Upload
pevpratista
View
81
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Gangguan pendengaran
Citation preview
CASE REPORT SESSIONGANGGUAN PENDENGARAN
Disusun oleh:Hilmi Mawaddi Ahmad 12100114019Lulu Nurul Ula 12100114061Pevy Astrie Pratista 12100114094
Preceptor:dr. Tety H Rahim, Sp.THT-KL.,Mkes.,MHkes
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-
KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG2015
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Alamat : Bandung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 Agustus 2015
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Telinga kurang mendengar
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang ke poliklinik THT RSMB diantar pegawai panti jompo dengan
keluhan utama kurang mendengar. Keluhan ini dirasakan penderita sejak 2 bulan yang lalu
pada sisi telinga kiri, terus menerus, dan timbul secara bertahap, semakin lama semakin
kurang mendengar. Keluhan tersebut sangat mengganggu aktivitas penderita hingga penderita
tidak dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Keluhan disertai dengan telinga
berdenging
Keluhan tidak disertai dengan telinga terasa penuh, keluar cairan dari telinga, nyeri
pada telinga dan sekitarnya, demam, pusing berputar, mual dan muntah, atau gangguan
keseimbangan.
Riwayat meminum obat-obatan dalam jangka waktu yang lama sebelum keluhan ini
terjadi, riwayat trauma kepala ataupun berada pada lingkungan bising dalam jangka waktu
yang lama disangkal penderita.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke dokter atas keluhannya ini
Riwayat Penyakit
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Pasein memiliki riwayat penyakit hipertensi tetapi tidak rutin mengkonsumsi obat.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis.
1.3 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis
Tanda vital
Tekanan darah = dalam batas normal
Nadi = dalam batas normal
Respirasi = dalam batas normal
Suhu = dalam batas normal
Status Generalis
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, lain-lain lihat status lokalis
Leher : KGB tidak membesar
Dada : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : Sonor, VBS kanan = kiri
Jantung : BJ murni reguler
Abdomen : Datar, lembut, bising usus (+). Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Dalam batas normal
Status Lokalis Telinga
Bagian KelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan congenital
Radang dan tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
Aurikula
Kelainan congenital
Radang dan tumor
Trauma
Nyeri tekan
-
-
-
-
-
-
-
-
Retroaurikula
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Meatus Acustikus
Externa
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
Serumen
Edema
-
Tenang
-
-
-
-
Tenang
-
-
-
Jaringan granulasi
Massa
Cholesteatoma
-
-
-
-
-
-
Membrana
Timpani
Warna
Intak
Reflek cahaya
Putih keabuan
Intak
(+)
Putih keabuan
Intak
(+)
Status Lokalis Hidung
PemeriksaanNasal
Dextra Sinistra
Keadaan
Luar
Bentuk dan Ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal
Rhinoskopi
anterior
Mukosa
Sekret
Krusta
Concha inferior
Septum
Polip/tumor
Pasase udara
Tenang
-
-
Eutropi
Tenang
-
-
Eutropi
Tidak ada deviasi
Tidak ada
+
Tidak ada
+
Status Lokalis Mulut dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
Halitosis
Tenang
Bersih, basah, gerakan normal
Tenang
-
Simetris
-
Tonsil
Mukosa
Besar
Kripta :
Detritus :
Perlengketan
Tenang
T1-T1
Tidak melebar
-
//
/
Faring
Mukosa
Granula
Post nasal drip
Tenang
-
-
/Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Massa : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Parese N.Kranialis : Tidak ada
Leher
Kelenjar getah bening : Dalam batas normal
Massa : Tidak ada
//
Ujia Pendengaran
Uji Rinne : positif (AC > BC)
Uji Weber : tidak ada lateralisasi
Uji Swabach : memendek pada kedua telinga
Uji Bing : positif
1.4 Resume
Seorang perempuan, 70 tahun, datang dengan keluhan pendengaran berkurang sejak 2
bulan yang lalu, pada kedua telinga, terus menerus, timbul bertahap, semakin lama semakin
berkurang pendengarannya hingga mengganggu aktivitas penderita. Keluhan disertai telinga
berdenging
Keluhan tidak disertai dengan telinga terasa penuh, keluar cairan dari telinga, nyeri
pada telinga dan sekitarnya, demam, pusing, mual, dan muntah. Riwayat meminum obat-
obatan sebelum keluhan ini terjadi, riwayat trauma kepala ataupun berada pada lingkungan
bising dalam jangka waktu yang lama disangkal penderita.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran
komposmentis dengan tanda vital dalam batas normal. Status lokalis pada telinga
membrana timpani berwarna putih keabuan, intak dan reflek cahaya positif pada kedua
telinga.
