Upload
phambao
View
256
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA
Nomor : SK- 04 /P3E.Papua-TU/01/2016
TENTANG
RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TAHUN 2015-2019
Menimbang : a. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Sekretaris JenderalKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8/Setjen-Rocan/2015 tentang Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan Keputusan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua tentang Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019;
6. Peratuan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7. Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan/ Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Renstra 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 20a14 Nomor 860);
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.30/MenLHK-Setjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019;
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.40/MenLHK-Setjen 2015 tentang Pedoman Penyusunan Renstra Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);
11. Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8/Setjen-Rocan/2015 tentang Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TENTANG RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA TAHUN 2015-2019
Pasal 1
Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Pasal 2
Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015-2019 ini menjadi arahan, sasaran dan strategi pelaksanaan kegiatan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Papua Sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 3
Keputusan Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Biak Tanggal : 4 Januari 2016
Kepala Pusat,
Drs. Ir. Wirjono Koesmoedjihardjo NIP. 19581113 198903 1 001
i
KATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTAR
Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Papua 2015 – 2019 disusun berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.39 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015–2019. Selain itu
Rencana Strategis ini disusun untuk masa 5 tahun dengan
mengacu pada Renstra Sekretariat Jenderal Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Mempertimbangkan keragaman karakter dan ekologis, sebaran penduduk dan
SDA, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim diharapkan dapat menjadi
arah pertimbangan dalam pelaksanaan program-program kegiatan. Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 18
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE)
berganti nama menjadi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE).
Renstra Pusat Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun 2015 –
2019 digunakan sebagai pedoman dan arah dalam pencapaian sasaran program yang
diamanahkan kepada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, dan
merupakan dasar serta acuan untuk: (1) Menyusun dan menetapkan rencana kerja
tahunan dan RKA-KL; (2) Pelaksanaan rencana kerja tahunan; (3) Pemantauan dan
evaluasi. Guna menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program dan
kegiatan secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel secara terintegrasi, sinergis
dan berkesinambungan diharapkan Dokumen Renstra ini dapat dipahami dan
dimanfaatkan sebagai acuan.
Tak lupa dalam kesempatan ini pula kami sampaikan salam hormat dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan secara
ii
langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) ini.
Semoga Allah SWT memberikan petunjuk bagi kita semua agar kinerja Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua periode 2015–2019 dapat lebih
berkontribusi secara aktif bagi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan pada
ekoregion Papua.
Kepala Pusat
Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Papua,
Drs. Ir. Wirjono Koesmoedjihardjo
NIP. 19581113 198903 1 001
iii
DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Landasan Hukum 2
1.3 Paradigma Tata Kelola Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Papua
4
1.4 Kondisi Umum 4
1.4.1 Pencapaian Sasaran Program, Kegiatan dan Serapan Anggaran
Sebelumnya
4
1.4.2 Potensi, Permasalahan, dan Isu Strategis di Ekoregion Papua 7
BAB II SASARAN KINERJA YANG AKAN DICAPAI 36
2.1 Sasaran Strategis Kementerian LHK dan Program Setjen KLHK 36
2.2 Sasaran Kegiatan dan Unit Kegiatan 39
2.3 Analisis SWOT 39
BAB III SASARAN DAN KINERJA UNIT KERJA 44
3.1 Unit Kegiatan, Sasaran dan Indikator Unit Kegiatan 44
3.2 Unit Elemen Kegiatan, Sasaran dan Indikator Elemen Kegiatan 47
BAB IV KERANGKA REGULASI DAN KELEMBAGAAN 52
4.1 Kerangka Regulasi, Kerangka Kelembagaan dan kerangka Pendanaan 52
BAB V Penutup 60
LAMPIRAN
iv
Pemandian masyarakat di Biak Utara. Foto : Ikhwan A
Persiapan Pentas Budaya Yosfan. Foto : Ikhwan A
v
AksiPelepasan Satwa Endemik Hasil Sitaan. Foto : Fahrul Dari Kiri: Ketua DPRD Kab. Biak Numfor, DANLANAL Manuhua , Kapus P3E Papua, Staf Ahli BUPATI
1
BAB IBAB IBAB IBAB I
PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paradigma masyarakat terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan mengalami perubahan menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi.
Pandangan masyarakat secara umum semakin kritis terhadap kinerja Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya di daerah. Pertumbuhan penduduk
serta pemekaran dan pengembangan wilayah perlu adanya penyikapan dalam hal
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Perwujudan pengendalian
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian kerusakan dan
pencemaran serta pelestarian fungsi lingkungan hidup dan kehutanan, UU Nomor
32/2009 memandatkan perlu diperkuatnya perencanaan perlindungan dan pengelolaan
LH (RPPLH). Rencana perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
terdiri dari empat muatan, yaitu: (1) pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya
alam; (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; (3)
pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam;
dan (4) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Guna memperkuat
perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, UU Nomor
32/2009 memandatkan bahwa untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan
LH harus berbasis ekoregion yang mempertimbangkan karakteristik wilayah.
Memperhatikan keragaman karakter dan ekologis, sebaran penduduk dan SDA,
kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim. Diharapkan urusan yang
diamanatkan tersebut akan menjadi arah pertimbangan dalam pelaksanaan program-
program kegiatan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014
tentang Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015 Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan
struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) berganti nama menjadi Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion (PPPE). Perubahan struktur berdampak pada perbedaan tugas
2
dan fungsi pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua dengan Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua. Tugas Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Papua yakni melaksanakan penyelenggaraan pengendalian pembangunan lingkungan
hidup dan kehutanan di wilayah ekoregion. Juga akan menghasilkan dokumen
perencanaan pengelolaan SDA dan LH di Ekoregion Papua yang dapat dimanfaatkan oleh
semua pihak. Selain itu dengan adanya perubahan tugas tersebut maka P3E Papua juga
melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dan unit-unit yang lain yang ada di Provinsi Papua dan Papua
Barat.
Pencapaian hal tersebut diperlukan pendekatan-pendekatan melalui serangkaian
program-program, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap. Serangkaian
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, perlu disusun dalam bentuk Rencana
Strategis (Renstra) yang berisikan sasaran dan indikator sasaran selama periode waktu 1
- 5 tahun ke depan. Renstra yang disusun, diharapkan juga memberi hasil berupa
rencana yang dapat digunakan sebagai alat pemantauan dan evaluasi, maupun sebagai
alat pertanggunganjawab pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga.
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, merupakan Satuan Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sehari-harinnya dibina oleh
Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya, Renstra Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Papua, tidak dapat terlepas dari Renstra Setjen Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Diharapkan dengan tersusunnya Renstra P3E Papua dapat
memberikan manfaat sebagai penjabaran rencana jangka menengah dan memberi
arahan penyusunan rencana jangka pendek.
1.2 Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
3
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
8. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
9. Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan/Kepala Bappenas Nomor 5
Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Renstra 2015-2019 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 860);
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 18/Menlhk-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/Menlhk-
Setjen/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Tahun 2015-2019
4
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.40/Menlhk-
Setjen/2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2015-2019.
1.3 Paradigma Tata Kelola Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Papua
Rencana Strategis Pusat Pegendalian Pembangunan Ekoregion Papua disusun
berdasarkan paradigma tata kelola guna menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam
pelaksanaan kegiatan dengan mengedepankan aspek sebagai berikut :
1. Keterbukaan dan responsif yang menciptakan dan memberikan sistem informasi
yang dapat dengan mudah diakses, tepat, akurat dan saling percaya serta
merespon terhadap masukan dan kritikan yang membangun.
2. Profesional yang memiliki kapabilitas, kompetensi dan integritas.
3. Pelayanan prima dengan mengutamakan kemudahan, ketepatan dan kecepatan
kepada seluruh pemangku kepentingan.
4. Efektif dan efisien yang menandakan kemampuan dalam memecahkan
permasalahan dengan manajerial organisasi dan penganggaran yang memadai.
5. Akuntabilitas, dimaknai dengan kemampuan menjelasakan dan menguraikan
rencana kerja, standar prosedur dan mekanisme kerja yang baik yang dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, dengan memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk terlibat pada pengambilan keputusan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
1.4 Kondisi Umum
1.4.1 Pencapaian Sasaran Program Sebelumnya
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar adanya perubahan
struktur Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) berganti nama menjadi Pusat Pengendalian
5
Pembangunan Ekoregion (PPPE). Perubahan struktur berdampak pada perbedaan tugas
dan fungsi pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua dengan Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua.
Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua telah menetapkan 7 (tujuh) sasaran strategis
yang telah dicapai pada tahun 2014. Rincian capaian kinerja masing-masing indikator
tiap sasaran strategis tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut :
Tabel 1.1 Capaian Kinerja Pusat Pengelolaan Ekoregion Papua
Sasaran Strategis 1
Tersedianya Database Lingkungan Hidup Ekoregion Papua
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah dokumen Blue Print
PPLH Tanah Papua yang
dihasilkan
1 Dokumen 1 Dokumen 100
Jumlah Dokumen
Pengembangan SLHD yang
dihasilkan
1 Dokumen 1 Dokumen 100
Jumlah Dokumen
Pengembangan Data
Spasial
1 Dokumen 1 Dokumen 100
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 1 100
Sasaran Strategis 2
Meningkatnya pertukaran informasi Lingkungan Hidup
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Edisi Buletin Bumi
Papua
2 Edisi 1 Edisi 50
Jumlah Media Cetak dan
Elektronik yang dihasilkan
• Leaflet dan Brosur • Leaflet dan Brosur 100
Jumlah Publikasi Media
Cetak dan Elektronik yang
dilaksanakan
PLI 1 kali
Film Dokumenter 1
buah
PLI 1 kali
Film Dokumenter 1
buah
100
Jumlah Website yang
dibangun
1 buah 1 buah 100
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 2 100
Sasaran Strategis 3
Menurunnya tingkat pencemaran dari kegiatan industri dan pelaku usaha kegiatan
dan limbah domestic
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Kota Bersih dan
Hijau yang dibina
3 Kota 3 Kota 100
Jumlah taman hijau yang
terbangun
1 taman 1 taman 100
Jumlah dokumen 6 dokumen 6 dokumen 100
6
lingkungan hidup/izin
lingkungan hasil
pengawasan pasif
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 3 100%
Sasaran Strategis 4
Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Kota/Kab yang
telah diberikan Bintek dan
asistensi PPLH
8 Kab/Kota 8 Kab/Kota 100
Jumlah Kab/Kota yang
telah dibentuk Kelompok
Peduli dan Pelestarian LH
8 Kab/Kota 5 Kab/Kota 63
Jumlah orang yang
mengikuti Bimtek
Pengelolaan Laboratorium
30 orang 30 orang 100
Jumlah kampung organik
yang dibangun
3 lokasi 3 lokasi 100
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 4 100
Sasaran Strategis 5
Meningkatnya peran serta masyarakat dalam mengelola LH
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah orang yang
mengikuti asistensi dan
Bimtek PPLH
1.390 orang 3060 orang 220
Jumlah Kelompok Mitra
strategis yang dibentuk dan
diberdayakan
2 Kelompok 2 Kelompok 100
Jumlah sekolah yang
mengikuti asistensi dan
Bimtek PPLH
22 sekolah 26 sekolah 118
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 5 146
Sasaran Strategis 6
Terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung laboratorium lingkungan di
Ekoregion Papua
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Laboratorium yang
ditingkatkan kapasitasnya
6 Laboratorium 5 Laboratorium 83
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 6 83
Sasaran Strategis 7
Meningkatnya dukungan pelayanan perkantoran PPE Papua
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Bulan Layanan
Perkantoran Ekoregion
Papua
12 Bulan 12 Bulan 100
7
Jumlah Dokumen
Pengembangan
Perencanaan Program dan
Kegiatan
1 Laporan 1 Laporan 100
Jumlah Laporan
Pengembangan
Administrasi Keuangan
1 Laporan 1 Laporan 100
Jumlah Laporan
Pengembangan Program
Eco Office
1 Laporan 1 Laporan 100
Jumlah Laporan
Pengembangan
Manajemen Perkantoran
1 Laporan 1 Laporan 100
Rata-Rata Capaian Kinerja pada sasaran strategis 7 100
Dalam pelaksanaan penyerapan anggaran, nilai akuntabilitas keuangan secara
kuantitatif terdapat sisa anggaran. Dari alokasi dana Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp.
13.052.667.000,- (Tiga belas milyar lima puluh dua juta enam ratus enam puluh tujuh
ribu rupiah) yang dapat diserap sebesar Rp. 12.940.983.947,- (Dua belas milyar sembilan
ratus empat puluh juta sembilan ratus delapan ratus delapan puluh tiga ribu sembilan
ratus empat puluh tujuh rupiah) atau persentase realisasi sebesar 99.14%.
1.4.2 Potensi, Permasalahan, dan Isu Strategis di Ekoregion Papua
Wilayah kerja Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, meliputi
Ekoregion Papua, yang secara administratif mencakup 2 (dua) Provinsi yaitu Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua
memiliki mitra kerja unit pelaksana teknis UPT, pemerintah daerah/provinsi yang
membidangi lingkungan hidup dan kehutanan, peguruan tinggi dan lembaga swadaya
masyarakat.
Tabel 1.2 UPT Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Wilayah Prov. Papua
No Nama UPT Alamat
1. Balai Besar KSDA Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Papua
Telp. (0967) 5815596; Fax. (0967) 585529
2. Balai Taman Nasional Wasur
Marauke, Papua
Jln. Garuda Leproseri No. 3 Po Box. 109 Merauke-99611;
Telp/Fax. (0971) 324532
3. Balai Taman Nasional
Lorentz, Timika
Jln. Sd Percobaan Potikelek Po Box. 176 Papua-99511;
Telp/Fax. (0969) 34098
8
4. Balai Pengelolaan DAS
Mamberamo, Jayapura
Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Papua Kotak Pos 1334,
Jayapura 99351
Telp. (0967) 583349; Fax. (0967) 583329
5. Balai Pemantauan
Pemanfaatan hutan Produksi
(BPPHP) Wilayah XVII
Jayapura
Jln. Raya Abepura-Kotaraja Komp.Kotaraja Grand, Blok
A/25 Jayapura-99351
Telp/Fax. (0967) 581032
6. Balai Pemantauan Kawasan
Hutan (BPKH) Wilayah X
Jayapura
Jln. Raya Abepura-Kotaraja, Jayapura
Telp/Fax. (0967) 582529
Tabel 1.3 UPT Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Wilayah Papua Barat
No Nama Instansi Alamat
1. Balai Besar KSDA Papua
Barat
Jln. Jenderal Sudirman No.40 Sorong. Telp. (0951) 321986;
Fax. (0951) 334073
2. Balai Besar Taman Nasional
Teluk Cenderawasih, Papua
Jln. Drs. Essau Sesa Sowi Gunung Manokwari, Papua Barat.
Telp. (0986) 212303; Fax. (0986) 214719
3. Balai Penelitian Kehutanan
Manokwari
Jln. Inamberi Susweni Po Box. 159 Manokwari, Papua
Barat. Telp. (0986) 213437, 213440; Fax. (0986) 213437
4. Balai Pengelolaan DAS Remu
Ransiki Manokwari
Jln. Serma Suwandi Komp. BLK Sanggeng Manokwari-
98312. Telp. (0986) 2704021
5. Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi
(BPPHP) Wilayah XVIII
Manokwari
Jln. Drs. Essau Sesa Sowi Gunung Manokwari, Papua Barat-
983150. Telp/Fax. (0986) 213996
6. Balai Pemantapan Kawasan
Hutan (BPKH) Wilayah XVII
Manokwari
Jln. Angkasa Mulyono No.17 Amban, Manokwari. Telp.
