46
MAKALAH KASUS 1 TUBERKULOSIS Disusun oleh : Kelompok 8 Olvie Leonita 220110140004 Melinda Ardian 220110140007 Herlina Apriliani 220110140012 Wulan Selvia Andriani 220110140025 Dewi Andriani 220110140036 Intan Febryani R 220110140052 Agung Maulana Yusuf 220110140058 Lisnawati 220110140082 Tiffany Khoirunnisa 220110140084 Annisa Susanti K 220110140087 Annisa Aulia Suci 220110140090 Hanipah Fitriani 220110140096 Mutia Nurul Annisa 220110140128 Nama Dosen Tutor Ikeu Nurhidayah, M.Kep., Sp.Kep.An

Makalah Kasus 1 Jadi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah kasus sistem respirasi

Citation preview

Page 1: Makalah Kasus 1 Jadi

MAKALAH KASUS 1

TUBERKULOSIS

Disusun oleh :

Kelompok 8

Olvie Leonita 220110140004

Melinda Ardian 220110140007

Herlina Apriliani 220110140012

Wulan Selvia Andriani 220110140025

Dewi Andriani 220110140036

Intan Febryani R 220110140052

Agung Maulana Yusuf 220110140058

Lisnawati 220110140082

Tiffany Khoirunnisa 220110140084

Annisa Susanti K 220110140087

Annisa Aulia Suci 220110140090

Hanipah Fitriani 220110140096

Mutia Nurul Annisa 220110140128

Nama Dosen Tutor

Ikeu Nurhidayah, M.Kep., Sp.Kep.An

Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran

2015

Page 2: Makalah Kasus 1 Jadi

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................i

Daftar Isi.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2

2.1 Definisi.....................................................................................................2

2.2 Etiologi.....................................................................................................3

2.3 Manifestasi Klinik....................................................................................3

2.4 Patofisiologi..............................................................................................5

2.5 Pengkajian.................................................................................................6

2.6 Screening..................................................................................................8

2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................10

2.8 Prinsip Pengobatan.................................................................................12

2.9 Pencegahan dan Pendidikan Kesehatan..................................................18

BAB III ANALISIS KASUS .....................................................................19

BAB IV PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................21

BAB V PENUTUP......................................................................................25

5.1 Simpulan.................................................................................................25

5.2 Saran.......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................26

Lampiran.....................................................................................................27

Notulensi SGD..................................................................................................

Mind Map.........................................................................................................

ii

Page 3: Makalah Kasus 1 Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium tubercolosis ). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak karena faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak dan perlu diingat, pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.

Tuberkulosis pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat, contohnya saja Tuberkulosis Paru. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan pada kasus TB anak. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahunnya. Di Indonesia, proporsi kasus TB anak pada tingkat wilayah provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8-15,9%. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS sehingga kondisi tersebut akan memberikan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.

Untuk menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan tingkat global karena TB pada anak sekarang menjadi komponen penting dalam pengendalian TB, dan dengan pendekatan kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi. Melihat dari fakta dan fenomena ini, disinilah tugas kita sebagai tim pelayanan kesehatan khususnya perawat untuk melakukan penatalaksanaan kasus TB pada anak merupakan upaya komprehensif yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat.

1

Page 4: Makalah Kasus 1 Jadi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pemakaian istilah flek paru secara historic berasal dari zaman dokter pra-kemerdekaan, ketika Belanda kolonial masih menduduki Indonesia, ketika itu teknologi radiodiagnosis telah tersedia sehingga pemeriksaan foto thoraks sudah memungkinkan. Istilah bercak dalam bahasa Belanda adalah “Vlek”. Dikatakan “Vlek” ketika terdapat bercak putih dalam temuan radiodiagnosis. Istilah flek paru ini sering digunakan oleh masyarakat sebagai nama lain dari Tuberkulosis.

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium Tuberkulosis, adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. Gejala TBC paru adalah batuk produktif (berdahak) ≥3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, lemah dan letih, berat badan menurun, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari, demam yang tidak tinggi, pada anak terjadi pembesaran kelenjar limfe superficial yang tidak nyeri.

Patologi:1. Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara,biasanya menular melalui jalan napas.

