24
Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Bessel, dan Kesamaan Parseval di Ruang n-Hasilkali Dalam Baku Hendra Gunawan Departemen Matematika, ITB, Bandung 40132 [email protected] 1

Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, ketaksamaan Bessel, dan

Embed Size (px)

Citation preview

Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Bessel, dan

Kesamaan Parseval di Ruang n-Hasilkali Dalam Baku

Hendra Gunawan

Departemen Matematika, ITB, Bandung 40132

[email protected]

1

Abstrak

Beberapa hasil penelitian terkini tentang ruang n-hasilkali

dalam, di antaranya adalah generalisasi dari ketaksamaan Cauchy-

Schwarz, ketaksamaan Bessel, dan kesamaan Parseval di ruang

n-hasilkali dalam baku, akan disajikan.

2

Pendahuluan

Untuk kemudahan, kita hanya akan bekerja dengan ruanghasilkali dalam real, walaupun sesungguhnya fakta-fakta yangdikemukakan di sini berlaku di ruang hasilkali dalam kompleks.

Misalkan H ruang vektor real yang dilengkapi dengan hasilkalidalam 〈·, ·〉 : H × H → R, yang memenuhi

(1) 〈x, x〉 ≥ 0 ∀x ∈ H; 〈x, x〉 = 0 j.h.j. x = 0,

(2) 〈x, y〉 = 〈y, x〉 ∀x, y ∈ H,

(3) 〈αx, y〉 = α〈x, y〉 ∀x, y ∈ H, ∀α ∈ R, dan

(4) 〈x + y, z〉 = 〈x, z〉+ 〈y, z〉 ∀x, y, z ∈ H.

Dalam perkataan lain, (H, 〈·, ·〉) merupakan ruang hasilkali dalam.

3

Pada (H, 〈·, ·〉), berlaku ketaksamaan Cauchy-Schwarz:

〈x, y〉2 ≤ 〈x, x〉〈y, y〉.

Selanjutnya, kita dapat mendefinisikan norm ‖·‖ : H → R dengan

‖x‖ := 〈x, x〉1/2.

Periksa bahwa ‖ · ‖ memenuhi

(5) ‖x‖ ≥ 0 ∀x ∈ H; ‖x‖ = 0 j.h.j. x = 0,

(6) ‖αx‖ = |α| ‖x‖ ∀x ∈ H, ∀α ∈ R, dan

(7) ‖x + y‖ ≤ ‖x‖+ ‖y‖ ∀x, y ∈ H.

Ketaksamaan pada (7) dikenal sebagai ketaksamaan segitiga.

4

Pada (H, 〈·, ·〉), berlaku hukum Pythagoras:

‖x + y‖2 = ‖x‖2 + ‖y‖2

asalkan 〈x, y〉 = 0, dan kesamaan polarisasi:

‖x + y‖2 − ‖x− y‖2 = 4〈x, y〉,

serta hukum jajarangenjang:

‖x + y‖2 + ‖x− y‖2 = 2‖x‖2 + 2‖y‖2.

Kesamaan terakhir merupakan ciri sebuah norm yang diperoleh

dari hasilkali dalam.

5

Misalkan I suatu himpunan indeks (biasanya merupakan him-

punan terhitung).

Himpunan {ei : i ∈ I}, dengan ei 6= 0 ∀ i ∈ I, dikatakan ortogonal

apabila 〈ei, ej〉 = 0 untuk setiap i 6= j.

Himpunan ortogonal {ei : i ∈ I} dikatakan ortonormal apabila

‖ei‖ = 1 ∀ i ∈ I.

Himpunan ortonormal {ei : i ∈ I} dikatakan lengkap apabila x =∑i∈I〈x, ei〉ei untuk setiap x ∈ H.

6

Jika {ei : i ∈ I} merupakan himpunan ortonormal di H, maka

untuk setiap x ∈ H berlaku ketaksamaan Bessel:∑i∈I

〈x, ei〉2 ≤ ‖x‖2.

Jika himpunan ortonormal {ei : i ∈ I} lengkap, maka untuk setiap

x ∈ H berlaku kesamaan Parseval:∑i∈I

〈x, ei〉2 = ‖x‖2.

Sebaliknya juga benar: jika kesamaan Parseval berlaku, maka

{ei : i ∈ I} lengkap.

