Upload
caesar-daming
View
379
Download
36
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI – LAKI 64 TAHUN DENGAN LEMAS DAN BAB
KEHITAMAN
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik
Stase Interna Semarang
Disusun oleh :
Sofara Rezanti
NIM : 0102096027
Pembimbing:
dr. Setyoko, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO
SEMARANG
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Sofara Rezanti
NIM : 012096027
Fakultas : Kedokteran Umum
Tingkat : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bidang pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Judul : Seorang Laki – Laki 64 Tahun Dengan Anemia
Dan Melena
Pembimbing : dr. Setyoko, SpPD
Mengetahui :
Pembimbing
dr. Setyoko, SpPD
Daftar Masalah
NO MASALAH AKTIF TANGGAL KETERANGAN
1. Melena 28 Juni 2013
2. Anemia Hipokromik
Mikrositik
28 Juni 2013
REFLEKSI KASUS
STATUS PENDERITA
I. Identitas
Nama : Tn. Wasiman
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Wonolopo RT.01/RW.X, Semarang
Ruang : Flamboyan, 1
No. CM : 27-54-27
Tanggal Masuk : 26 Juni 2013
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2013
Tanggal Keluar : 30 Juni 2013
II. ANAMNESIS ( Dilakukan secara Autoanamnesis Pada Tanggal. 28 juni
2013, pkl.15.00 WIB )
A. Keluhan Utama :
Lemas pada seluruh tubuh
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 7 hari SMRS (20 Juni 2013) pasien mengeluh lemas (+) pada
seluruh tubuh, pusing nggliyeng (+) pasien sempat mengkonsumsi
panadol namun tidak ada perubahan, pegal pada tengkuk kepala (+),
mual (+), muntah (-), sesak (-), demam (-), batuk (-), BAB (+) konsistensi
normal, warna kehitaman, lendir (-), busa (-) hari-hari selanjutnya BAB
dalam batas normal tetapi badan masih lemas dan BAK tidak ada keluhan,
nafsu makan menurun, kentut (+).
± 3 hari berturut-turut SMRS (23 Juni 2013) pasien mengeluh
badan makin lemas (+) pada seluruh tubuh, pusing nggliyeng
meningkat (+), pegal pada tengkuk kepala (+), nyeri pada epigastrium
(+) , mual jika makan makin mual (+), muntah (+) 1x darah (-) berisi
makanan, sesak (-), demam (-), batuk (-), BAB (+) konsistensi normal,
warna kehitaman, lendir (-), busa (-), BAK tidak ada keluhan kemudian
diperiksakan ke dokter umum dan dirujuk ke RS Rsud Dr. Adhyatma
Tugurejo
Saat masuk rumah sakit pasien mengeluh badan lemas (+) pada
seluruh tubuh, pusing nggliyeng (+), pegal pada tengkuk kepala (+),
mual (+), muntah (-), sesak (-), demam (-), batuk (-), BAB (+) konsistensi
normal, warna kecoklatan, lendir (-), busa (-), BAK tidak ada keluhan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat sakit seperti ini : (+) 1 tahun yang lalu tetapi tanpa
melena dan dilakukan transfusi di rawat di RS Telogorejo
2. Riwayat penyakit hipertensi : Diakui (dikontrol)
3. Riwayat penyakit diabetes : Diakui sejak 5 th yang lalu
(dikontrol)
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat penyakit paru – paru : Disangkal
6. Riwayat alergi : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal
2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
3. Riwayat penyakit DM : Diakui pada ibu penderita
4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
5. Riwayat penyakit paru – paru : Disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
1. Pasien bekerja sebagai wirausaha. Biaya pengobatan menggunakan
biaya pribadi (umum)
F. Riwayat Pribadi dan Kebiasaan
1. Riwayat merokok : Diakui
2. Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal
3. Riwayat konsumsi obat – obatan :Apabila kepala pusing
mengkonsumsi panadol 3x dalam 1 minggu, rutin minum 1 bln ini
4. Riwayat olahraga : Jarang
5. Riwayat minum jamu : Mengkonsumsi obat putri kuat
selama 1 th terakhir secara rutin sudah habis 2 botol besar
G.Anamnesis Sistem
Keluhan utama : Lemas
Kepala : Sakit kepala (+), pusing (+), nggliyeng (+),
jejas (-), leher kaku (+)
Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
Nyeri pada mata (-)
Hidung : Pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-),
Telinga : Pendengaran berkurang (-/-), berdenging (-/-),
keluar cairan (-/-), keluar darah (-/-).
Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering (-), sakit gigi (-),
Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Leher : benjolan di leher (-)
Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), warna
kekuningan (-), bercak darah (-), mengi (-),
tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), terasa ada
yang menekan (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare
(-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan baik(+), BB
turun (-), sulit BAB (-), BAB berwarna hitam
seperti petis (-), BAB berwarna coklat (+)
Sistem musculoskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku sendi (-),
badan cepat capek (-), badan terasa lemas (+)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (+), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), kencing kuning jernih
kekuning-kuningan (+), anyang-anyangan (-),
kencing berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas : Atas : Luka (-/-), kesemutan (-/-), bengkak(-/-), sakit
sendi (-/-), panas (-/-), ujung jari terasa
dingin(-/-).
Bawah : Luka (-/-), kesemutan (+/+), bengkak(-/-), sakit
sendi (-/-), panas (-/-), ujung jari terasa
dingin(-/-), parestesi (-/-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), Radang kulit (-), pucat (+),
gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki (-), ulkus (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 28 Juni 2013, di Bangsal Flamboyan
ruang B.01.
