48
Case Report Session GANGGUAN ANSIETAS MENYELURUH DAN MILIARIA RUBRA Oleh : Meiustia Rahayu 07120141 Preseptor : dr. Emilzon Taslim, Sp.An-KAO, M.Kes KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II 0

CRS Gangguan Ansietas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Case Report, Anxiety Disorder, Gangguan Ansietas Menyeluruh, Miliaria, Psikiatri

Citation preview

Page 1: CRS Gangguan Ansietas

Case Report Session

GANGGUAN ANSIETAS MENYELURUH

DAN MILIARIA RUBRA

Oleh :

Meiustia Rahayu

07120141

Preseptor :

dr. Emilzon Taslim, Sp.An-KAO, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PUSKESMAS AIR DINGIN

PADANG

20130

Page 2: CRS Gangguan Ansietas

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Gangguan Ansietas Menyeluruh

1. Definisi

Gangguan ansietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kon-

disi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan

tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan

sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-ku-

rangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan

berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesuli-

tan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan

yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.1,2

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan

tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk

khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya

stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Pasien

dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan

ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan

siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.1

2. Epidemiologi

Angka prevalensi untuk gangguan ansietas menyeluruh 3-8% , dengan prevalensi pada

wanita berumur di atas 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki

sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa

akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD  merupakan

gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.3,4

3. Etiologi

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya

gangguan ansietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain:

1

Page 3: CRS Gangguan Ansietas

a. Kontribusi Ilmu Psikologi

1) Teori Psikoanalitik

Freud merumuskan kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah

sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan

untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang

muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi

tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi untuk

meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan untuk mengalami

kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik

yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai

respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun agen

psikofarmakologi mungkin memperbaiki gejala, mungkin tidak mengatasi

situasi hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan

kecemasan.2

Pada tingkat awal, kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan

ini berasal dari ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain

tidak menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi.

Kecemasan persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa diri

sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari luar.

Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta

atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada tingkat yang paling dewasa,

superego kecemasan berhubungan dengan perasaan bersalah tentang tidak

memenuhi standar diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua.

Seringkali sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat

utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien. Beberapa

kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat

perkembangan yang bervariasi.2 Teori psikoanalitik mengungkapkan

terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak

terselesaikan.5,6

2) Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkun-

gan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan

2

Page 4: CRS Gangguan Ansietas

oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah

ia melihat ayahnya yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan per-

caya semua orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat

mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkun-

gan, seperti orang tua cemas.2 Teori perilaku beranggapan bahwa terjadinya

ansietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap ba-

haya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif

pada detil-detil negatif dalam kehidupan, penyimpangan dalam proses infor-

masi, dan pandangan yang negatif terhadap kemampuan pengendalian

dirinya.5,6

3) Teori Eksistensial

Teori eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana

tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang

sifatnya kronis.2 Terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang

yang dapat diidentifikasi secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang

menjadi sadar akan kehampaannya di dalam kehidupan ini.4,9

4) Teori Kognitif Perilaku

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,

disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada

lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang

sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.1,7

5) Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien

GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari

keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang

sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50%

pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.1,7

b. Kontribusi Ilmu Psikologi

1) Sistem Saraf Otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada

sistem kardiovaskular (takikardia), otot (sakit kepala), pencernaan (diare),

dan pernapasan (takipnea). Sistem saraf otonom dari beberapa pasien den-3

Page 5: CRS Gangguan Ansietas

gan gangguan kecemasan, terutama mereka yang memiliki gangguan panik,

menunjukkan nada simpatik yang meningkat, beradaptasi perlahan terhadap

rangsangan berulang-ulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan

moderat.2

2) Neurotransmiter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar

dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin

(NE), serotonin, dan gama-aminobutyric acid (GABA). Salah satu

eksperimen tersebut untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di

mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif

(makanan) dan negatif (sengatan listrik). Ansiolitik narotika

(benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini,

sedangkan obat lain (amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku

hewan.2

3) Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti

serangan panik, insomnia, terkejut, dan hiperarousal otonom, merupakan

karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Hal tersebut

berhubungan dengan peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan di

mana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang

buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus

seruleus di pons rostral, dan memproyeksikan akson mereka ke korteks

otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan

pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus

menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah

yang sama atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan

untuk membentuk respon ketakutan.2

Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan

gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya isoproterenol) dan

adrenergik antagonis reseptor (misalnya yohimbine) dapat memicu serangan

panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres),

sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam

beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang 4

Page 6: CRS Gangguan Ansietas

konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama

gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal atau tingkat urin metabolit

noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) tinggi.2

4) Aksis Hipotalamus Hipofisis Adrenal

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis

meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk

memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi

untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan

memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan

dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan

dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis,

imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia, diskoagulation, dan akhirnya

aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam fungsi aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien

dengan gangguan panik, hormon adrenocorticoid (ACTH) tumpul terhadap

berbagai corticotropin-releasing factor (CRF) telah dilaporkan dalam

beberapa penelitian dan tidak pada orang lain.2

5) Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH

mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi

selama stres. Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan

stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan

kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat

berbagai fungsi neurovegetatif, seperti asupan makanan, aktivitas seksual,

dan program endokrin untuk pertumbuhan dan reproduksi.2

6) Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran

serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis hasil stres

akut pada omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks

prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan

ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan

serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan

misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone 5

Page 7: CRS Gangguan Ansietas

(BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam pengobatan

gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan

antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan

terletak di inti raphe di batang otak dan sel-sel yang menuju ke korteks,

sistem limbik (khususnya amigdala dan hipokampus), dan hipotalamus.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine

(MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang

menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan kecemasan meningkat

pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan

bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam dietilamid

lisergik dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan

perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang

menggunakan obat ini.2

7) GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan

golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis

reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan

kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang

paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum,

potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam

(Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik.

Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan

serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini

telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan

gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA

mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.2

8) Aplysia

Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan

menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini dapat

dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus netral seolah-

olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan

guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak

adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan 6

Page 8: CRS Gangguan Ansietas

terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan pelepasan

jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana,

karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia

kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada

manusia.2

9) Neuropeptida Y

Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah

satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia. Bukti yang

menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat,

dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi

counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam

ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara

operasi khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan

bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik.2

10) Galanin

Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30

asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis

dan perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan

makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir

kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal

dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk

hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal. Studi pada

tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat memodulasi

kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis reseptor NPY mungkin

menjadi target baru untuk pengembangan obat anti ansietas.2

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dinilai dari dua hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik. Gejala

somatik antara lain gemetar, nyeri punggung dan nyeri kepala, ketegangan otot, napas

pendek, hiperventilasi, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas otonomik (wajah

merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering

kencing), parestesia, sulit menelan. Gejala psikologik antara lain rasa takut yang

7

Page 9: CRS Gangguan Ansietas

berlebihan dan sulit untuk dikontrol, sulit konsentrasi, insomnia, libido menurun, rasa

mual di perut, hipervigilance (siaga berlebih).1,7

Gangguan ansietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.

Ansietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi

CRF (Cortisotropin-Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon

hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno-Corticotropin

Hormon). Hormon tersebut akan merangsang  korteks adrenal untuk mengsekresi

kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan

mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II, dan peningkatan kepekaan

pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan

sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan

sistem parasimpatis. Pada ansietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada ansietas yang sangat berat

dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan

mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada

kecemasan yang kronis, kadar adrenalin  terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap

rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada

gangguan ansietas menyeluruh  yang terutama berperan adalah neurotransmiter

serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu 5-HT1, 5-HT2

dan 5-HT3. Menurut Kabo  reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan

reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert,

aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor  5-

HT2 akan meningkatkan tekanan darah.4,5

5. Diagnosis

Kriteria diagnostik gangguan ansietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :8

a.   Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,

sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau

kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).

b.   Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.

c.   Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini

(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak

terjadi selama enam bulan terakhir):

8

Page 10: CRS Gangguan Ansietas

1) Kegelisahan

2) Merasa mudah lelah

3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong 

4) Iritabilitas

5) Ketegangan otot

6) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak

memuaskan)

Diagnosis pada anak cukup satu kriteria.

d.   Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya

kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik

(seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia

sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari

rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan ansietas perpisahan),

penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik

berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius

(seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi

semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.

e.   Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang

bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi

penting lain.

f.    Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek  fisiologis langsung dari suatu zat

(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya

hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,

gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan ansietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III

sebagai berikut:9

a. Pasien harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hamper

setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau

hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating

atau mengambang)

b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :

9

Page 11: CRS Gangguan Ansietas

1) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit

konsentrasi, dan sebagainya)

2) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)

3) Overaktivitas  otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-

debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan

sebagainya).

4) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),

khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Ansietas

Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode

depresif (F32.-), gangguan ansietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau

gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).9

6. Diagnosis Banding

Gangguan ansietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis

umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan

pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.

Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia,

kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan ansiolitik. Kelainan

neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik

harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan ansietas

menyeluruh. Selain itu, gangguan ansietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding

dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan

gangguan stres post-trauma.1

a. Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek atau hal tertentu sehingga pasien

berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek

tertentu yang menimbulkan kecemasan.1

b. Gangguan obsesif kompulsif

Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang

(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien

sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.1

10

Page 12: CRS Gangguan Ansietas

c. Hipokondriasis 

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit

serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha

datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan

gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang

dirasakannya.1

d. Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau peristiwa

ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD

kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.1

7. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi 

1) Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan

dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Pengguanaan

sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah

terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu,

dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis

Benzodiazepin meliputi efek antiansietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan

premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam

golongan Benzodiazepin antara lain:10

a) Diazepam. Dosis anjuran oral 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi 5-10 mg 9im/iv),

broadspectrum

b) Chlordiazepoxide. Dosis anjuran 2-3 x 5-10 mg/hari, broadspectrum

c) Lorazepam. Dosis anjuran 2-3 x 1 mg/hari, dosis antiansietas dan

antiinsomnia berjauhan, lebih efektif sebagai antiansietas, untuk pasien-

pasien dengan kelainan hati dan ginjal.

d) Clobazam. Dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, dosis antiansietas dan

antiinsomnia berjauhan, lebih efektif sebagai antiansietas, psychomotor

performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia

lanjut yang masih ingin tetap aktif.

11

Page 13: CRS Gangguan Ansietas

e) Bromazepam. Dosis anjuran 3 x 1,5 mg/hari, dosis antiansietas dan

antiinsomnia berjauhan, lebih efektif sebagai antiansietas.

f) Alprazolam. Dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk ansietas tipe

antisipatorik, onset lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresi.

2) Nonbenzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam 

memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan

withdrawal. Dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek

klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD

yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang

baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara

Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin

setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.10

b. Psikoterapi

1) Terapi kognitif perilaku

Pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui

proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, di mana proses kognisi akan

menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,

merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi

fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam

menganalisa, memutuskan, bertanya,  berbuat, dan memutuskan kembali.

Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat

mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif

perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang

salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan

mereka tentang masalah yang dihadapi.  Pendekatan kognitif mengajak pasien

secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku,

mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada

pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.4,10

2) Terapi suportif

12

Page 14: CRS Gangguan Ansietas

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada

dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.4

3) Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah

sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari

pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur,

bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6

8. Prognosis

Gangguan ansietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin

berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan

perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi

gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh,

perjalanan klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.

Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan

dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan

yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas

menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan

kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami

gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.1

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat

bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika

terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita,

lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam

menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh. Ditinjau dari kepribadian

premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan kepribadian yang baik di

sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik

daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan,

kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan

13

Page 15: CRS Gangguan Ansietas

kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi

kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi

dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan dengan perbuatan,

kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin

matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga

semakin baik.11

Semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka

prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan,

semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih

baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum

gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan

misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung

jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-

keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis

akan menjadi lebih jelek.11

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh.

Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif

ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu

mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di

sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan

memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan

penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya

kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang

besar akan memperjelek prognosisnya.12

1.2 Miliaria

1. Definisi

Miliaria adalah kelainan kulit akibat aliran keringat ke permukaan kulit terhambat dan

keringat dipertahankan dalam kulit yang sering terjadi pada peningkatan kondisi panas

dan lembab.12-15 Hambatan sekresi normal dari kelenjar keringat menyebabkan

peningkatan tekanan dan pecahnya kelenjar keringat pada tingkat yang berbeda-beda.

Keluarnya keringat ke dalam jaringan yang berdekatan menyebabkan perubahan

anatomi yang menghasilkan miliaria.12

14

Page 16: CRS Gangguan Ansietas

2. Epidemiologi

Di seluruh dunia, miliaria umumnya terjadi di lingkungan tropis, terutama pada

kalangan orang-orang yang baru pindah ke lingkungan tersebut. Miliaria terjadi pada

semua ras. Tidak ada predileksi jenis kelamin pada penyakit ini. Miliaria kristalina dan

miliaria rubra bisa terjadi pada semua usia, tetapi umumnya terjadi pada bayi.

