Upload
intan-febryani-r
View
256
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah kasus sistem respirasi
Citation preview
MAKALAH KASUS 1
TUBERKULOSIS
Disusun oleh :
Kelompok 8
Olvie Leonita 220110140004
Melinda Ardian 220110140007
Herlina Apriliani 220110140012
Wulan Selvia Andriani 220110140025
Dewi Andriani 220110140036
Intan Febryani R 220110140052
Agung Maulana Yusuf 220110140058
Lisnawati 220110140082
Tiffany Khoirunnisa 220110140084
Annisa Susanti K 220110140087
Annisa Aulia Suci 220110140090
Hanipah Fitriani 220110140096
Mutia Nurul Annisa 220110140128
Nama Dosen Tutor
Ikeu Nurhidayah, M.Kep., Sp.Kep.An
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2
2.1 Definisi.....................................................................................................2
2.2 Etiologi.....................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinik....................................................................................3
2.4 Patofisiologi..............................................................................................5
2.5 Pengkajian.................................................................................................6
2.6 Screening..................................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................10
2.8 Prinsip Pengobatan.................................................................................12
2.9 Pencegahan dan Pendidikan Kesehatan..................................................18
BAB III ANALISIS KASUS .....................................................................19
BAB IV PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................21
BAB V PENUTUP......................................................................................25
5.1 Simpulan.................................................................................................25
5.2 Saran.......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................26
Lampiran.....................................................................................................27
Notulensi SGD..................................................................................................
Mind Map.........................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium tubercolosis ). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak karena faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak dan perlu diingat, pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
Tuberkulosis pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat, contohnya saja Tuberkulosis Paru. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan pada kasus TB anak. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahunnya. Di Indonesia, proporsi kasus TB anak pada tingkat wilayah provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8-15,9%. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS sehingga kondisi tersebut akan memberikan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
Untuk menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan tingkat global karena TB pada anak sekarang menjadi komponen penting dalam pengendalian TB, dan dengan pendekatan kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi. Melihat dari fakta dan fenomena ini, disinilah tugas kita sebagai tim pelayanan kesehatan khususnya perawat untuk melakukan penatalaksanaan kasus TB pada anak merupakan upaya komprehensif yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pemakaian istilah flek paru secara historic berasal dari zaman dokter pra-kemerdekaan, ketika Belanda kolonial masih menduduki Indonesia, ketika itu teknologi radiodiagnosis telah tersedia sehingga pemeriksaan foto thoraks sudah memungkinkan. Istilah bercak dalam bahasa Belanda adalah “Vlek”. Dikatakan “Vlek” ketika terdapat bercak putih dalam temuan radiodiagnosis. Istilah flek paru ini sering digunakan oleh masyarakat sebagai nama lain dari Tuberkulosis.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium Tuberkulosis, adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. Gejala TBC paru adalah batuk produktif (berdahak) ≥3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, lemah dan letih, berat badan menurun, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari, demam yang tidak tinggi, pada anak terjadi pembesaran kelenjar limfe superficial yang tidak nyeri.
Patologi:1. Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara,biasanya menular melalui jalan napas.
2. Tuberkulosis post-primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun dan menyebabkan tuberkulosis dewasa ( tuberkulosis post-primer ),dalam waktu 3-10 minggu menjadi tuberkel.
Bronchitis kronis adalah suatu kondisi dimana terjadi peradangan/infeksi pada bagian dinding dalam dari saluran nafas utama/bronkus. Saluran pernafasan adalah saluran yang terdapat di dalam paru-paru yang merupakan tempat aliran udara. Jika saluran pernafasan tersebut mengalami iritasi, maka akan terbentuk lendir yang tebal di dalamnya. Lendir tersebut dapat meyumbat sehingga menghalangi udara untuk mencapai paru-paru. Maka dari itu, gejala yang dapat terjadi berupa batuk berdahak yang banyak mengandung lendir, kesulitan bernafas dan
2
dada terasa sesak. Bila keadaan ini berlangsung lebih darai 3 bulan, maka dikatakan bronchitis kronik. (Brunner & sunddart)
2.2 Etiologi
1. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.
2. Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA Positif/ menderita adult type TB
3. Faktor resiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA Positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
4. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA Positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif adalah 17%.
