LP Fraktur Klavikula

Embed Size (px)

Citation preview

  • Page 1 of 22

    LAPORAN PENDAHULUAN

    PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR KLAVIKULA

    A. Pengertian

    Klavikula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada

    masa fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu

    medial dan lateral klavikula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa

    intrauterin. Kernudian ossifikasi sekunder pada epifise medial klavikula

    berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada

    usia 25 tahun sampai 26 tahun.

    Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat

    jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada

    sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat penopang dan

    sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi

    tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal.

    Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan memberikan

    sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal tulang

    melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya. Tulang juga

    menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma. Selain itu tulang sebagai

    tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam magnesium. Namun karena tulang

    bersifat relatif rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat mengalami patah,

    sehingga menyebabkan gangguan fungsi tulang terutama pada pergerakan.

    B. Klasifikasi

    1. Klasifikasi patah tulang secara umum adalah :

    a. Fraktur lengkap Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas

    sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya

    menyeberang dari satu sisi ke sisi lain.

    b. Fraktur tidak lengkap Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang

    dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks

    (masih ada korteks yang utuh).

  • Page 2 of 22

    2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan

    dengan dunia luar, meliputi:

    a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,

    tulang tidak menonjol malalui kulit.

    b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya

    hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi

    infeksi.

    3. Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allman

    tahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah

    tulang klavikula menjadi 3 kelompok:

    a. Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula)

    a. Fraktur pada bagian tengah clavicula.

    b. Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui.

    c. Terjadi di medial ligament korako-klavikula (antara medial dan 1/3

    lateral)

    d. Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (dari

    lateral bahu)

    b. Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula

    Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, dapat dibagi:

    1) type 1: undisplaced jika ligament intak

    2) type 2: displaced jika ligamen korako-kiavikula ruptur.

    3) type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.

    c. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula.

    Fraktur yang paling jarang terjadi dari semua jenis fraktur clavicula,

    insidensnya hanya sekitar 5%. Mekanisme trauma dapat beruma trauma

    langsung dan tak langsung pada bagian lateral bahu yang dapat menekan

    klavikula ke sternum. Jatuh dengan tangan terkadang dalam posisi abduksi.

  • Page 3 of 22

    C. Etiologi

    Penyebab farktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat

    kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun

    kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa

    penyebab pada fraktur klavikula yaitu :

    1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis

    pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada

    kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran

    melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang

    humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan

    fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang

    humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur

    total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling sering sekunder akibat

    kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi sefalopelvik, serta

    malpresentasi).

    2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor,

    jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.

    3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,

    misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.

    4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post

    radioterapi, keganasan clan lain-lain.

    Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi

    akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstreched hand) dimana

    trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun baru-baru ini

    telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang

    klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke

    bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras. Data ini dikemukankan oleh

    Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson.

    Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar

    (outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena

    trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari

  • Page 4 of 22

    trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus

    yang paling sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10-16 % dari semua kejadian

    patah tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6-5%.

    D. Patofisiologi

    Klavikula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan selama

    perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Tulang klavikula, tulang humerus bagian

    proksimal dan tulang skapula bersama-sama membentuk bahu. Tulang klavikula

    juga membentuk hubungan antara anggota badan atas dan Thorax. Tulang ini

    membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Pada bagian

    proksimal tulang clavikula bergabung dengan sternum disebut sebagai sambungan

    sternoclavicular (SC). Pada bagian distal klavikula bergabung dengan acromion

    dari skapula membentuk sambungan acromioclavicular (AC).

    Patah tulang klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan

    tulang klavikula adalah tulang yang terletak dibawak kulit (subcutaneus) dan

    tempatnya relatif di depan. Karena posisinya yang teletak dibawah kulit maka

    tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang klavikula terjadi akibat dari

    tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang menekan

    bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur.

    Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi

    atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang

    tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, keeelakaan

    olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.

