Upload
mahesa-auzan
View
18
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Dehidrasi
Citation preview
DEHIDRASI
Penyusun:
Mahesa Auzan 1301 1212 0582
BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
I. Abstrak
Dehidrasi merupakan gangguan keseimbangan cairan total pada tubuh yang dapat
atau tanpa disertai gangguan elektrolit. Diare merupakan penyebab tersering dari
dehidrasi, terutama pada usia balita dan diatas 40 tahun. Penting untuk mengetahui
derajat dehidrasi untuk dapat memberikan penatalaksanaan yang sesuai. Selain untuk
mengembalikan volume cairan yang hilang, penatalaksaan dehidrasi juga bertujuan
untuk mengkoreksi gangguan elektrolit yang terdapat pada pasien dehidrasi.
Kata kunci: Dehidrasi, isotonik, hipotonik, hipertonik.
II. Pendahuluan
1.1 Definisi
Dehidrasi dapat didefinisikan terdapatnya gangguan dalam keseimbangan cairan
total pada tubuh, dimana dehidrasi itu sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yaitu dehidrasi
hipertonik, dehidrasi isotonik, atau dehidrasi hipotonik.
1.2 Latar Belakang
60% dari total berat badan manusia adalah berupa cairan. Cairan tersebut terbagi
kedalam kedua kompartemen, yaitu cairan intrasel dan ekstrasel yang terdistribusi
sehingga mengisi hampir setiap rongga pada tubuh manusia. Dehidrasi dapat terjadi
apabila cairan yang keluar melebihi caira yang masuk. Untuk dapat mengembalikan
keseimbangan cairan seperti semula, perlu diketahui bahwa dehidrasi terdiri dari
derajat ringan, sedang, dan berat, dimana rehidrasi pada pasien bergantung terhadap
derajat dehidrasi tersebut. Karena dehidrasi dapat mengakibatkan komplikasi yang
serius seperti syok hipovolemik, sangat penting bagi penderita dehidrasi terutama
dehidrasi derajat sedang hingga berat untuk mendapatkan bantuan medis secara cepat
dan tepat.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
sarjana profesi dokter Bagian Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran dan untuk menambah wawasan mengenai
dehidrasi terutama dalam mendiagnosis serta pemberian tatalaksana yang tepat.
III. Tinjauan Pustaka
1.1 Epidemiologi
Secara global, penyebab tersering dari dehidrasi adalah karena diare. Dehidrasi
paling sering terjadi pada balita juga pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Tingkat
mortalitas dan morbiditas secara umum bergantung kepada derajat dari dehidrasi dan
penanganan yang tepat. Apabila ditangani dengan baik, tingkat mortalitas kasus
dehidrasi cenderung rendah. Dehidrasi yang karena penyakit diare menyebabkan 4
juta kematian setiap tahun pada neonatus dan anak-anak.
1.2 Derajat dan Tanda Klinis
Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada pasien dehidrasi meliputi turgor
kulit yang abnormal, terjadi kekeringan pada mukus membran, perabaan nadi perifer
yang terasa lemah, peningkatan nadi dan penurunan dari tekanan darah, serta
penurunan jumlah urin. Beberapa tanda klinis pada pasien dehidrasi dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tanda klinis
Derajat dehidrasi (% dari berat badan)
5% 10% 15%
Membran mukus Kering Sangat kering Parched
Urine output Sedikit menurun Menurun Sangat menurun
Pulse rateNormal atau dapat
meningkat
Meningkat
> 100 kali/menit
Sangat meningkat
> 120 kali/menit
Tekanan darah Normal
Sedikit menurun
dengan perubahan
pernafasan
Menurun
Tanda klinis yang ada pada pasien dehidrasi akan membuat pemeriksa dapat
menentukan derajat keparahan dehidrasi pasien, apakah derajat ringan, sedang, atau
berat. Semakin berat derajat dehidrasinya, gangguan hemodinamik yang ada akan
semakin parah. Pemeriksaan tanda klinis dan penentuan derajat dehidrasi sangat
penting, untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat.
1.3 Klasifikasi
Selain dari derajat keparahannya, dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
osmolaritasnya. Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang
hilang, dehidrasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe; dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik, dehidrasi hipotonik. Kadar natrium serum dapat digunakan untuk menilai
tipe dehidrasi yang terjadi, dimana masing-masing tipe dari dehidrasi memiliki
patofisiologi yang berbeda.
