39
BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 5 Seorang laki-laki usia 68 tahun di bawa ke UGD RSU dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul sejak 2 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan suara parau, serta ketidaknyamanan pada daerah kanan atas. Pasien memiliki riwayat merokok lama dan batuk-batuk lama. Pada saat dating didapatkan TD 100/60 mmHg, frekuansi nadi 128 kali/menit, dan pernapasan 32 kali/menit. Pada inspeksi toraks ditemukan peningkatan diameter dinding dada, usaha napas yang keras (sesak napas) dengan retraksi dinding dada, dan distensi vena leher. Pada auskultasi toraks ditemukan adanya wheezing dan ronkhi kasar di paru kanan atas, dan suara jantung S2 prominen. Pada pemeriksaan fisik lain didapatkan edema pada tungkai. 1

laptut 5 blok X

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan tutorial

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

SKENARIO 5

Seorang laki-laki usia 68 tahun di bawa ke UGD RSU dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul sejak 2 tahun terakhir. Pasien juga mengeluhkan suara parau, serta ketidaknyamanan pada daerah kanan atas. Pasien memiliki riwayat merokok lama dan batuk-batuk lama. Pada saat dating didapatkan TD 100/60 mmHg, frekuansi nadi 128 kali/menit, dan pernapasan 32 kali/menit. Pada inspeksi toraks ditemukan peningkatan diameter dinding dada, usaha napas yang keras (sesak napas) dengan retraksi dinding dada, dan distensi vena leher. Pada auskultasi toraks ditemukan adanya wheezing dan ronkhi kasar di paru kanan atas, dan suara jantung S2 prominen. Pada pemeriksaan fisik lain didapatkan edema pada tungkai.

Mind Map

BAB IIPEMBAHASAN DAN ISI

LEARNING OBJECTIVE1. Apa saja penyakit paru yang dapat menyebabkan penyakit Cor Pulmonale sehingga mengaibatkan terjadinya gagal jantung kanan? Definisi dan epidemiologi Patogenesis Patofisiologi Manifestasi Klinis Penegakkan diagnosis 2. Tatalaksana dan Prognosis Cor Pulmonale

1.2. Pembahasan Learning Objective1. Definisi dan Epidemiologi Cor PulmonaleDefinisiCor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi pulmoner.Epidemiologi

Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 15 juta, prevalensiyang tepat dari cor pulmonale sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitive untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal.Cor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karenabronchitis kronis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanyaemboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari corpulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angkakematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnyaterjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang bervariasi.

2. Etiologi Cor Pulmonale a. PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit limitasi aliran napas yang tidak sepenuhnya reversible. PPOK terdiri atas emfisema (gangguan anatomis berupa dekstrusi dan pelebaran alveoli) dan bronkitis kronik (penyempitan saluran napas dan batuk lama minimal 3 bulan dalam setahun).Faktor Resiko Merokok Aktif: berdasarkan beberapa penelitian merokok adalah faktor resiko terbesar PPOK. Hipersensitivitas Saluran Napas: Jumlah metakolin dan histamin yang berlebih dapat menyebabkan respon bronkokontriksi yang abnormal pada zat-zat eksogen. Infeksi Saluran Napas: contohnya pada TBC dan Pneumonia. Terpapar polutan karena pekerjaan: misalnya pada pekerja tambang dan tekstil. Polusi Udara: hal ini dikarenakan zat polutan yang dihirup. Merokok Pasif: berdasarkan beberapa penelitian merokok pasif juga merupakansalah satu faktor resiko PPOK. Genetik: defisiensi 1 antitrypsin

PatogenesisPPOK terdiri atas emfisema dan bronkitis kronik. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran ronggaudara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural padasaluran napas kecil yaitu: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebabutama obstruksi jalan napas.PatofisiologiPenyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vaskular bedparu, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru. Di samping itu juga mengakibatkan asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokontriksi pembuluh darah serta polisitemia dan hiperviskositas darah. Semua kelainan tadi akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung.

Perjalanan Penyakit Hipertensi Pulomonal Pada PPOKCurah jantung dari ventrikel kanan disesuaikan dengan preload, konraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi alira balik vena meningkat mendadak (seperti saat menarik nafas).Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat sebagai akibat gangguan di pembuluh darah sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru, demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokontriksi paru dengan hipoksia atau asidosis.Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal, dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung.