Sedangkan miliaria profunda umumnya lebih banyak terjadi pada orang dewasa

dibandingkan bayi dan anak-anak.15

3. Klasifikasi

Ada 3 bentuk miliaria, sebagai berikut:13,15,16

a. Miliaria kristalina (Sudamina)

Pada miliaria kristalina, obstruksi duktus paling superfisial, terjadi pada stratum

korneum. Secara klinis, bentuk penyakit ini menghasilkan vesikel yang kecil,

rapuh, dan tegas.

b. Miliaria rubra (Prickly Heat)

Pada miliaria rubra, obstruksi terjadi lebih dalam pada epidermis dan menghasilkan

papula eritematosa yang sangat gatal. Ketika pustula berkembang pada lesi miliaria

rubra, istilah miliaria pustulosa digunakan.

c. Miliaria profunda

Pada miliaria profunda, obstruksi duktus terjadi pada perbatasan dermal-epidermal.

Kebocoran keringat ke dalam pars papilare dermis menghasilkan papula halus

berwarna seperti kulit yang tanpa gejala.

4. Etiologi 13,15,16

a. Ketidakmatangan kelenjar ekrin.

Neonatus diperkirakan memiliki kelenjar ekrin yang belum matang atau sempurna

sehingga mudah pecah saat berkeringat, pecah ini yang menyebabkan miliaria.

b. Kurangnya penyesuaian diri terhadap iklim.

Miliaria biasanya terjadi pada individu yang pindah dari iklim tidak tetap ke iklim

tropis. Kondisi ini biasanya berubah setelah individu tinggal pada kondisi panas

dan lembab selama beberapa bulan.

c. Kondisi panas dan lembab.

Iklim tropis, perawatan neonatus dalam inkubator, dan demam mungkin dapat

menyebabkan miliaria.15

Page 17: CRS Gangguan Ansietas

d. Latihan.

Beberapa stimulus untuk berkeringat dapat menyebabkan miliaria.

e. Pseudohipoaldosteronism tipe I.

Gangguan resistensi minelalokortikoid menyebabkan kehilangan garam yang

berlebihan melalui sekresi kelenjar ekrin dan dihubungkan dengan serangan

berulang dari pustular miliaria rubra.

f. Sindrom Morvan

Miliaria rubra telah dilaporkan dalam gangguan autoimun langka yang ditandai

dengan neuromitonia, insomnia, halusinasi, rasa sakit, kehilangan berat badan, dan

hiperhidrosis.

g. Obat.

Bethanecol dan Isotretinoin dilaporkan dapat menyebabkan miliaria.

h. Bakteri.

Staphylococcus berhubungan dengan miliaria.

i. Radiasi ultraviolet

Beberapa peneliti menemukan bahwa miliaria kristalina terjadi pada kulit yang

terpapar sinar ultraviolet.

5. Patogenesis

Rangsangan utama untuk pengembangan miliaria adalah kondisi panas dan kelembaban

tinggi yang menyebabkan keringat berlebihan. Pada orang yang rentan, termasuk bayi,

yang memiliki kelenjar ekrin relatif belum matang, hidrasi yang berlebihan dari stratum

korneum dianggap cukup untuk menyebabkan penyumbatan transien acrosyringium

tersebut. Jika kondisi panas dan lembab bertahan, individu terus memproduksi keringat

yang berlebihan, tapi dia tidak mampu untuk mengeluarkan keringat ke permukaan

kulit karena penyumbatan duktus. Penyumbatan ini menyebabkan kebocoran keringat

selama perjalanan ke permukaan kulit, baik dalam dermis atau epidermis, dengan

anhidrosis relative.15

Ketika titik kebocoran dalam stratum korneum atau persis di bawahnya, seperti

di miliaria kristalina, terdapat peradangan kecil dan lesi tidak menunjukkan gejala.

Sebaliknya, di miliaria rubra, kebocoran keringat ke dalam lapisan subkorneal

menghasilkan vesikel spongiotik dan sel inflamasi kronis periduktal menyusup di pars

16

Page 18: CRS Gangguan Ansietas

papilere dermis dan epidermis bawah. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke

dalam pars papillare dermis menghasilkan infiltrat limfositik periduktal dan spongiosis

dari saluran intraepidermal.15

6. Gambaran Klinis

a. Miliaria Kritalina

Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm terutama pada badan setelah

banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tanpa tanda

radang pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberikan

keluhan dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat

gelembung intra/subkorneal.12-16

Gambar 1. Miliaria kristalina14

Gambar 2. Lesi pada miliaria kristalina15

b. Miliaria Rubra

Penyakit ini lebih berat daripada miliaria kristalina., terdapat pada badan dan

tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul

17

Page 19: CRS Gangguan Ansietas

vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Pada gambaran

histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan

peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.12-16

Gambar 3. Miliaria Rubra14

Gambar 4. Miliaria Pustulosa12

c. Miliaria Profunda

Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra, ditandai dengan papul putih,

keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan dan ekstremitas. Karena letak

retensi keringat lebih dalam maka secara klinis lebih banyak berupa papul daripada