Hasil uji pendengaran: uji Rinne positif, uji Weber tidak ada lateralisasi, uji Swabach
memendek, dan uji Bing positif.
1.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Gula Darah
Audiometri
1.6 Diagnosis Kerja
Tuli sensorineural dextra-sinistra ec presbikusis
1.7 Penatalaksanaan
Penggunaan alat Bantu dengar (ABD)
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga atau vestibulaocochlear organ dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar,
tengah dan dalam. Telinga luar dan telinga tengah terutama untuk mengalirkan suara ke
telinga dalam, yang berisi organ untuk keseimbangan dan pendengaran. Membran timpani
memisahkan telinga luar dan telinga tengah. tuba eustachius menghubungkan telinga tengah
dengan nasofaring.
1. Telinga luar
a. Auricular
b. Canalis acusticus externa
2. Telinga tengah
a. Cavum tympani + aditus ad antri
b. Antrum mastoid & celulae mastoideus
3. Telinga dalam
a. Labyrinthus osseus
b. Labyrinthus membranous
c. Cochlea
d. Canalis semicircularis
e. Vestibulum
Gambar 2.1. Anatomi aurikula
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas:
1. Aurikula
Terdiri dari beberapa bagian yang tersusun atas kartilago elastis yang dibungkus kulit.
Konka merupakan salah satu bagian yang terdepresi yang paling dalam, lobulus terdiri
atas jaringan fibrosa, lemak, dan pembuluh darah. Vaskularisasi terutama berasal dari
posterior dan superficial temporal arteri. Persarafan aurikula berasal dari great auricular
dan auriculo temporal nerves. Greatr auricular mempersarafi permukaan superior dan
lateral inferior terhadap meatus akustikus eksterna. Auriculotemporal merupakan cabang
cranial V3 mempersarafi kulit auricular superior terhadap eksternal meatus. Lymph dari
permukaan cranial (medial) dari setengah superior auricle mengalir ke retoaurikular dan
deep cervical lymph node. Sisanya termasuk lobulus mengalir ke superficial cervical
lymph nodes.
2. External acousticus meatus (EAM)
Saluran ini dimulai dari konka sampai ke membran timpani dengan jarak 2-3 cm pada
dewasa. sepertiga lateral yang berbentuk S adalah kartilago dan epitel berlapis gepeng
yang berhubungan langsung dengan kulit melapisi saluran ini. Di dalam submukosa
terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea dan seruminosa yang memproduksi serumen.
Dua pertiga medial adalah tulang yang dibungkus kulit yang berlanjut sampai eksternal
membran timpani.
3. Membran timpani
Membran oval, semi transparan, tipis pada ujung medial meatus acusticus eksterna.
yang memisahkan meatus akustikus eksterna dan cavitas timpani telinga tengah. Dilihat
dari otoscope membran timpani berbentuk konkav mengarah meatus akustikus eksterna
with shallow, cone like central depression, puncaknya adalah umbo, cone of light
memanjang secara antero inferior dari umbo. Superior terhadap lateral processus malleus,
terdapat membran tipis yang disebut pars flaccid, membentuk dinding lateral dari superior
recess timpanic cavity. lack radial dan circular fiber terdapat pada sisa membran yang
disebut pars tensa.