2.3 Manifestasi Klinik
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan:
1. Demam tingkat rendah
2. Malaise
3. Anoreksia
4. BB turun: Ketika Bakteri TB masuk mencapai alveolus, akanb
menimbulkan respon imun dari magrofag. magrofag mengeluarkan
TNF α ( Tumor Nikrotik Factor ) dan IL 12 serta Chemokines untuk
memfagositosis microorganism. Namun jika TNFα dan IL 12
dikeluarkan berlebihan, makan akan merangsang pembentukan
kahektin sehingga terjadilah kaheksia ( pembakaran lemak berlebih )
dan akhirnya menurunkan nafsu makan dan berat badanpun akan
menurun
5. Berkeringat malam
3
6. Nyeri dada
7. Batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi
dapat berkembang kearah pembentukan sputum mukopurulen dengan
hemoptisis.
8. Benjolan dileher pada anak-anak: fungsi paru-paru belum optimal. Ketika bacteri Tb masuk ke paru-paru macrofag tidak dapat memfagositosis dengan sempurna sehingga bacteri yang belum terfagositosis akan menyebar ke saluran limfe dan menginfeksi saluran kelenjar getah bening. anak-anak biasanya mengalami TB ekstra paru. pada kasus 1 kemungkinan anak tersebut mengalami limfa denitif Tb karena gejala yang muncul adalah adanya pembesaran kelenjar limfe dileher kanan dan kiri. Benjolan ini tidak berbahaya karena TB kelenjar Tidak seperti Tb paru-paru, Tb kelenjar tidak mudah menular dan ketika pengobatan selesai benjolan akan menghilang.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer & Bare, 2002 )
4
2.4 Patofisiologi TBC Anak
Host yang terinfeksiBatuk, bersin, tertawa dll.
Udara tercemar(Droplet Nuclei)
Terhisap oleh orang lainMukosa Silier
Mukosa Intake Masuk Ke Bronkus
Tidak Terinfeksi Respon Imun Tubuh
Reaksi Imun Meningkat Inflamasi Meluas Inflamasi Non-Spesifik
2-10 Minggu Pengeluaran Mediator Kimia Tidak Terlihat di Rontgen
Batuk Bersin Protein Mol TNF α Signifikan Terhadap PPD
Signifikan Terhadap IL-1 Penumpukan Sekret Kahektin PPD
Set Point MK :Bersihan jalan nafas tdk efektif BB Turun
Hipertermi MK : Nutrisi < Kebutuhan
Berkeringat Di Malam
Bakteri Meningkat Pemberian OAT
Menginfeksi Saluran Nekrosis Pada Paru MK : Defisiensi Pengetahuan Limfe
Fibrosis ParuLimfogen & Hematogen
Encapsula Signifikan Terhadap RontgenPembengkakan Nodus Limfe Gangguan Difusi
& Ventilasi MK:Gangguan Pertukaran Gas Leukositosis
Penurunan Suplai O2 RR meningkat MK:Gangguan Pola NafasMK: ResTi Penyebaran Infeksi Mudah Lelah
(Malaise)
MK: Gangguan Perkembangan
5
2.5 Pengkajian
A. Dasar Data Pengkajian Pasien Tuberculosis menurut buku Rencana
Asuhan Keperawatan, Marilynn E. Doenges tahun 1999:
1. Aktivitas/ Istirahat:
Gejala :
Kelelahan dan kelemahan, disebutkan pada kasus bahwa anak A
mengalami berat badan yang turun dan tidak suka bermain diluar
rumah.
Kesulitan tidur pada malam hari karena demam.
2. Integritas Ego:
Gejala : Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan saat dilakukan
PPD test.
Tanda : Ketakutan, pasien menangis dan kemudian ditenangkan oleh
perawat.
3. Makanan/Cairan:
Gejala : Berat badan tidak naik tetapi cenderung turun, dengan usia
anak 6 thn berat badannya 15 kg yang seharusnya berat badan
idealnya adalah 20,7 kg.
4. Interaksi Sosial:
Gejala : Perasaan isolasi, anak A cenderung tidak suka bermain diluar
dengan teman sebayanya ia lebih suka berdiam diri didalam rumah.
5. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga tuberculosis, ibu pasien mengatakan bahwa
suaminya sudah lama batuk-batuk tetapi tidak diobati, dicurigai
suaminya terkena tuberkulosis.