(0986) 2700012; Fax. (0986) 213006
7. SMK Kehutanan Manokwari Jln. Serma Suwandi Komp. BLK/SMK Kehutanan
Manokwari. Telp. (0986) 212107
8. Balai Pengamanan dan
Penegakan Hukum Wilayah
Maluku dan Papua
Manokwari
9. Balai Pengendalian
Perubahan Iklim dan
Kebakaran Hutan dan Lahan
Manokwari
Tabel 1.4 Kantor Lingkungan Hidup Wil Prov. Papua
No Nama Instansi Alamat
1. Badan Pengelola Lingkungan
Hidup Provinsi Papua
Gedung B Dinas Otonom Provinsi Papua Jl. Raya Abepura,
Kotaraja - Jayapura, Papua Telp. +62-967-587694. Fax.
+62-967-587694
2. BLH Kota Jayapura Dinas otonom Kota jayapura Lt.2; Jl. Balai Kota Entrop,
Jayapura Selatan –Papua
9
3. BLH Kabupaten Biak Numfor Jl. Majapahit No. 1 Kabupaten Biak Numfor
4. BLH Kabupaten Keerom Jl. Merak Jalur 3 Arso II Distrik Arso-Kabupaten Keerom
5. BLH Kabupaten Lanny Jaya Kelurahan Bokon, Distrik Tiom Kabupaten Lanny Jaya
6. Bapedalda Kabupaten Sarmi Kantor Bupati, Petam-Sarmi
7. KLH Kabupaten Waropen Jl. Urfas- Waren, Waropen
8. BLH Kabupaten Yapen Jl. Sumatra-Serui
9. BLH Jayawijaya Jl. A.Yani Wamena-Kabupaten Jayawijaya
Tabel 1.5 Kantor Lingkungan Hidup Wil Prov. Papua Barat
No Nama Instansi Alamat
1. BLH Kota Sorong Jl. Benih Unggul Km. 14 Kota Sorong
2. BLH Kabupaten Fakfak Jl. Pameran Wagon F7, Kabupaten Fakfak
3. Bapeda-LH Kabupaten
Kaimana
Jl. Casuarina No.3 Krooy Kabupaten Kaimana
4. KLH Kabupaten Manokwari Jl. Percetakan Negara Kabupaten Manokwari
5. KLH Kabupaten Pegunungan
Arfak
Jl. Drs D. mandacan, Ullong, Kabupaten Peg. Arfak
6. KLH Kabupaten teluk Bintuni Jl. Sungai Kodok, Bintuni
Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai
dataran tinggi yang dipadati dengan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah
dengan alan-alangnya. Dibagian tengah berjejer rangkaian pegunungan tinggi sepanjang
650 km. Salah satu bagian dari pegunungan tersebut adalah pegunungan Jayawijaya
yang terkenal karena disana terdapat 3 puncak tertinggi yang walaupun terletak didekat
khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salju abadi yaitu puncak Jayawijaya dengan
ketinggian 5,030 m (15.090 ft); puncak Trikora 5.160 m (15.480 ft) dan puncak Yamin
5.100 m (15.300 ft).
Adapun Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang
mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan
berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah
di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0->1000 meter dpl. Pembagian wilayah Provinsi
Papua Barat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan ke
dalam empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2)
wilayah dengan ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >500-
1000 meter dpl; dan wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl.
10
Sarana angkutan di wilayah Papua dan Papua Barat berupa angkutan darat, laut
dan udara. Angkutan darat yang berada dalam satu daratan dengan Kota Biak hanya
satu Kabupaten yakni Supiori, sedangkan Kota/Kabupaten lain berada terpisah pulau,
sarana tranportasi tidak semuanya tersedia untuk menjangkau wilayah di dalam atau
antar kabupaten/kota. Angkutan laut yang tersedia berupa pelayaran laut nusantara,
antar pulau, lokal dan fery. Angkutan udara, tidak selamanya menjangkau ibu kota
kabupaten, bahkan angkutan udara dan laut yang tersedia dari Kota Biak tidak
selamanya dapat menjangkau ibu kota Provinsi di Papua dan Papua Barat.
1.4.2.1 Potensi Sumber Daya Alam
1. Provinsi Papua Barat
a. Keadaan Geografis
Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124°-132° BT dan 0°- 4° LS,
tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari
permukaan laut. Batas wilayah Provinsi Papua Barat, sebelah Utara berbatasan dengan
Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda (Provinsi Maluku),
sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram (Provinsi Maluku), dan sebelah Timur
berbatasan dengan Provinsi Papua.
b. Iklim
Provinsi Papua Barat terletak pada sebelah selatan equator yang mempunyai
iklim tropika basah. Iklim ini cenderung panas, basah dan lembab. Musim di wilayah ini
merupakan perbedaan curah hujan yang dipengaruhi oleh angin pasat tenggara yang
bertiup mulai pertengahan April sampai September, dan angin musim barat laut yang
bertiup mulai bulan Oktober sampai akhir Maret. Selain itu, iklim dan cuaca wilayah ini
sangat dipengaruhi oleh topografi yang tidak datar (berbukit dan bergunung) (Petocz,
1984). Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C,
dengan curah hujan sekitar 2000-3000 mm/tahun. Rata-rata jumlah hari hujan di
Provinsi Papua Barat berkisar antara 150-288 hari hujan. Kelembaban udara rata-rata di
wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 81,25 % -87,00%
11
c. Topografi
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari
dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan
hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi
Papua Barat bervariasi dari 0->1000 m dpl. Pembagian wilayah Provinsi Papua Barat
berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan ke dalam empat
kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2) wilayah dengan
ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dpl; dan
wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl.
d. Luas Wilayah
Provinsi Papua Barat memiliki luas wilayah 97.117 km2. Luas wilayah dan penduduk per
kabupaten/kota di provinsi Papua Barat tahun 2012 sebagai berikut:
Tabel 1.6 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat
No Kabupaten/Kota Luas Planemetrik
(km2)
Persentase
(%)
1. Kabupaten Fakfak 11.036 11,36
2. Kabupaten Kaimana 16.241 16,72
3. Kabupaten Teluk Wondama 3.959 4,08
4. Kabupaten Teluk Bintuni 20.840 21,46
5. Kabupaten Manokwari 14.250 14,67
6. Kabupaten Sorong Selatan 3.946 4,06
7. Kabupaten Sorong 7.515 7,74
8. Kabupaten Raja Ampat 8.034 8,27
9. Kota Sorong 656 0,67
10. Kabupaten Tambrauw 5.179 5,33
11. Kabupaten Maybrat 5.461 5,62
Jumlah 97.117 100,00
e. Pulau dan Sungai
Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di
beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar
mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah
sistem daerah aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sungai-sungai besar hingga
kecil yang berasal dari wilayah pegunungan di bagian tengah Kepala Burung yang
mengalir ke arah dataran rendah (berawa) dan bermuara di Teluk Bintuni. Selain itu,
12
terdapat pula sejumlah sungai yang mengalir ke arah Selatan dan bermuara di pantai
Selatan pada dan pantai Utara. Beberapa sungai besar yang bermuara di Teluk Bintuni
adalah Sungai Arandai, Wiryagar, Kalitami, Seganoi, Kais, Kamundan, Teminabuan,
Sermuk, Maambar, Woronggei dan Sanindar.
Selain sungai juga dijumpai danau di daerah pegunungan, yaitu Danau Anggi Giji
dan Anggi Gita serta Danau Ayamaru. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai
yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran
Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan
Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori terpanjang adalah Sungai
Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km),
sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700
m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250
m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di
kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-data pada
tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain
adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95
km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai
tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong.
2. Provinsi Papua
a. Keadaan Geografis
Secara geografis Provinsi Papua terletak antara 130°- 141° Bujur Timur dan 2°25'
Lintang Utara - 9° Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Provinsi Papua, sebelah Utara
berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura,
sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, dan sebelah Timur berbatasan
dengan Papua New Guinea.
b. Iklim
Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Curah hujan bervariasi secara
lokal, mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500 mm setahun. Curah hujan di bagian
13
utara dan tengah rata-rata 2000 mm per tahun (hujan sepanjang tahun). Cuaca hujan di
bagian selatan kurang dari 2000 mm per tahun dengan bulan kering rata-rata 7 (tujuh)
bulan. Jumlah hari-hari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215,
Enarotali 250, Manokwari 140 dan Merauke 100.
c. Topografi
Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai
dataran tinggi yang dipadati dengan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah
dengan alang-alangnya. Dibagian tengah berjejer rangkaian pegunungan tinggi
sepanjang 650 km. Salah satu bagian dari pegunungan tersebut adalah pegunungan
Jayawijaya yang terkenal karena disana terdapat 3 puncak tertinggi yang walaupun
terletak didekat khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salju abadi yaitu puncak
Jayawijaya dengan ketinggian 5,030 m (15.090 ft); puncak Trikora 5.160 m (15.480 ft)
dan puncak Yamin 5.100 m (15.300 ft).
d. Luas wilayah
Secara fisik, Papua merupakan Provinsi terluas di Indonesia, dengan luas daratan
21,9% dari total tanah seluruh Indonesia yaitu 421.981 km², membujur dari barat ke
timur (Sorong-Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 mile) dan dari utara ke selatan
(Jayapura-Merauke) sepanjang 736 km (456 mile). Selain tanah yang luas, Papua juga
memiliki banyak pulau yang berjejer disepanjang pesisirnya. Provinsi Papua terdiri dari
28 kabupaten, 1 kota, 389 kecamatan, 3.619 Kelurahan/Desa.
Tabel 1.7 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua
No Kabupaten/Kota Luas Planemetrik
(km2)
Persentase
1 Kabupaten Merauke 430,240.95 56.51
2 Kabupaten Jayawijaya 27,649.45 3.63
3 Kabupaten Jayapura 14,350.95 1.88
4 Kabupaten Nabire 11,544.68 1.52
5 Kabupaten Yapen Waropen 2,424.56 0.32
6 Kabupaten Biak Numfor 1,965.05 0.26
7 Kabupaten Paniai 11,479.21 1.51
8 Kabupaten Puncak Jaya 5,329.30 0.70
9 Kabupaten Mimika 22,903.78 3.01
10 Kabupaten Boven Digoel 27,880.73 3.66
14
11 Kabupaten Mappi 25,944.01 3.41
12 Kabupaten Asmat 18,427.31 2.42
13 Kabupaten Yakuhimo 12,955.75 1.70
14 Kabupaten Pegunungan Bintang 16,043.91 2.11
15 Kabupaten Tolikara 5,176.42 0.68
16 Kabupaten Sarmi 10,704.98 1.41
17 Kabupaten Keerom 8,767.58 1.15
18 Kabupaten Waropen 15,255.78 2.00
19 Kabupaten Supiori 969.26 0.13
20 Kabupaten Mamberamo Raya 16,852.18 2.21
21 Kabupaten Nduga 4,748.97 0.62
22 Kabupaten Lanny Jaya 2,961.09 0.39
23 Kabupaten Mamberamo Tengah 9,100.01 1.20
24 Kabupaten Yalimo 36,739.30 4.83
25 Kabupaten Puncak 10,421.83 1.37
26 Kabupaten Dogiyai 5,258.67 0.69
27 Kabupaten Intan Jaya 3,922.02 0.52
28 Kabupaten Deiyai 537.39 0.07
29 Kota Jayapura 786.18 0.10
Jumlah 761,341.30 100.00
e. Pulau dan sungai
Papua memiliki banyak pulau yang berjejer disepanjang pesisirnya. Dipesisir
utara terdapat pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapia. Di sebelah barat pulau Salawati,
Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Di pesisir Selatan terdapat pulau Kalepon, Komoran,
Adi, Dolak dan Panjang, sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Papua New
Guinea. Sungai-sungai besar beserta anak sungainya mengalir ke arah selatan dan utara.
Sungai Digul yang bermula dari pedalaman Kabupaten Merauke mengalir ke Laut
Arafura. Sungai Warenai, Wagona dan Mamberamo yang melewati Kabupaten
Jayawijaya, Paniai dan Jayapura bermuara di Samudera Pasifik. Sungai-sungai tersebut
mempunyai peranan penting bagi masyarakat sepanjang alirannya baik sebagai sumber
air bagi kehidupan sehari-hari, sebagai penyedia ikan maupun sebagai sarana
penghubung ke daerah luar. Selain itu terdapat pula beberapa danau, diantaranya yang
terkenal adalah Danau Sentani di Jayapura, Danau Yamur, Danau Tigi dan Danau Paniai
di Kabupaten Nabire dan Paniai.
15
1.4.2.2 Potensi dan Keunggulan Wilayah
Sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2015-2019, wilayah Papua sebagai salah satu
pulau terbesar di Indonesia dengan potensi sumber daya alam sangat besar di sektor
pertambangan, migas dan pertanian.
1. Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling dominan adalah
minyak, gas dan tembaga. Pada Tahun 2013, sektor pertambangan dan penggalian
sudah berkontribusi sebesar 33,56 % untuk seluruh Wilayah Papua.
2. Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF (Trillion Square Cubic
Feet) atau sebesar 23,45 persen dari potensi cadangan gas bumi nasional.
Sementara itu, cadangan minyak bumi di Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73
MMSTB atau sebesar 0,91 persen dari cadangan minyak bumi nasional yang
mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi).
Cadangan gas bumi di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas
terbesar terdapat di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.
3. Tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk dikembangkan di
Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45 persen cadangan tembaga nasional
yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten
Mimika).
4. Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dialokasikan
seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP).
5. Dari sektor pertanian terutama perkebunan, Wilayah Papua merupakan produsen
kelapa sawit yang besar di Asia, yaitu sebesar 7,80 persen per tahun lebih tinggi
dibandingkan Malaysia yang hanya sebesar 4,20 persen per tahun.
6. Wilayah Ekoregion Papua juga memiliki beberapa potensi pengembangan
pariwisata terutama wisata bahari yang merupakan tujuan wisatawan
mancanegara maupun wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja Ampat,
Provinsi Papua Barat.
Berdasarakan rencana tata ruang yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Tahun 2010 – 2030 yang berada pada Ekoregion Papua terdapat
7 lokus strategis yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan
16
Strategis Papua yakni Teluk Cendrawasih-Biak-Mamberamo-Jayapura; Bagian Tengah
Papua; Arafura-TN Lorent-MIFFE; Region Fakfak; Teluk Bintuni; Danau Ayamaru dan
Kepulauan Raja Ampat.
1.4.2.3 Isu Strategis
1. Ketahanan air
a. Kerusakan dan Pencemaran Danau
Pada Sub Agenda Prioritas Ketahanan Air disebutkan bahwa salah satu sasaran
yang akan dicapai adalah Pemeliharaan dan Pemulihan Sumber Air dan Ekosistem
melalui Pengelolaan danau. Di Ekoregion Papua, pengelolaan terhadap pencemaran dan
kerusakan danau yaitu pada Danau Sentani dan Danau Rawa Biru. Danau sentani
termasuk dalam program Germadan (Gerakan Penyelematan Danau) dan Pengelolaan
Terpadu 15 Danau Prioritas Nasional.
Danau Sentani yang memiliki luas 9.630 hektar (ha) dan kedalaman 70 m dpl
merupakan satu kesatuan dengan Cagar Alam Pegunungan Cycloops (Jayapura) dengan
luas areal 245.000 ha. Pegunungan Cycloops yang berbatasan dengan Kota Jayapura
ditetapkan menjadi cagar alam (tahun 1995), sebagai pusat penelitian, dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Danau Sentani merupakan badan perairan yang
potensial untuk pengembangan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan
Gambar 1.1
Lokus Strategis
berdasarkan
Rencana Tata
Ruang Papua
2010 -2030
Sumber:
Bappeda
Pemerintah
Provinsi Papua
17
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Saat ini Danau Sentani dimanfaatkan untuk
mendukung sektor pertanian, pariwisata, transportasi, dan perikanan.