1. Keadaan umum : Tampak lemas
2. Tanda vital : Tensi : 150/90 mmHg
a. Nadi : 98 kali/menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup
b. Frekuensi respirasi : 20kali/menit
c. Suhu : 36,50C (per axiller)
3. Status gizi : BB : 65 kg
TB : 1175 cm
BMI : 24,89 kg/m2
Kesan : Normoweight
4. Kulit : Warna ikterik (-), kering (-), peteki (-)
5. Kepala : Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, lurus,
mudah rontok (-), luka (-)
6. Wajah : Tampak pucat (-)
7. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil bulat isokor
dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palbebra (-/-),
eksopthalmus (-/-)
8. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-), membran timpani intak (+/+)
9. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),
fungsi penghidu normal
10. Mulut : bibir sianosis (-), bibir pucat (-), gusi berdarah
(-) , bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)
11. Leher : bentuk simetris (+), pembesaran kelenjar tiroid
(-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena
leher (-)
12. Thorax : bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal
(-), spider nevi (-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-), KGB supraklavikuler (-/-), KGB
infraklavikuler (-/-)
a. COR
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea
midclavicularis, sinistra, pulsus para sternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi : batas jantung
kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-), murmur
(-)
b. PULMO
Depan Belakang
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,
retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spider nevi (-), sikatriks (-),
striae (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : pekak alih (-), pekak sisi (-), tes undulasi (-), timpani di semua
kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, turgor kembali cepat, defans muskuler (-), Hepar
tidak teraba, Lien tidak teraba
14. Ektremitas :
Superior Inferior
Akraldingin
Oedem
Pucat
Gerak
Reflex
fisiologis
Reflex
patologis
-/-
-/-
-/-
Dalam batas
normal
+/+
-/-
-/-
-/-
-/-
Dalam batas
normal
+/+
-/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Hematologi (tanggal 26, 29 dan 30 Juni 2013)
Pemeriksaan 26 Juni 2013 29 Juni 2013 30 juni 2013 Nilai
Normal
Lekosit 6,3.103uL 4,6.103/ uL 4,0.103/ uL 3.8 – 10.6
Eritrosit (L) 2,44.106/
uL
(L) 2,99.106/
uL
(L) 3,4.106/
uL
4.4 – 5.9
Hemoglobin (L) 5,2 g/dl (L) 7 g/dl (L) 8,5 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit (L) 19 % (L) 23,7% (L) 27,8% 40 – 52
MCV (L) 77,6 fL (L) 79,3 fL 81,8 fL 80 – 100
MCH (L) 21,2 pg (L) 23,4 pg (L) 25,0 pg 26 – 34
MCHC (L) 27,4 g/dl (L) 29,5 g/dl (L) 30,6 g/dl 32 – 36
Trombosit 347.103/uL 262.103/uL 262.103/uL 150 – 440
RDW (H) 16,80 % (H) 17,10 % (H) 18,10 % 11.5 – 14.5
Eosinofil
absolute
0,29.103/ uL 0,21.103/ uL 0,18.103/ uL 0.045 – 0.44
Basofil
absolute
3,75.103/ uL 0,04.103/ uL 0,03.103/ uL 0 – 0.02
Neutrofil
absolute
3,75.103/ uL 4,09.103/ uL 3,45.103/ uL 1.8 – 8
Limfosit
absolute
1,61.103/ uL 0,79.103/ uL 1,36.103/ uL 0.9 – 5.2
Monosit
absolute
0,7.103/ uL 0,52.103/ uL 0,76.103/ uL 0.16 – 1
Eosinofil (H) 4,6 % 3,7 % 3,1 % 2 – 4
Basofil 0.03 % 0,7 % 0,5 % 0 – 1
Neutrofil 58,8 % 79,4 % 59,8 % 50 – 70
Limfosit 25.3 % (L) 14,0 % (L) 23,5 % 25 – 40
Monosit (H) 11,0 % (H) 9,2 % (H) 13,1 % 2 – 8
Hasil Pemeriksaan kimia klinik (serum) (tanggal 18 Juni 2013)
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis :
1. Lemas seluruh tubuh
2. Nafsu makan menurun
3. Mual
4. BAB kehitaman, konsistensi normal, 1 hari 1 kali.
5. Pusing Nggliyeng
6. Pegal pada tengkuk
7. Riwayat Hipertensi
8. Riwayat DM terkontrol
9. Merokok
10. Mengkonsumsi panadol jika kepala pusing 3 x selama 1 minggu
11. Mengkonsumsi obat putri kuat selama 1 th terakhir secara rutin sudah
habis 2 botol besar
Pemeriksaan fisik :
12. Tampak lemas
13. Konjungtiva anemis
14. Nyeri tekan epigastrium
15. Tensi : 150/90 mmHg
Pemeriksaan Penunjang :
16. Eritrosit (L) 2,44.106/ uL
Pemeriksaan Hasil 26 Juni 2013 Nilai Normal
Glukosa sewaktu 112 mg/dl < 125
SGPT 15 U/L 0 – 35
SGOT 11 U/L 0 – 35
Ureum 29 mg/dl 10.0 – 50.0
Creatinin (H) 6,9 mg/dl 0.60 – 0.90
Natrium 142 136-146
Clorida 106 98-106
17. Hemoglobin (L) 5,2 g/dl
18. Hematokrit (L) 19 %
19. MCV (L) 77,6 fL
20. MCH (L) 21,2 pg
21. MCHC (L) 27,4 g/dl
22. RDW (H) 16,80 %
23. Eosinofil (H) 4,6 %
24. Monosit (H) 11,0 %
25. Kratinnin (H) 6,9 mg/dl
VI. DAFTAR ABNORMALITAS dan SINTESIS
Abnormalitas 2,3,4,8,9,10,11,14 Observasi Melena
Abnormalitas 1,12,13,16 -25 Observasi Anemia
Abnormalitas 5,7,15 Hipertensi Grade I
VII. Rencana Pemecahan Masalah
PROBLEM 1. OBSERVASI MELENA
a. Ass. Etiologi : Perdarahan saluran cerna atas:
1. Varises :Varises esofagus akibat hipertensi portal dan sirosis hepatis.
2. Non Varises :
a. Penggunaan obat NSAID dalam jangka waktu yang lama
b. Infeksi helicobacter pylory
c. Stres, konsumsi alhokol, konsumsi kafein
d. Kelainan pada esofagus : esofagitis, ulkus esofagus, sindroma
Mallory-Weiss, kista esofagus, keganasan.
e. Kelainan pada lambung-duodenum : Ulkus peptikum, ulkus
duodenum, Gastritis erosif, Tumor gaster
f. Kelainan darah : DIC (disseminated intravascular coagulation),
leukemia, trombositopenia
b. Ass. Faktor risiko
a. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
b. Kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengiritasi
lambung seperti NSAID
c. Stres
c. Ass. Komplikasi
1. Anemia
2. Syok hipovolemik
3. Perforasi gaster
4. Syok hipovolemik
5. Aspirasi pneumonia
d. Ip Dx
1. Pemeriksaan hemostasis : PT/PPT, APTT
2. Faal hati : cholinesterase, albumin/globulin
3. Foto thorax
e. Ip Tx
Non medikamentosa :
1. Diit lunak
2. Hindari merokok, konsumsi alhokol, obat-obatan NSAID (reumasil)
3. Istirahat yang cukup
4. Hindari stres dan kecemasan
Medikamentosa :
1. Infus NaCl 0,9% 12 tpm
2. Injeksi Cefoktasim 2 x 1 gram
3. Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
4. Injeksi Metoclopramid 3 x 1 amp
5. Vit K 1 amp
6. Vit B 12 1 amp
f. Ip Mx
1) Keadaan umum
2) Vital sign
3) Monitoring lab darah rutin
4) Perdarahan saluran cerna
g. Ip Ex
1) Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
2) Hindari merokok, konsumsi alhokol, kafein, obat-obatan NSAID,
jamu
3) Istirahat yang cukup
PROBLEM 2. ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK
a. Ass. Etiologi :
1. Anemia akibat hemoragik (anemia pasca perdarahan akut, anemia
akibat perdarahan kronik)
2. Anemia akibat gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang:
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit (anemia
defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi
vitamin B12)
b. Gangguan utilitas besi (anemia akibat penyakit kronik)
c. Kerusakan sumsum tulang (anemia aplastik, anemia mieplastik)
d. Anemia akibat kekurangan eritropoeitin (anemia pada GGK)
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular (gangguan membran
eritrosit, enzim eritrosit, hemoglobin)
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular (anemia hemolitik
autoimun, anemia hemolitik mikroangiopati)
4. Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui
b. Ass. Komplikasi : syok hipovolemik, hipoksia
c. Ass. Faktor risiko : hemolisis, perdarahan, penekanan sumsum tulang,
defisiensi nutrient
d. Ip Dx:
- Tanda klinis, seperti: tampak pucat, conjungtiva anemis
- Pemeriksaan darah rutin ( Hb, Ht, Eritrosit), hapusan darah tepi
Ip Tx:
- Koreksi Hb dengan PRC dengan rumus :
HB target/HB normal – Hb pasien saat ini x 3
- Asam folat 2x5mg
Ip Mx: kondisi Umum, vital sign, Hb
Ip Ex:
- menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien
- menganjurkan makan yang bergizi
PROBLEM 3. HIPERTENSI GRADE I
1. Ass. Etiologi :
Hipertensi Esensisal : tidak diketahui penyebabnya
Hipertensi Sekunder : karena adanya penyakit ginjal, diabetes,
feokromositoma, penyakit jantung dll.