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk, berat badan
pasien cenderung tidak naik.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
PPD Test: Reaksi positif (area indurasi 10mm/lebih besar,terjadi
48-72 jam setelah injeksi intradelmal antigen) menunjukkan infeksi
masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti
6
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa tuberculosis aktif tidak dapat di
turunkan/infeksi di sebabkan oleh mycrobacterium yang derada.
Foto thoraks: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas tuberculosis dapat termasuk
rongga,area fibrosa.
B. Pengkajian pada pasien Tuberkulosis menurut Irman Somantri dalam
buku Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan tahun 2007:
1. Data Pasien:
Nama: A
Usia : 6 tahun
2. Riwayat Kesehatan
a. Demam: menurut ibu pasien, anaknya sering mengalami demam
tanpa sebab
b. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, dan
berat badan menurun.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga: pasien tinggal dengan ayahnya yang
sering mengalami batuk-batuk tetapi tidak diperiksakan.
3. Pemeriksaan Fisik
Terdapat benjolan sebesar biji salak yang berdiameter lebih
dari 1 cm dileher kana dan kirinya.
7
2.6 Screening
Screening adalah deteksi dini adanya suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis yang belum jelas
dengan mengggunakan tes, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat
digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang terlihat
sehat, tetapi sesungguhnya menderita suatu kelainan. Screening dapat
dilakukan dengan cara :
1. Wawancara (anamnesa)
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah :
1. Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati
temuan kasus sakit TB.
2. Identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB,
yang berisiko untuk berkembang jadi sakit TB
3. Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB,
meliputi anak usia < 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.
Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB
dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis TB.
Skrining kontak ini dilaksanakan secara sentripetal dan sentrifugal.
Langkah Pelaksanaan Skrining Kontak
Jika Kasus Indeks adalah dewasa BTA positif
a. Tentukan berapa jumlah anak yang kontak dengan kasus indeks, yaitu
penderita Tb BTA positif
b. Setiap anak yang sudah diidentifikasi, harus dilakukan evaluasi
tentang ada atau tidaknya infeksi dan gejala TB
c. Jika terdapat gejala sugestif TB, harus dievaluasi untuk kemungkinan
sakit TB. Catat semua anak yang teridentifikasi sebagai kontak TB
8
d. Kontak dengan gejala sugestif TB harus dievaluasi menggunakan
sistem skoring.
e. Jika tidak ada gejala sugestif TB, maka anak dapat dipertimbangkan
untuk mendapatkan pengobatan preventif dengan Isoniazid selama 6
bulan apabila anak berumur < 5 tahun.
Jika kasus indeks adalah anak dengan sakit TB
a. Tentukan sumber kasus dengan melakukan identifikasi terhadap orang
dewasa yang pernah kontak erat dan atau kontak serumah dalam 3
bulan terakhir.
b. Jika dapat diidentifikasi, evaluasi apakah tersangka sumber kasus TB
dewasa tersebut sudah didiagnosis atau telah mendapat terapi TB.
c. Jika belum, pastikan sumber kasus mendapat manajemen yang layak
sesuai pedoman kasus TB dewasa
d. Identifikasi juga anak lain yang mungkin sudah terpapar dari
tersangka sumber kasus tersebut dan evaluasi sesuai langkah-langkah
di atas.
Diagnosa TB anak dengan menggunakan sistem skoring
Sistem skoring untuk mendiagnosa penyakit TB pada anak
dilakukan apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang berbeda.
Sistem skoring tersebut dikembangkan dan diuji coba melalui tiga tahap
penelitian oleh IDAI, Kemenkes, dan didukung oleh WHO serta disepakati
sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak
terutama di fasilitas kesehatan dasar. Penilaian pada sistem skoring dengan
ketentuan pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien
TB dan mendapat OAT.
Berikut ini contoh sistem skoring berdasarkan analisa kasus :
Parameter 0 1 2 3 SkorKontak TB Adanya
laporan keluarga dan hasil tes BTA
2
9
tidak diketahui
Uji tuberkulin PPD Test (+)
3
Keadaan Gizi Klinis Gizi sedang (BB/U 6 tahun <80%)
1
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
Demam ≥ 2 minggu
1
Batuk kronik Tidak ada batuk
0
Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal
Adanya benjolan di bagian KGB (≥ 1 cm) tidak nyeri
1
Pembengkakan tulang/sendi/panggul, lutut, falang
Tidak ada
0
Foto toraks Adanya gambaran sugestif, foto rontgen (+)
1
Skor total
9
Dari hasil sistem skoring diatas, didapatkan bahwa anak pada kasus ini mempunyai skor 9, dan skor itu >6 sehingga dapat dikatakan bahwa anak pada kasus ini positif memiliki penyakit TB. Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak, pasien pada kasus ini harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis), setelah diberikan OAT harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis pasien.
