Upload
aflianmengko
View
47
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Tindak Kekerasan Sehingga Menyebabkan Kematian
Yunistin Ambeua
NIM: 10.2010.269
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Semua makhluk biologis akan mati dan cara mati masing-masing adalah berbeda walaupun
pada dasarnya kematian adalah disebabkan ketiadaan oksigen di otak. Ilmu kedokteran forensik
disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah satu mata ajaran wajib dalam rangkaian
pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan perundangan mewajibkan setiap dokter baik
dokter, dokter spesialis kedokteran forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan
pemeriksaan kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik.
Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia,
bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya
amat diperlukan.1
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang berlaku
setelah kematian serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. 1
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran forensic yang mempelajari tentang luka dan
cedera serta hubungannya dengan berbagai tindak kekerasan.Berdasarkan sifat serta penyebabnya,
kekerasan dapat dibedakan menjadi kekerasan mekanik,fisika dan kimia. 1
TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mempelajari mengenai ilmu kedokteran forensic dari
aspek hukum dan prosedur medikolegal melibatkan profesi kedokteran. Selain itu, mempelajari
mengenai tindak kekerasan yang menyebabkan perlukaan akibat benda tajam hingga menyebabkan
kematian dan memahami prosedur dan teknis pemeriksaan luar dan dalam pada mayat.
SKENARIO
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan
mati tertelungkup. Ia mengekana kaos dalam(oblong) dan celana panjang yang dibagian bawahnya
digulung hingga setengah tungkai bawah. Lehernya terikat dengan lengan baju(yang kemudiannya
diketahui sebagai baju milik nya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon
perdu setinggi 60cm. posisi tubuh relative mendatar,namun leher memang terjerat oleh baju tersebut.
Tubuh mayat tersebut telah membusuk,namun masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah
ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus dan beberapa luka terbuka di
daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah sekitar 2km. TKP adalah suatu daerah
perbukitan yang berhutan cukup berat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Prosedur Medikolegal
Dasar hukum dan undangundang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi jenasah adalah :1,2
A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal
133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79
1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pe
gawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
d. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan
dengantindak pidana di bidang kesehatan.
3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilaksanakan menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP.
Kewajiban dokter membantu peradilan
Pasal 133 KUHAP
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
o Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannnya.1,2,3
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Pertunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
o Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2)
Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 222 KUHP
o Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal 224 KUHP
o Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli
atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut
undang-undang ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.
Pasal 522 KUHP
o Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
Bedah Mayat Klinis
Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
o Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat
setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat
ditentukan dengan pasti;
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga
penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau
masyarakat sekitarnya.
o Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka
waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari
yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma
yang berlaku dalam masyarakat.2
ii. Aspek hukum
Undang-udang yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau penganiayaan sehingga
menyebabkan kematian :1,2
Pasal 338 KUHP
o Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun
Pasal 339 KUHP
o Pembunuhan yang diikuti,disertai atau didahului oleh sesuatu perbuatan pidana,yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudahkan
pelaksanaannya,atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari
pidana dalam hal tertangkap tangan ataupun untuk memastikan penguasaan
barangyang diperolehnya secara melawan hukum diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Pasal 340 KUHP
o Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam,karena pembunuhan dengan rencana(moord), dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 25 tahun.
iii. Personal Identifikasi
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk
mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses
peradilan.3,6
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan massal, bencana alam atau
huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.
Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi
yang tertukar atau diragukannya orang tuanya.
Tujuan dari identifikasi forensik adalah:
Kebutuhan etis dan kemanusiaan.
Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman.
Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata.
Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain.
Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal.
Peran Identifikasi Forensik
Peran identifikasi forensik adalah:
Pada orang hidup :
- Semua kasus medikolegal.
- Orang yang didakwa pelaku pembunuhan.
- Orang yang didakwa pelaku pemerkosaan.
- Identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya.
- Anak hilang.
Pada jenazah, dilakukan pada keadaan:
- Kasus peledakan.
- Kasus kebakaran.
- Kecelakaan kereta api atau pesawat terbang.
- Banjir.
- Kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum.