2. Ass. Komplikasi : kerusakan organ target
- Padajantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miocardium,
gagal jantung
- Otak : stroke atau transient iskemic attack
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit arteri perifer
- Retinopati
3. Ass. Faktor risiko : hemolisis, perdarahan, penekanan sumsum tulang,
defisiensi nutrient
4. Ip Dx:
- Pemeriksaan darah rutin ( Hb, Ht, Eritrosit), hapusan darah tepi
- Pemeriksaan kimia darah : kolesterol, TG, LDL, HDL, ureum, kreatinin
- Pemeriksaan rutin mata
5. Ip Tx:
- Captopril 3 x 25 mg
- Enalapril 3 x 5 mg
- Benazepril 3 x 10 mg
6. Ip Mx: kondisi Umum, vital sign
7. Ip Ex:
- Mengurangi asupan garam
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
- Latihan fisik
- Istirahat dan diet tinggi protein
PROGRESS NOTE
Tanggal 27 Juni 2013
Subyektif
Keluhan
Obyektif
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
BAB hitam (-), mual (+), badan lemas (+), pusing (+), nyeri ulu
hati (-), pegal pada tengkuk leher (+)
Tampak lemas
Compos mentis
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
T : 36,0°C (axiller)
Mesochepal
Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Simetris, sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regular, bising jantung (-)
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (-/-)
Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri ulu hati (-),
hepar/lien tidak teraba
Pmx. Penunjang
Assesmant
Plan
Dalam batas normal
-
Obs. Melena, Anemia Mikrositik Hipokromik, Transfusi 2 flash
Usul pemerikaan Darah rutin dan EGD
Terapi:
Infus NaCl 0,9% 12 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Injeksi Cefotaksim 2 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Metoclopramid 3 x 1 amp
Injeksi B12 1 x 1 amp
Injeksi Vit K 3 x1 amp
B complek 3 x 1
Tanggal 28 Juni 2013
Subyektif
Keluhan
Obyektif
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Kepala
Mata
mual (+), badan lemas (+), pusing (+)
Tampak lemas dan sakit sedang
Compos mentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,0°C (axiller)
Mesochepal
Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Assesmant
Plan
Simetris, sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regular, bising jantung (-)
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (-/-)
Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri ulu hati (+),
hepar/lien tidak teraba
Dalam batas normal
Infus NaCl 0,9% 12 tpm
Injeksi Cefotaksim 2 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Vit K 3 x1 amp
B complek 3 x 1
Tanggal 29 Juni 2013
Subyektif
Keluhan
Obyektif
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
Bab hitam (-), mual (-), badan lemas (+), pusing (+), nyeri ulu
hati (-)
Tampak lemas
Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,0°C (axiller)
Mesochepal
Konjungtiva pucat ( +/+), sclera ikterik (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Simetris, sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal,
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Assesmant
Plan
BJ I-II regular, bising jantung (-)
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (-/-)
Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri tekan (-),
hepar/lien tidak teraba
Dalam batas normal
Infus NaCl 0,9% 12 tpm
Injeksi Cefotaksim 2 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Vit K 3 x1 amp
B complek 3 x 1
Amlodipin 5 mg 1 x 1
Transfusi PRC
Tanggal 30 Juni 2013
Subyektif
Keluhan
Obyektif
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
Bab hitam (-), mual (-), badan lemas (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-)
Tampak lemas
Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,0°C (axiller)
Mesochepal
Konjungtiva pucat ( +/+), sclera ikterik (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Simetris, sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, konfigurasi jantung dalam batas normal, BJ
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Assesmant
Plan
I-II regular, bising jantung (-)
Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (-/-)
Permukaan datar, BU(+) normal, timpani, nyeri tekan (-), hepar/lien
tidak teraba
Dalam batas normal
Infus NaCl 0,9% 12 tpm
Injeksi Cefotaksim 2 x 1 gram
Injeksi Omeprazol 2 x 1 amp
Injeksi Vit K 3 x1 amp
Tetap
PEMBAHASAN
A. Definisi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Perdarahan salurancerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai
dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai keadaan yang
mengancam hidup. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama
dari usus halus atau colon bagian kanan dapat pula bermanifestasi dalam
bentuk melena. Manifestasi pedarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam
tergantung lama, kecepatan, banyaknya sedikitnya darah yang hilang dan
apakah perdarahan berlangsung secara terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan:
a. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang
berlangsung lama.
b. Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan
atau tanpa gangguan hemodinamik.
B. Etiologi
Perdarahan Saluran Cerna Atas secara umum dibagi menjadi dua yaitu
Perdarahan Saluran Cerna Atas karena rupture varices dan Perdarahan Saluran
Cerna Atas bukan karena varices. Pada Perdarahan Saluran Cerna Atas karena
varices, patofisiologi yang mendasari adalah meningkatnya tekanan vena porta
yang mengakibatkan vena-vena esophagus, lambung melebar dan juga
menyebabkan gastropati. Sedangkan Perdarahan Saluran Cerna Atas yang non
varices, melibatkan perdarahan arteriel seperti ulkus dan rupture mukosa yang
dalam, atau perdarahan vena tekanan rendah seperti pada teleangiectasi dan
angioectasis. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dapat
menentukan kira-kira lokasi Perdarahan Saluran Cerna Atas. Riwayat penyakit
hati kronis/ alkohol bisa memperkirakan perdarahan berasal dari gastropati
hipertensi portal atau pecahnya varices esophagus. Riwayat pemakaian obat
anti inflamasi non steroid / obat-obat anti rematik / penghilang nyeri yang
berkaitan dengan cyclooxygenase-1 yang menurunkan ketahanan mukosa
terhadap asam lambung, bisa menuntun kita ke arah ulkus lambung. Perlu
dipertimbangkan juga kemungkinan infeksi H.Pylori. Ada hubungan yang
kuat antara infeksi H.Pylori dengan ulkus duodeni. Kuman ini merusak
‘mucosal barrier’ dan menyebabkan inflamasi mukosa lambung dan
duodenum serta menyebabkan ulkus dan perdarahan berulang.
Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Atas :
C. Membedakan perdarahan saluran cerna atas atau bawah
Beberapa hal yang perlu diingat:
• Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang
terjadi mungkin disebabkan oleh robekan Mallory –Weiss
• Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa
menyebabkan feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena
aromanya sangat khas, berbau busuk. Melena terjadi bila perdarahan lebih
dari 50-100 cc. Dan lama kontak darah dengan asam lambung moderat.
Untuk memastikan lakukan colok dubur.