Gejala klinisTingkat klinis cor pulmonale dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonale dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonale serta gagal jantung kanan.

DiagnosisDiagnosis cor pulmonale ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai).

Penegakan DiagnosisA. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

B. Pemeriksaan fisisPPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorongke bawah Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauhKeterangan: Pink pufferGambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lipsbreathing Blue bloaterGambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronkibasah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed - lips breathingAdalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikapini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanismetubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

C. Pemeriksaan Penunjang Rutin1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupunkurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudiandilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan< 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil2. Pemeriksaan Darah Rutin: Hb, Ht, leukosit3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum/ tear drop/ eye drop appearance)Pada bronkitis kronik: Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasusD. Pemeriksaan Penunjang Khusus (tidak rutin)1. Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %2. Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal3. Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitibronkus derajat ringan.4. Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison ataumetilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikanfaal paru setelah pemberian kortikosteroid.5. Analisis gas darahTerutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik6. Radiologi CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidakterdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru7. ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.8. EkokardiografiMenilai fungsi jantung kanan9. BakteriologiPemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untukmengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulangmerupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.10. Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensiantitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

TatalaksanaTujuannya:1. mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas2. menurunkan hipertensi pulmonal3. mengobati gagal jantung kanan4. meningkatkan kelangsungan hidup5. pengobatan penyakit dasar dan komplikasinyaDiawali dengan menghentikan merokok, kemudian dilanjutkan:1. terapi oksigen.mekanismenya meningkatkan kelangsungan hidup ada 2 hipotesis, yaitu (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian meningkatkan isi sekucup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dn organ vital lain.2. vasodilator(nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor ACE dan prostaglandin). Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didaptakan respon hemodinamik sbb; (a) Resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20% (b) curah jantung meningkat atau tidak berubah (c) tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah (d) tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik di atas menetap atau tidak.3. digitalis.Hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri.4. diuretik.Akan menyebabkan mengurangi cairan, sehingga preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.5. flebotomi.Untuk menurunkan hematokrit. Hanya merupakan terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.6. antikoagulan.Diberikan pada kor pulmonal karena didasarkan atas kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasienDi samping terapi di atas, pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.

b. Emboli ParuDefinisi Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis, yang disebabkan oleh thrombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikutisirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkuslobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai kebagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru.

Patofisiologi

Ada 3 faktor utama yang menyebabkan emboli paru, yaitu :1. DarahDarah yaitu cairan yang terdiriatas plasma, sel-sel merah dan putih yang mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang. Jika pada tubuh manusia mengalami pendarahan atau perdarahan maka akan merangsang pengeluaran zat beku darah(fibrinogen).2. UdaraUdara yaitu campuran dari berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau (seperti oksigen, nitrogen).3. LemakMinyak yang melekat pada daging, terdapat pada kulit yang bertindak sebagai pelindung kulit terhadap rangsangan kimia dan jasad renik, pada punggung timbunan lemak sepanjang punggung yang merupakan salah satu criteria kualitas karkas.

