86
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 51 tahun Alamat : Jl. Kubis , Jatiasih No. 13 5/5 Kalimalang Pekerjaan : Karyawan swasta Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SLTA Suku : Sunda Masuk RS : 5 Mei 2014 ANAM N ESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 Mei pukul 15.00 WIB Keluhan Utama : Batuk bercampur darah sejak 2 hari SMRS 1

CASE TB DM

  • Upload
    shlprt

  • View
    28

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TB DM

Citation preview

Page 1: CASE TB DM

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 51 tahun

Alamat : Jl. Kubis , Jatiasih No. 13 5/5 Kalimalang

Pekerjaan : Karyawan swasta

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Suku : Sunda

Masuk RS : 5 Mei 2014

ANAM N ESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 Mei pukul 15.00 WIB

Keluhan Utama : Batuk bercampur darah sejak 2 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Lemas disertai mual dan muntah

Riwayat Penyakit sekarang

Os datang ke RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan sejak 2 hari yang lalu Os

batuk darah. Warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk

lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Dahak

berwarna putih kental. Os mengaku tidak pernah merasa demam juga keringat malam. Os

juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang

1

Page 2: CASE TB DM

menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai

sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os juga merasa

badannya lemas disertai mual dan muntah, tidak ada nyeri ulu hati. Nafsu makan seperti

biasa 3x/hari namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg.

BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak berwarna kuning jernih.

Akhirnya tanggal 5 Mei Os datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa kemudian

masuk ruang rawat inap setelah konsul ke poli penyakit dalam dan poli paru.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat pengobatan paru selama 6 bulan disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat DM (+)

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat sakit maag (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat DM (+) Ibu

- Riwayat alergi (-)

- Riwayat asma (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat penyakit paru (-)

Riwayat Pribadi dan Kebiasaan

Os mengaku merokok sejak usia 15 tahun. Minum minuman berakohol dan

pemakaian obat-obatan suntik disangkal. Os mengaku jarang berolahraga, makan 3-4

kali/hari, sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis dan suka begadang.

Riwayat Lingkungan

Os tinggal di daerah Jatiasih bersama keluarga. Lingkungan sekitar padat namun

cukup bersih. Di lingkungan tempat tinggal tidak ada yang menderita batuk-batuk

maupun sakit paru. Di lingkungan tidak ada teman os yang sakit batuk.

2

Page 3: CASE TB DM

Riwayat Sosio Ekonomi

Os bekerja sebagai karyawan swasta.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi

Berat badan : 59 kg

Tinggi badan : 160 cm

IMT : 21,7 kg/m2 (normoweight)

Tanda vital

Suhu : 36,40 C

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit, abdominothorakal

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Status Generalis

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok, distribusi merata

3

Page 4: CASE TB DM

Mata :

Pupil : Isokhor

Refleks cahaya : +/+

Konjungtiva : Anemis -/-

Sklera : Ikterik -/-

Hidung :

Septum deviasi : -

Sekret : -/-

Hiperemis : -/-

Hipertrofi : -/-

Telinga :

Bentuk telinga normal kanan dan kiri

MT Intak : +/+

Nyeri tekan : -/-

Mukosa hiperemis : -/-

Serumen : -/-

Sekret : -/-

Mulut :

Mukosa bibir normal

Oral hygiene baik

Faring tidak hiperemis

Tonsil T1-T1 tenang

Leher :

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

Trakea letak di tengah tidak ada deviasi

4

Page 5: CASE TB DM

JVP 5+1

Thorax

Paru

Inspeksi :

Normochest

Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis

Tidak ada retraksi dinding dada

Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan

Vokal fremitus +/+ simetris

Perkusi :

Sonor diseluruh lapang paru

Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra ICS 5

Auskultasi :

Vesikular dikedua lapang paru

Ronkhi -/-

Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5

Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra ICS 4,

Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS 5

Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur -, gallop –

5

Page 6: CASE TB DM

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar, simetris, sikatriks(-)

Palpasi :

Supel (+)

Hepatomegali (-)

Splenomegali (-)

Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus 4x/menit

Ekstremitas Atas : Akral hangat, edema -/-

Ekstremitas Bawah : Akral hangat, edema -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 5 Mei 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

6

Page 7: CASE TB DM

Hematologi

Hb

Leukosit

Ht

LED

Trombosit

Basofil

Eosinofil

Netrofil batang

Netrofil segmen

Limfosit

Monosit

Glukosa Darah

Puasa

Glukosa Darah 2

Jam PP

Ureum

Creatinin

16,6

5800

50

45

261.000

1

1

0

74

16

8

402

490

25

1.1

13,2 – 17,3

4.200 – 9.100

40 - 52

0-20

150.000 - 440.000

0-1

2-4

3-5

50-70

25-40

2-8

80-100

100-120

13-43

< 1.1

g/dl

/µl

%

mm/jam

/µl

%

%

%

%

%

%

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mg/dl

Tanggal 6 Desember 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

7

Page 8: CASE TB DM

Hb

Lekosit

Ht

Trombosit

Glukosa Darah

Puasa

Glukosa Darah 2

Jam PP

14,6

9300

43

261.000

218

172

13,2 – 17,3

4.200 – 9.100

40 - 52

150.000 - 440.000

80-100

100-120

g/dl

/µl

%

/µl

mg/dl

mg/dl

Tanggal 7 Mei 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Glukosa Darah

Puasa

Glukosa Darah 2

Jam PP

202

228

80-100

100-120

mg/dl

mg/dl

Tanggal 8 Mei 2014

8

Page 9: CASE TB DM

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Glukosa Darah

Puasa

197 80-100 mg/dl

Tanggal 9 Mei 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Glukosa Darah

Puasa

Glukosa Darah 2

Jam PP

160

111

80-100

100-120

mg/dl

mg/dl

PEMERIKSAAN PENUNJANG

9

Page 10: CASE TB DM

Pemeriksaan Foto Thoraks AP

CTR <50%

Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik

Sinus costofrenikus paru kanan dan kiri tajam

Corakan bronkovaskuler meningkat

Tampak bercak infiltrat pada apex paru kanan dan apex lobus medius sinistra

Kesan : TB Paru duplex

RESUME

Pasien laki-laki usia 49 tahun pekerjaan karyawan swasta datang ke IGD RSAU dengan