Metode Identifikasi Forensik
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan
hasil positip (tidak meragukan). Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
a. Identifikasi primer :
Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria identifikasi
lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
· Pemeriksaan DNA
· Pemeriksaan sidik jari
· Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai tiga
metode pemeriksaan dengan hasil positif.
b. Identifikasi sekunder :
Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan
perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan
cara ilmiah. Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu
seperti pemeriksaan medis.
Ada beberapa cara identifikasi yang biasa dilakukan, yaitu:
1) Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi akurasinya dalam penentuan
identitas seseorang, oleh karena tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama.
2) Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah).
Oleh karena metode ini hanya efektif pada jenazah yang masih utuh (belum membusuk), maka tingkat
akurasi dari pemeriksaan ini kurang baik.
3) Pemeriksaan dokumen
Metode ini dilakukan dengan dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, kartu golongan
darah, paspor dan lain-lain) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan. Namun
perlu diingat bahwa dalam kecelakaan massal, dokumen yang terdapat dalam saku, tas atau dompet
pada jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.
4) Pengamatan pakaian dan perhiasan
Metode ini dilakukan dengan memeriksa pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenzah. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui merek, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat
membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah. Untuk kepentingan lebih
lanjut, pakaian atau perhiasan yang telah diperiksa, sebaiknya disimpan dan didokumentsikan dalam
bentuk foto.
5) Identifikasi medik
Metode ini dilakukan dengan menggunakan data pemeriksaan fisik secara keseluruhan,
meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata, adanya luka bekas
operasi, tato, cacat atau kelainan khusus dan sebagainya. Metode ini memiliki akurasi yang tinggi,
oleh karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi.
6) Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,
bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri
khusus dari seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang
yang identik pada dua orang yang berbeda, bahkan kembar identik sekalipun.
7) Serologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah yang diambil baik dari tubuh
korban atau pelaku, maupun bercak darah yang terdapat di tempat kejadian perkara. Ada dua tipe
orang dalam menentukan golongan darah, yaitu:
· Sekretor : golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan cairan tubuh.
· Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari pemeriksaan darah.
8) Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada identifikasi kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah orang
yang dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban telah dipastikan identitasnya dengan
menggunakan metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan
metode tersebut di atas, maka sisa diidentifikasi menurut daftar penumpang.
9) Identifikasi kasus mutilasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau
binatang. Bila berasal dari manusia ditentukan apakah potongan tersebut berasal dari satu tubuh.
Untuk memastikan apakah potongan tubuh berasal dari manusia dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa
reaksi antigen-antibodi.
10) Identifikasi kerangka
Identifikasi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka
manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila
memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Kemudian dicari pula tanda kekerasan pada
tulang serta keadaan kekeringan tulang untuk memperkirakan saat kematian.
11) Forensik molekuler
Pemeriksaan ini memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul
dan DNA. Pemeriksaan ini biasa dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan berbagai
pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta
berbagai kasus ragu ayah (paternitas).
iv. Pemeriksaan Pada Mayat
Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya
kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor
ke polisi. Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter
untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan visum et
repertumnya. Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tanda
persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari pelaku.
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan harus
dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba, baik terhadap
benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain, juga terhadap tubuh mayat itu
sendiri. 1,5,7,8
Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus mengikuti
suatu sistimatika yaitu mulai dengan :
1. Label mayat.
Mayat laki-laki yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik diberi label dari
pihak kepolisian, merupakan sehelai label berwarna merah muda dengan materai lak merah terikat
pada ibu jari kaki kanan. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga
terdekat dan mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/pemastian identitas.
2. Tutup mayat.
Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu.
Jenis/bahan, warna serta corak dari penutup ini dicatat. Bila terdapat pengotoran pada penutup, catat
pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut.
3. Bungkus mayat.
Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbungkus. Bungkus mayat
ini harus dicatat jenis/bahannya, warna, corak, serta adanya bahan yang mengotori. Dicatat pula tali
pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/bahan tali tersebut, maupun cara pengikatan serta letak
ikatan tersebut.
4. Pakaian.
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dan pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh
sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang terdalam.
Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya disimpan untuk
barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini harus diperiksa dan dicatat isinya
dengan teliti pula.