7

Ruang n-hasilkali dalam

Misalkan H ruang vektor real berdimensi d ≥ n (n ≥ 2). Se-

barang fungsi bernilai real 〈·, ·|·, . . . , ·〉 pada Hn+1 yang memenuhi

kelima sifat berikut:

H1. 〈x1, x1|x2, . . . , xn〉 ≥ 0; 〈x1, x1|x2, . . . , xn〉 = 0 jhj x1, x2, . . . , xn

bergantung linear;

H2. 〈x1, x1|x2, . . . , xn〉 = 〈xi1, xi1|xi2, . . . , xin〉 untuk tiap permutasi

(i1, . . . , in) dari (1, . . . , n);

H3. 〈x0, x1|x2, . . . , xn〉 = 〈x1, x0|x2, . . . , xn〉;

H4. 〈αx0, x1|x2, . . . , xn〉 = α〈x0, x1|x2, . . . , xn〉, α ∈ R;

8

H5. 〈x0+x′0, x1|x2, . . . , xn〉 = 〈x0, x1|x2, . . . , xn〉+ 〈x′0, x1|x2, . . . , xn〉,

disebut n-hasilkali dalam pada H, dan pasangan (H, 〈·, ·|·, . . . , ·〉)disebut ruang n-hasilkali dalam.

Pada ruang n-hasilkali dalam (H, 〈·, ·|·, . . . , ·〉), berlaku ketaksamaan

Cauchy-Schwarz

〈x0, x1|x2, . . . , xn〉2 ≤ 〈x0, x0|x2, . . . , xn〉〈x1, x1|x2, . . . , xn〉,

dengan kesamaan dipenuhi j.h.j. x0, x1, x2, . . . , xn bergantung

linear (lihat [G1]).

8

Selanjutnya, fungsi ‖·, . . . , ·‖ yang didefinisikan pada Hn oleh

‖x1, x2, . . . , xn‖ := 〈x1, x1|x2, . . . , xn〉1/2

merupakan suatu n-norm pada H, yang memenuhi keempat sifat

berikut:

N1. ‖x1, . . . , xn‖ ≥ 0; ‖x1, . . . , xn‖ = 0 jhj x1, . . . , xn bergantung

linear;

N2. ‖x1, . . . , xn‖ invarian terhadap permutasi;

N3. ‖αx1, x2, . . . , xn‖ = |α| ‖x1, x2, . . . , xn‖, α ∈ R;

N4. ‖x0 + x1, x2, . . . , xn‖ ≤ ‖x0, x2, . . . , xn‖+ ‖x1, x2, . . . , xn‖.

9

Contoh. Jika (H, 〈·, ·〉) merupakan ruang hasilkali dalam, makaH dapat pula dilengkapi dengan n-hasilkali dalam baku

〈x0, x1|x2, . . . , xn〉 :=

∣∣∣∣∣∣∣∣∣〈x0, x1〉 〈x0, x2〉 . . . 〈x0, xn〉〈x2, x1〉 〈x2, x2〉 . . . 〈x2, xn〉

... ... . . . ...〈xn, x1〉 〈xn, x2〉 . . . 〈xn, xn〉

∣∣∣∣∣∣∣∣∣dan n-norm baku

‖x1, x2, . . . , xn‖ := 〈x1, x1|x2, . . . , xn〉1/2.

Perhatikan bahwa

‖x1, . . . , xn‖2 = G(x1, . . . , xn),

yang merupakan determinan Gram (lihat [FRG] and [MPF]).

Secara geometris, ‖x1, . . . , xn‖ menyatakan volume paralelpipedi-um berdimensi n yang direntang oleh x1, . . . , xn.

10

Catatan. Konsep ruang n-norm dikembangkan lebih dahulu oleh

Gahler pada tahun 1960-an sebagai generalisasi dari konsep pan-

jang, luas dan volume di ruang vektor real (lihat [Ga1], [Ga2]

and [Ga3]).

Konsep ruang n-hasilkali dalam dikembangkan belakangan oleh

Diminnie, Gahler dan White [DGW1] dan [DGW2] (untuk n = 2)

pada tahun 1970-an, serta Misiak [M1] (untuk n ≥ 2) pada akhir

tahun 1980-an.

11

Seperti halnya ruang hasilkali dalam, ruang n-hasilkali dalam

(H, 〈·, ·|·, . . . , ·〉) mempunyai sejumlah sifat yang bagus.

Selain ketaksamaan Cauchy-Schwarz, kita juga mempunyai ke-

samaan polarisasi:

‖x0+x1, x2, . . . , xn‖2−‖x0−x1, x2, . . . , xn‖2 = 4〈x0, x1|x2, . . . , xn〉,

dan hukum jajarangenjang:

‖x0 + x1, x2, . . . , xn‖2 + ‖x0 − x1, x2, . . . , xn‖2 =

2(‖x0, x2, . . . , xn‖2 + ‖x1, x2, . . . , xn‖2),

yang merupakan ciri sebuah n-norm yang diperoleh dari n-hasilkali

dalam.

12

Kemudian, dari kesamaan polarisasi dan sifat (H2), kita peroleh

〈x0, x1|x2, . . . , xn〉 = 〈x0, x1|xi2, . . . , xin〉

untuk tiap permutasi (i2, . . . , in) dari (2, . . . , n).