keluhan batuk darah sejak 2 hari yang lalu. Warna darah merah segar bercampur dengan

dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os juga mengaku

setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar

sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak

terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os tidak merasa demam,

keringat banyak juga menggigil. Nafsu makan masih baik 3 kali sehari, ada mual, ada

muntah, tidak ada nyeri ulu hati, namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan

terakhir sekitar 10 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak

berwarna kuning jernih. Os memilik kebiasaan merokok sejak remaja juga gemar

mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Di lingkungan kerja tidak ada teman os

yang sakit batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan 24x/menit (meningkat).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Gula Darah Nuchter 402 mg% dan Gula

Darah 2 Jam PP 490 mg% (meningkat), LED 45 mm/jam (meningkat), Eosinofil 1%

10

Page 11: CASE TB DM

(menurun), Batang 0% (menurun), Segmen 74% (meningkat), Limfosit 16% (menurun),

BTA (+). Pada pemeriksaan foto thoraks kesan : TB paru duplex BTA (+).

DIAGNOSIS KERJA

1. Hemoptisis ec TB paru BTA (+)

Berdasarkan anamnesis :

- Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, warna darah merah segar bercampur

dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat

istirahat. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri

dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang

saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan

berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os memilik kebiasaan merokok sejak

remaja. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan LED.

Pada pemeriksaan Rontgent Thorax didapatkan kesan adanya TB Paru.

Berdasarkan pemeriksaan fisik :

Pernafasan 24x/menit (meningkat)

Berdasarkan pemeriksaan penunjang :

Foto thorax:

Kesan : Tuberkulosis paru duplex

Pemeriksaan laboratorium :

o LED 45 mm/jam (meningkat)

o Neutrofil segmen meningkat dan limfosit menurun

Tatalaksana :

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

- Kalnex tab 3x1

2. Diabetes Melitus

Berdasarkan anamnesis :

11

Page 12: CASE TB DM

Os tidak mengalami penurunan nafsu makan namun mengalami penurunan berat badan

selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg. Os mengeluh lemas dan sering BAK dalam jumlah

banyak warna kuning jernih. Os gemar mengkonsumsi makanan dan minuman manis.

Riwayat DM dari Ibu pasien.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang:

GDP dan GD2PP ↑↑

Tatalaksana :

- Novorapid 8-8-8 ac

TATALAKSANA

1. Non Medikamentosa

- Bed rest rawat inap

- Asupan gizi yang baik agar dapat kembali

- Hindari konsumsi makan dan minum yang manis-manis

- Pakai masker untuk mencegah penularan oleh keluarga dan lingkungan pasien

2. Medikamentosa

- Infus RL 1 kolf/24 jam

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

- Kalnex tab 3x1

- Novorapid 8-8-8 ac

- Cek BTA

- Cek GDN+2JamPP setiap hari

PROGNOSIS

12

Page 13: CASE TB DM

AD VITAM : ad bonam

AD SANATIONAM : dubia ad bonam

AD FUNGSIONAM : dubia ad bonam

FOLLOW UP SOAP

13

Page 14: CASE TB DM

Tanggal 6/05/2014

S Batuk darah (+) sesak (-), demam (-), keringat (-).

O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis

TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menit

Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan

Leher : KGB tidak membesar

Thoraks : P : SN vesikuler, Rh+/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar

Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-

BTA I sputum (+)

GDN: 218 mg/dl

A - TB paru duplex BTA (+) dengan hemoptisis

- Diabetes Mellitus tipe II

P - Infus RL 1 kolf/24jam

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

- Kalnex tab 3x1

- Novorapid 10-10-10 ac

- Cek GDN+2JamPP

Tanggal 7/05/2014

S Batuk darah (-), demam (-)

O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis

TD : 120/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menit

Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan

Leher : KGB tidak membesar

Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar

14

Page 15: CASE TB DM

Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-

GDN: 202 mg/dl

GD2PP: 228 mg/dl

BTA II: positif dua (++)

A - TB paru duplex BTA (+)

- Diabetes Mellitus tipe II

P - Infus RL 1 kolf/24jam

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

- Kalnex tab 3x1

- Novorapid 12-12-12 ac

Tanggal 8/05/2014

S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)

O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis

TD : 130/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 360 C, Pernafasan : 17x/menit

Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan

Leher : KGB tidak membesar

Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar

Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-

GDN: 197 mg/dl/2jam

BTA III: Positif dua (++)

A - TB paru duplex BTA (+)

- Diabetes Mellitus tipe II

P - Infus RL 1 kolf/24jam

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

15

Page 16: CASE TB DM

- Kalnex tab 3x1

- Novorapid 12-12-12 ac

Tanggal 09/05/2014

S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)

O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis

TD : 120/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,50 C, Pernafasan : 17x/menit

Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan

Leher : KGB tidak membesar

Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar

Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-

GDN: 160 mg/dl/2jam

GD2PP: 111 mg/dl

A - TB paru duplex BTA (+)

- Diabetes Mellitus tipe II

P - Infus RL 1 kolf/24jam

- RHZE 450/300/1000/1000

- Lesichol 1x1

- Kalnex tab 3x1

- Novorapid 12-12-12 ac -> diganti Metformin 500mg 3x1 oral

- Acc rawat jalan

16

Page 17: CASE TB DM

BAB II

PEMBAHASAN

A. HEMOPTISIS

Definisi

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah

dan berasal dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar melalui

saluran napas bawah glotis. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak

bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan

lokasi perdarahan. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah

yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif adalah batuk darah antara

>100 sampai>600 mL dalam waktu 24 jam. Batuk darah masif memerlukan penanganan

segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggun

kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat

mengancam jiwa.