2. Tuberkulosis post-primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun dan menyebabkan tuberkulosis dewasa ( tuberkulosis post-primer ),dalam waktu 3-10 minggu menjadi tuberkel.

Bronchitis kronis adalah suatu kondisi dimana terjadi peradangan/infeksi pada bagian dinding dalam dari saluran nafas utama/bronkus. Saluran pernafasan adalah saluran yang terdapat di dalam paru-paru yang merupakan tempat aliran udara. Jika saluran pernafasan tersebut mengalami iritasi, maka akan terbentuk lendir yang tebal di dalamnya. Lendir tersebut dapat meyumbat sehingga menghalangi udara untuk mencapai paru-paru. Maka dari itu, gejala yang dapat terjadi berupa batuk berdahak yang banyak mengandung lendir, kesulitan bernafas dan

2

Page 5: Makalah Kasus 1 Jadi

dada terasa sesak. Bila keadaan ini berlangsung lebih darai 3 bulan, maka dikatakan bronchitis kronik. (Brunner & sunddart)

2.2 Etiologi

1. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.

2. Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA Positif/ menderita adult type TB

3. Faktor resiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA Positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.

4. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA Positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif adalah 17%.

2.3 Manifestasi Klinik

Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan:

1. Demam tingkat rendah

2. Malaise

3. Anoreksia

4. BB turun: Ketika Bakteri TB masuk mencapai alveolus, akanb

menimbulkan respon imun dari magrofag. magrofag mengeluarkan

TNF α ( Tumor Nikrotik Factor ) dan IL 12 serta Chemokines untuk

memfagositosis microorganism. Namun jika TNFα dan IL 12

dikeluarkan berlebihan, makan akan merangsang pembentukan

kahektin sehingga terjadilah kaheksia ( pembakaran lemak berlebih )

dan akhirnya menurunkan nafsu makan dan berat badanpun akan

menurun

5. Berkeringat malam

3

Page 6: Makalah Kasus 1 Jadi

6. Nyeri dada

7. Batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi

dapat berkembang kearah pembentukan sputum mukopurulen dengan

hemoptisis.

8. Benjolan dileher pada anak-anak: fungsi paru-paru belum optimal. Ketika bacteri Tb masuk ke paru-paru macrofag tidak dapat memfagositosis dengan sempurna sehingga bacteri yang belum terfagositosis akan menyebar ke saluran limfe dan menginfeksi saluran kelenjar getah bening. anak-anak biasanya mengalami TB ekstra paru. pada kasus 1 kemungkinan anak tersebut mengalami limfa denitif Tb karena gejala yang muncul adalah adanya pembesaran kelenjar limfe dileher kanan dan kiri. Benjolan ini tidak berbahaya karena TB kelenjar Tidak seperti Tb paru-paru, Tb kelenjar tidak mudah menular dan ketika pengobatan selesai benjolan akan menghilang.

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer & Bare, 2002 )

4

Page 7: Makalah Kasus 1 Jadi

2.4 Patofisiologi TBC Anak

Host yang terinfeksiBatuk, bersin, tertawa dll.

Udara tercemar(Droplet Nuclei)

Terhisap oleh orang lainMukosa Silier

Mukosa Intake Masuk Ke Bronkus

Tidak Terinfeksi Respon Imun Tubuh

Reaksi Imun Meningkat Inflamasi Meluas Inflamasi Non-Spesifik

2-10 Minggu Pengeluaran Mediator Kimia Tidak Terlihat di Rontgen

Batuk Bersin Protein Mol TNF α Signifikan Terhadap PPD

Signifikan Terhadap IL-1 Penumpukan Sekret Kahektin PPD

Set Point MK :Bersihan jalan nafas tdk efektif BB Turun

Hipertermi MK : Nutrisi < Kebutuhan

Berkeringat Di Malam

Bakteri Meningkat Pemberian OAT

Menginfeksi Saluran Nekrosis Pada Paru MK : Defisiensi Pengetahuan Limfe

Fibrosis ParuLimfogen & Hematogen

Encapsula Signifikan Terhadap RontgenPembengkakan Nodus Limfe Gangguan Difusi

& Ventilasi MK:Gangguan Pertukaran Gas Leukositosis

Penurunan Suplai O2 RR meningkat MK:Gangguan Pola NafasMK: ResTi Penyebaran Infeksi Mudah Lelah

(Malaise)

MK: Gangguan Perkembangan

5

Page 8: Makalah Kasus 1 Jadi

2.5 Pengkajian

A. Dasar Data Pengkajian Pasien Tuberculosis menurut buku Rencana

Asuhan Keperawatan, Marilynn E. Doenges tahun 1999:

1. Aktivitas/ Istirahat:

Gejala :

Kelelahan dan kelemahan, disebutkan pada kasus bahwa anak A

mengalami berat badan yang turun dan tidak suka bermain diluar

rumah.