Hasil studi Universitas Cenderawasih (2010) mengenai kondisi sungai di wilayah
Kabupaten Jayapura, diketahui bahwa jumlah seluruh sungai yang mengalir ke Danau
Sentani sebanyak 26 sungai dengan total panjang mencapai 208,45 km dan hanya
sebagian kecil dari sungai tersebut yang merupakan sungai yang mengalir sepanjang
tahun (parenial). Namun dari pengamatan yang dilakukan Tim Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Provinsi Papua (2013) didapatkan hanya 10 sungai yang masih
mengalirkan air, yaitu delapan sungai di bagian utara dan dua sungai di bagian selatan.
Studi dan Detail Desain Pengembangan Danau Sentani (PT Pramathana Konsultan, 2002)
mencatat sungai-sungai yang berpengaruh dominan terhadap pasokan air Danau
Sentani adalah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Cyclops di utara danau, yaitu
Sungai Doyo, Kemiri, Sentani, Jaferi, Nimebem, Haway, Yabawi, Yapataita, Hoboi,
Younolo, Klandili, Dofroko, dan Kuyabu. Sedang di bagian barat adalah Sungai Dombule
dan Boroway dan di bagian selatan adalah Sungai Tenak Sawe dan Ayapo. Sungai-sungai
yang mengalir dari arah utara bersumber dari beberapa mata air yang terdapat di
Pegunungan Cycloop. Satu-satunya outlet Danau Sentani adalah Sungai Jaifuri di bagian
selatan yang menyatu dengan Sungai Sungrum, Skamto, dan Tami di Kabupaten Keerom
yang berjarak sekitar 10 km dari outlet danau, kemudian bermuara di Teluk Youtefa di
Samudera Pasifik. Kawasan Danau Sentani memiliki Daerah Tangkapan Air (catchment
area) di wilayah sekeliling danau dan gugusan pulau kecil di danau dengan luas
keseluruhan 54.353 Hektar (BPLH Prov. Papua 2013). Daerah Tangkapan Air Danau
Sentani di bagian utara dibatasi oleh puncak Pegunungan Cycloop.
Permasalahan umum yang terjadi di ekosistem Danau Sentani adalah kerusakan
Daerah Tangkapan Air (DTA), kerusakan sempadan dan kawasan perairan danau, dan
pencemaran perairan. Kerusakan DTA disebabkan bertambah luasnya lahan kritis. Luas
lahan kritis di DAS Sentani adalah 14.847 ha atau 19,04 % dari luas total DAS Sentani
77.967 ha (BPDAS, 2012). Kerusakan sempadan dan kawasan perairan danau karena
adanya pemanfaatan danau yang berlebihan menjadi penyebab terjadinya penurunan
kualitas sehingga menjadikan kondisi kawasan danau yang mengalami pencemaran,
sedimentasi dan kerusakan-kerusakan lain. Pencemaran kualitas perairan Danau Sentani
18
disebabkan oleh adanya buangan limbah domestik pemukiman penduduk di sekitar
danau dan buangan (oli dari PLTD, buangan limbah rumah sakit, dan sebagainya).
Tanah yang terlarut akibat erosi menyebabkan sedimentasi di bagian hilir badan
air sehingga mengakibatkan pendangkalan di danau. Sebagian bahan sedimentasi itu
diakibatkan oleh penggalian, penambangan, penebangan hutan, pembukaan lahan, dan
pembangunan jalan di Pegunungan Cycloops. Erosi tanah yang memasuki badan air
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, antara lain peningkatan
nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi. Laju erosi pada daerah tangkapan air (DTA)
Sentani sebesar 94,52 ton/ha/tahun (BPDAS 2002 dalam Mandosir et al. 2004), kondisi
ini diakibatkan oleh vegetasi hutan yang rusak. Kondisi perairan yang tercemar berat
juga ditandai oleh warna air yang berwarna kehijauan sebagai akibat meningkatnya
bahan organik, dan disebabkan oleh pembuangan sampah ke danau. Hasil pengukuran
kualitas air Danau Sentani pada tahun 2013, berdasarkan status mutu air dengan
menggunakan Metode Perhitungan Indeks Pencemaran dengan mengacu pada Kepmen
LH Nomor: 115 Tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 1.8 sebagai berikut.
Tabel 1.8 Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran (IP) Kualitas Air Danau Sentani
No. Station
Pengamatan
Hasil Perhitungan IP Evaluasi terhadap Nilai IP
April Juli Okt Baku
Mutu
Cemar
Ringan
Cemar
Sedang
Cemar
Berat
1. Sosiri 2.68 2.98 3.20 - √ - -
2. Ifale 2.80 2.30 2.60 - √ - -
3. Ayapo 2.70 5.30 1.88 - √ √ -
4. Puai 3.40 1.80 1.60 - √ - -
5. Jembatan II 2.70 3.20 2.03 - √ - -
6. Tanjung Elmo 2.50 1.90 1.83 - √ - -
Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2013
Danau Rawa Biru merupakan salah satu sumber air bersih PDAM Merauke untuk
memenuhi kebutuhan domestik masyarakat di Kabupaten Merauke. Permasalahan
utama yang terjadi pada ekosistem Rawa Biru yaitu penurunan ketersediaan air karena
makin menyempitnya badan Rawa Biru akibat invasi vegetasi liar di badan air.
Penurunan debit air di Danau Rawa Biru menjadi indikasi menurunnya cadangan air
bersih di Merauke. Berdasarkan hasil analisis model SWAT terhadap kondisi hidrologi
DAS Rawa Biru, terlihat bahwa akibat perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi
dengan cepat mempengaruhi respon hidrologi pada setiap sub-sub DAS di DAS Rawa
19
Biru. Perubahan respon hidrologi tersebut dilihat dari tingginya nilai koefisien regim
sungai (KRS) yang merupakan perbandingan debit air sungai yang maksimum dan
biasanya terjadi pada musim hujan dan debit air sungai minimum yang biasaya terjadi
pada musim kemarau, seperti yang disajikan pada Tabel 1.9. sebagai berikut.
Tabel 1.9 Koefisien Regim Aliran Sungai Sub-Sub DAS di DAS Rawa Biru selama Periode
Tahun 2004-2013
No. Sub DAS Luas (HA) PANJANG
SUNGAI (Km)
Qmax Qmin KRS
1 Rawa Biru 1 10.906,38 60,59 693,98 14,35 48,35
2 Rawa Biru 2 36.066,60 212,63 2.376,87 13,76 172,76
3 Rawa Biru 3 4.878,81 25,78 321,69 29,43 10,93
4 Rawa Biru 4 4.453,20 21,23 250,58 13,28 18,87
5 Rawa Biru 5 31.620,60 181,48 1.888,25 3,67 514,97
6 Rawa Biru 6 11.791,26 65,6 663,23 12,63 52,53
7 Rawa Biru 7 12.127,14 66,61 642,23 1,80 356,39
8 Rawa Biru 8 2.673,63 14,11 99,26 4,35 22,80
9 Rawa Biru 9 3.094,02 15,6 102,22 1,56 65,50
10 Rawa Biru 10 2.140,11 8,25 92,24 26,05 3,54
11 Rawa Biru 11 3.938,67 21,94 226,51 11,82 19,16
12 Rawa Biru 12 1.133,01 4,4 18,88 0,50 38,03
Sumber: Hasil Analisis Model SWAT (P3E Papua).
Tingkat erosi di DAS Rawa Biru tergolong tingkat erosi sedang dan ringan.
Sehingga dari hasil tersebut faktor erosi di kajian pengelolaan ekosistem Rawa Biru dari
dimensi ekologi kurang sensitif dengan nilai RMS 2,35 atau dibawah rata-rata nilai RMS
semua attribut. Hasil analisis model SWAT (Soil and Water Assessment Tools) diperoleh
hasil analisis tingkat erosi di DAS Rawa Biru seperti yang disajikan pada Tabel 1.10
berikut.
Tabel 1.10 Tingkat Erosi di DAS Rawa Biru
Sumber: Hasil Analisis Model SWAT (P3E Papua).
No Kelas Erosi Nilai Tingkat
Erosi
(ton/ha)
Periode 2004-2008 Periode 2009-2013
Luas
(ha)
Persen
(%)
Luas
(ha)
Persen
(%)
1 Sangat
Ringan
<15 38.656,35 30,97 31.493,07 25,23
2 Ringan 15-60 82.486,26 66,08 87.324,21 69,96
3 Sedang 60-180 3.680,82 2,95 6.006,15 4,81
4 Berat 180-480 0 0 0 0
5 Sangat Berat >480 0 0 0 0
Total 129.795,57 100,00 129.795,57 100,00
20
Faktor erosi di suatu DAS perlu diperhatikan karena dampak dari proses erosi
tersebut akan meningkatkan proses sedimentasi di hilir yang mengakibatkan
pendangkalan dan penyusutan Danau. Proses pendangkalan tersebut merupakan
tahapan akhir dari proses kehilangan tanah di hulu DAS yang sungai-sungainya
bermuara di Rawa Biru.
b. Kerusakan dan Pencemaran DAS
Pengelolaan DAS di Ekoregion Papua untuk tahun 2015-2019 difokuskan pada
dua lokus yaitu DAS Maruni dan DAS Remu Ransiki. Daerah Aliran Sungai (DAS) Maruni
memiliki luas wilayah 10.991,7 hektar dengan sebaran menurut bentuknya yakni 63,89%
berbentuk linear dan lainnya iregullar. Berdasarkan data /informasi pada peta Daerah
Aliran Sungai Maruni menunjukkan bahwa posisi DAS Maruni dengan hulu berada pada
Pegunungan Arfak dan bermuara di Pantai Maruni. Sungai Maruni termasuk dalam Sub
DAS Warmare yang memiliki panjang ± 19,2 Km. Sungai Maruni merupakan sungai yang
mengalir sepanjang tahun dan mempunyai fluktuasi debit yang tinggi dengan debit
banjir relatif kecil, karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda, namun
waktu banjir berlangsung agak lama. Hulu Sungai Maruni berada di daerah Pegunungan
Arfak dan bermuara di Samudera Pasifik.
Secara fisiografi sungai ini mengalir dari satuan fisiografi Pegunungan Tengah
Kepala Burung dimana bagian barat daya daerah ini bergunung dan tertoreh dalam-
dalam (dengan timbulan mencapai 500 m) oleh sejumlah sungai yang mengalir kearah
utara dan secara stratigrafi sungai ini berada pada formasi Bongkah Arfak. Formasi
Bongkah Arfak meliputi dua satuan, yang lebih tua adalah batuan Gunung Arfak dari
busur kepulauan, dan umumnya terdiri dari batuan klastika gunung api dan piroklastik,
lava dan terobosan dari menengah hingga basa. Batu gamping Maruni yang berada di
muara Sungai Maruni sendiri merupakan satuan dari bongkah Arfak. Sehingga di Sungai
Maruni banyak dijumpai batuan-batuan yang berasal dari formasi ini. Daerah Aliran
Sungai Maruni menyimpan berbagai kekayaan alam yang belum termanfaatkan. Salah
satu potensi yang ada adalah pemanfaatan air Sungai Maruni untuk memenuhi
kebutuhan air seluruh penduduk yang bermukim di Kota Manokwari dan sekitarnya.
Karena hingga saat ini hanya sedikit masyarakat yang memperoleh akses ke air bersih.
21
Namun demikian, dengan berbagai aktivitas manusia akan memberikan tekanan
pada DAS Maruni dan akan menjadi semakin parah jika dilakukan pada areal DAS yang
tidak mendukung, artinya pemanfaatan lahan tidak sesuai peruntukannya. Sebagai
contoh, pembangunan disegala bidang sedang digalakkan di Manokwari sebagai Ibukota
Provinsi Papua Barat termasuk pembangunan pabrik semen yang sedikit banyak akan
mempengaruhi DAS Maruni.
Pertambahan penduduk diprediksi akan terus meningkat, sedangkan lahan
produktif untuk pertanian selalu menurun luasnya. Kondisi ini menyebabkan Daya
Dukung Lahan DAS Maruni dalam kondisi defisit. Belum lagi aktivitas penduduk, industri,
dan transportasi akan memberikan tambahan limbah pada air Sungai Maruni. Saat ini,
pada daerah hilir sungai telah tercemar oleh beberapa parameter antara lain residu
terlarut, residu tersuspensi, pH, BOD, COD, DO, Tembaga, dan Minyak Lemak.
Tekanan terhadap lahan disekitar DAS Maruni terjadi karena pertambahan
jumlah penduduk yang terus memaksakan terpenuhinya kebutuhan hidup. Secara
administratif ada sejumlah kampung yang bergantung pada keberadaan DAS Maruni
khususnya Kampung Tanah Merah, Hingk, Misapmesi, dan Doput. Ketiga kampung
tersebut memiliki jumlah penduduk sebanyak 978 jiwa.
Berdasarkan evaluasi kondisi tata air dan lahan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka status daya tampung dan daya dukung lahan
pada DAS Maruni dapat disimpulkan sebagai berikut:
� Ketersediaan lahan (SL) sebesar 52 ha, sedangkan kebutuhan lahan 407,5 ha
sehingga SL < DL yang mencirikan bahwa daya dukung lahan pada DAS Maruni
berada pada kondisi Defisit.
� Ketersediaan air (SA) pada DAS Maruni sebanyak 12.997.954.773,96 m3/tahun
lebih besar dari kebutuhan air (DA) sebesar 1.564.800 m3/tahun sehingga daya
dukung air berada pada kondisi Surplus.
� Daya tampung Sungai Maruni berdasarkan Baku Mutu Air Kelas II menggunakan
Metode Storet menunjukkan bahwa status air memenuhi baku mutu sampai
tercemar berat, sedangkan menggunakan indeks pencemaran menunjukkan
status mutu air dari normal sampai tercemar ringan.
22
Sungai Remu terletak di Kota Sorong yang merupakan sungai penting bagi
masyarakat Kota Sorong. Namun sayangnya masyarakat yang berdomisili di bantaran
Sungai Remu hingga saat ini masih membuang sampah plastik dan limbah rumah tangga
ke sungai yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Air Sungai Remu sudah
tercemar berat berdasarkan uji kualitas air yang sudah dilakukan pengukuran oleh
Badan Lingkungan Hidup Kota Sorong bekerja sama dengan Laboratorium Daerah
Kementerian Lingkungan Hidup.
Hasil pengukuran itu menyatakan bahwa air Sungai Remu tercemar dan
terkandung bahan berbahaya dan logam berat yang berpengaruh langsung terhadap
kehidupan manusia seperti chrome dan beberapa jenis logam berat lainnya. Selain
logam berat, air Sungai Remu juga mengandung senyawa fosfat, nitrat dan kandungan
oksigen terlarut yang sangat berbahaya terhadap sistem perairan dan makhluk hidup.
Hasil penelitian dari tim Hidrologi dan Kualitas Air Fakultas Geografi UGM tahun 2010
menunjukkan sifat fisika, kimia dan biologi perairan Sungai Remu berdasarkan PP. No
82/2001, telah melewati ambang batas baku mutu air untuk golongan I yaitu perairan
Sungai Remu tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak dijadikan sebagai
sumber air minum. Hasil uji korelasi spearman’s menunjukkan bahwa berbagai bentuk
penggunaan lahan baik pertanian maupun permukiman berpengaruh nyata terhadap
penurunan kualitas air Sungai Remu yaitu untuk aktivitas pertanian, (rs) = -1,34, (rs2)
sekitar 18 %, sedangkan aktivitas permukiman, (rs) = -17, (rs2) sekitar 29 %. Bila
dibandingkan antara besarnya pengaruh aktivitas penggunaan lahan oleh masyarakat,
maka aktivitas permukiman masyarakat mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar
daripada aktivitas pertanian masyarakat terhadap penurunan kualitas perairan Sungai
Remu. Penyebab rusaknya Sungai Remu adalah daerah aliran sungai yang seharusnya
dijadikan fungsi konservasi, daerah tangkapan hujan dan didominasi oleh tanaman
hutan kini banyak dialihfungsikan untuk kegiatan pertanian dan permukiman.