Klasifikasi

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam

Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada

kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.

3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam

Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis

Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau

dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).

Pada pasien ditemukan batuk darah yang bercampur dengan dahak, warna darah

merah segar, muncul setiap kali batuk, jumlahnya 1 sendok makan, pasien sudah

mengalami hemoptisis tetapi belum termasuk batuk darah masif, akan tetapi tetap harus

ditangani denggan baik agar tidak semakin memburuk.

17

Page 18: CASE TB DM

Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah

(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah

akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :

Batuk darah Muntah darah

1. Didahului batuk keras yang tidak

tertahankan.

2. Terdengar adanya gelembung-

gelembung udara bercampur darah di

dalam saluran napas.

3. Terasa asin / darah dan gatal di

tenggorokan.

4. Warna darah yang dibatukkan merah

segar bercampur buih, beberapa hari

kemudian warna menjadi lebih tua atau

kehitaman.

5. pH alkalis.

6. Bisa berlangsung beberapa hari

7. Penyebabnya : kelainan paru

1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah

waktu muntah.

2. Suara napas tidak ada gangguan.

3. Didahului rasa mual / tidak enak

di epigastrium.

4. Darah berwarna merah kehitaman,

bergumpal-gumpal bercampur sisa

makanan.

5. pH asam.

6. Frekuensi muntah darah tidak

sekerap hemoptoe.

7. Penyebabnya : sirosis hati,

gastritis.

Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :

1. Infeksi : (tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus

2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis, emfisema

bulosa

3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis

4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated intravascular

coagulation (DIC)

5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid

6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena, aneurisma aorta

7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak

8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,

limfangiografi

18

Page 19: CASE TB DM

9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis, systemic

lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura henoch schoenlein,

sindrom chrug-strauss)

10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain

11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing, hemoptisis

kriptogenik, amiloidosis

Patofisiologi Hemoptisis

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari

cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan

paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran

gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari

perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya

aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi

membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan

dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

1. Radang mukosa

Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,

sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.

2. Infark paru

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah,

seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.

3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada

dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.

4. Kelainan membran alveolokapiler

Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s syndrome.

5. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma

Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.

Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.

Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan

pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

19

Page 20: CASE TB DM

6. Invasi tumor ganas

7. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam

alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap warna darah untuk

membedakannya dengan hematemesis, lamanya perdarahan, terjadinya mengi (wheezing)

untuk menilai besarnya obstruksi, serta keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi

dan tingkat kesadaran.

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi konservatif

Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral

decubitus).  Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi

darah ke paru yang sehat.

Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran

napas untuk mencegah bahaya sufokasi.

Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.

Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.

K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.

Pemberian oksigen

Tindakan selanjutnya bila mungkin :

Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi

dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :

a) Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

20

Page 21: CASE TB DM

b) Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang

berulang dapat dicegah.

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga

faktor :

1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan

hipovolemik.

3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan

paru yang sehat bersama inspirasi.

B. TB PARU

DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam

ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M.

bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.

tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini

merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk

mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan

bagian lain tubuh manusia.

TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan

di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada

orang sehat dan risiko kematian pada penderita

yaitu salah satu masalah yang perlu ditangani oleh

segenap lapisan masyarakat dan petugas

kesehatan.

21

Page 22: CASE TB DM

Mycobacterium tuberculosis

ETIOLOGI

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman

Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian

African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara

epidemiologi.

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap

asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan

terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun

dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan

menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi.

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena

banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian

apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat

predileksi penyakit tuberculosis.

PATOFISIOLOGI

Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang

aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,

pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut

dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan

22

Page 23: CASE TB DM

untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total

permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara

progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi

oksigenasi darah.

Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan dan

luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne),

yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel, kuman ini

23

Individu dengan penyakit TBC

Paru-paru terinfeksi

Jaringan paru

di invasi makrofag

Membentuk jaringan

fibrosa

Resiko infeksi

Metabolisme

meningkat

Berkurangnya luas total

permukaan membran

Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektifPenurunan kapasitas

difusi paru

Gangguan nutrisi

kurang dari kebutuhan

cemas

Gangguan keseimbangan cairan

kurang dari kebutuhan

Berkurangnya

oksigenasi darah

Iritasi jaringan paru

Kurang perawatan diri

Intoleransi

aktivitas

Batuk darah

Gangguan pertukaran gas

Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif

malasie

Page 24: CASE TB DM

tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang terhirup dan mencapai

alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya kuman tersebut dan adanya

interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen yang di suntikan contoh BCG hanya

dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan

hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.

Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah

makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imuniitas

seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh

limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi

lambat.

Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresifnya

terutama ditentukan oleh:

1. Jumlah kuman yang masuk dan perkembangbiakan selanjutnya.

2. Resistensi dan hipersensivitas dari hospes.

Saat masuk ke tubuh manusia kuman mycobacterium tuberculosis akan membentuk

dua tipe lesi utama:

1. Tipe eksudatif, ini terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan

kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,

dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan

resolusi sehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif

dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes

tuberculin positif.