• Warna feses yang mengandung darah tergantung waktu transit; waktu
transit yang cepat dari saluran cerna bagian atas, dapat mengakibatkan
warna feses merah darah atau merah anggur/marun. PSCA dengan
manifestasi hematoschizia, bisa terjadi bila perdarahannya cepat, dengan
jumlah > 1000 cc disertai gangguan hemodinamik tidak stabil/ syok
Sebaliknya PSCB dengan waktu transit lambat misalnya pada obstruksi
saluran cerna, ini mengakibatkan feses berwarna hitam.
• Nilai normal BUN : kreatinin adalah 20 pada pasien yang tidak
menderita insufisiensi ginjal; bila ratio tadi > 35 kemungkinan PSCA, bila
< 35 kemungkinan PSCB. Nilai puncak rasio ini 24-48 jam sejak
terjadinya perdarahan.
D. Gejala
Gejala klinis perdarahan saluran cerna ada 3 gejala khas, yaitu :
a) Hematemesis
Muntah darah dan mengidentifikasikan adanya perdarahan saluran
cerna atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”
b) Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran
bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan
saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus
ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya
c) Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran
cerna bahagian atas yang sudah berat.
E. Diagnosis
Anamnesis
Pada penderita dengan perdarahan SCBA, perlu ditanyakan apakah timbul
mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus menerus, ataukah timbulnya
perdarahan berulang kali, sehingga lama kelamaan badan menjadi bertambah
lemah. Apakah perdarahan yang dialami ini untuk pertama kali ataukah
sebelumnya sudah pernah.
Sebelum melena apakah didahului dengan rasa nyeri atau pedih di
epigastrium yang berhubungan dengan makanan untuk memikirkan tukak
peptik yang mengalami perdarahan Penderita makan obat – obatan atau jamu
– jamuan yang menyebabkan rasa nyeri atau pedih di epigastrium kemudian
disusul dengan muntah darah.
Penderita dengan hematemesis yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbulnya spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitaman dan tidak membeku, karena sudah
tercampur dengan asam lambung.kepada penderita ini perlu ditanyakan
apakah pernah menderita hepatitis, alkoholisme atau penyakit hati kronis.
Sebelum timbulnya hematemesis, apakah didahului muntah – muntah yang
hebat, misalnya pada peminum alkohol, pada wanita hamil muda. Hal ini perlu
dipikirkan akan kemungkinannya Sindroma Mallory – Weiss.
Pemeriksaan Fisik
Setiap penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA),
harus dikelola secepatnya dan mengikuti tata cara yang sistematis.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa setiap perdarahan SCBA adalah
merupakan suatu masalah medis yang perlu dianggap rawat darurat, karena
cukup tingginya angka kematian sebagai akibat pengelolaan yang kurang
tepat.
Menentukan beratnya perdarahan yang sudah berlangsung:
• Status hemodinamik stabil/tak stabil :
• Adanya perubahan ortostatik tekanan darah dan frekwensi nadi.
• Ada tidaknya acral yang dingin.
• Kelayakan napas.
• Kesadaran.
• Diuresis.
Tanda-tanda hemodinamik tak stabil muncul bila perdarahan > 20% volume
intravaskuler:
Tekanan darah < 90/ 60 , atau MAP < 70 mmHg (Mean Arterial
Pressure = Diastolic Pressure + 1/3Pulse Pressure Pulse Pressure =
Systolic Pressure - Diastolic Prssure) dengan frekwensi nadi >
100/mnt
Tekanan sistolik ortostatik turun > 20 mmHg; diastolik ortostatik
turun > 10 mmHg
Frekwensi nadi ortostatik meningkat > 15/mnt
Acral dingin
Kesadaran menurun
Oliguria / anuria ( urin < 30 cc/jam)
Melena yang diduga karena pecahnya varises esofagus perlu diperhatikan
gangguan faal hati, yaitu : ada tidaknya ikterus, spider nevi, eritema palmaris,
liver nail, venektasi di sekitar abdomen, asites, splenomegali, udema sakral dan
pretibial, tanda endokrin sekunder pada kaum wanita (gangguan menstruasi, atrofi
payudara) dan pada kaum pria (ginekomasti, atrofi testis). Seorang penderita
dengan kelianan di lambung sebagai penyebab perdarahan, misalnya tukak peptik
atau gastritis hemoragika, akan nyeri tekan di daerah epigastrium. Dan bila teraba
suatu masa epigastrium yang kadang – kadang terasa nyeri tekan, kemungkinan
besar adalah karsinoma di lambung sebagai penyebab perdarahan.
Pemeriksaan penunjang dan Laboratorium
• Pemeriksaan darah perifer lengkap. Hemoglobin diperiksa serial / 4-6 jam.
• Cross match untuk persiapan transfusi
• Masalah berkaitan dengan pembekuan: hitung trombosit, waktu prothrombin,
activated partial thromboplastin time dan international normalised ratio (INR),
kadar fibrinogen. ‘Consumptive coagulopathy’ mungkin terjadi pada PSCA
yang menimbulkan trombositopenia. Trombosit kurang dari 50.000 dengan
perdarahan aktif memerlukan transfusi trombosit dan fresh frozen plasma
untuk mengkoreksi kekurangan faktor-faktor pembekuan. Koagulopati dan
kadar fibrinogen yang rendah petanda penyakit hati lanjut.
Foto thorax posisi tegak untuk menyingkirkan pneumonia aspirasi, efusi
pleura, emfisema subkutis akibat perforasi esofagus (Boerhaave syndrome),
perforasi saluran cerna. Foto dengan kontras Barium tidak dianjurkan, karena
mengganggu endoskopi yang akan dilakukan, disamping bahaya aspirasi
USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis/sirosis
hati, kholesistitis, pankreatitis dengan pseudokista dan perdarahan
aortoenteric fistula.