2. Ketahanan pangan
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
untuk mengaksesnya. Didalam RPJMN 2015-2019, pengembangan potensi ekonomi
wilayah Papua sebagai lumbung pangan melalui pengembangan 1 kawasan MIFEE
23
(Merauke Integrated Food and Energy Estate) di Merauke, pengambangan 1 kawasan
KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) di Biak dan kawasan KPE (Kawasan
Pengembangan Ekonomi) di Wamena.
Kabupaten Merauke memiliki potensi lahan dengan topografi yang datar dan
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, keadaan ini memberikan daya tarik tersendiri
sehingga Pemerintah pusat dalam program MP3EI atau Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia menetapkan Kabupaten Merauke sebagai
lumbung pangan dan energi di Kawasan Timur Indonesia, kegiatan tersebut diwujudkan
dengan nama MIFEE atau Merauke Integrated Food and Energy Estate. Program
tersebut dinilai oleh pemerintah pusat dapat menjawab tantangan topik kedaulatan
pangan nasional.
Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate) dialokasikan
seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP). Empat
Klaster Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali
Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk jangka menengah (kurun waktu
2015 – 2019) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian
tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di
Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun
waktu 2020 – 2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian
tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan.
Pengembangan pengelolaan KAPET Biak dengan fokus komoditas perikanan,
rumput laut, dan pariwisata (bahari, budaya, sejarah). Percepatan pembangunan
kawasan ekonomi lokal Papua berbasis kesatuan adat, meliputi (1) Wilayah Mamta,
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 dengan pusat pertumbuhan di Jayapura, dan fokus
industri pengolahan komoditas sagu, kakao, kelapa, pariwisata kawasan wisata Danau
Sentani; (2) Wilayah Saireri dengan pusat pertumbuhan di Biak, dan focus industri
pengolahan komoditas rumput laut, perikanan tangkap, udang, teripang, kelapa dalam,
produk kayurakyat, kawasan wisata bahari Padaido; (3) Wilayah LaPago dengan pusat
pertumbuhan di Wamena, dan focus industri komoditas buah merah, kopi, ubi-ubian,
ternak babi, wisata budaya; (4) Wilayah Me Pago dengan pusat pertumbuhan di Timika,
dan fokus industri pengolahan komoditas Sagu, Kopi, Buah Merah, Kepiting, Emas, Batu
24
Bara, Kayu Rakyat, Perikanan Air Tawar; (5) Wilayah Anim Ha dengan pusat
pertumbuhan di Merauke, dan fokus industri pengolahan komoditas pengolahan karet,
minyak kayu putih, padi, perikanan tangkap, pengolahan perikanan.
Pelaksanaan program-program tersebut erat kaitannya dengan pembukaan
lahan baru yang akan merubah fungsi awal lahan menjadi lahan untuk tanaman pangan.
Kondisi tersebut menimbulkan potensi gangguan keseimbangan lingkungan dan
perubahan daya dukung dan daya tampung lingkungan, antara lain ketersediaan sumber
daya alam khususnya sumber daya lahan yang mendukung kehidupan masyarakat,
kondisi pemanfaatan lahan secara faktual dalam hubungannya kebutuhan ruang untuk
penduduk, dan kualitas air sungai berkaitan dengan daya tampungnya terhadap beban
pencemaran akibat aktivitas manusia dan pengaruh alam lainnya.
3. Pengelolaan kawasan peisisir dan laut
Sektor kelautan merupakan salah satu sektor pembangunan berbasis pada
sumber daya alam dan jasa lingkungan. Pengelolaan sektor kelautan dapat dikakukan
dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Di Ekoregion Papua, tata
ruang yang merupakan basis pengembangan wiayah pesisir daln laut adalah di Taman
Nasional Teluk Cenderawasih. Taman Nasional Teluk Cenderawasih merupakan taman
nasional perairan laut terluas di Indonesia, terdiri dari daratan dan pesisir pantai (0,9%),
daratan pulau-pulau (3,8%), terumbu karang (5,5%), dan perairan lautan (89,8%). Taman
Nasional ini terletak di Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua.
Taman Nasional Teluk Cenderawasih meliputi pulau Mioswaar, Nusrowi, Roon,
Rumberpon dan Yoop.
Potensi karang Taman Nasional Teluk Cendrawasih tercatat 150 jenis dari 15
famili, dan tersebar di tepian 18 pulau besar dan kecil. Persentase penutupan karang
hidup bervariasi antara 30,40% sampai dengan 65,64%. Umumnya, ekosistem terumbu
karang terbagi menjadi dua zona yaitu zona rataan terumbu (reef flat) dan zona lereng
terumbu (reef slope). Jenis-jenis karang yang dapat dilihat antara lain koloni karang biru
(Heliopora coerulea), karang hitam (Antiphates sp.), famili Faviidae dan Pectiniidae,
serta berbagai jenis karang lunak. Taman Nasional Teluk Cendrawasih terkenal kaya
akan jenis ikan. Tercatat kurang lebih 209 jenis ikan penghuni kawasan ini di antaranya
25
butterflyfish, angelfish, damselfish, parrotfish, rabbitfish, dan anemonefish. Jenis
moluska antara lain keong cowries (Cypraea spp.), keong strombidae (Lambis spp.),
keong kerucut (Conus spp.), triton terompet (Charonia tritonis), dan kima raksasa
(Tridacna gigas). Terdapat empat jenis penyu yang sering mendarat di taman nasional
ini yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu
lekang (Lepidochelys olivaceae), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Duyung
(Dugong dugong), paus biru (Balaenoptera musculus), ketam kelapa (Birgus latro),
lumba-lumba, dan hiu sering terlihat di perairan Taman Nasional Teluk Cendrawasih.
Terdapat goa alam yang merupakan peninggalan zaman purba, sumber air panas
yang mengandung belerang tanpa kadar garam di Pulau Misowaar, goa dalam air
dengan kedalaman 100 kaki di Tanjung Mangguar. Sejumlah peninggalan dari abad 18
masih bisa dijumpai pada beberapa tempat seperti di Wendesi, Wasior, dan Yomber.
Umat Kristiani banyak yang berkunjung ke gereja di desa Yende (Pulau Roon), hanya
untuk melihat kitab suci terbitan tahun 1898.
Masalah yang sering terjadi adalah pemanfaatan berlebihan dan tidak
bertanggung jawab oleh oknum yang merusak alam TNTC untuk kepentingan pribadi.
Sebagai contoh bencana banjir bandang di Wasior, Ibukota Kabupaten Teluk Wondama,
yang menyebabkan ratusan tewas dan hilang pada 4 Oktober 2010 dan dianggap
sebagai bencana yang diakibatkan oleh kerusakan hutan yang dipicu curah hujan tinggi.
Pakar lingkungan melihat bencana banjir bandang tersebut sebagai akibat dari
penggundulan hutan sehingga tanah dan lahan tidak mampu menyerap curah hujan
yang tinggi.
Menurut Laporan Tahunan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Tahun 2015, meningkatnya aktivitas masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih menyebabkan perubahan penggunaan ruang atau zona-zona yang sudah
ditetapkan sejak 2009. Untuk itu diperlukan evaluasi untuk mengetahui apakah
penetapan zona-zona tersebut masih sesuai atau sudah berubah dengan kriteria awal
penetapan. Berdasarkan hasil analisis Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Tahun 2015, sebesar 33 %atau (2 titik) zona rimba yang berada di kawasan BBTN
Wilayah II Wasior dipertimbangkan untuk dialihkan fungsikan peruntukannya karena
sebagian wilayah terutama dibagian vegetasi pantai sudah terlihat kerusakan baik
26
karena abrasi dan potensi fauna yang mulai berkurang. Ada 3 (tiga) titik yang
mempunyai hasil rekomendasi yang fungsi peruntukannya dipertimbangkan untuk
dialih-fungsikan dikarenakan dari hasil analisis potensi diketahui terjadi penurunan
potensi yang signifikan, adapun 3 (tiga) titik tersebut adalah pulau Pepaya di wilayah
BBTN I Nabire serta 2 (dua)titik lainnya berada di BBTN II Wasior yaitu pulau Roon dan
perairan kampung Sobey sebelah utara.
Selain itu peningkatan upaya pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih
perlu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik sektor pariwisata. Saat ini BBTNTC
sedang mengembangkan wisata hiu paus (whale shark). Hiu paus tersebut memiliki
karakter unik yang tidak dimiliki oleh habitat hiu paus lainnya di dunia sehingga menjadi
daya tarik sendiri bagi wisatawan. Sebagai suatu produk wisata karakter lingkungan
Teluk Cenderawasih dapat mewakili Karakter lingkungan Indonesia. Teluk Cenderawasih
memiliki geodiversitas, biodiversitas, dan kragaman kultur yang tinggi.
Teluk Cenderawasih memiliki bentuk-bentuk geomorfologi unik seperti pulau-
pulau Purup dan pulau-pulau karang Auri di Wondama, Cenote (gua vertical berair) dan
Blue hole (gua vertical bawah laut di rataan terumbu karang), marine lakes (danau air
asin tertutup atau terbuka) di pulau-pulau karst (Carbonat island), Gua-gua karst di
Yapen dan Biak, rataan wetland di Waropen dan Mamberamo, pulau-pulau Padaido dan
pulau-pulau oseanik di daerah terdepan seperti Mapia atoll, pulau brass, dan pulau kecil
oseanik lainnya. Teluk Cenderawasih merupakan sisi timur dari Bird Head Seascape,
memiliki kekayaan jenis ikan dan jenis karang terumbu (bukan jenis terumbu karang)
terbanyak di bumi, serta memiliki endemisitas flora fauna pulau yang sangata tinggi.
Kekayaan kultural teluk cenderawasih sangat tinggi dan beragam. Kekayaan dan potensi
Teluk Cenderawasih adalah sebagai suatu region bentang laut Teluk Cenderawasih, akan
sangat sayang dan kehilangan potensinya apabilapengelolaannya dipilah secara
administratif.
4. Pengembangan Tata Ruang Perkotaan
Penataan tata ruang kawasan perkotaan menjadi isu yang dipertimbangkan
untuk membangun kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Permasalahan
sektor perkotaaan yang terjadi Ekoregion Papua antara lain peningkatan alih fungsi
27
hutan secara illegal (misalnya untuk perkebunan) oleh masyarakat lokal, pengelolaan
persampahan yang belum optimal, dan pengelolaan kawasan Ruang Terbuka Hijau
masih rendah. Pengendalian pembangunan di Ekoregion Papua di fokuskan pada
konservasi kawasan hutan kota. Persentase hutan kota yang rendah (kurang dari 30%)
luas wilayah perkotaan menjadi tantangan dalam menjaga keseimbangan SDA dan LH
perkotaan. Pencegahan dan penganggulangan kebakaran hutan dengan cepat dan tepat
diperlukan untuk mencegah terjadinya peningkatan hotspot kebakaran hutan. Sesuai
dengan sasaran RPJMN 2015-2019, diperlukan kebijakan dan strategi untuk
meningkatkan upaya konservasi hutan dan tata kelola hutan.
5. Kenakeragaman Hayati
Potensi keanekaragaman hayati di Ekoregion Papua perlu dikelola dengan baik
untuk menjaga kesinambungan ekosistem dan keseimbangan ekosistem. Berdasarkan
data Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, kawasan konservasi perairan di Ekoregion Papua terdiri dari 9 kawasan,
yaitu Taman Nasional Teluk Cenderawasih, kawasan konservasi Kabupaten Raja Ampat,
kawasan konservasi perairan nasional Padaido, kawasan konservasi perairan nasional
Waigeo sebelah barat, kawasan konservasi perairan nasional Raja Ampat, kawasan
konservasi Kabupaten Kaimana, suaka margasatwa laut Jamursba Medi, kawasan
konservasi kabupaten Tambrauw (Abun) dan kawasan konservasi Kabupaten Biak
Numfor. Selain itu terdapat juga Jenis-jenis vegetasi daratan pulau yang diketahui hingga
saat ini adalah sebanyak 64 jenis, mulai dari jenis-jenis vegetasi hutan pantai sampai
vegetasi hutan pegunungan daratan pulau.
Potensi keanekaragaman hayati di Ekoregion Papua sangat beragam, diantaranya
berbagai jenis spesies ikan, karang, moluska, beberapa jenis penyu yang sering
mendarat di taman nasional ini yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau
(Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivaceae), dan penyu belimbing
(Dermochelys coriacea). Selain itu, duyung (Dugong dugong), paus biru (Balaenoptera
musculus), ketam kelapa (Birgus latro), lumba-lumba, dan hiu. Ancaman kerusakan
keanekaragaman hayati akan terjadi apabila pengelolaan tidak dilakukan dengan baik.
Hal ini sebabkan hasil laut menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat setempat
28
sehingga pemanfaatan hasil laut secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan
ekosistem didalamnya.
Menurut laporan akhir penyusunan renstra pengelolaan terumbu karang
Kabupaten Raja Ampat tahun 2007. Permasalahan yang terjadi adalah kerusakan dan
pencemaran akibat penangkapan ikan yang penangkapan ikan praktis terkonsentrasi di
daerah perairan pantai dan teluk, ada kecenderungan terjadi illegal fishing yang
merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bom, bahan-bahan beracun serta alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan khususnya untuk ikan-ikan karang. Permasalahan
lainnya yang juga perlu menjadi perhatian adalah makin menurunnya sumberdaya non-
ikan seperti teripang. Kondisi terumbu karang juga mulai mengalami kerusakan.
kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh penggunaan bahan peledak dan
racun untuk mencari ikan. Selain itu terumbu karang juga bisa rusak karena peningkatan
laju sedimentasi akibat erosi, pengambilan karang untuk bahan bangunan, berjalan-jalan
di atas karang, dan mencungkil-cungkil karang untuk mengambil biota tertentu.
Aktifitas pariwisata yang tinggi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan juga
dapat menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang. Pembuangan sampah ke laut
juga menjadi penyebab turunnya kondisi keanekaragaman hayati. Keberadaan Raja
Ampat terancam dengan adanya penumpukan sampah. Beberapa tahun terakhir ini
jumlah sampah di perairan Raja Ampat meningkat nyata. Hal ini merupakan masalah
yang memprihatinkan bagi semua pihak dan berikut adalah fakta-fakta yang terkait
sampah di Raja Ampat:
� Sebagian besar sampah yang ada bukan berasal dari pulau ini sendiri.
� Bukan hanya para wisatawan yang sadar dan prihatin mengenai masalah ini,
tetapi juga masyarakat setempat.
� Tumpukan sampah yang terlihat di dekat beberapa homestay berasal dari para
tamu dan terdapat pula sampah yang dikumpulkan melalui pembersihan pantai.
� Sistem pengelolaan sampah yang baik yang belum memadai untuk menangani
jumlah sampah yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah
wisatawan dan pendatang.
� Sebagian besar sampah di perairan Raja Ampat berasal dari pemukiman yang
berkembang di Sorong dan Waisai. Meskipun penanganan sampah lokal selalu
29
bisa diperbaiki, sangat jelas terlihat bahwa peningkatan jumlah sampah
belakangan ini terjadi seiring dengan perkembangan pesat wilayah Sorong dan
Waisai, di samping juga perkembangan industri pariwisata itu sendiri. Penyebab
signifikan lainnya adalah sampah yang berasal dari kapal penumpang antar-pulau
PELNI (Pelayaran Nasional Indonesia) dan kapal nelayan yang masih saja
membuang limbah mereka ke laut.