5. Perhiasan.
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Pencatatan meliputi jenis
perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. Benda
di samping mayat. Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala disertakan pula pengiriman
benda di samping mayat, misalnya bungkusan atau tas.
6. Tanda kematian
Di samping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benar-benar
telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat kematian. Waktu/saat
dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematian ini dicatat agar pencatatan terhadap tanda
kematian ini bermanfaat.
7. Tanda-tanda pasti kematian :
A. Lebam mayat (livor mortis)
Lebam mayat dapat di gunakan untuk tanda pasti kematian ; memperkirakan sebab kematian,
mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadi lebam mayat yang menetap dan
memperkirakan saat kematian. Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan letak/ distribusi
lebam, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam
(karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat
serta intensitas lebam mayat (masih hilang pada penekanan, sedikit menghilang atau sudah tidak
menghilang sama sekali).
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi,
mengisi vena dan venula, membentuk bercak darah berwarna ungu (livide) pada bagian terbawah
tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas
fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluih darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak pada
20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap
setelah 8- 12 jam. Sebelum waktu itu, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan
dapat berpindah jika posisi mayat diubah.
Memucatnya lebam mayat akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau
perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi
walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat
mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang dijumpai bercak
perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam
disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah
lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru
di daerah perut dan dada. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat didala pembuluh darah,
maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka
warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan resapan darah tidak
menghilang.
B.Kaku mayat (rigor mortis)
Distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tengkuk,
lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dicatat dengan menentukan apakah mudah atau sukar
dilawan. Apabila ditemukan adanya spasme kadaverik (cadaveric spasm) maka ini harus dicatat
dengan sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang sedang dilakukan
oleh korban saat terjadi kematian.
Kaku mayat timbul 1-3 jam postmortem, dipertahankan 6-12 jam, dimulai dari otot kecil :
rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap dalam
6-12 jam dan dipertahankan 24-48 jam.
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
Suhu tubuh tinggi.
Konstitusi berupa tubuh kurus.
Suhu lingkungan tinggi.
Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati
klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati terbakar
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot
C. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
kecepatan penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu sekeliling, aliran dan kelembapan
udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, dan pakaian.
D. Pembusukan
Pembusukan terjadi karena atas 2 mekanisme yaitu :
autolysis
mikroorganisme : bakteri pathogen dalam usus
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
a. Dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat pembusukan. Berhenti pada suhu
2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara pembusukan paling cepat, di tanah
paling lambat). Hukum Casper.
b. Dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat terjadi pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat pembusukan. Dehidrasi
memperlambat pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan.
8. Identifikasi umum
Tanda umum yang menunjukkan identitas mayat seperti jenis kelamin/bangsa/ras/
umur/warna kulit/status gizi/berat badan/panjang atau tinggi badan/zakar disirkumsisi atau
tidak/striae albicans ada atau tidak
9.Identifikasi khusus
Rajah/tattoo : letak,bentuk,warna,tulisan dan dokumentasi foto
Jaringan parut : disebabkan penyembuhan luka atau bekas luka operasi
Callus
Kelainan kulit
Anomali dan cacat pada tubuh
10. Pemeriksaan rambut
Distribusi/warna/keadaan rambut/sifat rambut
11. Pemeriksaan mata
Kelopak mata terbuka/tertutup
Apakah ada kekerasan pada mata/kelainan
Apakah ada pembuluh darah yang melebar/bintik atau bercak perdarahan
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Bentuk daun telinga dan hidung
Kelainan dan tanda kekerasan yang ditemukan
Apakah ada cairan/busa/darah yang keluar
13. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir,lidah,rongga mulut dan gigi
Data gigi yang lengkap
Apakah ada sumbatan/benda asing dalam rongga mulut
14. Pemeriksaan alat kelamin
Apakah ada kelainan atau tanda kekerasan
15. Lain-lain
Tanda perbendungan/ikterus/sianosis/edema
Bekas pengobatan
Bercak kotoran
16. pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai tindak kekerasan. Berdasarkan kasus korban mempunyai tanda-tanda kekerasan oleh
benda tajam.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkanoleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan
hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik
eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Pemeriksaan terhadap luka :
a.Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yangmengenai
tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan
meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
b.Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal inisangat
membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
c.Cara terjadinya luka –luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah
terlindung ini misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat siku, dan lain-lain.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka
tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan.
Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan(tentative wounds)
yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
d.Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan
yang menyebabkan luka
harus dapat dibuktikan bahwa luka yangditemukan adalah benar-benar luka yang
terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital)
perhatikan tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka
tanda intravitalitas : ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka,sebukan sel
radang, pemeriksaan histo-enzimatik, pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin
jaringan
Gambaran umum luka yang diakibatkan oleh benda tajam seperti : 1
Tepi dan dinding luka yang rata
Berbentuk garis
Tiada jembatan jaringan
Dasar luka berbentuk garis/titik
Kedua sudut luka lancip
Kedalaman luka tidak melebihi panjang luka
Satu sudut luka lancip,satu lagi tumpul (benda tajam bermata satu)
Kedua sudut luka lancip (benda tajam bermata dua)
Perkiraan Saat Kematian
Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca
mati.5-8
Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan
terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini
dipengaruhi oleh penyakit-penyakit saluran cerna, konsistensi makanan dan kandungan
lemaknya.
Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg%
menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg%
menunjukkan kematian belum 24 jam
Metode Entomologik : Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7,
berubah menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva Sarcophaga
cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari ke-10 dan
menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah.
Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species
akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan
mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari
postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-
18 hari.
Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti
reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat menimbulkan
kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, mengakibatkan sekresi kelenjar sampai
60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1
jam pasca mati
Dalam hal pemeriksaan terhadap luka-luka pada korban kita harus hati-hati sekali
berhubungan karena keterangan yang jelas akan dapat membantu kalangan penyidik dan penegak
hukum lainnya untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu di dalam pemeriksaan
korban kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 3,5,6,8
a. Jumlah luka
b. Lokalisasi luka
c. Arah luka
d. Ukuran luka (panjang, lebar, dalamnya).
e. Bersih dan kotornya luka
f. Luka baru atau luka lama
g. Luka antemortem atau post mortem
h. Sifat luka dan bentuknya
i. Letak dan posisi senjata
j. Adanya darah atau benda asing pada senjata
k. Letak dan sifat darah pada korban dan pada pakaian serta situasi tempat sekitar
kejadian
l. Tanda perlawanan yang dapat dilihat dari pakaian ataupun tubuh dan situasi tempat
kejadian.
Mengenai lokalisasi harus disebut sehubungan dengan daerah-daerah yang berdekatan
misalnya terhadap garis tengah tubuh, pusat, papila mamae, dan lain-lain. Pemeriksaan lebih dalam
harus dilakukan untuk mengetahui apakah organ-organ dalam ikut tertusuk atau tidak dan harus
dicatat jumlah darah yang terdapat di dalam rongga-rongga tubuh. Ukuran yang tepat (dalam
sentimeter) harus ditentukan dan tidak boleh ukuran kira-kira saja.
v. Visum et Repertum
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara
tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati. Jenasah harus
diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan
kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan . Mereka yang menghalangi
pemeriksaan jenasah untuk kepentingan pengadilan diancam hukuman sesuai dengan pasal 222
KUHP, yaitu “Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”1
Penggunaan keterangan ahli dalam hal ini Visum Et Repertum adalah untuk keperluan pengadilan.
Oleh karena itu, Keterangan Ahli ini hanya boleh diberikan kepada penyidik (instansi) yang
memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat
meminta keterangan ahli langsung kepada dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan
(penyidik, jaksa atau hakim). 1,3,6,8
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR
merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1.Keterangan saksi
2.Keterangan ahli
3.Keterangan terdakwa
4.Surat-surat
5.Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Ada beberapa jenis VeR yaitu :
1. Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan)
2. Visum et Repertum kejahatan susila
3. Visum et Repertum jenazah
4. Visum et Repertum psikiatrik
Jenazah yang diminta VeR harus diberi label yang memuat identitas mayat,di-lak dengan
diberi cap jabatan,diikat pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lain. Menurut KUHP pasal 133, pada
surat permintaan VeR harus tertulis dengan jelas jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan
luar jenasah atau pemeriksaan bedah mayat. Autopsi dilakukan setelah penyidik memberitahu
keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Menurut KUHP pasal 134,
autopsi diteruskan setelah ahli keluarga member keizinan atau setelah 2 hari tidak ada tanggapan apa
pun dari keluarga korban. Jenasah hanya bisa dibawa pulang dan diberi surat keterangan kematian
setelah semua pemeriksaan yang diminta oleh penyidik telah dilakukan. Dari pemeriksaan dapat
disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka, jenis kekerasan penyebabnya dan waktu kematian.