Apabila respon klinis pasien tidak baik, maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi observasi
keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital serta pemeriksaan yang
fokus pada darah dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernapasan.
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan
secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian
tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai dengan sesak napas, denyut
nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
Pemeriksaan sistem pernapasan
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya kurus sehingga terlihat adanya penurunan
proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi
diameter lateral. Sedangkan untuk gerakan pernapasan biasanya tidak
mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi
yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien
akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas,
dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputumyang purulen.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –
meskipun tidak spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru
11
yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding bronkhus anterior/ ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Adanya taktil fremitus pada klien
dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai
komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun
karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit
sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop
ketika klien berbicara disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru
yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan penumothoraks akan
didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
12
• S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
• S (sewaktu): Sahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
3. Pemeriksaan PPD/ mantoux skin test/ tes tuberkulin
Melakukan pemeriksaan tuberkulin test / PPD test / mantoux test
dengan memberikan obat PPD (Purified Protein Derivative) 2 TU / 5 TU
sebanyak 0,1 ml melalui injeksi intra cutan di lengan bawah klien. Tujuan
Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan untuk mengidentifikasi
apakah klien mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat
baik untuk mendeteksi infeksi TBC.
Dilakukan pada klien yang dicurigai terkena infeksi TBC dan yang
memiliki risiko tinggi terkena TBC.
Cara Pemberian tuberculin test / PPD test / mantoux test
Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara
intradermal (dengan metode Mantoux) di volar / permukaan belakang
lengan bawah. Injeksi tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit
tuberculin. Saat melakukan injeksi harus membentuk sudut 10-15° antara
kulit dan jarum. Penyuntikan berhasil jika pada saat menyuntikkan
didapatkan indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72
jam setelah suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi
bukan kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan diameter
indurasi diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat
dalam milimeter. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif.
13
Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan
positif.
Setelah hasil tuberculin test / PPD test / mantoux test dinyatakan
positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya.
Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail
lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah.
Tuberculin test / PPD test / mantoux test dilakukan lebih dulu karena hasil
rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman
TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki
banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun
kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tuberculin test / PPD
test / mantoux test sangat perlu, tidak cukup hanya rontgen paru.
Mungkin saja hasil tes menunjukkan negatif, tetapi sebenarnya anak
menderita TBC. Hal ini bisa terjadi pada anak-anak yang kondisi tubuhnya
sangat buruk, seperti anak yang mengalami kekurangan gizi atau sedang
menderita sakit berat. Oleh karena itu pada anak-anak dengan kekurangan
gizi dapat dikatan PPD test (+) ketika diameter indurasi mencapai lebih
dari 5 mm. Disamping pemeriksaan di atas, ciri-ciri lain dari TBC pun
harus dicermati. Misalnya apakah anak kurus, sering sakit, dan mengalami
pembesaran kelenjar getah bening.
4. Pemeriksaan photo thoraks
Pemeriksaan radiologi seringkali menunjukan adanya TB, tetapi
hampir tidak dapat membuat diagnosis dari pemeriksaan ini saja karena
hampir semua diagnosis TB dapat menyerupai penyakit-penyakit yang
lainnya.
Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suau
kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen
apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah
merupakan tempat-tempat yang menimbulkan lesi yang terlihat homogen
dengan densitas yang lebih pekat. Dapat pula terbentuk adanya kavitas
dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
14
Ketidaknormalan apapun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat
mengindikasikan adanya TB. Sebenarnya orang yang positif HIV dengan
memiliki TB dapat memiliki foto dada yang normal (CDC,2000).
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan
bakteri tuberkel terhadap obat anti tuberkolosis, apakah sama baiknya
dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkp seringkali terjadi di
beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak menyolok pada klien dengan
penyakit akut yang relatif dimana prosesnya dianggap berasal dari tingkat
eksudatif yang besar.