� Lokasi Raja Ampat dan arus air di Samudera Pasifik juga menyebabkan
terperangkapnya limbah yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan
pengelolaan sampah yang kurang baik di wilayah kepulauan ini. Sampah plastik
ada yang berasal dari Filipina dan mengotori pantai-pantai di Raja Ampat dan
sebuah kontainer yang terbawa arus ekuatorial selatan dari Meksiko yang
demikian jauhnya. Kelestarian keanekaragaman hayati kelautan juga perlu dijaga
sesuai dengan, sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle)
meliputi:
- Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan
berfungsi lindung yang terdegradasi;
- Pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan
ekosistemnya;
- Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai
ekologis tinggi.
6. Kerusakan lingkungan pasca tambang secara illegal
Pertambahan penduduk ataupun penduduk musiman bersamaan dengan
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi global, sumber daya alam mengalami tekanan
yang sangat besar. Kebutuhan manusia terutama ekonomi masyarakat seharusnya
menjadi perhatian pemerintah sehingga diambillah kebijakan investasi dengan
mempromosikan Sumber Daya Alam (SDA) untuk mengatasi persoalan-persoalan
tersebut seperti pendulangan emas secara liar (illegal mining).
Provinsi Papua terutama Distrik Uwapa, Distrik Siriwo dan selanjutnya adalah Distrik
Mapia Kabupaten Nabire menjadi salah satu daerah sasaran investasi para gurandil
terhadap kandungan SDA terutama Emas (Au) yang cukup potensial. Perencanaan dan
30
pengelolaan yang akan dilakukan tidak dijalankan dengan baik serta melibatkan semua
pihak yang berkepentingan terutama masyarakat adat pemilik Hak Ulayat (pemilik
dusun) maka sangatlah riskan. Apabila terdapat kawasan yang pengelolaanya tidak
memperhatikan peraturan yang berlaku, maka akan banyak kawasan yang rusak akibat
eksploitasi SDA yang dilakukan secara illegal yang memberikan tekanan semakin kuat
sampai mengancam kawasan konservasi.
Sebagaimana aktifitas penambangan di Topo (Distrik Uwapa) Kabupaten Nabire
tahun 1997 agar tidak terulang di Wegema, Deneidago Distrik Siriwo, bahwa perlu
adanya pengelolaan sumber daya alam yang ditata dengan baik. Penetapan kawasan
penting ditetapkan sebagai kawasan untuk dimanfaatkan (eksploitasi) dan kawasan
untuk konservasi. Dalam penetapan fungsi kawasan perlu menjadi perhatian terhadap
masyarakat adat secara proporsional.
7. Potensi hutan dan perubahannya
Kawasan Hutan dan Tutupan Lahan, Kawasan hutan merupakan wilayah
tertentu, yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin
kepastian hukum mengenai status kawasan hutan, letak batas dan luas suatu wilayah
tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap.
Penetapan kawasan hutan juga ditujukan untuk menjaga dan mengamankan
keberadaan dan keutuhan kawasan hutan sebagai penggerak perekonomian lokal,
regional dan nasional serta sebagai penyangga kehidupan lokal, regional, nasional dan
global. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan (Tabel
1.10)
Indeks Kualitas Lingungan Hidup (IKLH), Perhitungan indeks termasuk Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) memiliki sifat komparatif yang berarti nilai satu
provinsi relatif terhadap provinsi lainnya. Dalam perspektif IKLH, angka indeks ini bukan
semata-mata peringkat, namun lebih kepada suatu dorongan upaya perbaikan kualitas
lingkungan hidup. Dalam konteks ini para pihak di tingkat provinsi terutama pemerintah
provinsi dapat menjadikan IKLH sebagai titik referensi untuk menuju angka ideal, yaitu
100.
31
Tabel 1.11 Indeks kualitas di Provinsi Papua dan Papua Barat mengalmi tren yang naik
turun dari tahun 2011 – 2014.
NO PROVINSI TAHUN
2011 2012 2013 2014
1. Papua 81,71 82,55 82,98 80,65
2. Papua Barat 84,12 83,50 83,45 84,51
Rata-Rata 82,915 83,03 83,22 82,58
Deforestasi dan Luas Lahan Kritis, deforestasi merupakan perubahan kondisi
penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan (termasuk perubahan untuk
perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain). Pada saat suatu hutan
mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu
bumi serta perubahan iklim yang ekstrem. Deforestasi tidak hanya mempengaruhi
jumlah karbondioksida yang merupakan gas rumah kaca, akan tetapi deforestasi juga
berdampak pada pertukaran uap air dan karbondioksida yang terjadi antara atmosfer
dan permukaan tanah yang berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim, dimana
perubahan konsentrasi yang ada di lapisan atmosfer akan memiliki efek langsung
terhadap. Selain itu deforestasi juga berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis
spesies yang tinggal di dalam hutan. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan
menjadi sistem penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu alasan penting
terhadap hilangnya keanekaragaman hayati (Beck et al. 2002; Scheffler 2005) dan
merupakan ancaman terhadap fungsi ekosistem dan penggunaan lahan secara
berkelanjutan (Hoekstra et al., 2005). Laju deforestasi di dalam dan di luar kawasan
hutan setiap tahun (ha/ tahun) untuk periode tahun 2012/2013 di Ekoregion Papua
(Tabel 1.12).
Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena
kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya
sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro, dan retensi
karbon. Berikut Luas lahan kritis di Ekoregion Papua Tahun 2011 dan Tahun 2013.
32
Tabel 1.13 Luas Lahan Kritis Tahun 2011 dan Tahun 2013 di Ekoregion Papua.
No Provinsi
Luas Lahan Kritis Hasil Inventarisasi
Tahun 2011 Tahun 2013
Kritis Sangat Kritis Jumlah Kritis Sangat Kritis Jumlah
1 Papua Barat 410.601 76.742 487.343 128.244 50.997 179.241
2. Papua 971.464 105.235 1.076.699 1.973.165 266.064 2.239.229
3. Ekoregion 138.2065 181.977 1.564.042 2.101.409 317.061 2.418.470
Potensi kebakaran hutan di hutan Papua rata-rata terjadi karena kondisi alam
yang sudah sangat kering karena musim kemarau panjang. Berdasarkan data BNPB
tahun 2015, jumlah titik api di seluruh Indonesia meningkat drastis menjadi lebih dari
3.000 titik pada tahun 2015. Untuk kondisi di wilayah timur Indonesia berdasarkan data
satelit Terra Aqua, terdapat 819 titik api yang mayoritas terdapat di Provinsi Papua. Di
Papua ada sekitar 584 titik api, sedangkan Papua Barat ada 48 titik yang banyak
ditemukan di Fakfak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) stasiun Jeffman di Kota
Sorong sudah mencatat ada lebih dari 40 titik api yang tersebar di wilayah hutan Papua
Barat. Bahkan lansiran terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, jika
ditotal secara keseluruhan, jumlah titik api di seluruh Papua ada 584 titik api.
Salah satu penyumbang catatan bencana kebakaran hutan terparah di Papua ada
di kawasan Merauke dan Mappi. Jika permasalahan titik api di Merauke dan Mappi
belum tuntas terselesaikan, maka daerah kabupaten/kota yang berada disekitarnya dan
termasuk Kota Timika di mana perusahaan pertambangan besar PT Freeport Indonesia
beroperasi, bisa menerima dampak buruk berupa kabut asap.
8. Alih Fungsi lahan dan pembangunan kawasan perbatasan
Pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil perlu dintegrasikan
dengan baik, sehingga dapat mengantisipasi ancaman yang akan terjadi, diantaranya
adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat terjadi oleh alam maupun
sebagai akibat ulah manusia berdampak terhadap berubahnya batas negara di laut yang
berpotensi mengurangi luas wilayah. Di Ekoregion Papua terdapat 2 kabupaten yang
berbatasan dengan Negara Papua New Guinea, yaitu Kabupaten Keerom dan Kabupaten
33
Merauke. Kabupaten Keerom merupakan pemekaran dari Kabupaten Jayapura pada
tahun 2002 dengan luas wilayah ± 9.267,34 km² berdasarkan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2002. Keerom merupakan kabupaten yang benilai strategis di Papua khususnya
dan Indonesia pada umumnya karena berbatasan langsung dengan Negara Papua New
Guinea di sebelah Timur. Karena itu pembangunan di berbagai sektor menjadi prioritas
bagi Kabupaten Keerom dalam rangka pengembangan wilayah sekaligus mewujudkan
kesejahteraan bagi masyarakat perbatasan.
Kabupaten Keerom memiliki kawasan hutan seluas ± 815.354 ha atau 86,96%
dari luas wilayah Kabupaten Keerom. Kawasan hutan tersebut meliputi Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas ± 7.970 ha, Hutan Lindung (HL) seluas ±
332.717 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 182.118 ha, Hutan Produksi Tetap
(HP) seluas ± 222.732 ha dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ±
68.817 ha. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan, penyiapan ruang
kelola bagi masyarakat, pengembangan daerah tertinggal, pengembangan investasi dan
percepatan pembangunan kawasan perbatasan serta untuk menjamin kepastian hukum
dan keberlangsungan usaha di bidang kehutanan maka Pemda Keerom mengajukan
usulan perubahan fungsi.
Perubahan fungsi sebagian kawasan hutan lindung (HL) Sobger menjadi kawasan
hutan produksi seluas ± 177.370 ha di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua diusulkan
Pemerintah Kabupaten Keerom dalam rangka optimalisasi fungsi kawasan guna
melakukan pengembangan di Kabupaten Keerom pada umumnya dan pengembangan
daerah perbatasan negara pada khususnya.
Sota merupakan sebuah Distrik di kabupaten Merauke, Papua yang menjadi garis
terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua
New Guinea. Sota merupakan distrik yang berada dalam wilayah administrative
Kabupaten Merauke, dimana wilayahnya dikelilingi oleh Taman Nasional Wasur,
sehingga sebagian besar wilayahnya berupa tutupan lahan hutan dan semak belukar.
Dengan posisi yang berada pada wilayah perbatasan perlu pengawasan secara khusus
terkait dengan luas wilayah administratif agar tidak terjadi alih fungsi lahan atau
perluasan batas wilayah atau kawasan.
18
34
Tabel 1.10 Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan N
O
PROVINSI KAWASAN HUTAN APL TOTAL
HUTAN TETAP HPK JUMLAH JUMLAH %
KSA-KPA HL HPT HP JUMLAH
1 PAPUA BARAT
A. HUTAN 1.665,6 1.489,0 1.756,0 1.706,5 6.617,0 2.054,5 8.671,5 116,1 8787,5 91,4
- Hutan Primer 1.549,5 1.294,7 1.287,1 964,2 5095,4 1.026,3 6.121,8 5,4 6.127,2 63,7
- Hutn Sekunder 116,1 194,3 468,8 742,3 1.521,5 1.028,1 2.549,7 110,7 2.660,3 27,7
- Hutan Tanaman* - - - - - - - - - 0,0
B. Non Hutan 75,7 162,8 93,3 137,5 469,4 237,0 706,4 124,7 831,1 8,6
Sub Total 1.741,3 1.651,8 1.849,2 1.844,0 7.086,4 2.291,5 9.377,9 240,8 9.618,6 100,0
2 PAPUA
A. HUTAN 5240,0 7002,0 5237,5 3933,6 21413,8 2758,5 24172,3 1101,6 25273,9 81,1
- Hutan Primer 4567,2 6238,3 4283,7 2636,2 17725,5 1623,5 19348,9 669,1 20018,1 64,2
- Hutan Sekunder 673,5 763,6 953,7 1296,9 3687,8 1133,8 4821,6 432,3 5253,9 16,9
- Hutan Tanaman* - 0,1 0,0 0,5 0,6 1,2 1,8 0,1 1,9 0,0
B. Non Hutan 1495,5 813,3 723,8 805,7 3838,3 1357,9 5196,2 703,4 5899,5 18,9
Sub Total 6736,3 7815,3 5691,2 4739,3 25252,1 4116,4 29368,5 1804,9 31173,4 100
3 EKOREGION PAPUA
- Hutan Primer 6906,3 8491,0 6993,4 5640,1 28030,8 4812,9 32843,8 1217,6 34061,4 83,5
- Hutan Sekunder 6116,7 7533,0 5570,8 3600,4 22820,9 2649,8 25470,7 674,5 26145,3 64,1
- Hutan Tanaman* 789,6 957,9 1422,6 2039,2 5209,3 2162,0 7371,3 543,0 7914,3 19,4
C. Non Hutan - 0,1 0,0 0,5 0,6 1,2 1,8 0,1 1,9 0,0
Total 1571,2 976,1 817,0 943,3 4307,7 1594,9 5902,6 828,1 6730,6 16,5
8477,5 976,1 817,0 943,3 4307,7 1594,9 5902,6 828,1 6730,6 16,5
Sumber:
- Hasil Penafsiran citra Landsat 8 OLI liputan tahun 2013, Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
- Data digital kawasan hutan dan perairan berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi
Perairan per Desember 2013, Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan
19
35
Tabel 1.12. Angka Deforestasi di dalam dan di Luar Kawasan Hutan Periode 2012-2013 (Ha/Th).
NO PROVINSI KAWASAN HUTAN APL TOTAL
HUTAN TETAP HPK JUMLAH JUMLAH
KSA-KPA HL HPT HP JUMLAH
1 PAPUA BARAT
A. Hutan Primer 218,9 667,0 756,0 281,9 1.923,8 369,1 2.293,0 528,2 2.821,2
B. Hutan Sekunder 126,0 799,6 1.003,3 526,0 2.455,0 1.718,1 4.173,1 3.625,9 7.799,0
C. Hutan Tanaman* -- - - - - - - - -
SuB Total 345 1.466,6 1.759,3 808,0 4.379 2.087,2 6.446,1 4.154,1 1.0620,2
2 PAPUA
A. Hutan Primer 405,8 102,2 211,3 158,6 877,9 44,0 921,9 2.484,0 3.405,9
B. Hutan Sekunder 195,6 258,2 - 320,9 774,7 409,7 1.184,4 8.629,9 9.814
C. Hutan Tanaman* - - - - - - - - -
SuB Total 601,4 360,4 211,3 479,5 1.653 453,8 2.106,3 11.113,9 13.220,2
3 EKOREGION PAPUA
A. Hutan Primer 624,7 769,2 967,3 440,5 2.801,7 413,1 3.214,9 3.012,2 6.227,1
B. Hutan Sekunder 321,6 1.057,8 1.003,3 846,9 3.229,7 2.127,8 5.357,5 12.255,8 17.613,0
C. Hutan Tanaman* - - - - - - - - -
TOTAL 946,4 1827 1970,6 1287,5 6032 2541 8552,4 15268 23840,4
Sumber : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan/Directorate General of Forestry Planning
20
Foto : Persiapan Aksi Bersih di jalan poros Kota Biak. Foto: Abid Zainal Abidin
Foto : Kebersamaan pimpinan bersama staf P3E Papua. Foto: Abid Zainal Abidin
36
BAB IBAB IBAB IBAB IIIII
SASARAN KINERJA YANG SASARAN KINERJA YANG SASARAN KINERJA YANG SASARAN KINERJA YANG HENDAKHENDAKHENDAKHENDAK DICAPAIDICAPAIDICAPAIDICAPAI
Sasaran kinerja yang hendak dicapai memberikan gambaran tentang peran yang
diamanahkan terhadap Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua dalam
pemenuhan kinerja unit. Berikut menguraikan tahapan pencapaian milestone untuk
memenuhi sasaran unit kerja pada Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Pada tingkatan kementerian disebut dengan sasaran strategis, pada
tingkatan program disebut dengan sasaran program dan pada tingkatan kegiatan
disebut dengan sasaran kegiatan. Kemudian berturut-turut adalah sasaran unit kegiatan
dan sasaran elemen kegiatan. Penyebutan mulai program, kegiatan, unit kegiatan, dan
elemen kegiatan hanya pembeda pada tingkatan renstra.