    Pada daerah tengah tulang klavikula tidak di perkuat oleh otot ataupun

    ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal klavikula. Klavikula

    bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian

    medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi

    fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

  • Page 5 of 22

    Pathway Fraktur Klavikula

    Trauma

    Langsung

    Reaksi stress klien

    Trauma Tidak

    Langsung

    Diskontinuitas

    Tulang

    Tekanan sumsum

    tulang lebih tinggi

    dari kapiler

    Kondisi Patologis

    Kerusakan

    Frakmen Tulang

    Perubahan jaringan

    sekitar

    Nyeri Pergeseran

    Fragmen Tulang

    Fraktur

    Laserasi

    Emboli

    Bergabung dgn

    trombosit

    Memobilisasi asam

    lemak

    Melepaskan

    katekolamin

    Kerusakan

    integritas kulit

    Pembedahan

    Gangguan

    mobilitas fisik

    Deformitas

    Pergeseran

    fragmen tulang

    Kurangnya

    Pengetahuan

    Intoleransi

    aktivitas

    Edema

    Pelepasan histamin

    Peningkatan

    tekanan kapiler

    Spasme otot

    Risiko Infeksi

    Trauma jaringan

  • Page 6 of 22

    E. Tanda dan Gejala

    Pasien dengan fraktur clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan

    dan lokasi adanya ekimosis, deformitas, ataupun krepitasi. Pasien biasanya

    mengeluh nyeri setelah terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat

    lengan atau bahu. Fraktur pada bagian tengah clavicula, pada inspeksi bahu

    biasanya asimetris, agak jatuh kebawah, lebih ke depan ataupun lebih ke posterior.

    Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan anamnesis misalnya apakah ada riwayat

    trauma, dan pemeriksaan fisik bisa kita dapatkan pembengkakan daerah klavikula

    atau aberasi, dan akan lebih mudah terlihat pada fraktur terbuka.

    Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan.

    Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan

    kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit

    yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal

    akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan

    gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan

    diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

    F. Pengkajian

    Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,

    untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien

    sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan

    proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

    1. Anamnesa

    a. Identitas Klien

    Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

    status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.

    register, tanggal MRS, diagnosa medis.

    b. Keluhan Utama

    Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

    tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk

    memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

  • Page 7 of 22

    1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi

    faktor presipitasi nyeri.

    2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

    klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

    3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

    menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

    4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,

    bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa

    sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

    5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

    pada malam hari atau siang hari.

    c. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

    yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.

    Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya

    bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.

    Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa

    diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    d. Riwayat Penyakit Dahulu

    Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi

    petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit

    tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan

    fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit

    diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut

    maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

    (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    e. Riwayat Penyakit Keluarga

    Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

    salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

    osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang

    yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

  • Page 8 of 22

    f. Riwayat Psikososial

    Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

    peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

    dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam

    masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

    1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

    Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan

    pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

    membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

    meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

    dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

    yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan

    olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

    2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

    Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

    sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

    untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

    nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

    muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak

    adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang

    kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal

    terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

    degenerasi dan mobilitas klien.

    3) Pola Eliminasi

    Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,

    tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna

    serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi

    uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua

    pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991).

  • Page 9 of 22

    4) Pola Tidur dan Istirahat

    Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal

    ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,

    pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

    kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur

    (Doengos. Marilynn E, 1999).

    5) Pola Aktivitas

    Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

    kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

    dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

    aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

    pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang

    lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    6) Pola Hubungan dan Peran

    Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

    Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

    Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

    kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

    melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

    yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    8) Pola Sensori dan Kognitif

    Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

    fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga

    pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul

    rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    9) Pola Reproduksi Seksual

    Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan

    seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta

    rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status

  • Page 10 of 22

    perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

    (Ignatavicius, Donna D, 1995).

    10) Pola Penanggulangan Stress

    Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

    ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

    Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius,

    Donna D, 1995).

    11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

    Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

    dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

    disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius,

    Donna D, 1995).

    2. Pemeriksaan Fisik

    Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

    mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu

    untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

    spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih

    mendalam.

    a. Gambaran Umum

    1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,

    seperti:

    a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

    tergantung pada keadaan klien.

    b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat

    dan pada kasus fraktur biasanya akut.

    c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

    maupun bentuk.