2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granuloma

menahun yang terdiri dari 3 daerah:

Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang mengandung

basil tuberkel.

Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.

Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian terbentuk

jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan membentuk

kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,

basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar ke

24

Page 25: CASE TB DM

seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan oksigen

yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga

membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan

waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif

padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis kaseosa.

Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada

orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.

Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:

1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei

(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi.

Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memiliki

kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2

jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.

Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.

2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas

bagian atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan

membentuk sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut

komplek primer.

3. Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi,

jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat,

sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar

baik secara hematogen atau limfatogen.

Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut. Pada

orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat tetapi

kuman tersebut akan jadi aktif bila:

Kekurangan gizi

Kondisi fisik yang lemah

Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus

Pecandu obat-obat terlarang

Menggunakan hormon steroid

Perokok berat

25

Page 26: CASE TB DM

MANIFESTASI KLINIS

Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk

berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri

dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita

bahkan kematian.

Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:

Gejala Respiratorik Gejala Sistemik

Batuk lebih dari 3 minggu

Dahak (sputum)

Batuk darah

Sesak nafas

Nyeri dada

Wheezing

Demam dan menggigil

Penurunan berat badan

Rasa lelah dan lemah (Malaise)

Berkeringat banyak terutama di

malam hari

Tidak ada nafsu makan

(Anoreksia)

Sakit-sakit pada otot (Mialgia)

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi

kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :

1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru

2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif

3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat

4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan

untuk:

1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga

2. Mencegah timbulnya resistensi,

26

Page 27: CASE TB DM

3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga

4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)

5. Mengurangi efek samping.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum

a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif

ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis

aktif

iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif

ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

Myccobacterium tuberculosis positif

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe

pasien, yaitu:

1) Kasus baru

27

Page 28: CASE TB DM

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus

berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok

ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:

1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat

seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis

dengan gangguan neurologik dan lain-lain.

2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB

diluar paru selain kategori I.

4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan Pengobatan

28

Page 29: CASE TB DM

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

• Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

29

Page 30: CASE TB DM

• Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.

• Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

di Indonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan

dalam bentuk OAT kombipak.

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu

paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program

untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan

sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat

dan mengurangi efek samping.

30

Page 31: CASE TB DM

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi

obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

31

Page 32: CASE TB DM

32

Page 33: CASE TB DM

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang

diberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa

indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis

pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis

kedua.

EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

33

Page 34: CASE TB DM

PROGNOSIS

1. Jika berobat teratur sembuh total (95%).

2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps.

KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan

napas.

2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus

akibat retraksi bronchial.

3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,

dan ginjal.

C. DIABETES MELITUS

34

Page 35: CASE TB DM

Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Selain itu juga terdapat

ketidaknormalan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Orang dengan DM

tidak mempunyai daya produksi atau merespon insulin, suatu hormon yang diproduksi oleh

sel β pankreas yang sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh.

Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi

atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh

darah.

Patofisiologi

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 disebabkan oleh

destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun karena adanya peradangan pada

sel beta. Adanya peradangan sel beta menyebabkan timbulnya antibody terhadap sel beta

yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibody (ICA) yang

ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam,

diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain dimana

keadaan ini hanya menyerang sel beta.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2 disebabkan

kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Jumlah insulin normal, malah mungkin lebih

banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Maka

glukosa yang masuk sel akan sedikit. Sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa)

dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Perbedaan dengan DM tipe 1 adalah pada

DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini

disebut resistensi insulin. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya,

artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya

sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap

35

Page 36: CASE TB DM

glukosa. Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi

faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badn

serta faktor keturunan (herediter) menjadi penyebab timbulnya DM tipe 2.

Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel

alfa meningkat. Baik pada DM tipe 1 maupun 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila

kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui ginjal.

Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut penyakit kencing manis.

Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya diabetes melitus dibagi menjadi:

I. Diabetes Melitus Tipe 1

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

II. Diabetes Melitus Tipe 2

III. Diabetes Melitus Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta:

Kromosom 12, HNF-lalfa (dulu MODY3)

Kromosom 7, glukokinase (dulu MODY2)

Kromosom 20, HNF-4alfa (dulu MODY1)

DNA Mitokondria

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit Endokrin Pankreas:

Pankreatitis

Trauma/pankreatektomi

Neoplasma

Cystic Fibrosis

Hemokhromatosis

Pankreatopati Fibro Kalkulus

D. Endokrinopati:

Akromegali

Sindroma Cushing

36

Page 37: CASE TB DM

Feokromositoma

Hipertiroidisme

E. Karena obat/zat kimia:

Vancor

Pentamidin

Asam Nikotinat

Glukokortikoid

Hormon Tiroid

Tiazid

Dilantin

Interferon Alfa

F. Infeksi:

Rubella Congenital dan CMV

G. Imunologi:

Antibody Anti Reseptor Insulin

H. Sindroma genetik lain:

Sindrom Down

Klinefelter

Turner

Huntington Chorea

Sindroma Prader Willi

IV. Diabetes Melitus Gestasional (kehamilan)

Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II

DM TIPE I DM TIPE II

37

Page 38: CASE TB DM

Mudah terjadi ketoasidosis

Pengobatan harus dengan insulin

Onset akut

Biasanya kurus

Biasanya terjadi pada umur yang

masih muda

Berhubungan dengan HLA-DR3

dan DR4

Didapatkan antibodi sel islet

10%nya ada riwayat diabetes

pada keluarga

30-50 % kembar identik terkena

Sukar terjadi ketoasidosis

Pengobatan tidak harus dengan

insulin

Onset lambat

Gemuk atau tidak gemuk

Biasanya terjadi pada umur > 45

tahun

Tidak berhubungan dengan HLA

Tidak ada antibodi sel islet

30%nya ada riwayat diabetes pada

keluarga

± 100% kembar identik terkena

Faktor Pencetus

Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi faktor

keturunan saja tidak cukup. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata

sampai akhir hayatnya.