Angiografi bila perdrahan tetap berlangsung dan endoskopi tak dapat
mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan. Prosedur ini bisa dilanjutkan
untuk menyumbat sumber perdarahan bila tindakan penghentian perdarahan
dengan endoskopi gagal.
Pencitraan dengan radionuklir mungkin diperlukan untuk menentukan daerah
perdarahan aktif yang sukar diidentifikasi dengan moda pemeriksaan yang
ada.
Esofago-gastro-duodenoskopi. Tindakan ini bisa untuk diagnostik, mencari
sumber perdarahan maupun terapi : injeksi sclerosan, ligasi varices, clipping
dan sebagainya.
Double Balloon Enteroscopy (DBE). Pemeriksaan dengan alat ini dapat
mendeteksi 60-70% sumber perdarahan saluran cerna yang tidak terdeteksi
dengan esofagogastro-duodenoskopi maupun colonoskopi
F. Patofisiologi
1. Varices esofagus dan hipertensi portal gastropati.
PSCA karena varises terjadi pada 25-30 % pasien sirosis hati, dengan angka
kematian dari tahun 1971 sampai 1981 di berbagai penelitian di Indonesia 30-
60 %. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-
80% .Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah
dalam vena-vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica
coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic
venous gradient melebihi 12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi
portal tidak selalu disertai dengan varices gastroesofageal yang nyata. Bila
terjadi perdarahan pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak
kronik dan tersamar
2. Ulkus Peptikum / Tukak peptik
Tukak ini dikatakan berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga
dengan aspirin/OAINS. Tukak peptik bisa di lambung, duodenum, esofagus,
dan diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari
kaliber pembuluh darah yang terluka. Forrest membagi aktivitas perdarahan
ulkus peptikum sebagai berikut :
3. Stress Gastritis
Suatu erosi superfisial mukosa akut yang difus dengan menifestasi sebagai
eritema. Perdarahan yang terjadi biasanya ringan dan berhenti sendiri, jarang
menjadi masif. Insidens pasien –pasien ICU yang mengalami perdarahan karena
stress gastritis seperti ini sehingga mengalami renjatan dan memerlukan transfusi
1,5 % 15 . Stress gastritis / ulcera ini terjadi pada cedera kepala yang
menyebabkan tekanan intracranial meningkat ( ulkus Cushing) dan luka bakar
( ulkus Curling), Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara
barier mukosa protektif lokal ( mukus, bikarbonat, aliran darah, sintesis
prostaglandin) dengan faktor agresif (asam lambung , pepsin) akan menyebabkan
erosi mukosa yang difus. Keadaan tersebut misalnya pada: renjatan, trauma
multipel, acute respiratory distress syndrome, sepsis.
Pencegahan
Agar tak terjadi perdarahan pada keadaan-keadaan ini dengan menstabilkan
hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan memberikan HRA
antagonis untuk mengurangi keasaman lambung. Proton Pump Inhibitor diberikan
bila sudah terjadi perdarahan.
4. Esofagitis dan gastropati.
Esofagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung
disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau
obat-obat tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pada
pasien dengan sakit berat misalny dalam pasien dengan ventilator, sepsis/ multi
organs failure (MOF), koagulopati.konsumtif.
Mekanisme OAINS pada lambung
OAINS menghambat siklooksigenase (COX) menghambat pembentukan
prostaglandin dan prostasiklin terjadi perubahan kualitatif mukosa lambung
mempermudah terjadinya degradasi mukosa oleh pepsin mengubah permeabilitas
sawar epitel Difusi balik HCl Kerusakan jaringan (Pemb.darah) Histamin
dikeluarkan Merangsang sekresi HCl + pepsin Permeabilitas thd protein Mukosa
edema sejumlah > protein plasma hilang Mukosa rusak / erosi mukosa Hemorragic
interstisial dari perdarahan Melena.
5. Gastric antral vascular ectasia (GAVE)
Keadaan ini disebut juga sebagai water melon stomach, banyak pada orang tua
yang bisa juga disertai penyakit lain seperti, penyakit ginjal menahun stadium
akhir. Pengobatan dengan argon plasma coagulation (APG) serial bisa
menstabilkan kadar hemoglobin dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
6. Dieulafoy lesion.
Ini adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur sehingga
timbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardia lambung
namun bisa juga terjadi di sepanjang saluran cerna . Sumber perdarahan sukar
terlihat dengan endoskopi bila tidak sedang berdarah karena lesi ini dikelelingi
mukosa yang normal. Pengobatan dengan
endoskopi atau angiografi.
B. Penatalaksanaan
Tindakan umum
1. Resusitasi
2. Lavas lambung
3. Hemostatika
4. Antasida dan simetidin
Tindakan khusus
Medik intensif
1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
2. Sterilisasi dan lavement usus
3. Beta bloker
4. Infus vasopresin
5. Balon tamponade
6. Sklerosis varises endoskopik
7. Koagulasi laser endoskopik
8. Embolisasi varises transhepatik
Tindakan bedah
1. Tindakan bedah darurat
2. Tindakan bedah elektif
Tindakan Umum
RESUSITASI
Infus/Transfusi darah
Penderita dengan perdarahan 500-1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%,
Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan
asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita
dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari
8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfusi
sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar.
Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40-
50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80-100 tetes
atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya
di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak
berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor pembekuan path
sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah belum
tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang
seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat
mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu
diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan
asam sitrat.
Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang banyak sekali penderita menjadi gelisah.
Untuk ini perlu psikoterapi
Istirahat mutlak
Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang – kurangnya selama 3 hari
setelah perdarahan berhenti. Tetapi pada umumnya dilakukan selama lebih kurang
dua minggu
Diit
Dianjurkan berpuasa, sekurang – kurangnya sampai 24 jam setelah
perdarahan berhenti. Selama waktu ini dapat diberikan batu es, selain untuk
menjaga agar mulut jangan kering, dapat juga membantu menghentikan
perdarahan. Setelah 24 – 48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan makanan
cair.
Hemostatika
Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10-40 mg
sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi
kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom
dapat pula diberikan.
ANTASIDA DAN SIMETIDIN
Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin
200 mg tiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi
asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus
peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida
diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3-4 jam 10 cc, demikian juga
simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4-6 jam. Sebagai pengganti
simetidin dapat diberikan :
- sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik,
kemudian per oral.
- pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.
- somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250
ug/jam.
- Pemberian koagulansia perlu dipertimbangkan. Untuk penderita akibat
pecahnya varises esofagus dianjurkan memberi vitamin K. Sebagai akibat
perdarahan akan kehilangan besi, sehingga timbul anemi. Setelah perdarahan
berhenti sebaiknya di berikan preparat besi.
Tindakan khusus
MEDIK INTENSIF
Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es
ditambah 2 ampul Noradrenalin atau Aramine 2-4 mg dalam 50 cc air.
Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap
2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan larutan
trombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung,
sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung
apakah perdarahannya berhenti dan apakah
terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan
endoskop.
Sterilisasi usus dan lavement usus
Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus
perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma
hepatikum/ensefalopati hepatik yang disebabkan antara lain oleh
peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri
usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :
- Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya
Neomisin 4 x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga
pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.
- Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam
bentuk larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau
magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa nasogastrik.
Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12-24
jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatik dapat diberi infus Aminofusin
Hepar 1000-1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam keadaan
prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin
Hepar 1000-1500 cc per hari.
Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol,
oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta
pada penderita sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran
darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta
bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung,
juga pada penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti
bradikardi/AV Blok.
Infus Vasopresin
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem
baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang
selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh
darah arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka
selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum juga ikut
berhenti. Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises
esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung
dengan air es. Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit dilarutkan dalam
100-200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10-20 menit intravena. Efek
samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah
angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada
penderita-penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso
kontriksi dari vasopresin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita
yang mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli
lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu
0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan
berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam
berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih
sedikit efek samping yang ditemukan. Efek vasopresin dalam
menghentikan perdarahan SCBA berkisar antara 35-100%, perdarahan
ulang timbul pada 21-100% dan mortalitas berkisar pada 21-80%.
Balon tamponade
Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas
Tube diperlukan pada penderita-penderita varises esofagus yang perdarahannya
tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin.
Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada penderita
jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus vasopresin.
Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di daerah
kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian menghentikan
perdarahan di esofagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing
untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang
mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia.
Sklerosis varises endoskopik
Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan
penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium
morrhuate melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian
esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat
terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih
banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus
dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran
pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui
saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini
dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi tergantung dari
keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang mengalami
perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini
perdarahan dapat dihentikan pada 80-100%, perdarahan ulang terjadi pada 10-
40% sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat
dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan
beberapa hari kemudian. Varises yang luas umumnya membutuhkan 2-3 x terapi
dengan jangka waktu 7-10 hari. Mortalitas penderita yang diterapi dalam stadium
interval ini lebih rendah 4-14%. Komplikasi metoda ini yang pernah dilaporkan
adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esofagus,
effusi pleura, mediastinitis.
Koagulasi laser endoskopik
Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik
gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat
diterapkan terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik.
Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita).
Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SCBA lainnya seperti
pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi
laser endoskopik.
Embolisasi varises transhepatik
Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai
mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin
tersebut sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan
disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik portal-venografi ini akan
terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya
sebanyak 30-50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan
suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus
umumnya segera berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam
kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan yang
disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites. Komplikasi yang
membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum
tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul
varises esofagus yang baru.
TINDAKAN BEDAH
Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan
masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti pintasan
portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus.
Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan SCBA
yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila tidak
diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita membaik dan
pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah
elektif setelah 6 minggu.
Pengobatan khusus
Pengobatan khusus ini ditujukan pada penyebab perdarahan yang dapat
dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus, dan
bukan oleh varises, sebagai berikut :
Pengobatan terhadap pecahnya varises esophagus
Bila telah diketahui dengan pasti sebagai penyebab perdarahan SCBA
adalah pecahnya varises esofagus, maka pengobatannya adalah :
Vasopressin
Langkah pertama dianjurkan untuk memberikan vasopresin / pitressin
dengan dosis rendah secara terus menerus. Caranya : selama 24 jam
diberikan 0,2 unit/cc/menit vasopressin / pitressin dimasukkan dalam cairan
dekstrose 5% selama 16 jam. Bila perdarahan masih tetap ada, infus
vasopressin diteruskan selama 8 jam lagi dengan dosis yang sama. Tetapi
bila perdarahan berkurang/ berhenti, infus vasopresin diteruskan untuk 8
jam lagi dengan dosis 0,1 unit/cc/menit. Dasar penggunaan vasopressin /
pitressin ialah, obat ini mempunyai efek kontraksi otot polos seluruh sistem
vaskuler, sehingga terjadi penurunan aliran darah splanknik dan koroner.