Kesulitan tidur pada malam hari karena demam.

2. Integritas Ego:

Gejala : Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan saat dilakukan

PPD test.

Tanda : Ketakutan, pasien menangis dan kemudian ditenangkan oleh

perawat.

3. Makanan/Cairan:

Gejala : Berat badan tidak naik tetapi cenderung turun, dengan usia

anak 6 thn berat badannya 15 kg yang seharusnya berat badan

idealnya adalah 20,7 kg.

4. Interaksi Sosial:

Gejala : Perasaan isolasi, anak A cenderung tidak suka bermain diluar

dengan teman sebayanya ia lebih suka berdiam diri didalam rumah.

5. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala :

Riwayat keluarga tuberculosis, ibu pasien mengatakan bahwa

suaminya sudah lama batuk-batuk tetapi tidak diobati, dicurigai

suaminya terkena tuberkulosis.

Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk, berat badan

pasien cenderung tidak naik.

6. Pemeriksaan Diagnostik:

PPD Test: Reaksi positif (area indurasi 10mm/lebih besar,terjadi

48-72 jam setelah injeksi intradelmal antigen) menunjukkan infeksi

masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti

6

Page 9: Makalah Kasus 1 Jadi

menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang

secara klinik sakit berarti bahwa tuberculosis aktif tidak dapat di

turunkan/infeksi di sebabkan oleh mycrobacterium yang derada.

Foto thoraks: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru

atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.

Perubahan menunjukkan lebih luas tuberculosis dapat termasuk

rongga,area fibrosa.

B. Pengkajian pada pasien Tuberkulosis menurut Irman Somantri dalam

buku Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan tahun 2007:

1. Data Pasien:

Nama: A

Usia : 6 tahun

2. Riwayat Kesehatan

a. Demam: menurut ibu pasien, anaknya sering mengalami demam

tanpa sebab

b. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, dan

berat badan menurun.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga: pasien tinggal dengan ayahnya yang

sering mengalami batuk-batuk tetapi tidak diperiksakan.

3. Pemeriksaan Fisik

Terdapat benjolan sebesar biji salak yang berdiameter lebih

dari 1 cm dileher kana dan kirinya.

7

Page 10: Makalah Kasus 1 Jadi

2.6 Screening

Screening adalah deteksi dini adanya suatu penyakit atau usaha untuk

mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis yang belum jelas

dengan mengggunakan tes, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat

digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang terlihat

sehat, tetapi sesungguhnya menderita suatu kelainan. Screening dapat

dilakukan dengan cara :

1. Wawancara (anamnesa)

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah :

1. Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati

temuan kasus sakit TB.

2. Identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB,

yang berisiko untuk berkembang jadi sakit TB

3. Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB,

meliputi anak usia < 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.

Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB

dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis TB.

Skrining kontak ini dilaksanakan secara sentripetal dan sentrifugal.

Langkah Pelaksanaan Skrining Kontak

Jika Kasus Indeks adalah dewasa BTA positif

a. Tentukan berapa jumlah anak yang kontak dengan kasus indeks, yaitu

penderita Tb BTA positif

b. Setiap anak yang sudah diidentifikasi, harus dilakukan evaluasi

tentang ada atau tidaknya infeksi dan gejala TB

c. Jika terdapat gejala sugestif TB, harus dievaluasi untuk kemungkinan

sakit TB. Catat semua anak yang teridentifikasi sebagai kontak TB

8

Page 11: Makalah Kasus 1 Jadi

d. Kontak dengan gejala sugestif TB harus dievaluasi menggunakan

sistem skoring.

e. Jika tidak ada gejala sugestif TB, maka anak dapat dipertimbangkan

untuk mendapatkan pengobatan preventif dengan Isoniazid selama 6

bulan apabila anak berumur < 5 tahun.

