bisa jadi tidak mungkin dengan regimen HAART

yang ada sekarang. Saat ini hal yang rasional dilakukan adalah memulai

terapi antiretroviral pada:

(1) seseorang dengan sindrom infeksi akut HIV,

(2) pasien dengan stadium penyakit simptomatik,

(3) pasien yang masih dalam stadium asimptomatik dengan jumlah CD4+

<500/µl atau RNA HIV >20.000 kopi/ml. Kriteria nomor 3 masih menjadi

kontroversi; di negara-negara berkembang, sebagian besar pasien

asimptomatik baru memulai terapi setelah jumlah CD4+ <200/µl. Sebagai

tambahan, pemberian terapi selama 4 minggu kepada individu belum

terinfeksi yang baru mengalami risiko tinggi terpajan HIV dapat pula

diterapkan.2

2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti infeksi jamur, tuberkulosis, hepatitis,

toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks, serta upaya skrining

untuk deteksi dini infeksi atau kanker tersebut.

3. Pengobatan suportif, yakni pemberian makanan yang mempunyai nilai gizi

yang baik, istirahat yang cukup, dan menjaga kebersihan diri.

4. Terapi psikososial, konseling, dukungan kerohanian dan sokongan keluarga.

Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan,

harapan hidup lebih baik, dan kejadian infeksi oportunistik berkurang.

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.

Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan

bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (highly active

antiretroviral therapy, HAART) bermanfaat menurunkan morbiditas dan

Page 20: makalah kasus 1

mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS (odha) menjadi lebih

sehat serta dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui

perbaikan sistem kekebalan tubuh serta menurunnya kerentanan odha terhadap

infeksi oportunistik.

9. PATOFISIOLOGI

Page 21: makalah kasus 1

10. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIANa. Biodata

Nama : Tn. AUsia : 30 tahun

Page 22: makalah kasus 1

Jenis Kelamin : Laki-lakiAlamat : -Diagnosa Medis : AIDS

b. Data SubjektifKlien mengeluh lemas tidak bergairah, diare selama 40 hari sehari 4 kali sebanyak kurang lebih 250 cc setiap BAB.Klien merasa sakit pada seluruh badan.Klien merasa penyakitnya tidak bisa disembuhkan dan ingin pulang saja.Klien sering mendadak mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai nyaris pingsan.

c. Data ObjektifBB awal : 60 kgBB saat ini : 50 kgTB : 170 cmTanda-Tanda Vital :

TD : 90/60 mmHgT : 40 0CRR : 28 x/menitHR : 90 x/menit

Pemeriksaan Lab :ELISA Western Blot (+)Limfosit CD4+ 200 sel/µlNeutropeniaAnemia Normositik Normokrom

B. ANALISA DATA

No. Data EtiologiMasalah

Keperawatan1. DS: Klien diare

selama 40 hari sehari 4 kali sebanyak kurang lebih 250 cc setiap BAB.DO: -

Kekebalan tubuh menurun

Bakteri masuk pada saluran cerna

Disfungsi imun karena AIDS

Infeksi pada mukosa usus

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan

Page 23: makalah kasus 1

Iritasi dinding usus

Motalitas usus meningkat

Isi usus berlalu dengan cepat

Absorbsi air dan nutrisi terganggu

Feses berlebih

Diare

Dehidrasi

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang

dari kebutuhan

2. DS: -DO:

BB awal : 60 kgBB saat ini : 50 kgTB : 170 cm

Kekebalan tubuh menurun

Infeksi saluran cerna

Iritasi mukosa usus

Pelepasan asam amino

Metabolisme protein menurun

BB < normal

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

3. DS: Klien mengeluh lemas tidak bergairah,Klien merasa sakit pada seluruh badan.Klien sering mendadak mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai nyaris

Respon imun

seluler

Sel CD4+ terinfeksi, pecah dan menginfeksi sumsum

tulang belakang

anemia normositik

Intoleransi Aktivitas

Page 24: makalah kasus 1

pingsan.

DO: RR : 28 x/menitHR : 90 x/menit

normokrom

pengikatan oleh Hb rendah

cadangan oksigen rendah

metabolisme rendah dan pembentukan energi

menurun

ATP menurun

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

4. DS: -DO:

T : 40 0C

Kekebalan tubuh menurun

CD4+ <200 sel

Virus/ pathogen lain masuk

Terjadi inflamasi

IL-1

Hipotalamus

Temperature menurun

Demam

Gangguan termoregulasi

Gangguan termoregulasi

5. DS: Klien merasa penyakitnya tidak bisa disembuhkan dan ingin pulang saja.

DO: -

HIV

Respon imun humoral

Sel B dihasilkan antibodi spesifik

Diferensiasi dalam plasma

IGM dan IGG menurun

Risiko gangguan harga diri

Page 25: makalah kasus 1

CD4+ menurun

Rentan menularkan virus

Isolasi sosial

Risiko gangguan harga diri

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No.Diagnosa

KeperawatanPerencanaan

RasionalTujuan Intervensi

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan out put yang berlebihan ditandai dengan diare selama 40 hari sehari 4 kali sebanyak kurang lebih 250 cc setiap BAB.