Selanjutnya, jika x0 atau x1 merupakan kombinasi linear dari

x2, . . . , xn, maka

〈x0, x1|x2, . . . , xn〉 = 0,

dan dalam hal ini kita peroleh

‖x0 + x1, x2, . . . , xn‖2 = ‖x0, x2, . . . , xn‖2 + ‖x1, x2, . . . , xn‖2.

13

Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa pada ruang hasilkali

dalam (H, 〈·, ·〉), kita dapat mendefinisikan n-hasilkali dalam baku.

Sebaliknya, pada ruang n-hasilkali dalam (H, 〈·, ·|·, . . . , ·〉), kita

juga dapat mendefinisikan suatu hasilkali dalam.

Persisnya, ambil sebarang himpunan bebas linear {a1, . . . , an} di

H. Lalu, untuk setiap x, y ∈ H, definisikan

〈x, y〉 :=∑

{i2,...,in}⊆{1,...,n}〈x, y|ai2, . . . , ain〉.

Maka 〈·, ·〉 merupakan hasilkali dalam pada H. Pengamatan lebih

lanjut tentang hal ini dapat dilihat di [G2] dan [G3].

14

Catatan. Walaupun ruang n-hasilkali dalam ternyata merupakan

ruang hasilkali dalam, generalisasi dari ketaksamaan Cauchy-

Schwarz, ketaksamaan Bessel, dan kesamaan Parseval di ruang

n-hasilkali dalam baku, yang berupa ketaksamaan/kesamaan de-

terminantal, cukup menarik untuk dibahas. Di samping mem-

berikan kemudahan dalam penyajian, konsep n-hasilkali dalam

ternyata membuka jalan bagi penemuan baru.

15

Ketaksamaan dan kesamaan

di ruang n-hasilkali dalam baku

Misalkan (H, 〈·, ·〉) ruang hasilkali dalam yang juga dilengkapi

dengan n-hasilkali dalam baku 〈·, ·|·, . . . , ·〉. Maka kita mempunyai

teorema berikut tentang ketaksamaan Cauchy-Schwarz di H:

Teorema 1. Ketaksamaan Cauchy-Schwarz

〈x0, x1|x2, . . . , xn〉2 ≤ ‖x0, x2, . . . , xn‖2‖x1, x2, . . . , xn‖2

ekivalen dengan ketaksamaan determinantal∣∣∣∣∣∣∣∣∣〈x0, x0〉 〈x0, x1〉 . . . 〈x0, xn〉〈x1, x0〉 〈x1, x1〉 . . . 〈x1, xn〉

... ... . . . ...〈xn, x0〉 〈xn, x1〉 . . . 〈xn, xn〉

∣∣∣∣∣∣∣∣∣ ≥ 0.

16

Catatan. Kebenaran masing-masing ketaksamaan dalam Teo-

rema 1 merupakan hal yang trivial. Untuk n = 1 atau 2, eki-

valensi di antara kedua ketaksamaan tersebut mudah dilihat.

Teorema 1 merupakan konsekuensi dari fakta berikut:

Fakta. Setiap matriks A1 = [aij] berukuran N ×N (N ≥ 3), de-

ngan determinan submatriks Am = [aij]i,j=m,...,N (m = 3, . . . , N)

bernilai tak nol, mestilah memenuhi

|A1||A3| = |A11||A22| − |A12||A21|

dimana Aij adalah matriks (N − 1)× (N − 1) yang diperoleh dari

A1 dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j. (Khususnya,

jika A1 simetris, maka |A1||A3| = |A11||A22| − |A12|2.)

17

Teorema 2. Jika {ek} merupakan himpunan ortonormal di H,

maka untuk setiap x1, . . . , xn ∈ H berlaku ketaksamaan Bessel:

∑k

∣∣∣∣∣∣∣∣∣〈ek, x1〉 〈ek, x2〉 . . . 〈ek, xn〉〈x2, x1〉 〈x2, x2〉 . . . 〈x2, xn〉

... ... . . . ...〈xn, x1〉 〈xn, x2〉 . . . 〈xn, xn〉

∣∣∣∣∣∣∣∣∣2

∣∣∣∣∣∣∣〈x1, x1〉 . . . 〈x1, xn〉

... . . . ...〈xn, x1〉 . . . 〈xn, xn〉

∣∣∣∣∣∣∣ ·∣∣∣∣∣∣∣〈x2, x2〉 . . . 〈x2, xn〉

... . . . ...〈xn, x2〉 . . . 〈xn, xn〉

∣∣∣∣∣∣∣ . (1)

Jika, sebagai tambahan, {ek} lengkap, maka kesamaan berlaku.