Beberapa faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus adalah:

Kurang gerak atau malas

Makanan berlebihan

Kehamilan

Kekurangan produksi hormon insulin

Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin

Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)

Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah

Proses menua

Tanda dan Gejala

38

Page 39: CASE TB DM

Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita.

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :

1. Keluhan klasik :

a) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah.

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat disebabkan glukosa dalam

darah tidak masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk

menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa

diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita

kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b) Banyak kencing

Karena sifatnya kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

kencing.

c) Banyak minum

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang

keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita harus

banyak minum.

d) Banyak makan

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi

glukosa darah, tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa

lapar.

2. Keluhan lain :

Gangguan saraf tepi atau kesemutan

Gangguan penglihatan

Gatal/bisul

Gangguan ereksi

Keputihan

Pada pasien DM lanjut usia gejala klasik pada umumnya tidak ada, dan yang sering

mengganggu pasien ialah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah

39

Page 40: CASE TB DM

dan saraf. Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi

yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah adanya

keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:

Gangguan penglihatan : katarak

Kelainan kulit : gatal dan bisul-bisul

Kesemutan, rasa baal

Kelemahan tubuh

Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

Infeksi saluran kemih

Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:

1.Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala

awal.

2.Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi

traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.

3.Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit,

mononeuropati, disfungsi otomatis dari traktus gastrointestinal (diare), sistem

kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan

inkontinensia stress.

4.Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemi, angina, dan infark

miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi

(tungkai diabetes dan gangren).

5.Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal

(proteinuria, glomerulopati, uremia)

Pemeriksaan Penunjang

40

Page 41: CASE TB DM

Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak

dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan

yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik

DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan

penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi mempunyai

resiko DM. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM

sebagai berikut :

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ( >140/90 mmHg )

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000

gram

6. Riwayat DM dalam kehamilan

7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan trigliserid > 250 mg/dl

Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun. Sedangkan bagi mereka yang berusia >

45 tahun tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar puasa darah puasa kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) standar.

Cara pelaksanaan TTGO :

Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).

Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air

putih diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB (anak-anak).

Dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

41

Page 42: CASE TB DM

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Tabel 2: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar glukosa darah

sewaktu (mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Kadar glukosa darah

puasa (mg/dl)

Plasma Vena < 110 110-125 ≥ 126

Darah Kapiler < 90 90-109 ≥ 210

Diagnosis

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Keluhan

lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, atau pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan khas,

pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk

patokan diagnosis DM untuk kelompok tanpa keluhan khas DM. Hasil pemeriksaan glukosa

darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar

glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang

lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa pasca

pembebanan ≥ 200 mg/dl.

42

Page 43: CASE TB DM

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM

Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam menentukan subklas

penelitian epidemiologi dalam menentukan mekanisme dan perjalanan alamiah diabetes.

Untuk diagnostik dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas dua bagian :

Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta :

43

Page 44: CASE TB DM

Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan

sekresi peptida penghubung (C-peptide). Nilai-nilai “Glycosilated

Hemoglobin” (WHO memakai istilah “Glycaled Hemoglobin”), nilai derajat

glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga

bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.

Indeks proses diabetogenik :

Saat ini sudah dapat dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA.

Adanya tipe dan titer antibody dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau

Langerhans (islet cell antibodies). Anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase)

dan sel endokrin lainnya cell-mediated immunity terhadap pankreas, ditemukan

susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain

pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.

Penatalaksanaan

Pengelolaan DM jangka pendek bertujuan menghilangkan keluhan atau gejala DM

dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjang, tujuannya yaitu

mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati, maupun neuropati, dengan tujuan

akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Dalam mengelola DM langkah pertama

yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa edukasi, perencanaan

makan dan kegiatan jasmani. Bila sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum

tercapai dilanjutkan dengan penggunaan obat/pengelolaan farmakologis. Pada kegawatan

tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, dan stress), pengelolaan farmakologis dapat

langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin.

Pilar utama pengelolaan DM

A. Edukasi

Prinsip dasar :

44

Page 45: CASE TB DM

a. Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru

kemudian yang lebih kompleks.

b. Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat.

c. Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.

d. Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.

e. Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.

f. Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan.

g. Diskusikan hasil laboratorium.

h. Berikan motivsi / penghargaan atas hasil yang dicapai.

Materi Edukasi :

a. Apa itu diabetes

b. Faktor pencetus

c. Gejala

1. keluhan klasik : berat badan turun, banyak kencing, banyak minum,

banyak minum.

.2. keluhan lain : kesemutan, bisul / gatal, gangguan penglihatan,

gangguan ereksi, keputihan.

d. Diagnosa

e. Pengobatan

f. Komplikasi dan pencegahan

B. Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%).

Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber

asam lemak tidak jenuh (misalnya nuts, alpukat, dan minyak zaitun) dan hindari asam

lemak jenuh.

Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut (gums, pectin).

Konsumsi garam dibatasi (≥ 2400 mg/hari) bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat

digunakan secukupnya (< 5% kebutuhan kalori total).

45

Page 46: CASE TB DM

Tabel 3. Kebutuhan Kalori Orang dengan Diabetes

Kalori/kg BB ideal

Dewasa Kerja Ringan Sedang Berat

Gemuk

Normal

Kurus

25

30

35

30

35

40

35

40

40-50

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan

kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk

penentuan status gizi dipakai Body Mass Index = Indeks Massa Tubuh (IMT).