1. Dehidrasi isotonik
Dehidrasi hipotonik merupakan tipe dari dehidrasi yang paling
sering terjadi (80%). Pada dehidrasi isotonik, volume air yang hilang
sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, sehingga tidak ada
perpindahan cairan. Pada dehidrasi isotonik, kadar natrium serum berkisar
antara 135 sampai 145 mmol/L, dan osmolaritas efektif serum berkisar
antara 275-295 mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik
Dehidrasi hipotonik terjadi apabila natrium yang hilang lebih
banyak dibandingkan dengan volume air yang hilang. Hal ini ditandai
dengan penurunan kadar natrium serum hingga mencapai kurang dari 135
mmol/L, dan penurunan osmolaritas efektif serum hingga kurang dari 270
mOsm/L. Sebagai akibat dari kadar natrium yang rendah dalam
kompartemen intravaskular, akan mengakibatkan perpindahan cairan dari
intravaskular ke kompartemen lain, sehingga cairan intravaskular semakin
berkurang. Komplikasi dari dehidrasi hipotonik adalah kejang.
3. Dehidrasi hipertonik
Dehidrasi hipertonik terjadi apabila volume air yang hilang lebih
besar daripada natrium yang hilang. Hal ini ditandai dengan peningkatan
kadar natrium serum sebesar lebih dari 145 mmol/L, dan peningkatan
osmolaritas efektif serum sebesar lebih dari 295 mOsm/L. Hal ini akan
menyebabkan perpindahan cairan dari kompartemen lain menuju
kompartemen intravaskular. Perlu diperhatikan pada kondisi dehidrasi
hipertonik, pemberian rehidrasi secara perlahan (lebih dari 48 jam) perlu
dilakukan agar mencegah edema serebral yang terjadi karena influks
cairan yang berlebih.
1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus dehidrasi ditentukan berdasarkan tipe dari
dehidrasi dan derajat keparahan dehidrasi tersebut.
1. Dehidrasi derajat ringan hingga sedang
Pada kasus dehidrasi derajat ringan hingga sedang, dapat diatasi
dengan melakukan rehidrasi menggunakan cairan oral rehydration
solution (ORS) untuk mengembalikan cairan yang hilang. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah menghitung defisit cairan. Hal ini
dilakukan dengan cara mencocokan tanda klinis dengan derajat
keparahan dehidrasi. Defisit cairan yang ada harus terganti selama 4
jam, hal ini dapat dicapai dengan pemberian cairan ORS dalam volume
kecil dengan frekuensi sering. Untuk dehidrasi sedang dapat
dipertimbangkan rehidrasi menggunakan intravena apabila pasien tidak
toleran terhadap cairan ORS atau terdapat gejala muntah. Cairan yang
dipakai adalah cairan kristaloid (NaCl 0.9%), hingga defisit cairan
tergantikan.
2. Dehidrasi derajat berat
Pada kasus dehidrasi derajat berat, perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan apakah dehidrasi yang terjadi bersifat
isotonik, hipotonik, atau hipertonik. Pada dehidrasi derajat berat
dilakukan rehidrasi menggunakan intravena, dan penyebab dasar yang
mengakibatkan keadaan dehidrasi harus segera ditangani.
Pasien dengan dehidrasi derajat berat perlu segera dilakukan
penggantian defisit cairan dalam waktu 24 jam. Pertama lakukan
penghitungan maintenance cairan dari pasien menggunakan tabel berikut.
Berat Volume
Untuk 10 kg pertama 4 mL/kg per jam
Untuk 10 kg berikutnya Ditambahkan 2 mL/kg per jam
Untuk tiap kg diatas 20kg Ditambahkan 1 mL/kg per jam
Setelah volume maintenance cairan dihitung, hitung defisit cairan
yang terjadi. Volume maintenance tersebut lalu ditambahkan dengan
volume defisit cairan yang terjadi. Secara umum, cara pemberian yang
direkomendasikan adalah setengah dari volume tersebut diberikan
selama 8 jam, dan setengah sisanya diberikan selama 16 jam. Perbaikan
dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut, produksi urin, dan tanda
klinis dehidrasi yang membaik.