18

Catatan. Untuk n = 1, ruas kanan disepakati terdiri dari suku

pertama saja: ketaksamaan di atas tak lain merupakan ketak-

samaan Bessel di ruang hasilkali dalam, sementara kesamaannya

dikenal sebagai kesamaan Parseval.

Dengan menggunakan notasi n-hasilkali dalam baku, ketaksamaan

(1) dapat dituliskan sebagai∑k

〈ek, x1|x2, . . . , xn〉2 ≤ ‖x1, x2, . . . , xn‖2‖x2, . . . , xn‖2n−1,

dengan ‖·, . . . , ·‖n−1 menyatakan (n− 1)-norm baku pada H.

Seperti halnya Teorema 1, Teorema 2 dapat dibuktikan pula

dengan menggunakan fakta tadi. Sketsa buktinya adalah sebagai

berikut.

19

Sketsa Bukti Teorema 2 (untuk n ≥ 2). Pertama catat jika

x1, x2, . . . , xn bergantung linear, maka kedua ruas (1) bernilai 0

dan karenanya tak ada yang harus dibuktikan. Jadi, untuk selan-

jutnya asumsikan bahwa x1, x2, . . . , xn bebas linear. Untuk setiap

k, tinjau (n + 1)× (n + 1) matriks simetris berikut〈ek, ek〉 〈ek, x1〉 . . . 〈ek, xn〉〈x1, ek〉 〈x1, x1〉 . . . 〈x1, xn〉

... ... . . . ...〈xn, ek〉 〈xn, x1〉 . . . 〈xn, xn〉

.

Maka, dengan menggunakan fakta tentang determinan matriks,

kita mempunyai

〈ek, x1|x2, . . . , xn〉2 = ‖ek, x2, . . . , xn‖2‖x1, x2, . . . , xn‖2−

‖ek, x1, x2, . . . , xn‖2n+1‖x2, . . . , xn‖2n−1.

20

Sekarang bagi kedua ruas dengan ‖x1, x2, . . . , xn‖2‖x2, . . . , xn‖2n−1untuk memperoleh

〈ek, x1|x2, . . . , xn〉2

‖x1, x2, . . . , xn‖2‖x2, . . . , xn‖2n−1

=

‖ek, x2, . . . , xn‖2

‖x2, . . . , xn‖2n−1

−‖ek, x1, x2, . . . , xn‖2n+1

‖x1, x2, . . . , xn‖2.

Selanjutnya kita tinggal menunjukkan bahwa, dengan mengge-

rakkan nilai k, jumlah dari suku-suku di ruas kanan lebih ke-

cil daripada 1 (atau, dalam kasus di mana {ek} lengkap, sama

dengan 1). Semua ini dapat dilakukan dengan bantuan intuisi

geometris dari n-norm baku, proyeksi ortogonal, proses Gram-

Schmidt, dan hukum Pythagoras, serta ketaksamaan Bessel (dan

kesamaan Parseval) di ruang hasilkali dalam (lihat [G4]).

21

Rujukan

[DGW1] C. Diminnie, S. Gahler and A. White, “2-inner productspaces”, Demonstratio Math. 6 (1973), 525-536.

[DGW2] C. Diminnie, S. Gahler and A. White, “2-inner productspaces. II”, Demonstratio Math. 10 (1977), 169-188.

[Ga1] S. Gahler, “Lineare 2-normietre Raume”, Math. Nachr.28 (1965), 1-43.

[Ga2] S. Gahler, “Untersuchungen uber verallgemeinerte m-met-rische Raume. I”, Math. Nachr. 40 (1969), 165-189.

[Ga3] S. Gahler, “Untersuchungen uber verallgemeinerte m-met-rische Raume. II”, Math. Nachr. 40 (1969), 229-264.

22

[FRG] F.R. Gantmacher, The Theory of Matrices, Vol. I, ChelseaPubl. Co., New York (1960), 247–256.

[G1] H. Gunawan, “On n-inner products, n-norms, and the Cau-chy-Schwarz inequality”, Sci. Math. Japon. 55 (2002), 53–60.

[G2] H. Gunawan, “On n-inner product spaces”, preprint.

[G3] H. Gunawan, “An inner product that makes a set of vectorsorthonormal, Austral. math. Soc. Gaz. 28 (2001), 194-197.

[G4] H. Gunawan, “A generalization of Bessel’s inequality andParseval’s identity”, akan terbit di Per. Math. Hungar.

[M1] A. Misiak, “n-inner product spaces”, Math. Nachr. 140(1989), 299-319.

[MPF] D.S. Mitrinovic, J.E. Pecaric and A.M. Fink, Classicaland New Inequalities in Analysis, Kluwer Academic Publishers,Dordrecht (1993), 595–603.

22