Membran timpani bergerak dalam merespon getaran udara dari meatus eksterna
auditorius. Pergerakan membran timpani ditransmisikan oleh auditory ossicle melewati
telinga tengah sampai ke telinga dalam. Membrane timpani eksternal dipersarapi oleh
auriculotemporal nerve sedangkan permukaan internalnya oleh nervus glosopharingeus.
2.1.2 Telinga Tengah
Yang termasuk kedalam telinga tengah yaitu Cavitas timpani dan epitimpanic recess,
ruang yang terletak superior dari membrane timpani. Telinga tengah berhubungan dengan
nasopharing di anterior oleh tuba eustachius dan secara posterosuperior berhubungan dengan
mastoid melalui antrum mastoid. Cavitas timpani dilapisi oleh epitel selapis gepeng diatas
lamina propria tipis yang melekat erat pada periosteum dibawahnya. Dekat tuba eustachius
epitel selpis gepeng mulai berangsur diganti dengan epitel bertingkat silindris bersilia.
Telinga tengah berisi:
a. Audiory ossicle (tulang pendengaran) : maleus, incus, stapes. Menghubungkan
membran timpani dengan foramen ovale. Maleus berinsersi dengan membran timpani
dan stapes pada membran dari foramen ovale.
b. Otot Stapedius dan tensor timpani, yang berinsersi pada maleus dan stapes.
c. Nervus corda timpani, cabang dari nervus VII.
d. Nervus plexus timpanicus.
Dinding cavitas timpani
a. Tegmental roof dibentuk oleh tulang tipis (tegmen timpani yang
memisahkan antara cavitas timpani dari duramater.
b. Floor (jugular fossa) dibentuk oleh selapis tulang yang memishkan cavitas
timpani dari superior bulb of the IJV.
c. Lateral (membranous) wall dibentuk hampir seluruhnya oleh membran
timpani, superior dibentuk oleh reccesus epitimpani.
d. Medial (labirintin) wall memisahkan cavitas timpanic dari telinga dalam.
e. Anterior (carotid) wall memisahkan cavitas timpani dari canal carotid,
secara superior merupakan tempat pembukaan tuba eustachius dan canal untuk tensor
timpani.
f. Posterior (mastoid) wall memberikan gambaran pembukaan bagian
superior dari aditus mastoid antrum.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri atas dua labirin. Yaitu labirin tulang terdiri atas sejumlah rongga
di dalam pars petrosus tulang temporal, yang menampung labirin membranosa. Duktus
semisirkularis berasal dari urtikulus sedangkan duktus koklearis yang majemuk dibentuk dari
sakulus. Pada masing-masing daerahh ini epitel pelapisnya membentuk bagian struktur
sensori khusus berupa makula dari utrikulus dan sakulus, krista dari duktus semisirkularis dan
organ corti dari duktus koklearis.
Labirin tulang terdiri atas rongga–rongga dalam tulang temporal. Terdapat rongga
pusat yang tidak teratur yaitu vestibulum yang menampung sakulus dan utrikulus.
Dibelakangnnya tiga kanalis semisirkularis membungkus duktus semisirkularis, sedangkan
koklea yang mengarah ke anterolateral mengandung duktus koklearis.
Labirin tulang berisikan perilimf, yang serupa dengan cairan ekstraseluler lain dalam
komposisi ionnya tetapi kadar proteinnya sangat rendah. Labirin membranosa mengandung
endolimf, yang ditandai kadar natriumnya yang rendah dan kadar kaliumnya yang tinggi.
Kadar protein endolimf rendah.
2.2 Fisiologi Telinga
Pina merupakan suatu organ yang berfungsi untuk mengumpulkan gelombang suara
dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Di kanalis telinga (saluran telinga) terdapat
rambut-rambut halus dan dilapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar-kelenjar keringat
termodifikasi yang menghasilkan serumen (suatu sekret lengket yang menangkap partikel-
partikel asing yang halus). Keduanya membantu mencegah partikel-partkel dari udara masuk
saluran telinga.
Membran timpani bergetar saat ada gelombang suara. Bagian dalam gendang telinga
(Tuba Eustachius/auditoria) menghubungkan telinga tengah ke faring yang normalnya
menutup, dan bisa terbuka bila menguap, mengunyah, menelan. Tujuannya adalah supaya
menyamakan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer sehingga sama.