Dari ketigafaktor di atas, maka dapat menimbulkan beberapa penyebab lain yang mengakibatkan terjadinya emboli paru. Penyebabnya yaitu :1. Luka BakarLuka bakar dapat menyebabkan emboli paru karena adanya perlukaan di jaringan tubuh yang mengakibatkan rusaknya penbuluh darah dan pada darah terjadi trombus. Kemudian thrombus ikut masuk dalam aliran darah melalui pembuluh darah yang rusak. Aliran pembuluh darah mengalirkan darah menuju jantung ( pembuluhdarah vena ) dari vena masuk ke jantung ( atrium kanan, ventrikel kanan ) dari jantung mengalir ke paru melalui a. Pulmonalis dan terjadi sumbatan di arteri pulmonalis yang menuju ke paru-paru.2. PersalinanPersalinan adalah salah satu penyebab terjadinya emboli paru. Dapat dikarenakan apabila pada saat persalinan mengalami banyak perdarahan, dan merangsang pembentukan fibrinogen. Akibat terlalu banyak pembentukan fibrinogen dapat menyebabkan trombosis. Pada akhirnya thrombus ikut mengalir bersama aliran darah vena.3. PembedahanPembedahan merupakan suatu proses, perbuatan, atau cara membedah. Proses pembedahan kadang kala menyebabkan pendarahan, dan dapat membentuk trombus. Kemudian thrombus mengalir bersama aliran darah pada penbuluh darah vena yang menuju jantung.4. Patah tulang tungkaiPatah tulang tungkai dapat menyebabkan terputus atau rusaknya jaringan tulang yang mengakibatkan sumsumtulang terurai. Pada peristiwa patah tulang tungkai juga menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan uraian sumsumtulang masuk dalam pembuluh darah. Masuknya sumsumtulang dalam pembuluh darah, terbawa oleh aliran darah yang menuju jantung.5. StrokeStroke dapat terjadi karena adanya trobus atau trombosis, perdarahan mendadak yang mengenai pasokan darah serebral. Akibatnya dapat menyebabkan suplay O2 keotak berkurang sehingga terjadi hypoxia jaringan otak dan penurunan keseimbangan.6. ObesitasObesitas yaitu penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh atau sering orang menyebut kegemukan. Dapat pula diartikan kelainan nutrisi yang sering dijumpai dan ditandai oleh penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Definisinya bervariasi kendati indeks massatubuh yang melebihi 30 diterima sebagai criteria obesitas oleh banyak ahli. Oleh karena itu, berdasarkan definisi obesitas di atas peningkatan lemak yang berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan ateroma, dan ateroma bias saja ikut terbawa oleh aliran darah vena yang mengalir menuju jantung.

Ketika thrombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveola membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit atau tidak sama sekali. Selain itu sejumlah substasi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah danb ronkiolus berkontriksi. Reaksi ini dibarengi dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, menyebabkan sebagian darah terpirau( tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2.Konsekuensi hemodinamika dalah peningkatan tahan vascular paruakibat penurunan ukuran jaring-jaringv askular pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan, pada akhirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok.

Patogenesis Thrombus dapat berasal dari arteri dan vena. Thrombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh arteri ( lapisan intima ). Thrombus vena terjadi karena aliran darah vena yang lambat, selain itu dapat pula karena pembekuan darah dalam vena apabila terjadi kerusakan endotel vena. Thrombus vena dapat juga berasal dari pecahnya thrombus besar yang terbawa aliran vena. Biasanya thrombus berisi partikel partikel fibrin ( terbanyak ), eritrosit dan trombosit. Ukurannya bervariasi, mulai dari beberapa millimeter sampai sebesar lumen venanya sendiri. Adanya perlambatan aliran darah vena ( stasis ) akan makin mempercepat terbentuknya thrombus yang makin besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh darah vena ( misalnya operasi rekonstruksi vena femoralis ) jarang menimbulkan thrombus vena. Thrombus yang lepas ikut alirandarah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat menimbulkan obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih lanjut. Thrombus pada vena dalam tidak seluruhnya akan lepas dan menjadi tromboemboli tetap ikira kira 80% nyaakan mengalami pencairan spontan( lisis endogen ). Hanya 10% darikasus emboli paru yang diikuti infark, hal ini terjadi karena paru mendapat oksigen melalui 3 carayaitu :1. Dari sirkulasi arteri pulmonalis2. Dari sirkulasi arteri bronkhialis3. Dari saluran udara pernafasanPada infark paru, hemoptisis timbuls etelah 12 jam terjadi emboli paru dan sesudah 24 jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat karena adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel - sel septum intra alveoli akan mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histology. Dua minggu sesudahnya mulai terjadi perubahan dengan adanya penetrasi kapiler kapiler baru dari arah paru yang sehat kearah paru yang terkena infark. Peredaran mulai di serap perlahan lahan dan jaringan nekrosis diganti dengan jaringan ikat yang selanjutnya akanmenjadi paru tatau fibrosis.

Penegakan diagnosis Diagnosis emboli paru dapat ditegakan berdasarkan anamnesis untuk mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit, pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan klinis yang ada dan hasil pemeriksaan penunjang untuk memperkuat data yang ada. Menegakan diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda klinis tertentu yang dapat merujuk kepada emboli paru baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Berikut adalah beberapa manifestasi klinis yang dapat ditemukan sehingga diagnosis emboli paru dapat ditegakkan yang dibagi berdasarkan besarnya emboli.