    2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

    a) Sistem Integumen

    Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,

    oedema, nyeri tekan.

  • Page 11 of 22

    b) Kepala

    Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

    penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

    c) Leher

    Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

    menelan ada.

    d) Muka

    Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi

    maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

    e) Mata

    Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak

    terjadi perdarahan)

    f) Telinga

    Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

    atau nyeri tekan.

    g) Hidung

    Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

    h) Mulut dan Faring

    Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

    mulut tidak pucat.

    i) Thoraks

    Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

    j) Paru

    i. Inspeksi

    Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

    riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

    ii. Palpasi

    Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

    iii. Perkusi

    Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan

    lainnya.

  • Page 12 of 22

    iv. Auskultasi

    Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

    lainnya seperti stridor dan ronchi.

    k) Jantung

    i. Inspeksi

    Tidak tampak iktus jantung.

    ii. Palpasi

    Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

    iii. Auskultasi

    Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

    l) Abdomen

    i. Inspeksi

    Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

    ii. Palpasi

    Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

    iii. Perkusi

    Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

    iv. Auskultasi

    Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

    m) Inguinal-Genetalia-Anus

    Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

    BAB.

    b. Keadaan Lokal

    Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

    mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal

    adalah:

    1) Look (inspeksi)

    Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

    a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

    bekas operasi).

    b) Cape au lait spot (birth mark).

  • Page 13 of 22

    c) Fistulae.

    d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

    e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak

    biasa (abnormal).

    f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

    g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

    2) Feel (palpasi)

    Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki

    mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan

    pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa

    maupun klien.

    Yang perlu dicatat adalah:

    a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

    b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema

    terutama disekitar persendian.

    c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

    proksimal,tengah, atau distal).

    Tonus otot pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat

    di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status

    neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu

    dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap

    dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

    G. Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Radiologi

    Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan

    menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi

    keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu

    AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan

    (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena

    adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar

  • Page 14 of 22

    indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan

    permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

    a. Bayangan jaringan lunak.

    b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik

    atau juga rotasi.

    c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

    d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

    2. Pemeriksaan Laboratorium

    a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

    tulang.

    b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

    kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

    c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),

    Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap

    penyembuhan tulang.

    3. Pemeriksaan lain-lain

    a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

    mikroorganisme penyebab infeksi.

    b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

    pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

    c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

    fraktur.

    d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

    trauma yang berlebihan.

    e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

    tulang.

    f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius,

    Donna D, 1995)

    H. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan

    bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative

  • Page 15 of 22

    treatment. Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari

    patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar

    mereka tetap menempel sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas

    dan proses penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat.

    Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup

    lama.Penanganan nonoperative dilakukan dengan pemasangan saling selama 6

    minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan

    tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali

    berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi

    pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat penyembuhan. Patch

    tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi

    bisa dilakukan melalui:

    a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

    b. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang

    yang patah Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka

    delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini,

    menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila

    dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk

    mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris.

    Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.

    c. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota, gerak

    pada tempatnya.

    d. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate)

    atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open

    reduction with internal fixation (ORIF).

    e. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi

    lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi

    fisik.

  • Page 16 of 22

    I. Komplikasi

    Komplikasi pada fraktur clavicula dapat berupa :

    1. Malunion.

    Malunion merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah telah

    sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.

    Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat

    sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin

    terutama pada masa awal periode penyembuhan.

    Gejala malunion pada clavicula dapat menyebabkan penderita tidak puas.

    Gejala sebelum operasi termasuk kelemahan, nyeri, gejala-gejala neurologik,

    dan munculnya perasaan yang cemas (bahu yang semakin memburuk dengan

    gejala-gejala lainnya)

    2. Nonunion

    Lebih umum terjadi pada fraktur yang ditangani dengan cara operasi,

    khususnya pada studi sebelumnya. Secara keseluruhan, angka non union yang

    lebih kurang dari 1 % hingga yang lebih besar dari 10%, telah dilaporkan.