Telinga tengah memudahkan getaran suara membran timpani ke cairan di telinga
dalam yang dimudahkan oleh tiga tulang, yaitu Malleus (menempel pada membran timpani),
Incus dan Stapes (yang menempel pada jendela oval).
Saat membran timpani bergetar karena respon terhadap gelombang suara, tulang-
tulang juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran dari
membran timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat getaran tersebut
menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang
sama dengan gelombang suara awal.
Koklearis (rumah siput) adalah sistem tubulus yang bergelung yang terletak di dalam
tulang temporalis. Koklearis dibagi menjadi 3 kompartemen longitudinal yang berisi cairan,
yaitu kompartemen atas, skala vestibuli yang mengikuti kontur dalam spiral berisi perilimfe,
kompartemen tengah, duktus koklearis yang berjalan sepanjang bagian tengah koklea berisi
endolimfe (suatu cairan ekstraseluler yang diproduksi oleh stria vaskularis dengan kandungan
K↑, Na↓) dan kompartemen bawah, skala timpani yang mengikuti kontur luar spiral berisi
perilimfe. di luar duktus koklearis terdapat helikotrema. Skala vestibuli disekat dari rongga
telinga oleh jendela oval. Jendela bundar menyekat skala timpani dari telinga tengah.
Membrana vestibularis (Reisner) yang tipis menisahkan duktus koklearis dengan skala
vestibuli. Membrana basalis membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dengan
skala timpani dan sangat penting karena mengandung Organ Corti (untuk indera
pendengaran).
Gambar 2.3 Telinga tengah dan koklea
Organ Corti terletak di atas menbrana basalais diseluruh panjangnya, mengandung
sel-sel rambut (resptor suara) yang menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaan
secara mekanismengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan dalam cairan di
telinga dalam. Rambut-rambut ini terbenam dalam membrana tektorial (suatu tonjolan mirip
tenda rumah yang menggantung di atas di sepenjang Organ Corti).
Gerakan stapes terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di
kompartemen atas. Karena caoran tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui 2 cara
saat stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam, yaitu perubahan posisi jendela
bundar dan defleksi membrana basalis. Untuk yang pertama, gelombang tekanan mendorong
perilimfe ke depan di kompartemen atas lalu mengitari helikotrema ke kompartemen bawah
(tempat menyebabkan jendela bundar menonjol keluar ke dalam telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan). Saat stapes bergerak mundur dan menarik jendela
oval keluar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, merubah posisi
jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menimbulkan persepsi suara, tapi hanya
menghamburkan tekanan. Yang kedua, gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membrana vestibula ke dalam duktus koklearis, melalui membran basilaris ke
kompartemen bawah (tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol
keluar-masuk bergantian).
Karena Organ Corti menumpang pada membrana basalis, sel rambut juga bergerak
naik turun saat membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbenam dalam membrana tektoria yang kaku dan stasioner, rambut tersebut akan
membengkok ke depan dan belakang waktu membran basalis menggeser posisinya terhadap
membrana tektorial. Gerakan maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Timbullah depolarisasi (saat
membrana basalis bergeser ke atas) dan hiperpolarisasi (ke bawah) secara bergantian.
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel rambut keluar dari koklea
melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan kortex pendengaran melibatkan
beberapa sinaps dalam perjalanannya terutama sinaps di batang otak (menggunakan masukan
pendengaran untuk kewaspadaan dan araousal), nukleus genikulatum medialis thalamus
(menyortir dan memncarkan sinyal ke atas). Dari keduanya, dislurkan ke kedua lobus
temporalis karena serat-seratnya bersilangan di batang otak.