Jika kasus indeks adalah anak dengan sakit TB

a. Tentukan sumber kasus dengan melakukan identifikasi terhadap orang

dewasa yang pernah kontak erat dan atau kontak serumah dalam 3

bulan terakhir.

b. Jika dapat diidentifikasi, evaluasi apakah tersangka sumber kasus TB

dewasa tersebut sudah didiagnosis atau telah mendapat terapi TB.

c. Jika belum, pastikan sumber kasus mendapat manajemen yang layak

sesuai pedoman kasus TB dewasa

d. Identifikasi juga anak lain yang mungkin sudah terpapar dari

tersangka sumber kasus tersebut dan evaluasi sesuai langkah-langkah

di atas.

Diagnosa TB anak dengan menggunakan sistem skoring

Sistem skoring untuk mendiagnosa penyakit TB pada anak

dilakukan apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang berbeda.

Sistem skoring tersebut dikembangkan dan diuji coba melalui tiga tahap

penelitian oleh IDAI, Kemenkes, dan didukung oleh WHO serta disepakati

sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak

terutama di fasilitas kesehatan dasar. Penilaian pada sistem skoring dengan

ketentuan pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien

TB dan mendapat OAT.

Berikut ini contoh sistem skoring berdasarkan analisa kasus :

Parameter 0 1 2 3 SkorKontak TB Adanya

laporan keluarga dan hasil tes BTA

2

9

Page 12: Makalah Kasus 1 Jadi

tidak diketahui

Uji tuberkulin PPD Test (+)

3

Keadaan Gizi Klinis Gizi sedang (BB/U 6 tahun <80%)

1

Demam yang tidak diketahui penyebabnya

Demam ≥ 2 minggu

1

Batuk kronik Tidak ada batuk

0

Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal

Adanya benjolan di bagian KGB (≥ 1 cm) tidak nyeri

1

Pembengkakan tulang/sendi/panggul, lutut, falang

Tidak ada

0

Foto toraks Adanya gambaran sugestif, foto rontgen (+)

1

Skor total

9

Dari hasil sistem skoring diatas, didapatkan bahwa anak pada kasus ini mempunyai skor 9, dan skor itu >6 sehingga dapat dikatakan bahwa anak pada kasus ini positif memiliki penyakit TB. Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak, pasien pada kasus ini harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis), setelah diberikan OAT harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis pasien.

Apabila respon klinis pasien tidak baik, maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

10

Page 13: Makalah Kasus 1 Jadi

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi observasi

keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital serta pemeriksaan yang

fokus pada darah dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernapasan.

Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan

secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian

tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru

biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,

frekuensi napas meningkat apabila disertai dengan sesak napas, denyut

nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan

frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan

adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

Pemeriksaan sistem pernapasan

Inspeksi

Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien

dengan TB paru biasanya kurus sehingga terlihat adanya penurunan

proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi

diameter lateral. Sedangkan untuk gerakan pernapasan biasanya tidak

mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi

yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien

akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas,

dan menggunakan otot bantu napas.

Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien

dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai

adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputumyang purulen.

Palpasi

Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –

meskipun tidak spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru

11

Page 14: Makalah Kasus 1 Jadi

yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan

mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.

Gerakan dinding bronkhus anterior/ ekskrusi pernapasan. TB paru

tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat

bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.

Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan

pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.

Getaran suara (fremitus vokal). Adanya taktil fremitus pada klien

dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai

komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun

karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang

berakumulasi di rongga pleura.

Perkusi

Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya

akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.

Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi

pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit

sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.

Auskultasi

Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan

(ronkhi) pada sisi yang sakit. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop

ketika klien berbicara disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru

yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan penumothoraks akan

didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

2. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang

berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :

12

Page 15: Makalah Kasus 1 Jadi

• S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

• S (sewaktu): Sahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

3. Pemeriksaan PPD/ mantoux skin test/ tes tuberkulin

Melakukan pemeriksaan tuberkulin test / PPD test / mantoux test

dengan memberikan obat PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU

sebanyak 0,1 ml melalui injeksi intra cutan di lengan bawah klien. Tujuan

Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan untuk mengidentifikasi

apakah klien mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat

baik untuk mendeteksi infeksi TBC.

