29
BAB I PENDAHULUAN Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin, dan lain-lain. Jika dilihat dari struktur faring yang terletak berdekatan dengan tonsil, maka faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Oleh karena itu pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis, dimana infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorokan (1) . Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%) (Suwendo, 2001). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5- 14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan) (2,3) . Memperhatikan angka insidensi yang tinggi dari penyakit ini dan tentunya dampak yang ditimbulkan akan dapat mempengaruhi kualitas hidup, maka pengetahuan yang memadai 1

LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

BAB I

PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus

(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin, dan lain-lain. Jika dilihat dari struktur

faring yang terletak berdekatan dengan tonsil, maka faringitis dan tonsilitis sering ditemukan

bersamaan. Oleh karena itu pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis,

nasofaringitis, dan tonsilofaringitis, dimana infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai

dengan keluhan nyeri tenggorokan (1) .

Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit

tenggorok berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia)

pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis

Akut (3,8%) (Suwendo, 2001). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada

periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau

6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun

yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-

laki, 13,7 persen pada perempuan) (2,3) .

Memperhatikan angka insidensi yang tinggi dari penyakit ini dan tentunya dampak

yang ditimbulkan akan dapat mempengaruhi kualitas hidup, maka pengetahuan yang

memadai mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang

tepat dan rasional.

1

Page 2: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel

permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di

dalamnya. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai

10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa

tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar

tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali

makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil

dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau

obstruksi hidung walau jarang ditemukan (2) .

Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering

menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara

mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu (2) :

1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa.

2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus

dan arcus glossopharingicus.

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba

auditiva.

Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk

cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini

dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap

infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi

fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun,

2

Page 3: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan adenoid (tonsil

faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Gambar 1. Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring

posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s) (4).

Tonsila Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak

pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa

dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak

berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20

kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.

Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla

palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis(4).

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1.      Anterior : arcus palatoglossus

2.      Posterior : arcus palatopharyngeus

3.      Superior : palatum mole

4.      Inferior : 1/3 posterior lidah

5.      Medial : ruang orofaring

6.      Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior(4).

3

Page 4: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Gambar 2. Anatomi normal Tonsil Palatina

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.

Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda

atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar

toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus (4).

Vaskularisasi dan Aliran Getah Bening

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.

maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,

a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan

cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di

bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole.

Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju

tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.

konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke

tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior

atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan

membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil membentuk

pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring (2,5).

4

Page 5: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Gambar 3. Vaskularisasi Tonsil

Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil

ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudian

membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor

Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya menuju

kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang

dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus

daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus (5) .

Gambar 4. Aliran Limfe Tonsil

5

Page 6: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Innervasi

Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan pada n. IX

menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil (5) .

Gambar 5 : Inervasi

Imunologi tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 % dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah

50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun kompleks

yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite dan APCs (antigen presenting

cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa IgG (6).

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1.)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2.) sebagai organ utama produksi

antibody dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Tonsil palatina utamanya sebagai organ imun yang memerankan peranan penting

dalam pertahanan terhadap infeksi saluran nafas atas. Dengan analogi dibandingkan dengan

jaringan limfoepitelial di saluran bronchial dan intestinal, jaringan limfatik di cincin tonsilar

juga dinamakan mucosa-associated lymphatic tissue (MALT) dari saluran nafas atas. Jaringan

ini memiliki kemampuan reaksi imun spesifik dalam hal merespon berbagai antigen.

6

Page 7: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Aktivitas organ limfatik ini meningkat terutama masa kanak-kanak, ketika aktivitas

imunologis dari lingkungan menginduksi tonsil palatina hiperplasi. Jaringan tonsilar limfatik

menjadi kurang penting setelah masa inisiasi imun (fase aktif) yang berlangsung antara umur

8-10 tahun dan terjadi penurunan densitas limfosit pada semua daerah tonsil (5,6).