Emboli paru masifPasien biasanya akan mengalami keluhan seperti terjadinya pingsan mendadak atau sinkop, renjatan, pucat, berkeringat, nyeri dada, sesak napas. Dari pemeriksaan fisik, pada palpasi dapat ditemukan akral terasa dingin. Pada pemeriksaan tanda vital, denyut nadi teraba kecil dan cepat, tekanan darah rendah, serta frekuensi napas cepat. Dari pemeriksaan jantung didapatkan tanda-tanda beban pada jantung kanan seperti jugular venous pressure/JVP meningkat, refluks hepatojugular (+), terdapat tanda hipertrofi ventrikel kanan yang dapat dilihat dari lokasi iktus kordis yang bergeser, pada auskultasi didapatkan bunyi jantung P2 mengeras dan murmur sistolik akibat insufisiensi dari katup trikuspid Emboli paru sedangPasien biasanya mengeluh nyeri pleura, sesak napas, terkadang disertai demam lebih dari 37,5oC, hemoptosis, dan jarang sampai terjadi sinkop. Pada pemeriksaan jantung biasanya tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang nyata. Pada pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda pleuritis, area konsolidasi paru, dan tanda efusi pleura. Walaupun jaranf pada 15% kasus dapat ditemukan adanya wheezing. Emboli paru kecilGejala baru muncul bila sudah sebagian besar sirkulasi pulmonal tersumbat seperti sesak napas saat kerja atau beraktivitas, mirip seperti gejala pada orang dengan gagal jantung kiri. Bila emboli berulang maka baru dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah tepi, analisis gas darah, elektrokardiografi, serta radiologi. Namun pemeriksaan tersebut kurang spesifik untuk menegakkan emboli paru. Diagnosis definitif emboli paru dapat dilakukan melalui pemeriksaan penunjang yaitu sidikan perfusi dan ventilasi, dan angiografi paru. Angiografi merupakan satu-satunya cara untuk memberikan informasi anatomi pembuluh darah paru paling akurat, namun memiliki beberapa kontraindikasi sehingga jarang digunakan jika kurang perlu.Tatalaksana emboli paruPrinsip penatalaksanaan dari emboli paru adalah: Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasienHal ini dilakukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi vital tubuh. Hal-hal yang perlu dilakukan misalnya memberikan oksigen untuk mencegah hipoksia, memberi cairan infus untuk mempertahankan kestabilan pengeluaran ventrikel kanan, dan intubasi jika diperlukan. Pengobatan atas dasar indikasi khususPerlu dilakukan tindakan pengobatan terhadap gangguan pada organ lain yang diakibatkan oleh emboli paru seperti gangguan pada fungsi jantung dengan memberikan obat vasopressor, inotropik, anti aritmia, digitasil dan sebagainya Pengobatan utama terhadap emboli paruPrinsipnya adalah menghambat pertumbuhan emboli, melarutkan emboli, dan mencegah timbulnya emboli ulang. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian anti koagulan seperti heparin dan warfarin dan pemberian trombolitik.

2. Patofisiologi Cor PulmonalePenyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti emboli paru berulang, dan penyakit yang menganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering kor pulmonale. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonale dapat berupa penyakit-penyakit intrinsik seperti fibrosis paru difus, dan kelainan ekstrinsik, seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskular berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vaskular paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonale cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru. Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskular paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertropi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskular paru pada arteri dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular paru adalah: vasokonstriksi hipoksik pembuluh darah paru-paru dan obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru. Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat terhadap vasokontriksi pulmonal bukan hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertropi otot polos arteriol paru, sehingga timbul respons yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis hiperkapnia dan hipoksemia bekerja secara sinergitik dalam menimbulkan vasokonstriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai dengan kerusakan bertahap struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total kapiler-kapiler di sekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya jaringan vaskular. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap jaringan vaskular diperkirakan tidak sepenting vasokonstriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira dua pertiga sampai tiga perempat dari jaringan vaskular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau kelainan V/Q. Dalam pembahasan di atas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonale

Gambar: Skema Patofisiologi Cor Pulmonale

3. Penegakan Diagnosis Cor Pulmonale Untuk penegakan diagnosis cor pulmonale bisa ditegakkan dengan menemukan tanda tanda dari penyakit paru yang menyertai.