Gambar 2.4. Aparatus vestibule
Gambar 2.5. Transmisi gelombang suara
Getaran membrana timpani
Gelombang suara
Getaran tulang-tulang telinga tengah
Getaran jendela oval
Getaran jendela bundarGerakan cairan di dalam koklea
Penghamburan energi (tidak ada persepsi suara)
Getaran membrana basilaris
Pembengkokan rambut sel-sel rambut resptor organ Corti sewaktu membrana basilaris menyebabkan perunahan posisi rambut-
rambut tersebut dengan kaitannya dengan membrana tektorial di atasnya tempat rambut-rambut tersebut terbenam
Perubahan potensial berjenjang (potensial respetor) di sel-sel reseptor
Perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang terbetuk di saraf auditorius
Perambatan potensial aksi ke kortex auditorius di lobus temporalis otak untuk persepsi suara
Bagan 2.1. Tansduksi Suara
Fisiologi Pendengaran
Telinga berfungsi ganda: untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Sampai tingkat
tertentu pinna adalah suatu “pengumpul” suara, sementara liang telinga dapat sangat
memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah
sampai 10 hingga 15 dB.
Gelombang suara yang masuk ke telinga, hanya 0,1% yang diteruskan ke telinga
tengah. Sisanya dipantulkan keluar. Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan
membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang terjadi akan
diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu malleus, inkus, dan stapes yang saling terhubung di
bagian tengah telinga.
Telinga tengah mengubah energi akustik dari medium udara ke medium cair. Ini
merupakan impedance-matching system yang memastikan energi tidak terbuang. Impedance
matching ditentukan oleh:
a. Area membran timpani. Walaupun area membran timpani dewasa antara 85-90 mm2,
sehingga rasio bagian membran timpani yang tergetar dengan pegangan stapes adalah
17:1 untuk meningkatkan energi suara.
b. Lever action dari tulang-tulang pendengaran. Saat membran timpani bergetar, tulang
pendengaran diatur menjadi gerakan rotasi dari anterior malleus sampai incus, karena
pegangan malleus 1,3x lebih panjang dari incus, tekanan yang diterima pegangan stapes
lebih besar dari malleus, sekitar 1,3:1. Oleh karena itu, rasio perpindahan telinga tengah
sekitar 22:1 (Hasil area membran timpani dan lever action ossicles: 17x1.3=22). Hal ini
akan memperbesar suara kira-kira 25 dB.
c. Resonansi alami dan efisiensi telinga luar dan tengah (500-3000Hz).
d. Fase yang berbeda antara oval window dan round window. Ketika energi suara sampai
pada oval window, gelombang dibuat dalam koklea yang berjalan dari oval window di
sepanjang skala vestibule dan skala timpani ke round window. Perbedaan fase antara
kedua foramen tersebut menghasilkan perubahan kecil pada tulang normal (kira-kira 4
dB).
Kemudian akan terjadi proses transduksi yaitu perubahan rangsangan getaran
mekanik menjadi rangsangan listrik akibat adanya pertukaran ion natrium dan kalium.
Rangsangan akan diteruskan ke cabang-cabang N. VIII.
Serabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan
ventralis yang terletak pada bagian atas medula. Pada titik ini, semua sinaps serabut dan
neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di
nukleus olivarius superior. Beberapa serat tingkat kedua lainnya juga berjalan secara
ipsilateral ke nukleus olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui
lemnikus lateral; beberapa serabut berakhir di nukleus lemnikus lateralis. Banyak yang
memintas nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua
serabut ini berakhir. Dari sini, jaras berjalan ke nukleus genikulata medial, tempat semua
serabut bersinaps. Dan akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks
auditorius, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.
Fungsi korteks serebri pada pendengaran adalah sebagai proyeksi dari jaras
pendengaran terhadap korteks serebri yang menunjukkan bahwa korteks auditorius secara
prinsip terletak pada bidang supratemporal girus temporalis superior tetapi juga meluas
sampai batas lateral lobus temporalis, pada korteks insularis, dan bahkan ke bagian lateral
dari operkulum parietalis.
Gambar 2.6. Fisiologi Pendengaran
2.3 Audiologi
Audiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi pendengaran
yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya.
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki,
sedangkan habilitasi adalah usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki.