2. TONSILITIS KRONIS

a) Definisi

Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila

palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis

akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat

menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-

gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan(7).

b) Etiologi

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang

mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase

resolusi tidak sempurna. Pada pendería tonsilitis kronis jenis kuman yang sering adalah

Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,

Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes. Penelitian

Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman

patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup

A, E.coli dan Klebsiela(4,7).

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok didapatkan

bakteri gram positif sebagai penyebab tersering tonsilofaringitis kronis yaitu Streptokokus

alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A,

Stafilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas

aeruginosa, Klebsiella dan E. coli (7).

c) Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu rangsangan

kronis (rokok, makanan), higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara dingin, lembab,

suhu yang berubah- ubah), alergi (iritasi kronis dari allergen), keadaan umum (kurang gizi,

kelelahan fisik), pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat(1).

7

Page 8: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

d) Patogenesis

Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat

membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah

fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu

saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum

tubuh menurun(4).

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan

limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan

parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini

tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan

akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak

proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. Tonsilitis Kronis terjadi

akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor

yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi

atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis

kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil(1,4).

e) Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang

berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi),

nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa

kering dan pernafasan berbau(1).

f) Pemeriksaan Fisik

1. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil,

2. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material

menyerupai keju,

3. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring,

merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil,

8

Page 9: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Gambar 6. Tonsilitis

Tanda klinis pada tonsilitis kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar,

pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda

klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar

limfe submandibula. Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak

nyaman di tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi

mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya hiperemi pada plika

anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris dan pembesaran kelenjar limfe

jugulodigastrik maka diagnosa tonsilitis kronis dapat ditegakkan(4).

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala lokal,

yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan,

2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri

otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis

kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan

kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan

kelenjar limfe regional (8).

Lebih lanjut untuk membandingkan perbedaan antara tonsilitis akut, tonsilitis kronis

dan tonsilitis kronis dengan eksaserbasi akut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis Tonsilitis Kronis

9

Page 10: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Eksaserbasi akut

Hiperemis dan edema Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi

tidak hiperemis

Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar

Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)

Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)

Antibiotika, analgetika,

obat kumur

Sembuhkan radangnya, Jika perlu

lakukan tonsilektomi 2 – 6 minggu

setelah peradangan tenang

Bila mengganggu lakukan

tonsilektomi

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka

gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0  : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4  : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring(4).

g) Pemeriksaan penunjang

- Mikrobiologi

Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman

patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme

patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang

inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan

penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita tonsilitis kronis yang dilakukan tonsilektomi,

didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk

menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis kronis tidak dapat

dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta

hemolitikus diukuti Staflokokus aureus (4).

10

Page 11: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

h) Penatalaksanaan

1. Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada

penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin

( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam

klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).

2. Terapi dengan tonsilektomi terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan

serta kecurigaan neoplasma(4).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan,

serta kecenderungan neoplasma. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck

Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi

adalah sebagai berikut :

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan

terapi yang adekuat,

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial,

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,

sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonale,

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengan pengobatan,

5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan,

6. Tonsiliitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococus β

hemolitikus,

7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan,

8. Otitis media efusi / otitis media supuratif (1).

a) Indikasi relatif :

1. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

2. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak

responsif terhadap terapi media

3. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten

terhadap antibiotik betalaktamase

4. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

11

Page 12: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

b) Kontra indikasi :

1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai

pengalaman khusus terhadap bayi

3. Infeksi saluran nafas atas yang berulang

4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

5. Celah pada palatum

Komplikasi

Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik (2) .

a. Komplikasi Lokal

Peritonsilitis

Abses pertonsiler (Quinsy)

Abses Parafaringeal

Kista tonsil

Tonsilolith

b. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik

Glomerulonefritisarthritis

Nefritis

Iridosiklitis

Dermatitis

Pruritus

Urtikaria

Furunkulosis

12

Page 13: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. “E”