3. Dehidrasi hipotonik
Penatalaksanaan dehidras hipotonik ditujukan kepada koreksi keadaan
yang mendasari dehidrasi juga plasma sodium. Pasien hiponatremia akut
dan simptomatik membutuhkan penanganan awal. Pada kejadian tersebut,
koreksi plasma sodium lebih dari 125 mEq/L biasanya cukup untuk
meringankan gejala, yang dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
Na+ defisit = Total body water x (Na+ target – Na+ saat ini)
Setelah defisit plasma sodium didapatkan, dilakukan koreksi
menggunakan normal saline. Normal saline mengandung 154 mEq/L,
dimana untuk laju koreksi 0.5 mEq/L tiap jam, pemberian normal saline
dilakukan selama 24 jam. Koreksi hiponatremi secara rapid dapat
mengakibatkan lesi demyelinating pada pons (central pontine myelinolysis),
yang akan menyebabkan permanen neurological squelae, sehingga
disarankan untuk gejala ringan, laju koreksi yang dilakukan harus kurang
dari 0.5 mEq/L tiap jam, untuk gejala sedang kurang dari 1 mEq/L tiap jam,
dan untuk gejala berat kurang dari 1.5 mEq/L tiap jam.
4. Dehidrasi hipertonik
Penatalaksanaan keadaan hipertonik ditujukan untuk pengembalian
osmolalitas plasma menjadi kembali normal. Defisit cairan harus dikoreksi
dalam waktu 48 jam dengan cairan hipotonik seperti Dextrose 5%. Apabila
koreksi cairan dilakukan secara rapid, dapat mengakibatkan kejang, edema
otak, kerusakan neurologis secara permanen, dan bahkan kematian. Ketika
mengobati pasien dengan dehidrasi hipertonik perlu dilakukan dilakukan
pemeriksaan osmolalitas Na secara serial. Secara umum, penurunan
konsentrasi plasma sodium tidak boleh lebih cepat dari 0.5 mEq/L tiap jam.
IV. Simpulan
Penentuan derajat dehidrasi penting untuk memberikan penatalaksanaan yang
tepat. Penatalaksaan dehidrasi bertujuan untuk mengatasi defisit cairan yang ada, dan
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Target pertama dalam menangani pasien
dehidrasi adalah pengembalian volume intravaskular, lalu dilanjutkan dengan
pengembalian kadar natrium serum sesuai kadar normal.
Contoh Kasus
Pasien dengan berat 100 kg, memiliki defisit cairan sebesar 5000 cc, hitung
pemberian cairan yang harus diberikan kepada pasien tersebut.
Jawab:
Jumlah cairan maintenance pada pasien tersebut adalah 140 cc/jam yang didapat
dari:
4 x 10 kg pertama : 40 cc/jam
2 x 10 kg kedua : 20 cc/jam
1 x sisa berat badan : 80 cc/jam
Jadi, pasien tersebut memerlukan cairan sebanyak 140 cc/jamnya untuk
kebutuhan maintenance cairan.
Jumlah defisit cairan pada pasien tersebut sebesar 5000 cc, sehingga pada 8 jam
pertama perlu diberikan 2500 cc cairan, dan 2500 cc sisanya pada 16 jam berikutnya,
sehingga perhitungan penggantian defisit cairan pada pasien tersebut menjadi:
Jam 0 – 8 : 312.5 cc/jam ~ 313 cc/jam
Jam 9 – 24 : 156.25 cc/jam ~ 156 cc/jam
Sehingga, total cairan yang perlu diberikan terhadap pasien tersebut adalah:
Cairan total = Maintenance + Defisit
Jam 0 – 8 : 313 cc/jam + 140 cc/jam = 453 cc/jam
Jam 9 – 24 : 156 cc/jam + 140 cc/jam = 296 cc/jam
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth FJ, Mackey DC, Wasnick JD: Morgan & Mikhail Clinical Anesthesiology: 5th Edition.Hal 1107-1166
2. Leksana E: Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi: 2015. Hal 70-73
3. Mentes JC, Kang S: Hydration Management: 2013.
4. Thomas DR, Cote TR, Lawhorne L, Levenson S, Rubenstein LZ, Smith DA: Understanding Clinical Dehydration and Its Treatment: 2008. Hal 292-301
5. Clinical Management of Acute Diarrhea. WHO/UNICEF Joint Statement. 2004