Oleh karena itu harus berhati – hati pemberiannya pada usia lanjut, dan
seyogyanya diperiksa EKG sebelumnya. Berdasar pengalaman beberapa
peneliti, membuktikan bahwa pemberian vasopressin intravena dalam dosis
rendah terus menerus ( continous low dose peripheral vein petressin ),
menunjukkan hasil efektif pada penderita varises esofagus yang mengalami
perdarahan, tanpa timbul efek samping. Hal ini terjadi karena efek splanknik
relatif akan meninggi sedangkan efek sistemik akan lebih rendah. Jelas
bahwa pengobatan cara ini merupakan obat terpilih dan dianjurkan.
Somatostatin
Belakangan ini sering disebut somatostatin untuk membantuk menghentikan
perdarahan varises esofagus, karena obat ini dapat menurunkan aliran darah
splanknik, dan penurunan tekanan portal, tanpa efek samping yang berarti.
Hormon ini tersebar di seluruh tubuh dalam konsentrasi tinggi terutama
pada susunan saraf pusat, saluran makan dan pankreas, selain menghambat
pelepasan hormon-hormon saluran makanan, bahan ini juga mempunyai
efek hambatan terhadap sekresi lambung dan pankreas. Somatostatin suatu
peptida asam amino, mempunyai efek menurunkan aliran darah splanknik
dan tekanan portal, serta menghambat sekresi lambung, tanpa
mempengaruhi tekanan darah arteri, mempunyai waktu paruh yang pendek
(1-2 menit) dan tidak stabil dalam larutan.
Octreotide
Octreotide suatu obat sintetik octapeptide analog dari hormon alamiah
somatostatin, mempunyai waktu paruh yang lebih lama 45 – 60 menit di
dalam plasma, dan stabil di dalam larutan. Efek hemodinamiknya sama
dengan somatostatin yang murni, yaitu menurunkan aliran darah splanknik
dan tekanan portal, tanpa efek samping yang berarti. Obat ini mempunyai
potensi 70 kali lebih kuat dibanding somatostatin, dengan efek samping
rendah. Oleh karena itu obat octreotide dianjurkan dimanfaatkan untuk
membantu menghentikan perdarahan varises esofagus. Dapat digunakan
untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises. Dosis bolus
100 mg/iv dilanjutkan perinfus 25 mg/jam selama 8 – 24 jam atau sampai
perdarahan berhenti.
Obat antisekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus
omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.
Pada perdarahan SCBA, antasida, sukralfat dan antagonis reseptor H2 dapat
diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.
Pengobatan pada perdarahan SCBA yang Non varises
Dari hasil penelitian, perdarahan SMBA non varises, yang terbanyak ialah
gastritis erosiva hemoragika (26,7%), tukak peptik (7,6%) dan sisanya
disebabkan sindroma Mallory Weiss, kanker esofagus, kanker lambung.
Pada umumnya pengobatan dari kelompok ini hampir sama. Khusus untuk
penderita dengan tukak peptik diberikan obat golongan cimetidin (tagamet,
ulsikur, ulcume ), parenteral tiap 8 jam 200 mg intravena selama 3 hari ( 72
jam ) atau obat ranitidin ( zantac, rantin, zanitidin ) rarenteral 50 mg tiap 8
jam selama 3 hari. Bila perdarahan berhenti diberikan peroral 4x200 mg
atau dengan dosis 2x400mg. Pemberian obat ranitidin parenteral dilanjutkan
peroral dengan dosis 2x150mg atau 1x300mg tiap malam. Bila ternyata
setelah 72 jam pemberian parenteral tetap timbul perdarahan , maka harus
dilakukan tindakan pembedahan. Obat lain yang mempunyai khasiat sama
ialah diberikan somatostatin. Caranya: kepada penderita disuntikkan 250ug
somatostatin intravena, dan selanjutnya selama 72 jam diberikan
somatostatin 250ug yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9%/jam. Sebagai
pengganti obat tersebut di atas, dapat diberikan sucralfat 8 gr/ hari selama
seminggu, yang ternyata khasiatnya tidak berbeda bermakna dengan
cimetidin 1800mg/hari. Caranya : sucralfat diberikan 2 gr/6jam melalui
sonde hidung selama 48 jam, kemudian dilanjutkan 2 gr peroral satu jam
sebelum makan dan sebelum tidur. Antasida dapat diberikan bila perdarahan
sudah berhenti. Selain obat-obatan tersebut di atas, untuk mengurangi rasa
sakit / pedih dapat diberikan obat golongan anti kholinergik. Bila tata cara
tersebut diatas setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak berhasil, dan
perdarahan masih tetap berlangsung, maka ini merupakan indikasi untuk
dilakukan pembedahan. Indikasi pembedahan lainnya ialah perdarahan yang
timbul merupakan perdarahan arteri.
Lampiran 1
Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI Perdarahan saluran makanan bagian atas
tanpa fasilitas endoskopi
Lampiran 2
Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI Perdarahan saluran makanan bagian atas
dengan fasilitas endoskopi
DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, 2010, P.Pengelolaan, perdarahan saluran cerna bagian atas, dalam Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et al. FKUI
2. Mansjoer Arief. M, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 : 492 .
Jakarta : media ausculapius FKUI .
3. Hirlan, 2011, Semarang Gastroenterohepatologi Update 2011, Semarang
2011
4. Hirlan, 2006, Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S. (ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.