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Bima

Pekerjaan : -

Tanggal Pemeriksaan : 29 Mei 2012

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Pasien mengeluh nyeri saat menelan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan nyeri menelan yang

dirasakan sejak 2-3 hari yang lalu. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu

dan sering kambuh-kambuhan. Beberapa hari sebelumnya pasien menderita pilek (+) dan

demam (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri tenggorokan. Mengeluhan gangguan makan

minum dan suara terasa serak. Pasien sering meminum air dingin, ataupun makanan

pedas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan ataupun nyeri pada telinga.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengaku pernah mengalami keluhan sebelumnya sekitar 2 tahun lalu dan sering

kambuh terutama jika makan pedas atau meminum air dingin.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan sakit yang sama

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

13

Page 14: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu axilla : 36,7 C⁰

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No

.

Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), fistel (-),

edema (-)

Nyeri tekan (-), fistel (-),

edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-)

Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-), sekret (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

perforasi (-), cone of light

(+)

Retraksi (-), bulging (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

14

Page 15: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat

Bentuk (normal), mukosa

pucat

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-), sekret pada

meatus nasi media (-)

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-), sekret pada

meatus nasi media (-)

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Edema (-), mukosa

hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Deviasi (-), benda asing(-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

15

T3, Hiperemi (+)

Kripte melebar (+)

Destritus di tonsil sinistra

T3, Hiperemi (+)

Kripte melebar (+)

Page 16: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

lender (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T3 T3

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (+), permukaan

tidak rata

hiperemi (+),permukaan tidak

rata

DIAGNOSIS

Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan laboratorium: swab tonsil

16

Page 17: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

RENCANA TERAPI

Medikamentosa

Antibiotik : Amoxicillin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari

Analgesik : Asam mefenamat 500 mg 3 kali sehari selama masih nyeri

Obat Kumur : Betadine obat kumur 4 kali sehari

Tonsilektomi

KIE pasien

Pasien dianjurkan untuk dilakukan pengambilan tonsil (tonsilektomi) karena

kekambuhan yang sering terjadi dan tidak membaik dengan pemberian obat-obatan.

Pasien dianjurkan untuk memakan makanan yang lunak selama kurang lebih 1

minggu. Menghindari makanan pedas, berminyak dan minuman dingin.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

17

Page 18: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita

tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Berdasarkan anamnesis, nyeri menelan yang dirasakan

sejak 2-3 hari yang lalu. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dan sering

kambuh-kambuhan. Beberapa hari sebelumnya pasien menderita pilek (+) dan demam (+).

Pasien juga mengeluhkan nyeri tenggorokan. Mengeluhan gangguan makan minum dan suara

terasa serak. Pasien sering meminum air dingin, ataupun makanan pedas. Pasien tidak

mengeluhkan gangguan ataupun nyeri pada telinga.

Keluhan sakit pada tenggorokan dan nyeri menelan mengindikasikan adanya suatu

proses inflamasi didaerah tenggorokan, yang mana dapat saja disebabkan oleh tonsil atapun

faring yang mengalami infeksi. Keluhan demam, batuk, pilek dan pusing merupakan gejala

penyerta yang sering muncul jika terjadi infeksi akut pada daerah tonsil atapun faring. Dari

hasil pemeriksana fisik ditemukan tonsil yang membesar dan hiperemis.

Prinsip pengobatan pada pasien ini adalah istirahat yang cukup, eradikasi kuman

penyebab infeksi serta mengurangi gejala simtomatik yang dikeluhkan oleh pasien. Untuk

mengeradikasi bakteri penyebab diberikan antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin 500

mg. Antibiotik amoxicillin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari. Pasien juga diberikan

analgesi asam mefenamat 500 mg 3 kali sehari sampai nyeri berkurang atau tidak ada sama

sekali. Untuk menjaga higienitas mulut pasien juga diberikan obat kumur yang mengandung

antiseptik. Pasien juga dianjurkan untuk istirahat dahulu dan jangan minum es serta makan-

makanan yang berminyak.

18

Page 19: LAPORAN KASUS 2 - Tondilitis Eksaserbasi Akut - Asrarudin

19