Audiologi medik dibagi atas:
1. Audiologi dasar
Audiologi dasar adalah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan
pendengaran, serta cara pemeriksaannya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan: (1) tes penala, (2) tes berbisik, dan (3)
audiometrik nada murni.
2. Audiologi khusus
Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli saraf koklea dan retrokoklea,
audiometrik obyektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, dan audiologi industry.
Audiologi dasar
a. Tes Penala
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Penala terdiri dari satu set (5 buah) dengan
frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai tiga
macam penala, yaitu: 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Jika hanya menggunakan satu
penala, digunakan 512 Hz.
1. Tes Rinne
Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan
Tangkainya diletakkan di prosesus mastoid
Setelah tidak terdengar penala dipengang di depan telinga kira-kira 2.5 cm
Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+)
Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
Gambar 2.7. Tes Rinne
Hasil Gangguan
Positif (AC>BC) Normal
Positif (AC=BC) Tuli sensorineural
Negatif (AC<BC) Tuli konduktif
2. Tes Weber
Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan kanan.
Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan
Tangkainya diletakan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung,
ditenga-tengah gigi seri, atau di dagu.
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras di salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersbut.
Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi.
3. Tes Schwabach
Tes Swabach adalah tes untuk membanddingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan.
Tangkai penala diletakan pada prosesus mastoideus telinga pasien sampai
tidak terdengar bunyi.
Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Swabach memendek.
Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus maastoideus pemeriksa
terlebih dahulu.
Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Swabach memanjang.
Bila pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Swabach sama
dengan pemeriksa.
Tabel 2.1. Interpretasi hasil pemeriksaan tes penala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach DiagnosisPositif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa NormalNegatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktifPositif Leteralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineuralCatatan: pada tuli konduktif <30dB, Rinne masih bisa positif.
4. Tes Bing (Tes Oklusi)
Cara pemeriksaan:
Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga
terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB.
Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes
Weber).
Bila terdapat lateralisasi pada telinga yang ditutup berarti telinga tersebut
normal.
Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif.
5. Tes Stenger
Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganii (stimulasi atau pura-pura tuli)
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking
Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri.
Dua buah penala yang idientik digetarkan dan masing-masing diletakkan pada
telinga kiri dan kanan dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang
normal) sehingga jelas terdengar.
Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri (yang pura-pura tuli).
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang
mendengar bunyi.
Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
b. Tes Berbisik
Untuk tes ini diperlukan ruangan yang tenang dan cukup luas (jarak pemeriksa pasien
sepanjang 6m). Penderita menghadap kesamping tanpa bisa melihat pemeriksa,
telinga yang akan diperiksa menghadap pemeriksa, telinga lainnya ditutup dengan
tekanan ringan yang intermitten pada tragus dengan jari telunjuk yang digerak-
gerakan sehingga menghasilkan efek masking.
Penilaian:
Normal 6-8m
Tuli ringan 4-<6m
Tuli sedang 1-<4m
Tuli berat 25cm-<1m
Tuli total <2cm
c. Audiometri Nada Murni
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal:
Hantaran tulang (BC): Langsung menggetarkan tulang-tulang tengkorak dan
cairan di dalamnya, sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf, dan
membrana basalis sehingga terjadi perangsangan sel rambut organon Corti
membutuhkan keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII.
Hantaran udara (AC): Getaran bunyi masuk melalui liang telinga, menggetarkan
m.timpani dst membutuhkan keutuhan fungsi telinga bagian luar, tengah,
dalam dan syaraf VIII.
Nada murni (pure tone): bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik.
Bising: bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band:
spektrum terbatas dan white noise: spektrum luas.
Frekuensi: nada murni yang dihasilkan oleh suatu getaran benda yang sifatnya
harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik
dinyatakan dalam Hertz. Bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia
mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hz. Bunyi < 20Hz disebut infrasonic
sedangkan > 18.000Hz disebut suprasonik (ultra sonik).
Intensitas bunyi: dinyatakan dalam decibell (dB). dB HL (hearing level) dan db
SL (sensation level) dasarnya adalah subyektif dan inilah yang biasanya
digunakan pada audiometer. dB SPL (sound pressure level) digunakan apabila
ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).