Pada klien dengan kelainan progresif yang menyebabkan nekrosis,
penyembuhan yang lengkap tidak mungkin terjadi. Pada klien ini, terjadi
fibrosis yang disertai kontraksi dari jaringan parut, selain itu terjadi pula
penyusutan volume lobus yang terlibat atau segmen dan hal ini kadang
menurunkan hemithoraks. Struktur mediastinal retraksi pada bagian yang
terlibat termasuk hilum di dalamnya tertarik ke lobus atas yang sakit dan
kadang hemidiafragma di tinggikan. Lesi yang berisi jaringan granulasi
sama baik dengan lesi kaseosa dan sering kali di temukan sedikit nodul
yang memperlihatkan pengurangan ukuran secara bertahap. Nodul yang
individual dapat lebih jelas didefinisikan melalui pemeriksaan rontgen.
Demikian pula penyebab nekrosis dan kontraksi. Tipe lesi ini sering kali
menjadi tempat pengendapan kalsium dan pada beberapa contoh menjadi
kalsifikasi yang padat seiring perjalanan penyakit. Banyak dari daerah
sentral dekat nekrosisdapat di temukan organism yang dapat hidup setelah
periode tidak aktif. (Lutfi, 2001)
5. Ziehl Neelsen (Acid-fast Stain applied to smear of body fluid)
Tes ini menunjukkan positif ketika pada klien yang mempunya
BTA (+).
6. Histologi atau Kultur jaringan
15
Tes ini termasuk bilas lambung, urine, dan CSF, serta biopsy kulit),
menunjukkan hasil positif untuk mycrobacterium tuberculosis.
7. Needle biopsy of lung tissue
Dapat mengetahui positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
8. Bronkografi
Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau
kerusakan paru karena mycrobacterium tuberculosis.
9. Darah
Untuk melihat terjadinya leukositosis, laju endap darah (LED)
meningkat.
10. Xpet MTB/RIF
Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan
Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada
anak, dan dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada anak ada
beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi ini.
2.8 Prinsip Pengobatan
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
a. Menghindari penggunaan monoterapi.Yaitu terapi yang menggunakan hanya satu jenis obat.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. Karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi.
b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Atau anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat meningatkan penderita untuk minum obat karena apabila pengubatan terputus akibat kurangnya kepatuhan pasien, maka sewaktu waktu akan kambuh penyakitnya sehingga akan menyebabkan kuman tuberkulosis menjadi resisten.
16
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap Intensif : Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan : Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) = tidur sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Obat yang diberikan :
◦Rifampisin. Rifampicin, atau disebut juga dengan rifampin, merupakan obat antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini berfungsi menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Beberapa contoh infeksi yang dapat diatasi oleh rifampicin di antaranya adalah tuberkulosis atau TBC, infeksi staphylococcus, pneumonia Legionnaires, bruselosis, kusta, dan mencegah meningitis serta influenza Haemophilus.
Fungsi dan Efek Samping Obat
a.Fungsi rifampisin : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Sama seperti obat-obat lain, rifampicin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah mengonsumsi antibiotik ini adalah:
Sakit kepala Mengantuk Lemas Diare Mual Nafsu makan berkurang Urin dan keringat berwarna kemerah-merahan
b. Fungsi Isoniazid : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, menghilangkan sifat tahan asam
17
Efek : mual, muntah,anorexia,malaise,demam,mengantuk,,pusing, mulut kering, dll.
d. Fungsi pirazinamid : menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Efek : demam, perasaan tidak enak badan yang tidak jelas,urtikaria(kemerahan pada kulit yang disertai gatal, dan nyeri sendi.
Dosis obat
Rifampisin 5mg/kg berat badan
Isoniasid 10mg/kg berat badan
Pirazinamid 25mg/kg berat badan
18
2.9 Penyuluhan untuk Keluarga1. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentinya Vaksinasi BCG pada
Anak Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang
berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Petunjuk pemberian vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes. Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi perlindungan tambahan. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu : a. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif
Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan
b. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS
tidak dianjurkan diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak.
2. Menjelaskan efek samping dari OATDalam pemakaian obat- obat anti tuberkolosis tidak jarang
ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan mungkin obat anti tuberkolosis yang bersangkutan amsih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil. Tapi apabila obat ini sangat mengganggu obat anti tuberkolosis yang bersangkutan harus dihentikan pemberianya dan pengobatan tuberkolosis dapat diteruskan dengan obat lain. Perlu diketahui bahwa semua obat mempunya efek samping yang kadarnya berbeda- beda pada tiap individu.