Fakor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori :

1. Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria yaitu 25 kal/kgBB

ideal untuk wanita dan 30 kal/kgBB ideal untuk pria.

2. Umur

A. Kebutuhan kalori bayi dan anak dalam tahun pertama mencapai 112

kal/kgBB.

B. Umur 1 tahun membutuhkan ± 1000 kalori dan anak > 1 tahun

mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya.

C. Umur > 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 dan

50, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70 tahun

dikurangi 20%.

3. Aktivitas fisik atau pekerjaan

Jenis aktivitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda.

46

Page 47: CASE TB DM

4. Berat badan

Bila kegemukan atau terlalu kurus, kalori dikurangi atau ditambah sekitar

20-30% tergantung tingkat kegemukan atau kekurusannya.

5. Adanya komplikasi

Infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikkan suhu

memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat

celcius.

6. Kehamilan/laktasi

Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada

trimester II dan III 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlikan tambahan

sebanyak 550 kalori/hari.

C. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang

lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE.

- Continious

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa

berhenti, contoh : bila pilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien

melakukan jogging tanpa istirahat.

- Rythmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi

dan relaksasi secara teratur, contoh : jalan kaki, jogging, berlari, berenang,

bersepeda, mendayung, mendayung. Main golf, tennis, atau badminton tidak

memenuhi syarat karena banyak berhenti.

- Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan

cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.

47

Page 48: CASE TB DM

- Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan

sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.

- Endurance

Untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai,

jogging, berenang, bersepeda.

Sasaran Heart Rate = 75-85% dari Maximum Heart Rule

Maximum Heart Rate = 220 – umur (tahun)

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai

olah raga sebelum makan. Memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang

tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa

tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan dan memeriksa kaki secara

cermat setelah olah raga.

Jika gula darah sebelum olah raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan

karbohidrat ± 25-50 g. Jika kadar gula darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan

jasmani berat.

D. Obat Diabetic

48

Page 49: CASE TB DM

Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans

kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan

kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan

lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin

menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber

energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.

Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin

eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Prinsip pemberian insulin :

1. Pada keadaan emergency berikan regular insulin.

2. Pada permulaan pemberian insulin, coba injeksi tunggal dengan intermediate

acting insulin.

3. Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara perlahan-lahan.

4. Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari sampai 1 minggu.

5. Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting insulin 2 kali sehari.

6. Harus dihindarkan terjadinya hipoglikemia.

Indikasi terapi dengan insulin :

1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi

insulin oleh sel beta sangat sedikit atau hampir tidak ada.

2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi

jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark

miokard akut atau stroke.

4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila

diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

5. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan

suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,

secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan

49

Page 50: CASE TB DM

kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau

ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

6. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

7. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral

Cara pemberian insulin :

Insulin kerja singkat dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau

subcutan, dan tidak tergantung pH bahan pelarut.

Insulin kerja menengah atau panjang tidak dapat diberikan secara intravena

karena bahaya emboli. Insulin kerja singkat dapat ditambahkan dalam cairan infus

seperti asam amino, glukosa, dan elektrolit serta sebaiknya tidak diberikan bersama

darah atau serum, karena mengandung hidroksilat atau enzim yang dapat merusak

insulin. Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah

pemberian tampak efek penurunan kadar gula darah. Pemberian insulin kerja singkat

secara intramuscular ternyata mempunyai penyerapan 2 kali lebih cepat dibandingkan

subcutan, karena makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.

Ada 3 tempat suntikan yang sering digunakan, yaitu dinding perut, lengan dan

paha, dimana absorpsi paling cepat adalah dinding perut, lengan selanjutnya paha.

Karena itu apabila memindahkan lokasi suntikan dari satu tempat ke tempat lain,

jangan dilakukan tiap hari tapi lakukan rotasi tempat suntikan (rotasi huruf O) setiap

14 hari, supaya tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. Jarak

antara suntikan pertama dengan berikutnya harus lebih dari 2 cm.

Obat Hipoglikemik Oral

Prinsip dalam memilih obat hipoglikemik oral:

50

Page 51: CASE TB DM

1. Mulai dari dosis kecil, dinaikkan secara bertahap.

2. Harus tahu cara kerja, lama kerja, dan efek samping.

3. Jika diberikan bersama obat lain, pikirkan interaksi obat.

4. Jika gagal, pikirkan kombinasi dengan obat lain.

5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien

Jenis obat hipoglikemik oral :

Pemicu sekresi insulin

Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas

untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya

dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk

mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.

Efek ekstra pancreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi

tidak penting karena obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang

insulinopenik. Mekanisme kerja obat golongan Sulfonilurea :

1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)

2. Menurunkan ambang sekresi insulin

3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam

benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi

dengan cepat setelah pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui

hati.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin

A.Biguanid

51

Page 52: CASE TB DM

Senyawa biguanid terbentuk dari dua molekul guanidine dengan

kehilangan satu molekul amonia. Sediaan yang tersedia adalah

menformin, buformin, dan metformin.

Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan

dengan derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui

perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran.

Pemberian biguanid pada orang non diabetik tidak menurunkan kadar

glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukan efek

potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan

perubahan ILA (Insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis

sel pulau langerhans juga tidak mengalami perubahan.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan

glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata

pemberian biguanid menurunkan berat badan dengan mekanisme yang

belum jelas pula; pada orang non diabetik yang gemuk tidak timbul

penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. Penyerapan biguanid

oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan insulin

atau sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati

dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid.