Ambang dengar: bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang
masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut
konduksi udara (AC=air conduction) dan menurut konduksi tulnag (BC=bone
conduction).
Nilai nol audiometrik (audiometric zero) dalam dB HL dan db SL, yaitu intensitas
nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar
oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun).
Notasi pada audiogram dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan
garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri
dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan warna merah.
Jenis dan derajat ketulian serta gap
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian:
tuli konduktif, tuli sesorineural, dan tuli campuran. Pada interpretasi audiogram harus ditulis:
a. Telinga yang mana
b. Apa jenis ketuliannya
c. Bagaimana derajat ketuliannya.
Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran
udaranya saja (AC). Derjat ketulian ISO:
Normal : 0-25 dB
Tuli ringan : 26-40 dB
Tuli sedang : 41-60 dB
Tuli berat : 61-90 dB
Sangat berat : >90 dB
Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat
perbedaan > 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
Pemeriksaan masking pada pemeriksaan audiometri dilakukan jika terdapat perbedaan
hasil yang mencolok pada kedua telinga .oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat
diteruskan ke tengkorak melalui telinga kontralateral (yang tidak diperiksa)maka pada telinga
kontralateral diberi bising supaya tidak mendengar bunyi pada telinga yang diperiksa.
Interpretasi hasil:
Pendengaran Normal : AC dan BC < 25 dB, dan Gap tidak ada
Tuli sensorineural : AC dan BC > 25 dB, dan Gap tidak ada
Tuli konduktif : BC normal , atau < 25 dB. AC > 25 dB. Ada Gap antara AC
dan BC
Tuli campur : BC > 25 dB ,AC >BC, ada Gap
Gambar 2.8 Audiogram telinga
BAB III
PEMBAHASAN
Kelainan telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran, seperti tuli konduktif,
tuli sensorineural (perseptif), dan tuli campuran.
Gangguan TL TT K RK
Konduktif X X
Sensori-neural X X
Kohlea X
Retro - kohlea X
Campuran(mixed) X X
3.1 Tuli Konduktif
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah segala gangguan
hantaran suara yang terdapat pada telinga luar dan tengah dengan telinga dalam yang normal
(gangguan konduksi suara dari foramen ovale ke arah luar ). Jenis ketulian ini tidak dapat
mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata
susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah. Disebabkan oleh kelainan yang
terdapat di telinga luar atau telinga tengah.
Etiologi terjadinya tuli konduktif dapat berupa kelainan kongenital maupun yang
didapat, antara lain:
1. Kelainan telinga luar: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna
sirkumskripta, dan osteoma liang telinga.
2. Kelainan telinga tengah: tuba takar/sumbatan tuba eustachius, otitis media,
osteosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.
3.2 Tuli Sensorineural (Perseptif)
Tuli sensorineural adalah segala gangguan atau penyakit yang terdapat pada telinga
dalam. nervus VIII ( N.Cochlearis ), dan sentral pendengaran ( cortex cerebri ), dengan
telinga tengah dan luar yang normal.
Tuli sensorineural disebabkan oleh kelainan atau kerusakan pada koklea (rumah
siput), saraf pendengaran dan batang otak sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana
mestinya. Perlu diketahui bahwa untuk mendengar dan mengerti suatu bunyi diperlukan suatu
proses penghantaran, pengolahan di telinga dalam, dan dilanjutkan dengan interprestasi bunyi
(di otak). Kadang dijumpai suatu kasus fungsi penghantaran dan pengolahan baik, namun
karena ada gangguan di otak, maka bunyi tidak dapat diartikan.