Dilakukan pada klien yang dicurigai terkena infeksi TBC dan yang

memiliki risiko tinggi terkena TBC.

Cara Pemberian tuberculin test / PPD test / mantoux test

Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara

intradermal (dengan metode Mantoux) di volar / permukaan belakang

lengan bawah. Injeksi tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit

tuberculin. Saat melakukan injeksi harus membentuk sudut 10-15° antara

kulit dan jarum. Penyuntikan berhasil jika pada saat menyuntikkan

didapatkan indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72

jam setelah suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi

bukan kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan diameter

indurasi diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat

dalam milimeter. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif.

13

Page 16: Makalah Kasus 1 Jadi

Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan

positif.

Setelah hasil tuberculin test / PPD test / mantoux test dinyatakan

positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya.

Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail

lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah.

Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan lebih dulu karena hasil

rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman

TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki

banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun

kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tuberculin test / PPD

test / mantoux test sangat perlu, tidak cukup hanya rontgen paru.

Mungkin saja hasil tes menunjukkan negatif, tetapi sebenarnya anak

menderita TBC. Hal ini bisa terjadi pada anak-anak yang kondisi tubuhnya

sangat buruk, seperti anak yang mengalami kekurangan gizi atau sedang

menderita sakit berat. Oleh karena itu pada anak-anak dengan kekurangan

gizi dapat dikatan PPD test (+) ketika diameter indurasi mencapai lebih

dari 5 mm. Disamping pemeriksaan di atas, ciri-ciri lain dari TBC pun

harus dicermati. Misalnya apakah anak kurus, sering sakit, dan mengalami

pembesaran kelenjar getah bening.

4. Pemeriksaan photo thoraks

Pemeriksaan radiologi seringkali menunjukan adanya TB, tetapi

hampir tidak dapat membuat diagnosis dari pemeriksaan ini saja karena

hampir semua diagnosis TB dapat menyerupai penyakit-penyakit yang

lainnya.

Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suau

kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen

apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah

merupakan tempat-tempat yang menimbulkan lesi yang terlihat homogen

dengan densitas yang lebih pekat. Dapat pula terbentuk adanya kavitas

dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.

14

Page 17: Makalah Kasus 1 Jadi

Ketidaknormalan apapun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat

mengindikasikan adanya TB. Sebenarnya orang yang positif HIV dengan

memiliki TB dapat memiliki foto dada yang normal (CDC,2000).

Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi

hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan

bakteri tuberkel terhadap obat anti tuberkolosis, apakah sama baiknya

dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkp seringkali terjadi di

beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada

penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak menyolok pada klien dengan

penyakit akut yang relatif dimana prosesnya dianggap berasal dari tingkat

eksudatif yang besar.

Pada klien dengan kelainan progresif yang menyebabkan nekrosis,

penyembuhan yang lengkap tidak mungkin terjadi. Pada klien ini, terjadi

fibrosis yang disertai kontraksi dari jaringan parut, selain itu terjadi pula

penyusutan volume lobus yang terlibat atau segmen dan hal ini kadang

menurunkan hemithoraks. Struktur mediastinal retraksi pada bagian yang

terlibat termasuk hilum di dalamnya tertarik ke lobus atas yang sakit dan

kadang hemidiafragma di tinggikan. Lesi yang berisi jaringan granulasi

sama baik dengan lesi kaseosa dan sering kali di temukan sedikit nodul

yang memperlihatkan pengurangan ukuran secara bertahap. Nodul yang

individual dapat lebih jelas didefinisikan melalui pemeriksaan rontgen.

Demikian pula penyebab nekrosis dan kontraksi. Tipe lesi ini sering kali

menjadi tempat pengendapan kalsium dan pada beberapa contoh menjadi

kalsifikasi yang padat seiring perjalanan penyakit. Banyak dari daerah

sentral dekat nekrosisdapat di temukan organism yang dapat hidup setelah

periode tidak aktif. (Lutfi, 2001)

5. Ziehl Neelsen (Acid-fast Stain applied to smear of body fluid)

Tes ini menunjukkan positif ketika pada klien yang mempunya

BTA (+).