Mekanisme Kerja Biguanid:

Menghambat absorpsi karbohidrat

Menghambat glukoneogenesis di hati

Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

1. Meningkatkan jumlah reseptor insulin.

2. Memperbaiki defek respon insulin.

Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan

penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung

kongestif. Pada keadaan gawat sebaiknya tidak diberikan biguanid. Pada

kehamilan seperti juga dengan sediaan anti diabetik oral lainnya,

sebaiknya tidak diberikan biguanid, sampai terbukti bahwa obat ini tidak

menimbulkan bahaya yang berarti.

52

Page 53: CASE TB DM

B. Thiazolindion / Glizaton

Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated

receptor gamma suatu reseptor inti sel di sel otot dan sel lemak.

Contoh obat golongan ini adalah :

1. Pioglitazon

Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini

dimetabolisme di hepar. Obat ini dikontraindikasikan pada

pasien dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema

dan juga pada gangguan faal hati. Saat ini tidak digunakan

sebagai obat tunggal.

2. Rosiglitazon

Cara kerja rosiglitazon hampir sama dengan pioglitazon,

diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek

hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan

metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.

3. Penghambat glukosidase alfa

53

Page 54: CASE TB DM

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

hiperglikemia postprandial.

Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia

dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Efek samping akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala

gastrointestinal seperti meteorismus, flatulen dan diare. Penghambat

glukosidase alfa dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan

bersamaan pada orang normal.

Tujuan terapi Kombinasi

1. Menurunkan produksi glukosa dari hati

2. Meningkatkan sekresi insulin

3. Meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan resistensi insulin dengan harapan

dapat lebih memperbaiki kendali glukosa darah

Jenis Terapi Kombinasi

- Kombinasi mulai 2 sampai 4 macam OHO

- Jenis OHO ditambahkan secara bertahap sesuai respons

- TKOI = Terapi Kombinasi OHO (2-4 macam obat) + insulin

- Insulin Sensitizer insulin karena dapat menyebabkan edema

Indikasi Terapi Kombinasi

- Sasaran tidak tercapai dengan OHO dosis hampir maksimal atau maksimal untuk

menghindari efek samping OHO dosis tinggi.

Kombinasi insulin secretagogues + Metformin

54

Page 55: CASE TB DM

Bila sasaran pengendalian kadar glukosa darah puasa dan sesudah makan

belum tercapai dengan terapi insulin secretagogues, dapat ditambah Metformin mulai

dengan dosis 2 x 250 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1

minggu

Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase

Bila sasaran kadar glukosa darah puasa tercapai tetapi sesudah makan belum

tercapai dengan terapi insulin secretagogues, dapat ditambah penghambat glukosidase

mulai dengan dosis 3 x 50 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1

minggu.

Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase + Metformin

Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan 2 OHO dosis hampir

maksimal, dapat ditambah OHO ketiga mulai dosis kecil dan dinaikkan sesuai respons.

Kombinasi insulin secretagogues + Insulin

Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi insulin secretagogues.

Cara : Dosis insulin secretagogues tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada

pagi atau siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian.

Selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.

Kombinasi Metformin + Insulin

55

Page 56: CASE TB DM

Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi metformin

Cara : Dosis metformin tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada pagi atau

siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian. Selanjutnya

dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.

Bila menggunakan terapi kombinasi kemudian terjadi hipoglikemia, maka selanjutnya dapat

kembali ke regimen pengobatan awal atau mengurangi obat yang mungkin mengakibatkan

hipoglikemia

Komplikasi

Komplikasi DM dibagi menjadi:

1. Komplikasi akut

a. Ketoasidosis Diabetikum

Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa

sebagai energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat

penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan

formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu

kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda keton dikeluarkan

lewat urin disebut ketonuria.

Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis.

Ketosis bisa meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar

yang sangat tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis.

Asidosis akibat dari benda keton yang meningkat disebut ketoasidosis. Gejala-

gejalanya:

i. Dehidrasi : kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit

ii. Napas berbau asam.

iii. Mual-muntah dan rasa sakit di perut

iv. Napas berat

v. Tarikan napas meningkat

vi. Merasa sangat lemah dan mengantuk

b. Hipoglikemia

56

Page 57: CASE TB DM

Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan

seringkali membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar

gula darah yang melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl atau suatu keadaan

klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.

c. Infeksi

Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena 3 alasan utama:

i.Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi

ii.Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes

iii.Komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan resiko infeksi.

Infeksi yang umumnya menyerang pengidap diabetes termasuk infeksi

kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa

jenis infeksi jamur.

2.Komplikasi kronis

a.Penyakit jantung dan pembuluh darah

Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan

menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.

Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena

berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau

lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus

dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan.

b.Kerusakan pada ginjal ( Nefropati)

Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya

efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati

menunjukan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat

sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal

dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar

antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang

persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda

awal nefropati diabetik.

c.Kerusakan saraf ( Neuropati )

Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di

sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari

57

Page 58: CASE TB DM

otak dengan baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa,

meningkatnya indra perasa atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan

saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta

berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa,

kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau kram pada otot kaki.

d.Kerusakan pada mata ( Retinopati )

Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau

seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati diabetik akan mengalami gejala

penglihatan kabur sampai kebutaan

III. TUBERKULOSIS DAN DIABETES MELLITUS

58

Page 59: CASE TB DM

3.1 PATOGENESIS TB PARU PADA PENDERITA DM

Meningkatkan kepekaan pasien DM terhadap infeksi disebabkan oleh berbagai faktor. Pada

umumnya efek hiperglikemia sangat berperan mudahnya pasien DM terkena infeksi. Hal ini

disebabkan karena hiperglikemia mengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag)

termasuk kemotaksis, perlengketan, fagositosis, dan mikroorganisme yang terbunuh dalam

intraseluler.