    Paling banyak pada fraktur 1/3 distal tetapi hasilnya secara fungsional

    memperlihatkan kepuasan. Penanganan operasi termasuk stabilisasi dan graft

    tambahan pada tulang memberikan hasil yang memuaskan serta fiksasi dengan

    plate dan peralatan intermedullary.

    Fraktur 1/3 tengah dengan lebih dari 2 cm dan fraktur 1/3 lateral menjadi

    faktor resiko lebih tinggi nonunion:

    a. Komplikasi neurovaskular, bisa menyebabkan timbulnya trombosis dan

    pseudoaneurisma pada arteri axillaris dan vena subclavian kemudian bisa

    menyebabkan timbulnya cerebral emboli. Kerusakan nervus

    supraclavicular menyebabkan timbulnya nyeri dinding dada.

    b. Refraktur, fraktur berulang pada clavicula yang mengalami fraktur

    sebelumnya.

    c. Pneumothoraks biasa didapatkan pada pasien dengan fraktur clavicula

    terutama yang mengalami multiple traumatik, diakibatkan oleh karena

  • Page 17 of 22

    robeknya lapisan pleura sehingga masuk udara pada ruang potensial antara

    pleura viseral dan parietal.

    J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

    1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen

    tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,

    ansietas

    2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,

    ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

    3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

    metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat

    luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat

    jaringan nekrotik.

    4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,

    kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan

    kekuatan/tahanan.

    5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi

    tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi

    pembedahan.

    6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

    berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah

    interpretasi informasi.

    K. Intervensi Keperawatan

    1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen

    tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,

    ansietas

    a. Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang

    b. Kriteria hasil :

    1) Pasien tampak tenang

    2) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang

    c. Intervensi

    1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

  • Page 18 of 22

    2) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri

    menunjukkan skala nyeri.

    3) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.

    4) Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.

    5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan

    cedera.

    6) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.

    7) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.

    8) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti

    relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.

    9) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

    2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,

    ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

    a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

    b. Kriteria hasil :

    1) Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

    2) Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas

    tanpa dibantu.

    3) Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

    c. Intervensi :

    1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.

    2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

    3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

    4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

    3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

    metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat

    luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat

    jaringan nekrotik.

    1) Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

    2) Kriteria hasil :

    1) Menyatakan ketidaknyaman hilang

  • Page 19 of 22

    2) Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan

    memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

    3) Intervensi:

    1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan

    perubahan warna.

    2) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

    3) Pantau peningkatan suhu tubuh

    4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa

    yang kering dan gunakan plester kertas.

    5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya

    debridement

    4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,

    kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan

    kekuatan/tahanan.

    a. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

    b. Kriteria hasil :

    1) Melakukan pergerakkan dan perpindahan.

    2) mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

    karakteristik :

    0 = mandiri penuh

    1 = memerlukan alat bantu.

    2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,

    dan pengajaran.

    3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

    4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

    c. Intervensi :

    1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan

    peralatan.

    2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

    3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

    4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

  • Page 20 of 22

    5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

    5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi

    tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi

    pembedahan.

    a. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

    b. Kriteria hasil :

    1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

    2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

    3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

    c. Intervensi :

    1) Pantau tanda-tanda vital.

    2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

    3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,

    drainase luka, dll.

    4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,

    seperti Hb dan leukosit.

    5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

    6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

    berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah

    interpretasi informasi.

    a. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur

    dan proses pengobatan.

    b. Kriteria Hasil :

    1) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu

    tindakan.

    2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

    regimen perawatan.

    c. Intervensi :

    1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

    2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya

    sekarang.

  • Page 21 of 22

    3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

    4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah

    diberikan.

  • Page 22 of 22

    Daftar Pustaka

    A Graham, Appley. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur. Edisi 7. Jakarta: Widya

    Medika

    Anderson, Sylvia Price. 2000. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.

    Jakarta: EGC

    Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

    Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta: EGC

    Junadi, Purnawan. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.

    Jakarta: EGC

    Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: EGC

    Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2.

    Jakarta: Salemba Medika