6. Histologi atau Kultur jaringan

15

Page 18: Makalah Kasus 1 Jadi

Tes ini termasuk bilas lambung, urine, dan CSF, serta biopsy kulit),

menunjukkan hasil positif untuk mycrobacterium tuberculosis.

7. Needle biopsy of lung tissue

Dapat mengetahui positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel

besar yang mengindikasikan nekrosis.

8. Bronkografi

Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau

kerusakan paru karena mycrobacterium tuberculosis.

9. Darah

Untuk melihat terjadinya leukositosis, laju endap darah (LED)

meningkat.

10. Xpet MTB/RIF

Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan

Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada

anak, dan dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada anak ada

beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi ini.

2.8 Prinsip Pengobatan

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

a. Menghindari penggunaan monoterapi.Yaitu terapi yang menggunakan hanya satu jenis obat.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. Karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi.

b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Atau anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat meningatkan penderita untuk minum obat karena apabila pengubatan terputus akibat kurangnya kepatuhan pasien, maka sewaktu waktu akan kambuh penyakitnya sehingga akan menyebabkan kuman tuberkulosis menjadi resisten.

16

Page 19: Makalah Kasus 1 Jadi

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap Intensif : Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan : Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) = tidur sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Obat yang diberikan :

◦Rifampisin. Rifampicin, atau disebut juga dengan rifampin, merupakan obat antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini berfungsi menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.

Beberapa contoh infeksi yang dapat diatasi oleh rifampicin di antaranya adalah tuberkulosis atau TBC, infeksi staphylococcus, pneumonia Legionnaires, bruselosis, kusta, dan mencegah meningitis serta influenza Haemophilus.

Fungsi dan Efek Samping Obat

a.Fungsi rifampisin : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.

Sama seperti obat-obat lain, rifampicin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah mengonsumsi antibiotik ini adalah:

Sakit kepala Mengantuk Lemas Diare Mual Nafsu makan berkurang Urin dan keringat berwarna kemerah-merahan

b. Fungsi Isoniazid : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, menghilangkan sifat tahan asam

17

Page 20: Makalah Kasus 1 Jadi

Efek : mual, muntah,anorexia,malaise,demam,mengantuk,,pusing, mulut kering, dll.

d. Fungsi pirazinamid : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.

Efek : demam, perasaan tidak enak badan yang tidak jelas,urtikaria(kemerahan pada kulit yang disertai gatal, dan nyeri sendi.

Dosis obat

Rifampisin 5mg/kg berat badan

Isoniasid 10mg/kg berat badan

Pirazinamid 25mg/kg berat badan

18

Page 21: Makalah Kasus 1 Jadi

2.9 Penyuluhan untuk Keluarga1. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentinya Vaksinasi BCG pada

Anak Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang

berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi perlindungan tambahan. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu : a. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif

Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan

b. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS

tidak dianjurkan diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak.

2. Menjelaskan efek samping dari OATDalam pemakaian obat- obat anti tuberkolosis tidak jarang

ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan mungkin obat anti tuberkolosis yang bersangkutan amsih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil. Tapi apabila obat ini sangat mengganggu obat anti tuberkolosis yang bersangkutan harus dihentikan pemberianya dan pengobatan tuberkolosis dapat diteruskan dengan obat lain. Perlu diketahui bahwa semua obat mempunya efek samping yang kadarnya berbeda- beda pada tiap individu.

3. Mencegah penularan TB dengan menjaga kebersihanTetap memperhatikan agar anak tidak menularkan penyakitnya

kepada orang lain, seperti tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika bersin ataupun batuk, memisahkan peralatan pasien TB dengan anggota keluarga ata kerabat yang dalam kondisi sehat.

19

Page 22: Makalah Kasus 1 Jadi

BAB IIIANALISIS KASUS

Data EtiologiMasalah

DS:

- klien mengeluh

berat badan

menurun

DO:

- BB sekarang 15 kg

(BB ideal 20,7 kg)

Bakteri

Inflamasi

Respon imun naik

Mediator Kimia

(Pirogen & endogen)

TNF α aktif

Kahektin

Kaheksia

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

DS:

- Ibu klien mengeluh

anaknya cenderung

tidak suka bermain

dengan teman

sebayanya

- Ibu klien

mengatakan

anaknya lebih suka

diam didalam

rumah

DO:

- BB 15 kg

Bakteri

Mengambil nutrisi dan

O2

Kaheksia

BB turun

Malaise

Gangguan perkembangan

DS:

- Ibu mengatakan

bahwa suaminya

sudah lama batuk-

Gejala penyakit, aturan

penggunaan obat dan

efek samping obat.