Tujuan jangka pendek:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi secara adekuat.

Tujuan jangka panjang:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, keseimbangan cairan dan elektrolit

Mandiri:1. Kaji tanda

dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.

Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.

2. Anjurkan klien banyak minum, minimal 2500 ml/hari

Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral.

3. Pantau intake dan output.

Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tidak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

4. Berikan makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang.

Peningkatan peristaltik menyebabkan penyerapan cairan pada usus berkurang.

Page 26: makalah kasus 1

dipertahankan secara maksimal, dg KH:Konsistensi BAB normal, 1 kali perhari.

Kolaborasi:1. Berikan

obat-obatan sesuai dengan indikasi.

Menurunkan jumlah keenceran feses dan mengurangi peristaltik usus.

2. Berikan cairan/ elektrolit melalui IV

Mendukung volume pemasukan, terutama jika pemasukan secara oral tidak adekuat.

3. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan metabolisme pencernaan makanan ditandai dengan BB turun.

Tujuan jangka pendek:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai.

Tujuan jangka panjang:Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Mandiri:1. Diskusikan

dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak, dan air terlalu panas atau dingin).

Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.

2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan

Untuk meningkatkan nafsu makan klien.

Page 27: makalah kasus 1

selama 3x24 jam, klien dapat mempertahankan / meningkatkan berat badan mencapai tujuan.

hangat.3. Berikan

jam istirahat serta kurangi kegiatan yang berlebihan.

Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.

Kolaborasi:1. Konsultasi

dengan ahli gizi

Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

2. Beri suplemen nutrisi

Untuk meningkatkan masukan kalori dan protein.

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan ditandai dengan klien mengeluh lemas tidak bergairah.

Tujuan jangka pendek:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat mempertahankan/ meningkatkan aktivitasnya.

Tujuan jangka panjang:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, secara verbal klien melaporkan peningkatan toleransi

Mandiri:1. Kaji

kemampuan klien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.

Menentukan pilihan intervensi/ bantuan selanjutnya.

2. Berikan lingkungan yang tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen.

3. Anjurkan klien menghentikan aktivitas bila pusing, napas

Regangan/ stres kardiopulmonal berlebihan dapat menimbulkan dekompensasi.

Page 28: makalah kasus 1

aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).

pendek, dan kelemahan.

4. Kaji kesiapan klien untuk meningkatkan aktivitas (kelelahan, RR, HR, TD)

Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.

4. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi karena menurunnya kekebalan tubuh ditandai dengan demam.

Tujuan jangka pendek:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Tujuan jangka panjang:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, suhu tubuh klien dalam batas normal (36-37 0C)

Mandiri:1. Monitor

suhu tubuh setiap 2 jam.

Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi karena menurunnya kekebalan tubuh).

2. Berikan kompres dingin pada dahi.

Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh.

3. Pantau suhu lingkungan.

Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

Kolaborasi:1. Berikan

antipiretik sesuai indikasi.

Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

5. Risiko gangguan harga diri berhubungan dengan isolasi sosial.

Memperlihatkan peningkatan harga diri dengan KH:Mendapatkan kelompok pendukung komunitas

Mandiri:1. Berikan

hubungan yang mendukung:Temani klienBantu klien

Sikap, pikiran, dan perasaan pemberi perawatan mempengaruhi kualitas hubungan perawat-klien.

Page 29: makalah kasus 1

AIDS.Mengerti cara melakukan perawatan sendiri untuk memelihara kesehatan.

untuk mengklarifikasi pikiran-pikiran dan perasaan-perasan yang negatif.

2. Rujuk klien ke grup AIDS masyarakat lokal yang dapat mendukung.

Kelompok pendukung adalah sumber yang kuat untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: makalah kasus 1

Bruner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.

Jakarta : EGC.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Kaperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Firmansyah, Andan, 2010, Asuhan Keperawatan, [online],

Lequin, RM (2005) “ enzym Immunoassay” (EIA)/ Enzym-Linked

Walker, JM.1994. Bagic Protein and Pepticle Protocols, Volume 23. New Jersey :

Humana Press Inc....

(http://andaners.wordpress.com/asuhan-keperawatan/, diakses tanggal 18

September 2010).

http://www.wartamedika.com/2008/06/jenis-jenis-pemeriksaan-hivaids.html

http://aidsina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDShttp://www.aidsindonesia.or.id/dasar-hiv-aids

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-

kedokteran/alergi-imunologi/2010/11/04/obat-antiretroviral/