vi. Tinjauan kasus
Interpretasi peristiwa dan hasil berdasarkan kasus :
1. Mayat laki-laki yang dijumpai telah mulai membusuk dan mati dalam keadaan tertelungkup
di sungai penuh batu-batuan dan bagian bawah celana panjang yang digulung hingga setengah
tungkai bawah.
Pembusukan mulai tampak 24 jam pasca kematianberupa warna kehijauan pada perut kanan
bawah disebabkan terbentuknya sulf-met-Hb. Secara bertahap warna kehijauan ini akan
menyebar ke seluruh tubuh dan bau busuk akan tercium.
Turut diperhatikan keadaan sekitar TKP yang mungkin mempengaruhi proses pembusukan
menjadi lebih cepat.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata yaitu 36-48 jam
pasca mati.
Dengan mengidentifikasi spesies lalat dan panjang larvanya maka dapat diketahui usia larva
tersebut yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian korban.
Korban mati dalam keadaan tertelungkup maka harus dipastikan apakah kepalanya
terbenam di dalam air atau tidak walaupun pada saat dijumpai sungai dalam keadaan
kering.
Bawah celana yang digulung harus dicurigai bahwa sebelumnya sungai ini tidak kering dan
si korban berencana untuk menyeberangi sungai atau mungkin juga digulung oleh
pembunuh untuk mengelirukan penyidik.
2. Lehernya terikat dengan lengan baju miliknya sendiri dan ujung lengan baju yang lain terikat
ke pohon perdu setinggi 60cm. Posisi tubuh saat ditemui relative mendatar.
Korban ditemui memakai kaos oblong sahaja, dan dengan kaos luar yang dipakai
digunakan untuk mengikat lehernya.
Dengan ketinggian pohon yang rendah dan posisi tubuh yang mendatar, dapat disangkal
bahwa korban mati karena bunuh diri.
Pemeriksaan dalam harus mendapatkan hasil kematian bukanlah disebabkan asfiksia
mekanik untuk menyangkal dugaan bunuh diri.
3. Ada satu luka terbuka ditemui di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah
ketiak yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri sesuai
kekerasan akibat benda tajam.5-8
Luka terbuka di daerah ketiak kiri menunjukkan pembuluh darah yang putus,maka
kemungkinan pembuluh darah yang putus adalah pembuluh darah besar yang
menyebabkan korban meninggal karena perdarahan yang massif.
Luka terbuka di daerah tungkai bawah kiri dan kanan menunjukkan kemungkinan korban
cuba untuk melepaskan diri dan menggunakan kaki untuk menyerang pembunuhnya
memandangkan tangan dan leher terikat atau mungkin juga luka karena terkena batu-
batuan di sungai.
Pada pemeriksaan dilihat bagaimana dengan tepi luka,dinding luka,kedalaman dan sudut
luka. Dipastikan apakah luka pada tungkai adalah luka tangkis akibat perkelahian atau
tidak,dan apakah luka di daerah ketiak bersifat fatal dan tunggal
2.13. Mekanisme Kematian
1. Mati Gantung (Hanging) merupakan suatu bentuk kematian akibat pencekikan dengan alat
jerat, di mana gaya yang bekerja pada leher berasal dari hambatan gravitasi dari berat tubuh
atau bagian tubuh. 5,7,8
Ada 6 penyebab kematian pada penggantungan yaitu:
a) Asfiksia Merupakan penyebab kematian yang tersering. Alat penjerat biasanya berada
di atas tulang rawan tiroid yang menyebabkan penekanan pada leher, sehingga saluran
pernafasan menjadi tersumbat.
b) Kongesti Vena Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi
penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi
terhambat.