Kurang pengetahuan

20

Page 23: Makalah Kasus 1 Jadi

batuk, namun tidak

diobati

- Ibu mengatakan

bingung terhadap

aturan minum obat

- Ibu mengatakan

kaget ketika

melihat urin

anaknya berwarna

merah Ibu

mengeluh khawatir

timbul darah dari

urin anaknya

Prioritas Diagnosa Keperawatan :

1. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia

(hilang nafsu makan).

2. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan keterbatas kognitif dan tidak

lengkapnya informasi yang ada.

3. Gangguan perkembangan yang berhubungan dengan keterbatasan untuk

memenuhi kebutuhan sosial, bermain, atau pendidikan sekunder akibat

kurang stimulus.

21

Page 24: Makalah Kasus 1 Jadi

BAB IVPRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

Nutrisi, kurang

dari kebutuhan

tubuh yang

berhubungan

dengan

anoreksia (hilang

nafsu makan)

DS : klien

mengeluh nafsu

makan turun

DO :

- BB sekarang

15 kg

Status Gizi Anak

(Kurva CDC

tahun 2000)

BB anakBB ideal

×100 %

1520,7

× 100 %=72,46 %

Moderate

multinutrition

NOC

- Selera makan :

keinginan untuk

makan ketika sakit

atau dalam

pengobatan

- Status Gizi:

Asupan makanan

dan cairan

- Berat badan :

massa tubuh

Setelah diberikan

tindakan

keperawatan selama

tujuh hari, kebutuhan

nutrisi dapat

terpenuhi dengan

kriteria hasil :

- Nafsu makan

bertambah

- Berat badan

bertambah

- Mampu

mengontrol asupan

makanan secara

adekuat

NIC

- Beri makan

dan cairan

yang adekuat

- Kumpulkan

dan analisis

data klien

- Berikan

makan sedikit

dan sering

dengan

makanan

tinggi protein

dan

karbohidrat

- Timbang berat

badan setiap

hari

Kolaborasi

- Tentukan

kebutuhan

kalori harian

yang realistis

dan adekuat.

Konsultasikan

pada ahli gizi

- Mendukung proses

metabolik klien

yang malnutrisi

atau berisiko tinggi

malnutrisi

- Mencegah dan

meminimalkan

kurang gizi pada

klien

- Memaksimalkan

masukan nutrisi

dan menurunkan

risiko iritasi gaster

- Mengetahui

tingkat

keberhasilan terapi

Kolaborasi

- Membantu

terpenuhinya

kebutuhan nutrisi

klien

Kurang NOC NIC - Mengetahui sejauh

22

Page 25: Makalah Kasus 1 Jadi

pengetahuan

yang

berhubungan

dengan

keterbatas

kognitif dan

tidak lengkapnya

informasi yang

ada

DS :

- Ibu

mengatakan

bahwa suaminya

sudah lama

batuk-batuk,

namun tidak

diobati

- Ibu bingung

terhadap aturan

minum obat

- Ibu kaget

ketika melihat

urin anaknya

berwarna merah

-Ibu mengatakan

kaget ketika

melihat urin

anaknya

berwarna merah

Ibu mengeluh

khawatir timbul

- Pengetahuan :

proses penyakit

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1 x 24 jam, ibu dapat

menunjukkan

pengetahuan tentang

proses penyakit

dengan kriteria hasil:

- Menyatakan

pemahaman proses

penyakit

- Mengidentifikasi

gejala penyakit

- Menyatakan

pemahaman

mengenai

kebutuhan

pengobatan serta

efek sampingnya

- Pasien dan

keluarga mampu

melaksanakan

prosedur yang

dilaksanakan

secara benar

- Kaji tingkat

pengetahuan

keluarga

- Jelaskan

patofisiologi

dari penyakit

dan

bagaimana

hal ini

berhubungan

dengan

anatomi dan

fisiologi,

dengan cara

yang tepat

- Gambarkan

tanda dan

gejala yang

biasa muncul

pada penyakit

- Berikan

intruksi dan

informasi

tertulis

khusus pada

pasien untuk

rujukan

contoh jadwal

obat

- Jelaskan dosis

obat,

mana pengetahuan

keluarga tentang

penyakit tersebut

- Meningkatkan

pengetahuan

keluarga klien

terhadap proses

penyakit yang

mempengaruhi

anatomi dan

fisiologi tubuh

- Mengetahui

tindakan yang

harus dilakukan

- Informasi tertulis

menurunkan

hambatan klien

untuk mengingat

sejumlah besar

informasi

- Meningkatkan

kerja sama dalam

program

pengobatan dan

mencegah

penghentian obat

sesuai perbaikan

kondisi klien

- Mencegah atau

menurunkan

ketidaknyamanan

dengan terapi dan

23

Page 26: Makalah Kasus 1 Jadi

darah dari urin

anaknya

frekuensi

pemberian,

kerja yang

diharapkan,

dan alasan

pengobatan

lama

- Kaji potensi

efek samping

pengobatan

meningkatkan

kerja sama dalam

pengobatan

Gangguan

perkembangan

yang

berhubungan

dengan

keterbatasan

untuk memenuhi

kebutuhan

sosial, bermain,

atau pendidikan

sekunder akibat

kurang stimulasi

ditandai dengan:

DS:

-Ibu mengatakan

bahwa anaknya

cenderung tidak

suka bermain

dengan teman

sebayanya dan

lebih suka diam

NOC

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 2 x 24 jam,

anak dapat

menunjukan perilaku

yang tepat dengan

kriteria:

- keterampilan sosial

- bahasa

- keterampilan

kognitif

- keterampilan

motorik

NIC

- Beri periode

berinteraksi

dengan anak-

anak lain

- Bacakan cerita

dan beri

berbagai

permainan yang

mandiri, teka-

teki, buku,

video games,

melukis dll.

-Melatih

keterampilan

bersosialisasi dan

komunikasi dengan

sebayanya

- Menstimulus

peningkatan

perkembangan.

24

Page 27: Makalah Kasus 1 Jadi

di rumah.

DO:

-BB 15 kg

25

Page 28: Makalah Kasus 1 Jadi

BAB VPENUTUP

5.1 Simpulan

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan

oleh Bakteri Basil TBC atau Mycobacterium Tuberkulosis yang

terpapar di udara karena Host yang sudah terinfeksi Bakteri TBC

mengeluarkan Bakteri melalui Batuk, bersin, berbicara, tertawa,

dll. Yang menyebabkan udara mengandung Bakteri basil tersebut.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu

kunci keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita

(adherence). Kemungkinan ketidak patuhan penderita selama pengobatan

TB sangatlah besar. Ketidak patuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal,

diantaranya adalah pemakaian OAT dalam jangka panjang, jumlah OAT

yang diminum cukup banyak serta kurangnya kesadaran dari penderita

akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga kesehatan

sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai.

5.2 Saran

Untuk menanggulangi masalah TB dapat dilakukan melalui

pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO/DOTS Direct) agar

kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan secara intensif.

26

Page 29: Makalah Kasus 1 Jadi

Daftar Pustaka

e-Book PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSISBINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2005(Depkes RI 2002)

http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/tuberkulosis.html [diakses

pada 2 September 2015]

Aditama, Tjandra Yoga dkk. 2013. Petunjuk Teknis TB anak. Jakarta: Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dalam

http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbanak2013.pdf [diakses pada 2 September

2015]

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Petunjuk Teknis TB Anak. “Manajemen TB Anak”. Kemenkes : 2013. )

27

Page 30: Makalah Kasus 1 Jadi

Lampiran

Mind Map

28

Tuberculosis (TBC)

Definisi

Insidensi

Manifestasi Klinis

Etiologi

Pendidikan Kesehatan

Klasifikasi

Pencegahan

Pengobatan (Farmakologi & Non -

Farmakologi)

Patofisiologi

Pemeriksaan

Penunjang

Diagnosa Keperawata

n

Intervensi Keperawata

n

Peran Perawat