3.2 GANGGUAN MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TB PARU DENGAN DM

Pada penelitian yang dilakukan, penderita TB paru jumlah CD4nya akan menurun sedangkan

pada penderita DM gangguan fungsi poli morfo nuklear leukosit (PMNL) lebih menonjol

terutama pada DM yang tidak terkontrol.

Ada tiga aspek fungsi PMNL yang terganggu:

a. Kemotaksis

Lekosit PMN ditarik ke tempat infeksi oleh subtansi kemotaksis yang disekresikan

oleh mikroorganisme dan oleh aktifasi komplemen dan faktor-faktor yang dipengaruhi secara

lokal oleh PMN. Pada penelitian invitro sel-sel pasien DM mempunyai kemotaksis yang

menurun, terutama pada keadaan DM yang tidak terkontrol. Gangguan kemotaksis akan

menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan tubuh.

b. Fagositosis

Fagositosis juga terganggu pada DM dikaitan dengan defek intrinsik dari PMN.

Hiperglikemia juga berkaitan dengan “killing activity” (aktivitas membunuh) dari enzim

lisosom yang menurun. Pada keadaan hiperglikemia cenderung terbentuk sorbitol yang

disebabkan oleh enzim aldose reduktase dengan bantuan Nicotinamide Adenine Dinucleotide

Phospate (NADPH) menjadi NADP melalui metabolisme polyol pathway. Akibat NADPH

banyak digunakan untuk membentuk sorbitol maka aktifitas membunuh mikroorganisme

intraselular yang memerlukan NADPH menurun karena “respiratory burst”. Normalisasi

kadar glukosa darah akan segera meningkatkan aktifitas membunuh dalam 48 jam.

c. Aktifitas Bakterisidal

59

Page 60: CASE TB DM

Gallacer dkk mendapati hubungan negatif yang signifikan antara keadaan HbA1c

dengan aktivitas bakterisidal netrofil. Patogenesis kelainan ini belum jelas tetapi terlihat

adanya hubungan antara derajat dan lamanya hiperglikemi.

3.3 MANIFESTASI KLINIS

Bacakoolu et al. Melakukan penelitian untuk melihat apakah diabetes mellitus

mempengaruhi manifestasi klinis dan radiologis tuberkulosis pada pejamu non-

imunokompromais dan untuk melihat keterlibatan lapangan paru bawah. Dari penelitian

tersebut didapatkan bahwa DM tidak mempengaruhi gejala, hasil bakteriologi, reaktivitas

tuberkulin, dan lokalisasi infiltrat pada gambaran radiografi. Pada pasien DM yang lebih tua

dari 40 tahun dan berjenis kelamin wanita didapatkan adanya keterlibatan lapangan paru

bawah yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang tidak DM.

Pada penelitian Wang et al. Didapatkan bahwa pasien DM dengan TB paru

menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam, hemoptisis, pewarnaan sputum

BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi, dan lapangan paru bawah, serta angka kematian

yang lebih tinggi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Alisjahbana et al. Menemukan adanya beberapa

perbedaan manifestasi klinik pada pasien TB yang juga menderita DM dan pasien TB tanpa

menderita DM. Pada pasien TB yang juga menderita DM ditemukan gejalan klinis yang lebih

banyak dan keadaan umum yang lebih buruk (menggunakan indeks Karnofsky). Tetapi hasil

penelitian tersebut juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Pada penelitian itu juga

didapatkan pengaruh negatif dari DM terhadap hasil akhir pengobatan antituberkulosis. DM

secara signifikan berkaitan dengan kultur sputum yang masih positif setelah enam bulan

pengobatan.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas tidak ditemukan adanya perbedaan yang

signifikan manifestasi klinis antara pasien TB yang menderita DM maupun pasien TB tanpa

DM. Dengan demikian pada pasien TB yang juga menderita DM dapat ditemukan gejala

seperti batuk, batuk berdarah, sesak nafas, demam, keringat malam, dan penurunan berat

badan, namun gejala cenderung lebih banyak dan keadaan umum lebih buruk. Sedangkan

gambaran hasil pemeriksaan darah, radiologi, dan bakteriologi tidak menunjukkan perbedaan.

3.4 PENGOBATAN

60

Page 61: CASE TB DM

Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien DM akan

meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma diabetes. Setelah

diperkenalkan terapi insulin pada tahun 1922, TB masih tetap menjadi ancaman yang serius

dan mematikan pada pasien DM. Namun, dengan pengobatan anti TB yang efektif,

prognosisnya akan jauh lebih baik. Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa

dengan yang bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. Untuk mengontrol

kadar gula darah dilakukan pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan

terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu. Bila kadar glukosa darah belum

mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes pada

kasus ini harus diperhatikan adanya interaksi dengan obat anti tuberkulosis.

Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,

yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan

selama 4-6 bulan.

Keadaan yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang

menggunakan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi

efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada

pasien DM, pemberian sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan.

Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya

terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan

pada mata.

DAFTAR PUSTAKA

61

Page 62: CASE TB DM

1. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan

Penyakit Dalam FKUI.2006

2. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine, Mc Graw-Hill

Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.

3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.

4. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI

Jakarta, 1985.

5. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman Diagnostikdan Terapi.

FKUI Jakarta, 1989.

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di

Indonesia. 2006

7. Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2000 ; 28

(5) : 1642 – 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis /treatment/shtml 7.http//www.

endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html

8. Jacob LB, Robert WP. Hemoptysis: Diagnosis and Management. Available at :

http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html. accessed July 13, 2012.

9. Rasmin M. Hemoptisis editorial- Jurnal Respirologi Indonesia. available at :

jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf. accessed July 13, 2012

10. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201

11. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi

offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327

62