3. Mencegah penularan TB dengan menjaga kebersihanTetap memperhatikan agar anak tidak menularkan penyakitnya
kepada orang lain, seperti tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika bersin ataupun batuk, memisahkan peralatan pasien TB dengan anggota keluarga ata kerabat yang dalam kondisi sehat.
19
BAB IIIANALISIS KASUS
Data EtiologiMasalah
DS:
- klien mengeluh
berat badan
menurun
DO:
- BB sekarang 15 kg
(BB ideal 20,7 kg)
Bakteri
Inflamasi
Respon imun naik
Mediator Kimia
(Pirogen & endogen)
TNF α aktif
Kahektin
Kaheksia
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DS:
- Ibu klien mengeluh
anaknya cenderung
tidak suka bermain
dengan teman
sebayanya
- Ibu klien
mengatakan
anaknya lebih suka
diam didalam
rumah
DO:
- BB 15 kg
Bakteri
Mengambil nutrisi dan
O2
Kaheksia
BB turun
Malaise
Gangguan perkembangan
DS:
- Ibu mengatakan
bahwa suaminya
sudah lama batuk-
Gejala penyakit, aturan
penggunaan obat dan
efek samping obat.
Kurang pengetahuan
20
batuk, namun tidak
diobati
- Ibu mengatakan
bingung terhadap
aturan minum obat
- Ibu mengatakan
kaget ketika
melihat urin
anaknya berwarna
merah Ibu
mengeluh khawatir
timbul darah dari
urin anaknya
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia
(hilang nafsu makan).
2. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan keterbatas kognitif dan tidak
lengkapnya informasi yang ada.
3. Gangguan perkembangan yang berhubungan dengan keterbatasan untuk
memenuhi kebutuhan sosial, bermain, atau pendidikan sekunder akibat
kurang stimulus.
21
BAB IVPRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
Nutrisi, kurang
dari kebutuhan
tubuh yang
berhubungan
dengan
anoreksia (hilang
nafsu makan)
DS : klien
mengeluh nafsu
makan turun
DO :
- BB sekarang
15 kg
Status Gizi Anak
(Kurva CDC
tahun 2000)
BB anakBB ideal
×100 %
1520,7
× 100 %=72,46 %
Moderate
multinutrition
NOC
- Selera makan :
keinginan untuk
makan ketika sakit
atau dalam
pengobatan
- Status Gizi:
Asupan makanan
dan cairan
- Berat badan :
massa tubuh
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan selama
tujuh hari, kebutuhan
nutrisi dapat
terpenuhi dengan
kriteria hasil :
- Nafsu makan
bertambah
- Berat badan
bertambah
- Mampu
mengontrol asupan
makanan secara
adekuat
NIC
- Beri makan
dan cairan
yang adekuat
- Kumpulkan
dan analisis
data klien
- Berikan
makan sedikit
dan sering
dengan
makanan
tinggi protein
dan
karbohidrat
- Timbang berat
badan setiap
hari
Kolaborasi
- Tentukan
kebutuhan
kalori harian
yang realistis
dan adekuat.