Tuli sensorineural biasanya timbul sejak lahir dan dapat mengenai satu telinga atau
kedua telinga. Ketajaman pendengaran tidak selalu sama pada kedua telinga. Sangatlah
penting untuk memeriksa ketajaman pendengaran di kedua telinga secara terpisah. Bila ada
perbedaan ketajaman pendengaran yang terlalu signifikan pada kedua telinga, test
pendengaran mungkin akan memberikan hasil yang membingungkan. Bila diperkirakan
bahwa ada perbedaan antara kedua telinga, maka “telinga yang lebih baik” harus diberikan
dengan memberikan bunyi yang keras. Tindakan ini disebut masking. Bila ini tidak
dilakukan, maka gelombang suara yang masuk ke telinga lebih buruk akan dihantar melalui
tulang tengkorak dan diterima oleh telinga yang sehat. Orang tersebut tidak akan menyadari
perjalanan gelombang suara dan dapat merespon seakan-akan dia mendengar suara dengan
jelas pada telinga yang buruk. Hal ini dapat memberi hasil yang membingungkan.
Untuk mengetahui penyebab tuli sensorineural itu sulit karena hampir 50% penyebab
dari tuli saraf sejak lahir tidak diketahui dengan pasti. Pada bayi yang berusia 0-28 hari ada
beberapa faktor resiko yang dicurigai sebagai gangguan pendengaran. Meskipun
demikian,hasil dari beberapa penelitian terhadap bayi yang mempunyai faktor resiko hanya
sekitar 40=50% saja yang mengalami ketulian.
Tuli sensorineural dapat timbul pada satu atau kedua telinga sejak lahir sampai lanjut
usia. Ada berbagai penyebab tuli ini dan beberapa diantaranya yang sering duitenukan akan
dibicarakan di sini. Faktor-faktor resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:
1. Tuli Bawaan (Genetik).
2. Tuli Rubella.
3. Tuli dan Kelahiran Prematur
4. Tuli Ototosik
Tuli sensorineural dibagi menjadi dua, yaitu:
Tuli sensorineural koklea, disebabkan oleh aplasia (congenital), labirintitis (oleh bakteri
atau virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal,
atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness),
trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, myeloma multipelm cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Untuk membedakan tuli koklea dan retrokoklea perlu dilakukan pemeriksaan
audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes Tone Decay, tes Short
Increment Sensitivity Index (SISI), tes Alternat Binaural Loudness Balance (ABLB),
audiometri tutur, audiometri Bekessy, audiometri objektif (audiometri impedans,
elektrokokleografi, Brain Evoked Response Audometry (BERA)), pemeriksaan tuli anorganik
(tes Strenger, audiometri nada murni berulang, impedans), dan pemeriksaan audiometric
anak.
3.3 Tuli Campuran
Tuli campuran adalah hantaran suara pada telinga luar dan tengah terganggu serta
telinga dalam rusak atau tidak berfungsi.
3.4 Gangguan Pendengaran Pada Geriatri
Gangguan pendengaran akibat perubahan patologik pada organ auditori akibat proses
degenerasi usia lanjut. Dibaagi menjadi dua yaitu tuli konduktif pada geriatri dan tuli saraf
pada geriatric(presbikusis).
a. Tuli Konduktif Pada Geriatri
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi menyebabkan:
* Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga
* Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga
* Penumpukan serumen
* Membran timpani tebal dan kaku
* Kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran
Pada usia lanjut kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi
kelenjarserumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga sering
terjadi serumen prop yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang
bertambah kaku dan tebal juga menyebabkan gangguan konduksi, demikian pula halnya
dengan kekakuan yang terjadi pada persendian tilang-tulang pendengaran
b. Tuli Saraf Pada Geriatri (Presbikusis)
Presbikosis merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris pada telinga kanan dan kiri. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi
1000 Hz atau lebih.
c. Klasifikasi
Jenis Prevalensi Patologi
Sensorik 11,9%Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah
sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang.
Neural 30,7%Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik
berkurang
Metabolik
(Presbikusis Strial)34,6%
Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.
Fungsi sel dan keseimbangan bio-kimia / bioelektrik
koklea berkurang
Mekanik
(Koklear)22,8%
Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis.
Atrofi ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih
kaku
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 1999.
2. Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta: EGC: 2004.
3. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.
4. Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. 2002. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan. McGrawl-
Hill. 2003.
6. Adams. L.G, Boies, R. L, Higler, P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. Hal : 78-83.