18

Page 20: CRS Gangguan Ansietas

vesikel. Tidak gatal dan tidak terdapat eritema. Pada gambaran histopatologik

tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas dengan atau

tanpa infiltrasi sel radang.12-16

Gambar 5. Miliaria Profunda14

7. Diagnosis

a. Pemeriksaan Laboratorium

Miliaria secara klinis khas, karena itu, pemeriksaan laboratorium hanya sedikit

diperlukan. Pada miliaria kristalina, pemeriksan sitologi dari isi vesikel gagal untuk

mengungkapkan sel inflamasi atau sel raksasa berinti banyak (seperti yang

diharapkan dalam vesikel herpes). Pada miliaria pustulosa, pemeriksaan sitologi

dari isi pustular mengungkapkan sel-sel inflamasi. Tidak seperti ertitema toksikum

neonatorum, eosinofil tidak menonjol. Perwarnaan gram dapat mengungkapkan

kokus gram positif (misalnya, Staphylococcus).15

b. Pemeriksaan Histologi

Pada miliaria kristalina, vesikel intrakorneal atau subkorneal berhubungan dengan

saluran keringat ekrin, tanpa sel inflamasi disekitarnya. Obstruksi dari saluran ekrin

dapat diamati dalam stratum korneum. Pada miliaria rubra, spongiosis dan vesikel

spongiotik yang diamati dalam stratum malphigi, berkaitan dengan saluran keringat

ekrin. Terdapat peradangan periduktal.15

Pada lesi awal miliaria profunda, terdapat dominasi infiltrat limfosit

periduktal dalam pars papilare dermis dan epidermis bawah. Selanjutnya, sel-sel

19

Page 21: CRS Gangguan Ansietas

inflamasi terdapat di bawah dermis dan limfosit dapat memasuki saluran ekrin.

Spongiosis di sekitar epidermis dan hiperkeratosis parakeratotik dari acrosyringium

dapat diamati.15

8. Diagnosis Banding15

a. Kandidosis kutis

b. Varisela

c. Eritema toksikum neonatorum

d. Folikulitis

e. Herpes simplex

9. Pengobatan12,13,15,16

a. Miliaria Kristalina

Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan meghindari panas yang berlebihan,

mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis, dan menyerap keringat.

b. Miliaria Rubra

Menggunakan pakaian yang tipis dan yang mengisap keringat. Dapat diberikan

bedak salisil 2% dibubuhi mentol ¼ - 2%. Losio Faberi dapat pula digunakan.

Untuk memberikan efek antipruritus dapat ditambahkan mentholum atau camphora

pada losio Faberi.

c. Miliaria Profunda

Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan,

mengusahakan regulasi suhu yang baik dan pakaian yang tipis. Dapat diberikan

losio calamin dengan atau tanpa mentol 0.25%, dapat pula resorsin 3% dalam

alkohol.

Profilaksis miliaria dengan antibiotik oral telah dilaporkan. Pasien juga telah

diobati dengan retinoid oral, vitamin A, dan vitamin C, dengan berbagai macam

keberhasilan. Tidak ada uji coba terkontrol yang telah dilakukan untuk menunjukkan

efektivitas dari salah satu terapi sistemik.16

20

Page 22: CRS Gangguan Ansietas

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama / Jenis Kelamin / Umur: Tn. Z / Laki-laki / 52 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : Petani / Tamat SMP

c. Alamat : Jl. Pertanian No.22, Sungei Lareh, Lubuk Minturun,

Padang

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Belum menikah

b. Jumlah Anak : Memiliki 4 orang anak

c. Status Ekonomi Keluarga : Pasien tinggal bersama istri, 1 anak laki-laki dan 2

anak perempuan. Pasien dan istri bekerja sebagai

petani kakao dengan penghasilan Rp. 1.400.000,-.