c) Kombinasi Asfiksia dan Kongesti Vena Merupakan penyebab kematian yang paling
umum, seperi pada kebanyakan kasus dimana saluran napas tidak seluruhnya dihalangi
oleh penjerat yang berada di sekitar leher.
d) Iskemik Otak (anoxia) Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang
berperan dalam menyuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri
vertebralis.
e) Syok Vagal Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan
pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba, hal ini terjadi karena adanya tekanan pada
saraf vagus atau sinus karotid.
f) Fraktur atau Dislokasi dari Verterbra Servikal 2 dan 3 Biasanya terjadi pada kasus
judicial hanging, hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 m oleh berat badan
korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis yang
selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi kematian yang
tiba-tiba.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan
luka yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :
Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet.
Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang
dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan
keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi
adalah tepinya yang rata.
Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang
terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut
akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua
sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.
Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan
bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada
seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar
dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi
sempit dan panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya
adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan
lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan
juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler
dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio
minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang
digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat
autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata
yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh
untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat
dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari
beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya
ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai
tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat
melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah
pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau
yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.
2.14. Jenis Penggantungan
a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
Tergantung Total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai.
Setengah Tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung, misalnya
pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi telungkup dan posisi lain.
b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di samping
leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri
karotis paling besar pada tipe ini.
Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring
(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri
vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
Tanda Post Mortem
Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di
leher. Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai
tanda-tanda asfiksia, respiratory distress, sianose dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila
kematian karena tekanan pembuluh darah vena, maka sering didapati tanda-tanda
pembendungan dan perdarahan (ptechial) di konjungtiva bulbi, okuli dan di otak bahkan
sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda-
tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemi otak), yang menyebabkan gangguan
pada sentra respirasi dan berakibat gagal nafas. Tekanan pada sinus karotikus menyebabkan
jantung tiba-tiba berhenti dengan tanda-tanda post mortem yang minimal. Tanda- tanda di
atas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapati tanda-tanda gabungan.
Contoh Visum et Repertum 8
Jakarta, 30 Desember 2014
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No: 01 / VRJ / II/ 2014
Atas permintaan tertulis dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Kota
Besar Semarang, melalui suratnya tanggal 30 Desember 2014, Nomor Polisi :
R/80/VER/II/2011/RESKRIM , yang ditandatangani oleh Ferdy Sandra, SH, MH, pangkat AKP,
NRP. 74120041, dan diterima tanggal 31 Desember 2014, pukul 03:20 WIB, maka dengan ini saya dr.
X, sebagai dokter yang bekerja pada Rumah Sakit XX, menerangkan bahwa telah dilakukan
pemeriksaan luar dan dalam pada tanggal 1 Januari 2015 pukul 03:45 WIB di Instalasi Kedokteran
Forensik dan Kamar Jenazah Rumah Sakit XX, atas jenazah, yang berdasarkan surat permintaan
tersebut di atas nama Daniel, umur 24 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan sebelum meninggal
dunia Mahasiswa, alamat Jalan Kuburan 4 no.2 RT 004 RW 002, Meruya Selatan, Jakarta Barat.
Jenazah tersebut ditemukan di Jalan Melanglang Buana, Semarang, diduga meninggal dunia akibat
pembunuhan.
HASIL PEMERIKSAAN :
Dari pemeriksaan luar dan dalam atas tubuh jenazah tersebut diatas ditemukan fakta-fakta sebagai
berikut:
A. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS JENAZAH :
1. Identitas Umum Jenazah :
a. Jenis kelamin : Laki-laki.
b. Umur : Kurang lebih dua puluh lima tahun
c. Berat badan : Tujuh puluh koma lima kilogram.
d. Panjang badan : Seratus tujuh puluh delapan sentimeter.
e. Warna kulit : Putih
f. Ciri rambut : Warna hitam, lurus, pendek
g. Keadaan gizi : Gizi cukup, indeks masa tubuh dua puluh dua koma nol sembilan
2. Identitas Khusus Jenazah :
a. Tato : Tidak ada
b. Jaringan parut : Tidak ada
c. Tahi lalat : Tidak ada
d. Tanda lahir : Tidak ada
e. Cacat fisik : Tidak ada
f. Penutup jenazah : kain berwarna putih berbahan katun tanpa merk
g. Pakaian : kaos oblong berwarna putih. Terdapat bercak darah pada ketiak kiri. Celana
panjang bahan berwarna abu-abu, dengan kantong empat buah di paha atas kanan dan kiri,
serta di kanan dan kiri bokong, keempat kantong tidak ada isinya dan digulung setinggi
tungkai bawah.
h. Benda disamping jenazah :
- Kemeja berwarna ungu muda dengan motif kotak-kotak merk "Polo”.