2.1 Sasaran Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merumuskan tujuan
pembangunan Tahun 2015-2019 yaitu memastikan kondisi lingkungan berada pada
toleransi yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia dan sumberdaya berada pada
rentang populasi yang aman; serta secara pararel meningkatkan kemampuan
sumberdaya alam untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Untuk
mencapai tujuan tersebut, selanjutnya telah dirumuskan 3 sasaran strategis
pembangunan LHK Tahun 2015 – 2019, yakni :
1. MENJAGA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (S1) untuk meningkatkan daya dukung
lingkungan, ketahanan air dan kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilannya
adalah Indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) berada pada kisaran 66,5 – 68,5.
Anasir utama pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani yaitu air,
udara dan tutupan lahan.
2. MEMANFAATKAN POTENSI SUMBERDAYA HUTAN DAN LINGKUNGAN HUTAN (S2)
secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan. Indikator keberhasilannya adalah peningkatan kontribusi SDH dan LH
37
terhadap devisa dan PNBP. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu
produksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu dan ekspor.
3. MELESTARIKAN KESEIMBANGAN EKOSISTEM DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
SERTA KEBERADAAN SDA (S3) sebagai sistem penyangga kehidupan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan. Indikator keberhasilannya adalah derajat
keseimbangan ekosistem meningkat setiap tahun. Kinerja ini merupakan agregasi
berbagai penanda (penurunan jumlah hotspot kebakaran hutan dan lahan,
peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem
esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perusak ozon,
dll).
Dalam rangka mencapai 3 Sasaran Strategis Pembangunan LHK, telah dirumuskan 13
Program yaitu:
1. Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (P1)
2. Program Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (P2)
3. Program Hutan Lestari dan Usaha Kehutanan (P3)
4. Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (P4)
5. Program Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P5)
6. Program Pengendalian Perubahan Iklim (P6)
7. Program Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (P7)
8. Program Penelitian dan Pengembangan Lingkunga Hidup dan Kehutanan (P8)
9. Program Planologi dan Tata Lingkungan (P9)
10. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (P10)
11. Program Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (P11)
12. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Bidang LHK (P12)
13. PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA
KLHK (P13)
Sekretariat Jenderal KLHK diamanahkan untuk melaksanakan Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KLHK (P13) dengan sasaran
meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan 5 indikator kinerja yaitu :
1. Keterbukaan informasi dan komunikasi publik meningkat seiap tahun
38
2. Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan meningkat setiap tahun
3. Kapasitas birokrasi meningkat setiap tahun
4. Kualitas pelayanan publik eningkat setiap tahun
5. Nilai SAKIP Kemnterian LHK memperoleh nilai 78 (kategori A) ditahun 2019
Sasaran Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
diwujudkan melalui 19 kegiatan yaitu :
1. Penyiaran dan Penyebarluasan Informasi Pembangunan LHK (K1)
2. Penyelenggaraan Data & Informasi KLHK (K2)
3. Koordinasi Kegiatan Perencanaan &Evaluasi (K3)
4. Penyelenggaraan Kebijakan Strategis bidang LHK (K4)
5. Penyelenggaraan Ketatausahaan Kerumahtanggaan dan Pengelolaan
Perlengkapan Kemen LHK (K5)
6. Kegiatan Penyelenggaraan Keteknikan LHK (K6)
7. Pembiayaan Pembangunan LHK (K7)
8. Pembinaan dan Koordinasi Kerjasama Luar Negeri (K8)
9. Pengendalian Ekoregion Jawa (K9)
10. Pengendalian Ekoregion Bali-Nusra (K10)
11. Pengendalian Ekoregion Kalimantan (K11)
12. Pengendalian Ekoregion Sulawesi (K12)
13. Pengendalian Ekoregion Maluku (K13)
14. PENGENDALIAN EKOREGION PAPUA (K14)
15. Pengendalian Ekoregion Sumatera (K15)
16. Penyelenggaraan Administrasi Keuangan Kementerian LHK (K16)
17. Penyelenggaraan Administrasi dan Penataan Kepegawaian Kementerian LHK
(K17)
18. Pembinaan Standarisasi Pengelolaan LHK (K18)
19. Pengembangan Telaahan Kebijakan, Perundang-undangan Bidang LHK (K19)
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua merupakan salah satu
Satuan Kerja berada pada lingkup Sekretariat Jenderal yang diamanahkan untuk
melaksanakan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
diwujudkan melalui kegiatan Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua (K14).
39
2.2 Sasaran Kegiatan dan Unit Kegiatan
Guna mewujudkan sasaran yang ditetapkan yakni Meningkatnya Pengendalian
Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua sebagaimana telah
diamanahkan pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua untuk
melaksanakan Kegiatan yakni Pengendalian Kegiatan Ekoregion Papua memiliki
indikator kinerja yaitu :
1. Persentase capaian strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di
Ekoregion Papua 95%.
2. Jumlah Rencana pengenlolaan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan
berbasis daya dukung dan daya tampung berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion
Papua
2.3 Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk menentukan pilihan kegiatan pengendalian
pembangunan Ekoregion Papua.
Tabel 2.1 Analisis SWOT Rencana Strategis
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
1. Terlaksananya beberapa kegiatan
sinkronisasi dan sinergitas
pembangunan lingkungan hidup dan
kehutanan
2. Dukungan kewenangan
pengendalian pembangunan
lingkungan hidup dan kehutanan
yang termuat dalam Permenhut
Nomor 18/MenLHK-II/2015;
3. Kapasitas SDM yang ada (CPNS dan
PNS) berpendidikan sarjana
1. Belum tersedia pedoman atau petunjuk teknis dalam
menjalankan tupoksi (perhitungan capaian sasaran strategis)
2. Belum tegas tata hubungan kerja antara Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua dengan Unit Pelaksana Teknis
dan Badan/Kantor/Dinas sebagai pelaksana program pada
Ekoregion Papua.
3. Jumlah SDM masih terbatas
4. Sarana kerja/perkantoran masih kurang (komputer, buku
pustaka);
PELUANG (O) ANCAMAN (T) 1. Potensi para pihak (Perguruan
Tinggi, UPT,Dinas/BLH dan Litbang)
belum banyak dimanfaatkan;
2. Potensi sumber daya alam
3. Respon daerah untuk mendapatkan
penghargaan dalam kompetisi
lingkungan hidup.
1. Ekoregion terdiri dari pulau-pulau kecil, rentan terhadap
kerusakan ekosistem;
2. Wilayah kerja sangat luas dengan ekosistem yang beragam
menyebabkan biaya pelayanan tinggi.
3. Terbatasnya sarana informasi dan komunikasi di beberapa
daerah.
4. Adanya pemekaran wilayah berdampak pada pertumbuhan
infrastruktur
5. Belum terimplementasinya program di tingkat daerah berkaitan
dengan pencapaian kualitas air, udara dan tutupan lahan.
6. Beban pencemaran dan atau kerusakan dampak
pertambangan
40
Tabel 2.2 Perumusan Strategi
PERUMUSAN STRATEGI
Strategi S – O Strategi W – O 1. Penguatan koordinasi dengan para pihak dalam
rangka pengendalian pembangunan LHK
2. Penyelenggaraan kajian dan penyusunan
perencanaan pengelolaan sumber daya alam
3. Penggiatan dan advoksi penerapan aktifitas
ramah terhadap sumber daya alam
4. Penyebaran informasi (public campaign)
berkaitan dengan pembangunan lingkungan
hidup dan kehutanan
1. Penyediaan pedoman dan juknis dalam
pengendalian pembangunan lingkungan
hidup dan kehutanan
2. Mengupayakan penyelenggaraan Rapat
Kerja Teknis dan/atau Koordinasi tingkat
Ekoregion
Strategi S – T Strategi W – T 1. Pemantauan pelaksanaan program pembangunan
lingkungan hidup dan kehutanan pada tingkat
tapak
2. Mengupayakan terbentuknya jaringan
komunikasi antar instansi yang membidangi
lingkungan hidup dan kehutanan
3. Penguatan uji kualitas air, udara dan tutupan
lahan
1. Peningkatan SDM dan sarana prasarana
pendukung
2. Penguatan informasi melalui media
elektronik dan cetak
Memperlihatkan matriks SWOT diatas, strategi yang dapat dikembangkan dalam
pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua diuraikan sebagai berikut :
1. Strategi S – O (Kekuatan – Peluang); Strategi ini bersifat agresif yang didasarkan
pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal yang dimiliki untuk memanfaatkan
peluang yakni:
a. Koordinasi
Sesuai tugas dan fungsinya, kegiatan koordinasi dilaksanakan secara aktif kepada
para pihak baik pusat maupun daerah di tingkat ekoregion lingkup wilayah kerja
yakni provinsi, kabupaten, dengan para pihak pada UPT, Perguruan Tinggi dan
para pihak lainnya yang membidangi pembangunan lingkungan hidup dan
kehutanan serta pelaksana program kementerian. Koordinasi dilakukan untuk
mewujudkan kesamaan pandang maupun sinergisme pelaksanaan tugas.
b. Sosialisasi
Pelaksanaan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang
perlu diketahui dan dipahami oleh para pihak, demikian juga tahapan kegiatan
ataupun kegiatan yang terkait. Pemahaman tentang program dan kegiatan bagi
para pihak dilakukan melalui sosialisasi. Kegiatan sosialisasi juga dimaksudkan
agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dengan pihak lain, melainkan
41
terkandung harapan dalam pelaksanaannya saling mendukung dan sinergis
dengan kegiatan pihak lainnya. Kegiatan sosialisasi diharapkan juga untuk
mendapatkan suatu persepsi yang sama antar para pihak, sehingga masing-masing
komponen kegiatannya dapat berperan aktif serta sesuai dengan peran dan
kemampuan yang dimilikinya.
c. Kemitraan
Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan agar berjalan dan
mencapai sasarannya, diperlukan kemitraan dengan para pihak terkait dan
masyarakat. Dengan adanya kemitraan, para pihak dapat melaksanakan perannya
masing-masing untuk mencapai sasaran strategis.
d. Pengkajian
Kegiatan pengkajian aspek-aspek yang dapat mempertahankan daya dukung dan
daya tampung dilakukan dengan menganalisis hasil pelaksanaan kebijakan, hasil
pengendalian dan pengawasan, ataupun hasil kegiatan yang diselenggarakan pihak
lain terkait sebagai bahan masukan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan
serta sinkronisasi kegiatan-kegiatan penerapan pengelolaan sumber daya alam di
tingkat ekoregion.
e. Advokasi
Kebijakan dan strategi yang disusun dalam perencanaan pengelolaan sumber daya
alam sebagai guide dalam penerapan pengelolaan sumber daya alam oleh
berbagai pihak baik pemerintah pusat dalam hal ini Unit Pelaksana teknis (UPT)
dan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas/Badan yang membidangi Lingkungan
Hidup dan Kehutanan beserta Lembaga Swadaya Masyarakat.
f. Fokus
Pemilihan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan difokuskan/dikonsentrasikan pada
kegiatan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi organisasi dan selaras
dengan program prioritas, khususnya kegiatan yang dapat meningkatkan kinerja,
dan berdampak terhadap kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat sekitar
kawasan hutan.
42
2. Strategi W – O (Kelemahan – Peluang); Strategi W – O merupakan strategi turn
around yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh peluang untuk mengatasi
kelemahan dengan peluang yang ada. Alternatif strategi W – O adalah
a. Fasilitasi
Pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai sasaran strategis yang berbasis
pada tingkat tapak dengan subjek pelaksana pemerintah daerah yang belum
memadai baik SDM, sarana-prasarana dan pendukung lainnya, perlu dilakukannya
fasilitasi berupa pelatihan-pelatihan dan bantuan sarana pendukung. Fasilitasi dan
kemudahan ataupun pelayanan terhadap program ataupun kegiatan yang
diselenggarakan oleh para pihak terkait, diberikan agar kegiatan koordinasi dan
sinkronisasi dapat berjalan efektif dan efisien. Fasilitasi dilakukan dengan
memberikan dorongan dan dukungan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan-
kegiatan ataupun program. Pendekatan terhadap para pihak dilakukan untuk
menghilangkan kesan atau anggapan terjadinya intervensi tugas pokok dan fungsi
para pihak yang terkait dalam pelaksanaan koordinasi.
b. Pemberdayaan
Pencapaian tugas pokok dan fungsi lembaga diwujudkan dengan meningkatkan
kinerja di dalam lingkungan organisasi perlu adanya keterlibatan para pihak.
Pemberdayaan perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan, mensinergikan dan
menyinkronkan antar para pihak. Pemberdayaan para pihak dilakukan guna saling
mengisi dan melengkapi (sinkronisasi, terintegrasi) dalam penyusunan rencana
maupun dalam pelaksanaannya di lapangan, disamping itu untuk memberikan
keleluasaan akan tetapi tetap terkendali dan terintegrasi dalam pelaksanaan
program-program yang telah menjadi kebijakan.
3. Strategi S – T (Kekuatan – Ancaman); Strategi S – T merupakan strategi
diversifikasi yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan untuk menghindari
atau meminimalisir ancaman. Alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah
a. Kelompok Kerja/Sekretariat Bersama
Proses kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, akan lebih
mudah berlangsung dan terkendali dilaksanakan dengan membentuk kelompok
43
kerja atau tim. Pembentukan kelompok kerja juga dilakukan untuk melaksanakan
pengendalian dan pengawasan. Di samping itu, kelompok kerja juga merupakan
suatu forum koordinasi dan sinkronisasi untuk saling memberikan data dan
informasi untuk diperoleh suatu kesamaan persepsi yang dapat melancarkan
terwujudnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan
kehutanan. Kelompok kerja/sekretariat bersama dapat difungsikan sebagai
pengikat dalam pelaksanaan program antara tingkat daerah dan pusat.
b. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan
program atau kegiatan yang telah atau sedang dilaksanakan dengan yang
direncanakan. Kegiatan monitoring diharapkan dapat memberi masukan atau
informasi tentang pelaksanaan program atau kegiatan di tingkat lapangan. Dengan
diketahuinya hasil pelaksanaan kegiatan melalui monitoring maupun evaluasi,
akan mempermudah pengendalian dan pengawasan pelaksanaan program atau
kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
4. Strategi W – T (Kelemahan – Ancaman); Strategi ini bersifat defensif dengan
meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman. Alternatif strategi yang dapat
dilakukan yakni
a. Penguatan Data dan Informasi
Penguatan data dan informasi perlu disediakan dan disebarluaskan untuk
mendukung terselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan
sesuai yang diharapkan. Data dan informasi pembangunan lingkungan hidup dan
kehutanan yang disiapkan dapat digunakan sebagai bahan pendukung penyusunan
rencana dan kebijakan para pihak maupun untuk bahan koordinasi. Data dan
informasi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang disiapkan,
dikomunikasikan pada berbagai kesempatan dan forum serta media masa yang
ada.
Foto : Sinkronisasi antar sektor dalam pengelolaan Ekosistem Danau Sentani. Foto: Angger
Foto : Lokasi Pesisir Biak Utara. Foto: Abid Zainal Abidin
44
BAB IBAB IBAB IBAB IIIIIIIII
SASARAN DAN KINERJA UNIT KERJASASARAN DAN KINERJA UNIT KERJASASARAN DAN KINERJA UNIT KERJASASARAN DAN KINERJA UNIT KERJA
Kegiatan Pengendalian Ekoregion Papua (K14)
Sasaran Kegiatan : Meningkatnya pengendalian pembangunan LHK di Ekoregion Papua
(S1,S2,S3.P13.K14)
Tabel 3.1 Unit Kegiatan, Sasaran Unit Kegiatan dan Indikator Unit Kegiatan Pengendalian
Ekoregion Papua
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
1. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung (UK1)
Tersedianya data
dan informasi Daya
Dukung Daya
Tampung (DDDT)
berbasis jasa
ekosistem yang
dimanfaatkan
stakeholders
(S1,S2,S3.P13.K14.