Penghasilan ini dirasakan cukup untuk menghidupi

keluarga.

d. KB : Tidak ada

e. Kondisi Rumah :

1) Rumah permanen, terdiri dari ruang tamu bergabung ruang keluarga, 3 kamar tidur,

dapur semipermanen, dan kamar mandi dengan perkarangan kecil

2) Ventilasi dan pencahayaan kurang

3) Listrik ada

4) Sumber air minum : sumur pompa

5) WC berjumlah 1 buah di luar rumah, septic tank ada

6) Sampah dibakar

Kesan: higiene dan sanitasi kurang.

f. Kondisi Lingkungan Keluarga

1) Jumlah penghuni 5 orang: pasien, istri (49 tahun), dan 3 orang anak (laki-laki 29 21

Page 23: CRS Gangguan Ansietas

tahun; perempuan 21 dan 18 tahun). Anak pertama perempuan (29 tahun) tinggal di

ruamah suaminya.

2) Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.

3. Aspek Psikologis di Keluarga

Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya kurang baik.

4. Riwayat Penyakit Dahulu / Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, penyakit hati dan ginjal

tidak ada.

5. Keluhan Utama

Rasa cemas-cemas yang semakin hebat sejak 1 bulan ini.

6. Riwayat Penyakit Sekarang

Rasa cemas-cemas yang semakin hebat dalam 1 bulan ini. Awalnya pasien sudah

sering merasa cemas tiba-tiba bila sedang berada di pasar atau temapat keramaian.

Ini telah dialami pasien sejak 7 bulan yang lalu. Pasien cemas akan jatuh sakit bila

terlalu lama di temat ramai, takut tertular penyakit dari orang lain. Bila serangan

cemas ini muncul, pasien merasakan badannya lemas dan ringan seperti melayang

di udara, mual yang kadang disertai muntah, nyeri ulu hati, dan keluar keringat

dingin. Keluhan ini dirasakan semakin sering dan semakin hebat sejak 1 bulan ini.

Pasien merasakan nyeri dada dan gemetaran hebat. Pasien merasakan seperti

nyawanya sudah lepas meninggalkan tubuhnya. Saat ini, jika keluar rumah, pasien

harus ditemani oleh istrinya.

Nyeri seluruh tulang sejak 2 bulan ini. Nyeri tulang dirasakan baik pada sendi-

sendi kecil maupun besar dan terjadi hilang timbul, tidak disertai kaku pada pagi

hari. Pasien juga merasakan tegang otot dan kesemutan pada keua tangan dan kaki.

Keluhan ini tidak dipengaruhi dengan gerakan dan tidak berkurang dengan istirahat.

Pasien sudah mengobatkan keluhan ini 2 kali ke bidan dan 1 kali ke puskesmas .

telah dilakukan pemeriksaan asam urat 2 minggu lalu dengan hasil normal. Pasien

meyakini bahwa ia menderita penyakit rematik dan meminta diobati dengan obat

rematik.

22

Page 24: CRS Gangguan Ansietas

Bintik-bintik berair yang terasa ggatal pada punggung atas sejak 1 bulan yang

lalu. Pasien sering berkeringat sepanjang hari., namun bahan pakaian yang

digunakannya kurang menyerap keringat. Pasien mandi 2 kali sehari dan mengganti

pakaian setiap 1 kali sehari. Sirkulasi udara di dalam rumah pasien kurang. Pasien

jarang membuka jendela di rumahnya. Tidak ada anggota keluarganya yang

mengalami keluhan yang sama. Pasien meyakini ia menderita campak karena ia

pernah melihat tetangganya yang sakit campak mirip dengan keluhan yanga

dialaminya.

Demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, nyeri tenggorokan tidak ada.

Buang air kecil dan buang air besar biasa.

7. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84x/ menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,7oC

BB : 89 kg

TB : 168 cm

Indeks Massa Tubuh : 20,9 kg/m2 Kesan status gizi: baik

Kepala : Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Tidak ada pembesaran tiroid dan KGB, JVP 5-2 cmH2O

Thoraks

Paru : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis,

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung: Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung kiri 2 jari medial LMCS RIC V,

batas jantung kanan LSD, batas atas RIC II

23

Page 25: CRS Gangguan Ansietas

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : sudut kostovertebra: nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : tremor (+), hiperhidrosis (+),ROM baik, nyeri gerak (-)