Konsultasikan
pada ahli gizi
- Mendukung proses
metabolik klien
yang malnutrisi
atau berisiko tinggi
malnutrisi
- Mencegah dan
meminimalkan
kurang gizi pada
klien
- Memaksimalkan
masukan nutrisi
dan menurunkan
risiko iritasi gaster
- Mengetahui
tingkat
keberhasilan terapi
Kolaborasi
- Membantu
terpenuhinya
kebutuhan nutrisi
klien
Kurang NOC NIC - Mengetahui sejauh
22
pengetahuan
yang
berhubungan
dengan
keterbatas
kognitif dan
tidak lengkapnya
informasi yang
ada
DS :
- Ibu
mengatakan
bahwa suaminya
sudah lama
batuk-batuk,
namun tidak
diobati
- Ibu bingung
terhadap aturan
minum obat
- Ibu kaget
ketika melihat
urin anaknya
berwarna merah
-Ibu mengatakan
kaget ketika
melihat urin
anaknya
berwarna merah
Ibu mengeluh
khawatir timbul
- Pengetahuan :
proses penyakit
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam, ibu dapat
menunjukkan
pengetahuan tentang
proses penyakit
dengan kriteria hasil:
- Menyatakan
pemahaman proses
penyakit
- Mengidentifikasi
gejala penyakit
- Menyatakan
pemahaman
mengenai
kebutuhan
pengobatan serta
efek sampingnya
- Pasien dan
keluarga mampu
melaksanakan
prosedur yang
dilaksanakan
secara benar
- Kaji tingkat
pengetahuan
keluarga
- Jelaskan
patofisiologi
dari penyakit
dan
bagaimana
hal ini
berhubungan
dengan
anatomi dan
fisiologi,
dengan cara
yang tepat
- Gambarkan
tanda dan
gejala yang
biasa muncul
pada penyakit
- Berikan
intruksi dan
informasi
tertulis
khusus pada
pasien untuk
rujukan
contoh jadwal
obat
- Jelaskan dosis
obat,
mana pengetahuan
keluarga tentang
penyakit tersebut
- Meningkatkan
pengetahuan
keluarga klien
terhadap proses
penyakit yang
mempengaruhi
anatomi dan
fisiologi tubuh
- Mengetahui
tindakan yang
harus dilakukan
- Informasi tertulis
menurunkan
hambatan klien
untuk mengingat
sejumlah besar
informasi
- Meningkatkan
kerja sama dalam
program
pengobatan dan
mencegah
penghentian obat
sesuai perbaikan
kondisi klien
- Mencegah atau
menurunkan
ketidaknyamanan
dengan terapi dan
23
darah dari urin
anaknya
frekuensi
pemberian,
kerja yang
diharapkan,
dan alasan
pengobatan
lama
- Kaji potensi
efek samping
pengobatan
meningkatkan
kerja sama dalam
pengobatan
Gangguan
perkembangan
yang
berhubungan
dengan
keterbatasan
untuk memenuhi
kebutuhan
sosial, bermain,
atau pendidikan
sekunder akibat
kurang stimulasi
ditandai dengan:
DS:
-Ibu mengatakan
bahwa anaknya
cenderung tidak
suka bermain
dengan teman
sebayanya dan
lebih suka diam
NOC
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2 x 24 jam,
anak dapat
menunjukan perilaku
yang tepat dengan
kriteria:
- keterampilan sosial
- bahasa
- keterampilan
kognitif
- keterampilan
motorik
NIC
- Beri periode
berinteraksi
dengan anak-
anak lain
- Bacakan cerita
dan beri
berbagai
permainan yang
mandiri, teka-
teki, buku,
video games,
melukis dll.
-Melatih
keterampilan
bersosialisasi dan
komunikasi dengan
sebayanya
- Menstimulus
peningkatan
perkembangan.
24
di rumah.
DO:
-BB 15 kg
25
BAB VPENUTUP
5.1 Simpulan
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh Bakteri Basil TBC atau Mycobacterium Tuberkulosis yang
terpapar di udara karena Host yang sudah terinfeksi Bakteri TBC
mengeluarkan Bakteri melalui Batuk, bersin, berbicara, tertawa,
dll. Yang menyebabkan udara mengandung Bakteri basil tersebut.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu
kunci keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita
(adherence). Kemungkinan ketidak patuhan penderita selama pengobatan
TB sangatlah besar. Ketidak patuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya adalah pemakaian OAT dalam jangka panjang, jumlah OAT
yang diminum cukup banyak serta kurangnya kesadaran dari penderita
akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga kesehatan
sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai.
5.2 Saran
Untuk menanggulangi masalah TB dapat dilakukan melalui
pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO/DOTS Direct) agar
kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan secara intensif.
26
Daftar Pustaka
e-Book PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSISBINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2005(Depkes RI 2002)
http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/tuberkulosis.html [diakses
pada 2 September 2015]
Aditama, Tjandra Yoga dkk. 2013. Petunjuk Teknis TB anak. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dalam
http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbanak2013.pdf [diakses pada 2 September
2015]
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Petunjuk Teknis TB Anak. “Manajemen TB Anak”. Kemenkes : 2013. )
27
Lampiran
Mind Map
28
Tuberculosis (TBC)
Definisi
Insidensi
Manifestasi Klinis
Etiologi
Pendidikan Kesehatan
Klasifikasi
Pencegahan
Pengobatan (Farmakologi & Non -
Farmakologi)
Patofisiologi
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosa Keperawata
n
Intervensi Keperawata
n
Peran Perawat