UK1)
a. Tersedianya data
dan informasi
DDDT di
ekoregion Papua
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK1.IUKa)
Do
kum
en
1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda
yang difasilitasi
dalam
penyusunan
DDDT
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK1.IUKb)
Pro
v. da
n
(kota
/kab
)
- 1
(2)
1
(5)
2
(8)
2
(10)
2. Penyusunan dan penerapan rencana pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan
Lingkungan Hidup (LH) (UK2)
Terlaksananya
perencanaan
pengelolaan SDA &
LH berdasarkan
DDDT lingkungan
Ekoregion Papua
a. Jumlah
perencanaan &
pengelolaan SDA
& LH berbasis
DDDT(S1,S2,S3.P
13.K14.UK2.IUKa)
Do
kum
en
1 2 4 6 8
45
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
(S1,S2,S3.P13.K14.
UK2)
b. Jumlah
stakeholder yang
menerapkan
rencana
pengelolaan SDA
& LH
berdasarkan
DDDT dan
instrumen LHK
lainnya
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK2.IUKb)
Institu
si
1 2 4 6 8
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH (UK3)
Terlaksananya
evaluasi dan tindak
lanjut pelaksanaan
pengelolaan SDA &
LH di wilayah
ekoregion Papua
yang efektif dan
efisien
(S1,S2,S3.P13.K14.
UK3)
a. Data dan
informasi capaian
sasaran strategis
LHK
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK3.IUKa)
Do
kum
en
1 1 1 1 1
b. Tersedianya data
IKLH ekoregion
yang up to date
dan
dipublikasikan
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK3.IUKb)
Do
kum
en
1 1 1 1 1
c. Hasil evaluasi
kualitas lingkungan
yang
ditindaklanjuti
(S1,S2,S3.P13.K14.
UK3.IUKc)
Pe
rsen
20 30 40 50 60
46
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
4. Penyelenggaraan tata laksana perkantoran (UK4)
Tatalaksana
perkantoran yang
handal
(S1,S2,S3.P13.K14.
UK4)
a. Tersusunnya
rencana dan
program
anggaran yang
tepat sasaran
(renstra, renja,
perjanjian
kinerja, rkakl)
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK4.IUKa)
Do
kum
en
4 4 4 4 4
b. Pengelolaan
BMN sesuai
ketentuan dan
dilaporkan tepat
waktu
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK4.IUKb)
Lap
ora
n
1 1 1 1 1
c. Pengelolaan
keuangan sesuai
dengan
ketentuan dan
dilaporkan tepat
waktu
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK4.IUKc)
Lap
oran
1 1 1 1 1
d. Tersusunnya
laporan
pembangunan
LHK (laporan
tahunan dan
LAKIP)
(S1,S2,S3.P13.K9.
UK4.IUKd)
Lap
ora
n
2 2 2 2 2
47
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
e. Pelayanan
administrasi
kepegawaian
akurat dan tepat
waktu
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK4.IUKe)
Pe
rsen
100 100 100 100 100
f. Realisasi
anggaran
(S1,S2,S3.P13.K1
4.UK4.IUKf)
Pe
rsen
90 91 92 93 94
Tabel 3.2 Unit Elemen Kegiatan, Sasaran dan Indikator Elemen Kegiatan Pengendalian
Ekoregion Papua
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
1.a. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Hutan dan Hasil Hutan
Tersedianya data
dan informasi Daya
Dukung Daya
Tampung (DDDT)
Hutan dan Hasil
Hutan
a. Tersedianya data
dan informasi
DDDT Hutan dan
Hasil Hutan
Do
kum
en
1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda
yang difasilitasi
dalam
penyusunan
DDDT Hutan dan
Hasil Hutan
Pro
v. da
n
(kota
/kab
)
- 1
(2)
1
(5)
2
(8)
2
(10)
1.b. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Pertambangan, Energi,
Pertanian, dan Kelautan
Tersedianya data
dan informasi Daya
Dukung Daya
Tampung (DDDT)
Pertambangan,
Energi, Pertanian,
a. Tersedianya data
dan informasi
DDDT
Pertambangan,
Energi, Pertanian,
dan Kelautan
Do
kum
en
1 2 4 6 8
48
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
dan Kelautan b. Jumlah Pemda
yang difasilitasi
dalam
penyusunan
DDDT
Pertambangan,
Energi, Pertanian,
dan Kelautan
Pro
v. da
n
(kota
/kab
)
- 1
(2)
1
(5)
2
(8)
2
(10)
1c. Inventarisasi daya dukung dan daya tampung sektor Transportasi, Manufaktur,
Industri dan Jasa
Tersedianya data
dan informasi Daya
Dukung Daya
Tampung (DDDT)
Transportasi,
Manufaktur, Industri
dan Jasa
c. Tersedianya data
dan informasi
DDDT
Transportasi,
Manufaktur,
Industri dan Jasa
Do
kum
en
1 2 4 6 8
d. Jumlah Pemda
yang difasilitasi
dalam
penyusunan
DDDT
Transportasi,
Manufaktur,
Industri dan Jasa
Pro
v. da
n
(kota
/kab
)
- 1
(2)
1
(5)
2
(8)
2
(10)
2a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup sektor
Pertambangan, Energi, Pertanian, dan Kelautan
Terlaksananya
perencanaan
pengelolaan SDA &
LH berdasarkan
DDDT sektor Hutan
dan Hasil Hutan
a. Jumlah
perencanaan &
pengelolaan SDA
& LH berbasis
DDDT sektor
Hutan dan Hasil
Hutan
Do
kum
en
1 2 4 6 8
49
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
b. Jumlah
stakeholder yang
menerapkan
rencana
pengelolaan SDA
& LH
berdasarkan
DDDT sektor
Hutan dan Hasil
Hutan.
Institu
si
1 2 4 6 8
2c. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup sektor
Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa
Terlaksananya
perencanaan
pengelolaan SDA &
LH berdasarkan
DDDT sektor
Transportasi,
Manufaktur, Industri
dan Jasa
a. Jumlah
perencanaan &
pengelolaan SDA
& LH berbasis
DDDT sektor
Transportasi,
Manufaktur,
Industri dan Jasa
Do
kum
en
1 2 4 6 8
b. Jumlah
stakeholder yang
menerapkan
rencana
pengelolaan SDA
& LH sektor
Transportasi,
Manufaktur,
Industri dan Jasa
Institu
si
1 2 4 6 8
3a. Evaluasi pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Tersedianya data
dan informasi
capaian sasaran
strategis LHK di
Ekoregion Papua
a. Tersedianya data
dan informasi
capaian strategis
LHK di Ekoregion
Papua
Do
kum
en
1 1 1 1 1
50
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
b. Capaian sasaran
strategis
pembangunan
LHK di Ekoregion
Papua
Persen 80 85 90 90 95
3b. Pelaksanaan Uji Kualitas Lingkungan
Tersedianya data
dan Informasi
kualitas lingkungan
hidup
a. Tersedianya Data
Kualitas Air,
Udara dan
Tutupan Lahan
yang
dipublikasikan
Data dan
Provinsi
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
b. Jumlah
laboratorium
yang difasilitasi
dalam
menyediakan
data IKLH
Kota/Kab 1 3 5 7 10
3c. Tindak Lanjut Pengelolaan SDA dan LH
Terlaksananya
tindak lanjut hasil
evaluasi kualitas
lingkungan hidup
a. Hasil
rekomendasi
evaluasi kualitas
lingkungan hidup
yang
ditindaklanjuti
Persen 20 30 40 50 60
4a. Penyusunan Rencana dan Program Anggaran
Tersusunnya
rencana dan
program anggaran
yang tepat sasaran
a. Rencana dan
program
anggaran yang
tepat sasaran
berupa renstra,
renja, perjanjian
kinerja dan rkakl
Do
kum
en
4 4 4 4 4
51
Unit Kegiatan/
Sasaran Unit
Kegiatan
Indikator Unit
Kegiatan Satuan
Target
2015 2016 2017 2018 2019
b. Laporan
Pembangunan
LHK berupa
Laporan Tahunan
Dan Laporan
Kinerja
Pemerintahan
Lap
ora
n
2 2 2 2 2
4b. Tata Kelola Keuangan
Terlaksananya
pengelola keuangan
yang handal
a. Laporan
keuangan yang
dikelola sesuai
ketentuan
Lap
ora
n
1 1 1 1 1
b. Realisasi
Anggaran
Persen 90 91 92 93 94
4c. Pelayanan Umum dan Admnistrasi Kepegawaian
Terlaksananya
pelayanan umum
dan administrasi
kepegawaian yang
akurat dan tepat
waktu
a. Laporan
pengelolaan
BMN yang sesuai
ketentuan dan
tepat waktu per
semester dan per
tahun
Lap
oran
1 1 1 1 1
b. Pelayanan
administrasi
kepegawaian
yang akurat
Persen 100 100 100 100 100
52
BAB IBAB IBAB IBAB IVVVV
KERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASI, , , , KERANGKA KERANGKA KERANGKA KERANGKA KELEMBAGAANKELEMBAGAANKELEMBAGAANKELEMBAGAAN DAN DAN DAN DAN
KERANGKA PENDANAANKERANGKA PENDANAANKERANGKA PENDANAANKERANGKA PENDANAAN
4.1 Kerangka Regulasi
Dalam rangka pencapaian indikator kinerja dan mengatur tata hubungan kerja
antara Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua dengan Unit Pelaksana
Teknis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Provinisi dan Kota
yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan perlu didukung dengan aturan serta
norma, standar, prosedur dan kriteria yang memadai. Dalam pelaksanaanya tata
hubungan kerja maupun payung hukum dapat dijadikan sebagai landasan dalam
pelaksanaan kegiatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Berikut rincian jenis regulasi
yang dibutuhkan :
Tabel 4.1 Kebutuhan Dukungan Regulasi
No Jenis Urgensi
1. Permen LHK tentang Tata Hubungan
Kerja
Memberikan kejelasan batasan
pengendalian pembangunan ekoregion
dan hubungan kerja para pihak dalam
bentuk koordinasi fungsional, administrasi
operasional, dan atau teknis operasional
untuk mencapai sasaran dan tujuan
organisasi.
2. Permen LHK tentang pedoman
penetapan DDDT dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan SDA dan LH
Memberikan kepastian hukum atas
pelaksanaan dan penetapan hasil.
3. Permen LHk tentang Pengelolaan
Sistem Data dan Informasi
Kejelasan dalam mempermudah
penyususnan dan akses data dan
informasi yang tepat dan akurat.
4. Permen LHK yang berkaitan dengan
Tata Kelola Pemerintahan
Memberikan kejelasan tugas, fungsi
pokok dan kompetensi.
4.2 Kerangka Kelembagaan
Perubahan struktur organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No. 18/MenLHK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
53
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan terbentuknya Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua menjalankan tugas dan fungsi antara Pusat Pengelolaan
Ekoregion Papua dan Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan. Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan
pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah ekoregion.
Dalam melaksanakan tugas Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
menyelenggarakan fungsi:
� penyusunan kebijakan teknis pengendalian pembangunan ekoregion;
� pelaksanaan inventarisasi daya dukung dan daya tampung sumber daya
alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion;
� pelaksanaan perencanaan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup di wilayah ekoregion;
� pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di wilayah ekoregion; dan
� pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat;
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion Papua terdiri dari 1 (satu) Bagian Tata Usaha dan 3 (tiga)
Bidang yang masing-masing mempunyai beban tugas berbeda, sebagai berikut :
Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi:
� koordinasi penyusunan rencana, program dan anggaran;
� pengelolaan urusan keuangan; dan
� pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, kearsipan, dan dokumentasi,
pengelolaan barang milik negara, kepegawaian, pengelolaan data dan
informasi, serta hubungan masyarakat.
Bagian Tata Usaha terdiri atas:
a. Subbagian Program mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan
bahan koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan keuangan
dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
c. Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan pengelolaan
urusan tata usaha, rumah tangga, perlengkapan, pengelolaan barang milik
54
negara, kearsipan, dokumentasi, kepegawaian, data dan informasi, serta
hubungan masyarakat.
2. Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Tugasnya adalah melaksanakan inventarisasi daya dukung dan daya tampung
sumber daya alam dan lingkungan hidup di wilayah ekoregion. Bidang Inventarisasi Daya
Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
menyelenggarakan fungsi:
� pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya
tampung hutan dan hasil hutan di wilayah ekoregion;
� pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya
tampung pertambangan, energi, pertanian, kelautan di wilayah
ekoregion;
� pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya
tampung transportasi, manufaktur, industri dan jasa di wilayah
ekoregion; dan
� penyiapan bahan pelaporan kinerja bidang inventarisasi dan perhitungan
daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup
di wilayah ekoregion.
Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup terdiri atas:
a. Subbidang Hutan dan Hasil Hutan mempunyai tugas melakukan pengumpulan
dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan inventarisasi dan perhitungan
daya dukung dan daya tampung sumber daya hutan dan hasil hutan.
b. Subbidang Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan mempunyai tugas
melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan
inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya
pertambangan, energi, pertanian dan kelautan.
c. Subbidang Manufaktur, Prasarana, Jasa, dan Transportasi mempunyai tugas
melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan
55
inventarisasi dan perhitungan daya dukung dan daya tampung sumber daya
manufaktur, prasarana, jasa dan transportasi.
3. Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Tugasnya melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
menyelenggarakan fungsi:
� penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan sumberdaya hutan dan
hasil hutan;
� penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan sumber daya
pertambangan, energi, pertanian, kelautan;
� penyusunan rencana dan penerapan pengelolaan sumber daya
transportasi, manufaktur, industri dan jasa; dan
� pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja bidang perencanaan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Bidang Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup terdiri atas:
a. Subbidang Hutan dan Hasil Hutan mempunyai tugas melakukan pengumpulan
dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana dan penerapan
pengelolaan hutan dan hasil hutan.
b. Subbidang Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan mempunyai tugas
melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana
dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya pertambangan, energi,
pertanian dan kelautan.
c. Subbidang Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa mempunyai tugas
melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan penyusunan rencana
dan penerapan rencana pengelolaan sumber daya transportasi, manufaktur,
industri dan jasa.
56
4. Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
Tugasnya adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan pemantauan, evaluasi, uji kualitas lingkungan, dan tindak lanjut pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup serta koordinasi pelaksanaan kebijakan
kelembagaan di wilayah ekoregion. Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi:
� koordinasi pelaksanaan kebijakan kelembagaan lingkungan hidup dan
kehutanan;
� pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup;
� pelaksanaan uji kualitas lingkungan;
� tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
� pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja bidang evaluasi dan tindak
lanjut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup terdiri atas:
a. Subbidang Evaluasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan
pengolahan bahan pemantauan dan evaluasi pengelolaan serta kebijakan
kelembagaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
b. Subbidang Uji Kualitas Lingkungan mempunyai tugas melakukan pengumpulan
dan pengolahan bahan penyiapan pelaksanaan uji kualitas lingkungan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
c. Subbidang Tindak Lanjut mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan
pengolahan bahan penyiapan tindak lanjut pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Ruang lingkup tugas pokok dan fungsi Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Papua meliputi berbagai macam stakeholders dan instansi terkait serta
wilayah kerja yang luas, maka diperlukan dukungan SDM yang profesional dan handal.