motorik : 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5

sensorik : eksteroseptif dan proprioseptif baik

reflek fisiologis ++ ++ refleks patologis - -

++ ++ - -

b. Status psikiatri

1) Keadaan Alam Perasaan

a) Keadaan afektif : hipertim

b) Hidup emosi

Stabilitas : labil

Pengendalian : kurang

Echt-unecht : echt

Einfuhlung : inadekuat

Dalam dangkal : dangkal

Skala differensiasi : sempit

Arus emosi : cepat

2) Keadaan dan fungsi intelek

a) Daya ingat : baik

b) Daya konsentrasi : kurang

c) Orientasi (waktu, tempat, personal,situasi) : tidak terganggu

d) Luas pengetahuan umum dan sekolah : baik

e) Discriminative insight : terganggu

f) Dugaan taraf intelegensia : rata-rata normal24

Page 26: CRS Gangguan Ansietas

g) Discriminative judgment : tidak terganggu

h) Kemunduran intelek : tidak ada

3) Kelainan sensasi dan persepsi

a) Ilusi : tidak ada

b) Halusinasi

Akustik : tidak ada

Visual : tidak ada

Olfaktori : tidak ada

Taktil : tidak ada

Gustatorik : tidak ada

4) Kelainan proses berpikir

a) Kecepatan proses berpikir (psikomobilitas) : cepat

b) Mutu proses berpikir

Jelas dan tajam : cukup jelas

Sirkumstansial : tidak ada

Inkoherent : tidak ada

Terhalang : tidak ada

Terhambat : tidak ada

Meloncat-loncat (flight of ideas) : tidak ada

Verbigerasi persevarative : tidak ada

c) Isi pikiran

Pola sentral dalam pikirannya : tidak ada

Fobia : ada

Obsesi : tidak ada

Delusi : tidak ada

Kecurigaan : tidak ada

Konfabulasi : ada

Rasa permusuhan / dendam : tidak ada

Perasaan inferior : tidak ada

Banyak / sedikit : sedikit

Perasaan berdosa : tidak ada 25

Page 27: CRS Gangguan Ansietas

Hipokondria : ada

Lain-lain : tidak ada

5) Kelainan dorongan instingtual dan perbuatan

a. Abulia : tidak ada

b. Stupor : tidak ada

c. Raptus / impulsivitas : tidak ada

d. Kegaduhan umum : tidak ada

e. Deviasi seksual : tidak ada

f. Ekhopraksia : tidak ada

g. Vagabondage : tidak ada

h. Piromani : tidak ada

i. Mannerisme : tidak ada

j. Lain-lain : tidak ada

6) Anxietas yang terlihat secara overt: ada, banyak

7) Hubungan dengan realitas: terganggu dalam pikiran dan perasaan

c. Status lokalis

Lokasi : punggung atas

Distribusi : bilateral, regional

Bentuk : tidak khas

Susunan : diskret

Batas : tegas

26

Page 28: CRS Gangguan Ansietas

Ukuran : miliar

Efloresensi : vesikel dan papul di atas makula eritem

8. Laboratorium

Tidak diperiksa

9. Diagnsis Multipel Axis

I. F.41.1 Gangguan Ansietas Menyeluruh

II. F.60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid

III. L.74.0 Miliiaria Rubra

IV. Masalah berkaitan dengan lingkungan social

V. GAF 70-61

10. Diagnosis Banding

F.41.0 Gangguan panik (Ansietas Paroksismal Episodik)

F.40.01 Agorafobia dengan gangguan panik

11. Manajemen

a. Promotif

Edukasikan kepada pasien bahwa tubuh pasien sehat-sehat saja. Tidak sakit

seperti yang dibayangkan. Apa yang dialami pasien adalah gangguan

kecemasan akibat pemikiran akan takut sakitnya,termasuk nyeari sendinya.

Pasien mengalami penyakit kulit yang dikenal sebagai biang keringat. Untuk

itu, saranka pasien untuk menjaga kelembaban tubuhnya. Mandi 2 kali sehari,

mengganti pakaian setiap kali mandi, keramas minimal 2 kali seminggu, serta

menggunakan pakaian yang menyerap keringat. Di rumah, kurangi kelembaban

dengan menjaga ventilasi udara dengan membuka jendela setiap hari.

Penyakit miliaria atau biang keringat ini tidak menular, sehingga pasien dapat

saja berkontak atau bersosialisasi dengan siapa saja.

b. Preventif

Anjurkan pada pasien untuk mengurangi kecemasan dengan memulai interaksi

yang baik dengan keluarga dan lingkungan sekitar. Sarankan untuk mengikuti

kegiatan seperti pengajian dan memperbanyak ibadah. Ajarkan pasien untuk se-

lalu berpikir positif.