Perhiasan : terdapat sebuah jam tangan merk “ellesse” yang terpasang pada pergelangan
tangan kiri
B. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN WAKTU TERJADINYA KEMATIAN :
1. Lebam mayat :
2. Kaku mayat :
3. Pembusukan : Ada.
C . FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN LUAR:
1. Permukaan kulit tubuh :
a. Kepala:
Daerah berambut : tiada kelainan
Wajah:
b. Leher : Bekas jeratan yang samar
c. Bahu :
Bahu kanan : Tidak ada kelainan
Bahu kiri : Tidak ada kelainan
d. Dada : Tidak ada kelainan
e. Punggung : Tidak ada kelainan
g. Bokong : Tidak ada kelainan
h. Dubur :
- Lingkar dubur : Tidak ada kelainan
- Liang dubur : Tidak ada kelainan
i. Anggota gerak
- Anggota gerak atas :
o Kanan : Tidak ada kelainan.
o Kiri : luka terbuka bawah ketiak dengan diameter 2cm,kedalaman 3cm
- Anggota gerak bawah :
o Kanan : luka-luka kecil 1cm x 2cm
o Kiri : luka-luka kecil 1cm x 2cm
2. Bagian tubuh tertentu
a. Mata :
o Alis mata : Warna hitam, tidak ada kelainan.
o Bulu mata : Warna hitam, tidak ada kelainan.
o Kelopak mata : Tidak ada kelainan
o Selaput kelopak mata : Tidak ada kelainan
o Selaput biji mata : Tidak ada kelainan
o Selaput bening mata : Tidak ada kelainan
o Pupil mata : Bentuk bulat, ukuran garis tengah nol koma enam sentimeter, kanan dan
kiri sama.
o Pelangi mata : Warna hitam
b. Hidung :
o Bentuk hidung : Tidak ada kelainan
o Permukaan kulit hidung : Tidak ada kelainan.
o Lubang hidung : Tidak ada kelainan
c. Telinga :
o Bentuk telinga : Tidak ada kelainan.
o Permukaan daun telinga : Tidak ada kelainan.
o Lubang telinga : Tidak ada kelainan
d. Mulut :
o Bibir atas : Tidak ada kelainan.
o Bibir bawah : Tidak ada kelainan.
o Selaput lendir mulut : Tidak ada kelainan.
o Lidah : Tidak ada kelainan
o Gigi geligi :
Gigi rahang atas: Gigi lengkap, gigi seri pertama sebelah kanan patah, geraham
belakang ketiga kanan dan kiri sudah tumbuh
o Gigi rahang bawah: Gigi lengkap, geraham belakang ketiga kanan dan kiri sudah tumbuh
o Langit-langit mulut : tidak ada kelainan
f. Alat kelamin :Laki-laki
o Pelir : Belum disunat. Tidak ada kelainan
o Kantung buah pelir : Tidak ada kelainan
o Lain-lain : Tidak ada kelainan.
2. Tulang - Tulang :
a. Tulang tengkorak : tiada kelainan
b. Tulang wajah : tiada kelaianan
c. Tulang belakang : Tidak ada kelainan
d. Tulang-tulang dada : Tidak ada kelainan
e. Tulang-tulang punggung :Tidak ada kelainan
f. Tulang-tulang panggul : Tidak ada kelainan
g. Tulang anggota gerak : Tidak ada kelainan.
D . FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN DALAM:
1. Kepala bagian dalam :
a. Kulit kepala bagian dalam :
b. Tulang Tengkorak :
c. Selaput keras otak :
d. Selaput lunak otak :
e. Otak besar :
f. Otak kecil :
g. Dasar tengkorak :
2. Leher bagian dalam
a. Lidah :
b. Pada kulit leher bagian dalam :
c. Kerongkongan :
d. Tulang rawan cincin, tulang pangkal lidah, rawan gondok :
3. Rongga Dada :
a. Kulit bagian dalam :
b. Otot dinding dada :
c. Tulang dada :
d. Tulang-tulang Iga :
e. Paru kanan :
f. Paru kiri :
g. Jantung :
4.Rongga Perut :
a. Kulit perut bagian dalam :
b. Tirai usus menutupi sebagian besar usus
c. Rongga perut :
d. Lambung :
e. Usus :
f. Hati :
g. Limpa :
h. Ginjal kanan :
i. Ginjal Kiri :
5. Rongga Panggul :
a. Kandung kemih :
b. Prostat :
KESIMPULAN :
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari pemeriksaan atas jenazah tersebut, maka saya simpulkan
bahwa telah diperiksa jenazah seorang, laki-laki, umur kurang lebih dua puluh lima tahun, warna kulit
putih, kesan gizi cukup. Dari hasil pemeriksaan didapatkan bekas luka akibat kekerasan benda tajam.
Berupa sebuah luka terbuka di bawah ketiak kiri dengan diamater 2cm dan kedalaman luka 3cm.
Terdapat tanda- tanda perdarahan yang masif. Sebab kematian adalah luka terbuka akibat kekerasan
benda tajam yang menyebabkan perdarahan masif.
PENUTUP :
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah
sewaktu menerima jabatan sebagai dokter.
Semarang, 31 Desember 2014
Dokter Yang Memeriksa,
dr. X.
Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati.
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan
yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan
adalah benar-benar luka yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas
luka dapat bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka,
sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan
serotonin jaringan1
2.17. Peran dokter
Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu pembuktian melalui
pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi
temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi). 1-3
Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai peran sebagai
berikut:
Masa Penyelidikan
Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan
Masa Penyidikan
Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli
Masa Persidangan
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli
pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR
dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan
segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.
Peranan ahli (expert) termasuk dokter dalam bidang Kedokteran Forensik adalah dalam
rangka membuka tabir suatu peristiwa yang dapat menjawab 7 pertanyaan :
1. Apa yang terjadi (what)
2. Siapa yang terlibat (who)
3. Di mana terjadi (where)
4. Kapan terjadi (when)
5. Bagaimana terjadinya (how)
6. Dengan apa melaskukannya (with what)
7. Kenapa terjadi peristiwa tersebut (why)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Traumatologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan pengertian luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Trauma dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat
dan penyebab kecederaan (trauma), etiologi luka, derajat kualifikasi luka, bentuk luka, waktu
kematian terjadinya luka, dan aspek medikolegal luka.
Visum et repertum merupakan salah satu bentuk bantuan dokter dalam penegakan hukum dan
proses peradilan. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan sehingga
harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan. Sebuah VeR yang baik harus
mampu membuat terang perkara tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik
yang cukup. Penentuan derajat atau kualifikasi luka memegang peranan penting bagi hakim dalam
menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Bagi praktisi
kesehatan diharapkan agar dapat mengupayakan prosedur pembuatan VeR khususnya VeR perlukaan
yang memenuhi standar karena memiliki dampak yuridis yang luas dan dapat menentukan nasib
seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997; Hal . 1-54.
2. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran, Bagian Kedokteran Forensik FKUI ;1994;
hal. 1-25.
3. Yandi, Fahriza,Riana,Elly. Buku roman forensic,Identifikasi Forensik, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Lambung Mangkurat ; Juli-Agustus
2009;hal. 15-22.
4. Yandi, Fahriza,Riana,Elly. Buku roman forensic, Traumatologi, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Universitas Lambung Mangkurat ; Juli-Agustus 2009;hal. 66-
80.
5. Teknik autopsi forensic, Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 2000; hal.12-44
6. Syaulia Andirezek. Romans forensic, Edisi 20.
7. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia. Pedoman
teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal atas kecederaan.
Jakarta, 2005.
8. Afandi D. Visum et repertum perlukaan :aspek medikolegal dan penentuan derajat luka,
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Riau, Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor:
4 April 2010.