Anamnesis Akan didapatkannya ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan. Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis penyakit paru atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.

Pemeriksaan fisik

Melihat keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.a. Inspeksi : Melihat abnormalitas diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh.b. Palpasi : Meraba adanya edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung kanan dan ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Hepatomegali, Splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.c. Perkusi : Pada paru bisa terdengar hipersonor pada pasien PPOK, pada keadaan yang berat bisa menyebabkan asites. d. Auskultasi : Pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase Dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid.Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan radiologi Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya normal. b. Elektrokardiografi a. Ditemukan deviasi sumbu aksis ke kanan karna hipertrofi ventrikel kanan b. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih. c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1 . d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1.e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan AVF .f. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya hiperinflasi.g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark miokard.

4. Tata Laksana Cor Pulmonale Penanganan cor pulmonale ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan vasokonstriksi paru-paru yang diakibatkannya dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmoner, polisitemia dan takipnea. Memperbaiki keadaan umum dan bronkodilator, antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien PPOM. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi anti koangulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang. Kadang-kadang perlu trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang mati. Preventif yaitu berhenti merokok, olah raga bertahap dan teratur serta senam pernafasan sangat bermanfaat walaupun jangka panjang. 5. Prognosis dan Komplikasi cor pulmonale Komplikasi dari pulmonary heart disease / cor pulmonale diantaranya:a) Sinkopeb) Gagal jantung kananc) Edema periferd) KematianPrognosisBelum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal

6. Analisis SkenarioKeluhan utama pasien berupa sesak napas yang hilang timbul sejak dua tahun yang lalu merupakan gejala yang tidak spesifik dari berbagai macam penyakit, sehingga kita perlu melihat keluhan dan tanda klinis yang lain untuk penegakan diagnosis yang pasti. Pada skenario ditemukan beberapa tanda spesifik untuk penyakit gagal jantung kanan, yaitu: ketidaknyamanan pada dada daerah kanan atas, edema pada tungkai,dan distensi vena leher. Selain itu, ditemukan juga tanda spesifik untuk hipertensi pulmonal, yaitu: takikardi dan terdengarnya suara s2 prominen (yang biasanya terjadi pada katup pulmonal akibat kongesti pada arteri pulmonal). Di sisi lain, pada pasien di skenario juga didapatkan tanda-tanda penyakit paru yang lama, yang ditunjukan dengan riwayat batuk dan merokok lama, usaha napas yang keras, retraksi dinding dada, peningkatan diameter dinding dada, dan terdengarnya suara wheezing dan ronkhi basah kasar saat auskultasi. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami riwayat penyakit paru lama yang mengarah kepada PPOK (karena adanya riwayat merokok dan batuk lama, wheezing, dan ronkhis basah kasar) yang menimbulkan hipertensi pulmonal sehingga menyebabkan komplikasi pada jantung bagian kanan. Hal ini merupakan diagnosis kerja dari Cor Pulmonale. Namun, kita harus melakukan beberapa pemeriksaan tambahan untuk menghliangkan diagnosis banding yang lain, serta memperkuat diagnosis dari Cor Pulmonale itu sendiri. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan ialah Anamnesis (menggali keluhan sesak, riwayat penyakit dahulu, riwayat syncope, riwayat konsumsi obat), pemeriksaan fisik (tes fungsi paru), dan pemeriksaan penunjang (analisa gas darah, darah lengkap, foto thoraks, ekg, echocardiografi, tes fungsi paru).

BAB IIIPenutupKesimpulanCor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi pulmoner. Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti emboli paru berulang, dan penyakit yang menganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering kor pulmonale. Penanganan cor pulmonale ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan vasokonstriksi paru-paru. Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun. Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.

Daftar PustakaFauci, A. S., et al, 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. New York: Mc Graw Hill.Joewono, BS, 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press Kasper, D. L., et al., 2005. Harrisons Principle of Internal Medicine 16th Edition. New York: McGraw HillKumar, et. al, 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Jakarta: EGC.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Available at: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf. [Accessed, March 12th 2015]Price & Wilson, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGCSudoyo, dkk, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna PublishingTjokroprawiro, Askandar dkk. 2007. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam, cetakanpertama. Surabaya: Airlangga University Press.

27