SDM yang profesional dan handal ini disamping dimulai dari proses rekruitmen tenaga
juga tidak kalah pentingnya melalui pelatihan/training. Saat ini P3E Papua memiliki
57
sumber daya manusia sebanyak 28 Pegawai Negeri Sipil dengan tingkat pendidikan
terdiri dari S1 dan S2. Pegawai yang saat ini ada berstatus PNS berjumlah 17 orang dan
11 orang masih bersatatus CPNS. Adapun pegawai yang bersatatus PNS merupakan
pegawai yang memiliki jabatan struktural. Pelaksanaan kegiatan didukung 19 tenaga
honorer dengan tingkat pendidikan bervariasi dari SMU sampai S1. Adapun secara rinci
termuat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Tahun 2015
NO URAIAN PNS HONORER JUMLAH
PEGAWAI %
1 Kepala Pusat 1 - 1 2.13
2 Bagian Tata Usaha 7 12 19 40.43
3 Bidang Inventarisasi Daya
Dukung dan Daya
Tampung Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
Hidup
7 2 9 19.15
4 Bidang Perencanaan
Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
Hidup
7 2 9 19.15
5 Bidang Evaluasi dan
Tindak Lanjut Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
6 3 9 19.15
JUMLAH 28 19 47 100
Dari tabel di atas pegawai honorer diperlukan untuk membantu dalam melaksanakan
tugas mengelola keuangan, sekretaris, sopir dan menjaga keamanan serta membantu
pelaksanaan kegiatan bidang. Dalam melaksanakan tugasnya pegawai honorer tersebut
dikoordinasi oleh Bagian Tata Usaha.
Tabel 4.3 Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan Tahun 2015
GOLONGAN JUMLAH PEGAWAI %
I - -
II - -
III 22 78.57
IV 6 21.43
JUMLAH 28 100
58
Tabel 4.4 Jumlah Pegawai dan Honorer Berdasarkan Jenjang Pendidikan tahun 2015
JENJANG
PENDIDIKAN
JUMLAH PEGAWAI Jumlah %
PNS Honorer
SMA - 15 15 31.91
D3 - - - -
S1 17 4 21 44.68
S2 11 - 11 23.40
S3 - - - -
JUMLAH 28 19 47 100
Dari tabel Jumlah pegawai dan jumlah pegawai berdasarkan pendidikan dapat dilihat
bahwa komposisi pegawai Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua
didominasi oleh pegawai golongan III (78,57%) dengan jenjang pendidikan Sarjana S1
(44,68%).
Sebagai pusat pengendalian pembangunan pada tingkat ekoregion, dukungan
sarana prasarana merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Saat ini P3E
Papua memiliki sarana dan prasarana dirasa belum memadai. Adapun sarana dan
prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion Papua meliputi tanah, bangunan, inventaris/peralatan kantor, kendaraan
dinas dan perlengkapan lainnya. Luas tanah, bangunan dan jumlah kendaraan terlihat
pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Sarana Kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua
Tahun 2015
NO URAIAN JUMLAH SATUAN STATUS
1 Tanah 2.159 M2 Milik Pemda
2 Bangunan 433 M2 Pinjam Pakai
3 Kendaraan Roda 2
(operasional)
7 Unit
4 Kendaraan Roda 2
(Lapangan)
2 Unit
5 Kendaraan Roda 4 5 Unit
59
4.3 Kerangka Pendanaan
Proyeksi kebutuhan anggaran Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua
Tahun 2015–2019 sebesar Rp. 112.94 Milyar dengan rician sebagaimana Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Alokasi Anggaran Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua Tahun
2015-2019
No Program/Kegiatan
Alokasi Anggaran (Milyar) Jumlah
2015 2016 2017 2018 2019
Dukungan Manajemen & Tugas Teknis Lainnya
Pengendalian Ekoregion
Papua (K14)
18.50 20.35 22.38 24.62 27.08 112.94
1. Inventarisasi DDDT SDA dan
LH
3.310 3.641 4.004 4.405 4.845 20.205
1.1 Hutan dan Hasil Hutan 0.993 1.274 1.201 1.542 1.696
1.2 Pertambangan, Energi,
Pertanian dan Kelautan
1.159 1.092 1.401 1.542 1.453
1.3 Transportasi, Manufaktur,
Industri dan jasa
1.159 1.274 1.401 1.321 1.696
2. Perencanaan Pengelolaan
SDA dan LH
3.320 3.663 4.028 4.432 4.874 20.329
2.1 Hutan dan Hasil Hutan 0.996 1.282 1.209 1.551 1.706
2.2 Pertambangan, Energi,
Pertanian dan Kelautan
1.162 1.099 1.410 1.551 1.462
2.3 Transportasi, Manufaktur,
Industri dan jasa
1.162 1.282 1.410 1.329 1.706
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut 3.090 3.460 3.805 4.185 4.604 19.200
3.1 Evaluasi 0.927 1.211 1.141 1.465 1.611
3.2 Uji Kualitas 1.082 1.038 1.332 1.465 1.381
3.3 Tindak Lanjut
1.082 1.211 1.332 1.256 1.611
4. Tata Laksana Perkantoran 8.780 9.768 10.742 11.818 12.998 54.211
4.1 Program 1.250 1.425 1.567 1.723 1.896
4.2 Keuangan 0.490 0.611 0.671 0.739 0.812
4.3 Umum dan Kepegawaian 7.040 7.733 8.504 9.356 10.290
60
BAB VBAB VBAB VBAB V
PENPENPENPENUTUPUTUPUTUPUTUP
Renstra Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua sebagai perwujudan
Renstra Setjen KLHK memuat rincian kegiatan, unit kegiatan dan elemen kegiatan
disertai dengan sasaran maupun indikatornya pada setiap level dan langkah-langkah
kerja operasional setiap tahun (rencana kerja) maupun perencanaan kebutuhan
penganggaran untuk pencapaian target. Renstra yang tersusun diharapkan dapat
menjadi pedoman dan arah dalam pencapaan sasaran program yang diamanahkan
kepada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua.
Kegiatan Pengendalian Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua meliputi 2 (dua) indikator sasaran
kegiatan. Pertama, prosentase sasaran capaian stategis KLHK sebesar 95%. Kedua,
jumlah rencana pengelolaan pembangunan LHK berbasis daya dukung dan daya
tampung berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion Papua, selama kurun waktu 2015-
2019. Renstra dirinci dalam rencana kerja tahunan menjadi dokumen rujukan atau
panduan operasional pelaksanaan kegiatan, unit kegiatan dan komponen kegiatan
secara efektif, tertib, dan tepat sasaran. Renstra disusun berdasarkan panduan dan
rujukan ketentuan diatasnya, dan merepresentasikan pelaksanaan tugas fungsi dalam
pengendalian pembangunan guna capaian outcomes dalam memberikan dukungan tata
kelola pemerintahan yang baik.
Demikian Rencana Strategis Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua
ini disusun semoga dapat memberikan pengaruh yang baik dalam pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Ekoregion Papua.
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
K14 Pengendalian Ekoregion Papua
(K14)
27.92 20.37 28.56 30.00 31.00
Meningkatnya pengendalian
pembangunan LHK di Ekoregion Papua
18,49 20.37 28.56 30.00 31.00
(S1,S2,S3.P13.K14)
a. Persentase capaian sasaran strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
di Ekoregion Papua 95%
(S1,S2,S3.P13.K14.IKK.a)
persen 80 85 90 90 95
b.Jumlah rencana pengelolaan pembangunan
LHK berbasis daya dukung dan daya tampung
berdasarkan 8 isu strategis di Ekoregion Papua
selama 5 tahun (S1,S2,S3.P13.K14.IKK.b)
Dokumen
(tematik)
1 2 4 6 8
Unit Kegiatan Sasaran Unit Kegiatan
1 Inventarisasi DDDT (UK1) a. Tersedianya data dan informasi DDDT di
ekoregion Papua (S1,S2,S3.P13.K14.UK1.IUKa)
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam
penyusunan daya dukung dan daya tampung
Provinsi dan
Kab/ Kota
- 1 1 2 2
(S1,S2,S3.P13.K14.UK1.IUKb) (2) (5) (8) (10)
2 Perencanaan dan Pengelolaan
SDA dan LH (UK2)
a. Jumlah rencana pengelolaan SDA & LH berbasis
DDDT (S1,S2,S3.P13.K14.UK2.IUKa)
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana
pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT dan
instrumen LHK lainnya
(S1,S2,S3.P13.K14.UK2.IUKb)
Institusi 1 2 4 6 8
3 Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pengelolaan SDA dan LH (UK3)
a. Data dan informasi capaian sasaran strategis
LHK (S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKa)
Dokumen 1 1 1 1 1
b. Tersedianya data IKLH ekoregion yang up to
date dan dipublikasikan
(S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKb)
Dokumen 1 1 1 1 1
c. Hasil evaluasi kualitas lingkungan yang
ditindaklanjuti (S1,S2,S3.P13.K14.UK3.IUKc)
Persen 20 30 40 50 60
Terlaksananya evaluasi dan tindak
lanjut pelaksanaan pengelolaan SDA
dan LH di wilayah ekoregion Papua
yang efektif dan efisien
(S1,S2,S3.P13.K14.UK3)
MATRIKS RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION PAPUA
TAHUN 2015-2019
Indikator
Indikator Kinerja Unit Kegiatan
(IKUK)
Tersedianya data dan informasi Daya
Dukung Daya Tampung (DDDT)
berbasis jasa ekosistem yang
dimanfaatkan stakeholders
(S1,S2,S3.P13.K14.UK1)
ALOKASI (Rp. Miliar)No.
Program/Kegiatan/Unit
Kegiatan/Elemen KegiatanSasaran Satuan
TARGET
Terlaksananya perencanaan
pengelolaan SDA & LH berdasarkan
DDDT lingkungan Ekoregion Papua
(S1,S2,S3.P13.K14.UK2)
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
IndikatorALOKASI (Rp. Miliar)
No.Program/Kegiatan/Unit
Kegiatan/Elemen KegiatanSasaran Satuan
TARGET
4 Penyelenggaraan tata laksana
perkantoran (UK4)
Tatalaksana perkantoran yang handal
(S1,S2,S3.P13.K14.UK4)
a. Tersusunnya rencana dan program anggaran
yang tepat sasaran (renstra, renja, perjanjian
kinerja, rkakl) (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKa)
Dokumen 4 4 4 4 4
b. Pengelolaan BMN sesuai ketentuan dan
dilaporkan tepat waktu
(S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKb)
Laporan 1 1 1 1 1
c. Pengelolaan keuangan sesuai dengan
ketentuan dan dilaporkan tepat waktu
(S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKc)
Laporan 1 1 1 1 1
d. Tersusunya laporan pembangunan LHK
(laporan tahunan dan LAKIP)
(S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKd)
Laporan 2 2 2 2 2
e. Pelayanan administrasi kepegawaian akurat
dan tepat waktu (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKe)
Persen 100 100 100 100 100
f. Realisasi anggaran (S1,S2,S3.P13.K14.UK4.IUKf) Persen 90 91 92 93 94
Elemen Kegiatan Sasaran Elemen Kegiatan Indikator Kinerja Elemen Kegiatan
(IKEK)
1 Inventarisasi daya dukung dan
daya tampung hutan dan hasil
hutan
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung
dan daya tampung hutan dan hasil hutan
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam
menyusun data dan/ atau informasi daya
dukung dan daya tampung hutan dan hasil
hutan
Prov, dan
(Kota/Kab)
- 1 1 2 2
Inventarisasi daya dukung dan
daya tampung pertambangan,
energi, pertanian dan kelautan
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung
dan daya tampung pertambangan, energi,
pertanian, dan kelautan
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam
menyusun data dan/ atau informasi daya
dukung dan daya tampung pertambangan,
energi, pertanian, dan kelautan
Prov, dan
(Kota/Kab)
- 1 1 2 2
Inventarisasi daya dukung dan
daya tampung transpotrasi,
manufaktur, industri dan jasa
a. Jumlah data dan/ atau informasi daya dukung
dan daya tampung transpotrasi, manufaktur,
industri dan jasa
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah Pemda yang difasilitasi dalam
menyusun data dan/ atau informasi daya
dukung dan daya tampung transpotrasi,
manufaktur, industri dan jasa
Prov, dan
(Kota/Kab)
- 1 1 2 2
2 Perencanaan pengelolaan SDA
dan LH sektor hutan dan hasil
hutan
Terlaksananya perencanaan
pengelolaan SDA & LH berdasarkan
DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH
berbasis DDDT sektor Hutan dan Hasil Hutan
Dokumen 1 2 4 6 8
Tersedianya data dan informasi Daya
Dukung Daya Tampung (DDDT) Hutan
dan Hasil Hutan
Tersedianya data dan informasi Daya
Dukung Daya Tampung (DDDT)
Pertambangan, Energi, Pertanian dan
Kelautan
Tersedianya data dan informasi Daya
Dukung Daya Tampung (DDDT)
transpotrasi, manufaktur, industri dan
jasa
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
IndikatorALOKASI (Rp. Miliar)
No.Program/Kegiatan/Unit
Kegiatan/Elemen KegiatanSasaran Satuan
TARGET
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana
pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT
sektor Hutan dan Hasil Hutan.
Institusi 1 2 4 6 8
Perencanaan pengelolaan SDA
dan LH sektor pertambangan,
energi, pertanian dan kelautan
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH
berbasis DDDT sektor pertambangan, energi,
pertanian, dan kelautan
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana
pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT
sektor pertambangan, energi, pertanian, dan
kelautan
Institusi 1 2 4 6 8
Perencanaan pengelolaan SDA
dan LH sektor transportasi,
manufaktur, industri dan jasa
a. Jumlah perencanaan & pengelolaan SDA & LH
berbasis DDDT sektor transportasi,
manufaktur, industri dan jasa
Dokumen 1 2 4 6 8
b. Jumlah stakeholder yang menerapkan rencana
pengelolaan SDA & LH berdasarkan DDDT
transportasi, manufaktur, industri dan jasa
Institusi 1 2 4 6 8
3 Evaluasi pengelolaan SDA dan LH a. Tersedianya data dan informasi capaian
strategis LHK di Ekoregion Papua
Dokumen 1 1 1 1 1
b. Capaian sasaran strategis pembangunan LHK di
Ekoregion Papua
Persentase 80 85 90 90 95
a. 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2
b. Jumlah laboratorium yang difasilitasi dalam
menyediakan data IKLH
Kota/kab 1 3 5 7 10
Tindak lanjut pengelolaan SDA
dan LH
Terlaksananya tindak lanjut hasil
evaluasi kualitas lingkungan hidup
a. Hasil rekomendasi evaluasi kualitas lingkungan
hidup yang ditindaklanjuti
Persen 20 30 40 20 60
4 Penyusunan rencana, program
dan anggaran
Tersusunnya rencana dan program
anggaran yang tepat sasaran
a. Rencana dan program anggaran yang tepat
sasaran berupa renstra, renja, perjanjian
kinerja dan rkakl
Dokumen 4 4 4 4 4
b. Laporan Pembangunan LHK berupa Laporan
Tahunan Dan Laporan Kinerja Pemerintahan
Laporan 2 2 2 2 2
Tata Kelola Keuangan a. Laporan keuangan yang dikelola sesuai
ketentuan
Laporan 1 1 1 1 1
b. Realisasi Anggaran Persen 90 91 92 93 94
a. Laporan pengelolaan BMN yang sesuai
ketentuan dan tepat waktu per semester dan
per tahun
Laporan 1 1 1 1 1
b. Pelayanan administrasi kepegawaian yang
akurat
Persen 100 100 100 100 100
Data dan
Provinsi
Tersedianya Data Kualitas Air, Udara dan
Tutupan Lahan yang dipublikasikan
Tersedianya data dan informasi
kualitas lingkungan
Pelaksanaan uji kualitas
lingkungan
Terlaksananya pengelola keuangan
yang handal
Pelayanan Umum dan
Admnistrasi Kepegawaian
Terlaksananya pelayanan umum dan
administrasi kepegawaian yang akurat
dan tepat waktu
Tersedianya data dan informasi
capaian sasaran strategis LHK di
Ekoregion Papua
Terlaksananya perencanaan
pengelolaan SDA & LH berdasarkan
DDDT sektor transportasi, manufaktur,
industri dan jasa
Terlaksananya perencanaan
pengelolaan SDA & LH berdasarkan
DDDT sektor pertambangan, energi,
pertanian, dan kelautan