27

Page 29: CRS Gangguan Ansietas

Tidak boleh menggaruk atau memecahkan bintil-bintil pada kulitnya. Bila gatal

sekali, cukup ditepuk-tepuk.

c. Kuratif

Sistemik:

Diazepam 2 x 2 mg sehari

Chlorpromazine 1 x 100 mg (malam)

Chlorpheniramine maleat 4 mg, maksimal 4 kali sehari, bila masih gatal

Vitamin B complex 3 x 1 tab

Topikal: Salisil talk, dioleskan pada vesikel yang belum pecah 3 kali sehari

d. Rehabilitatif

Kontrol kembali 10 hari kemudian

Anjurkan untuk kontrol beropat dan psikoterapi dengan spesialis kejiwaan

Dinas Kesehatan Kota Padang

Puskesmas Air Dingin

dr. Meiustia

Padang, 13 Juli 2013

R/ Diazepam tab 2 mg No. XX

s 2 dd tab I

R/ Chlorpromazine 100 mg No. X

s 1 dd tab I vesp

R/ Chlorpeniramine maleat 4 mg No. XV

s p r n max 4 dd tab I (bila masih gatal)

R/ vitamin B complex No. XXX

s 3 dd tab I

R/ Salisil talk no. I

s 3 dd apl loc dol

Pro : Tn. Z

Umur : 52 tahun

Alamat : Jl. Pertanian No.22, Sungei Lareh, Lubuk Minturun, Padang

28

ɕ

ɕ

ɕ

ɕ

ɕ

Page 30: CRS Gangguan Ansietas

BAB III

DISKUSI

Diagnosis gangguan ansietas menyeluruh pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

terpenuhinya kriteria gangguan ansietas menyeluruh menurut PPDGJ-III, yaitu:

a. Ansietas merupakan gejal primer yang sudah ada sejak 7 bulan lalu, semakin memberat

dalam 1 bulan ini.

b. Situasi pencetusnya adalah ketika pasien berada di keramaian karena takut tertular

penyakit.

c. Ada kecemasan akan mengalami sakit (bukan kecemasan setelah mengalami sakit).

d. Ada ketegangan motorik (gelisah, gemetaran (tremor), nyeri sendi dengan tegang otot,

tidak dapat santai)

e. Ada overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,

nyeri dada, nyeri ulu hati, mual, muntah, keringat dingin (hiperhidrosis)).

Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan range of movement pasien dalam batas normal, nyeri

gerak tidak ada. Untuk itu, nyeri sendi nonspesifik ini bisa merupakan gambaran subjektif

pasien dari ketegangan ototnya akibat gangguan ansietasnya. Terapi medikamentosa ditujukan

untuk mengurangi gejala ansietasnya dengan Diazepam 2 x 2 mg sehari dan Chlorpromazine 1

x 100 mg (malam) untuk mendapatkan sedatifnya.

Lesi kulit yang dialami pasien memenuhi kriteria diagnosis milia rubra dari predileksi

dan effloresensinya. Penatalaksanaan antara lain dengan simptomatis untuk gatalnya dengan

CTM 4 mg dan edukasi pada pasien untuk menjaga agar kelembaban tubuh tidak tinggi.

29

Page 31: CRS Gangguan Ansietas

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In: Wiguna M, editor. Sinopsis Psikiatri.

Edisi ketujuh. Jilid dua. Phyladelphia. 2004: 230-67.

2. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety Disorder. In: Kaplan & Saddock’s Synopsis of

Psychiatry: Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 10th Edition. New York: Lippincott

Williams & Wilkins. 2007: 580-8.

3. American Psychological Association. Generalized Anxiety Disorder. [Internet] Diakses

pada 18 Juli 2013. Diunduh dari http://www.helpguide.org  

4. Shear KM. Anxiety Disorders: Generalized Anxiety Disorder. In: Dale DC, Federman DD,

editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD Inc. 2007: 24-49. 

5. Redayani P. Gangguan Cemas Menyeluruh. In: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Ke-

dokteran Universitas Indonesia. 2010: 24-37.

6. Maramis WF. Nerosa. In: Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

2004: 250-62.

7. Saddock BJ, Saddock VA. Generalized Anxiety Disorder. In: Kaplan & Sadock’s Synopsis

of Psychiatry: Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 10th Edition. New York: Lippin-

cott Williams & Wilkins. 2007: 623-7.

8. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science. Elsevier Science.

2003: 114-7.

9. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2003: 70-5. 

10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2007: 23-41.

11. Kurnen I. Neurosa Cemas. Majalah Kesehatan Jiwa. Yayasan Kesehatan Jiwa Aditama.

2001: 5(1); 31-45.

30