Click here to load reader
Upload
dwi-akbarini-awi
View
32
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Penilaian Preoperatif
Alan Minchom*
Abstrak
Artikel ini membahas landasan pemikiran dalam penilaian anestesi preoperatif dan
bagaimana pelaksanaannya. Selain itu, artikel ini juga membahas peran penilaian
preoperatif dan bagaimana kaitannya dengan penyaringan preoperatif, riwayat dan
pemeriksaan anestesi, penyelidikan-penyelidikan dasar dan lanjutan yang sesuai, alat untuk
penilaian resiko, metode pengurangan resiko (termasuk perencanaan anestesi), arahan
untuk tim spesialis dan premedikasi. Artikel ini fokus untuk menjelaskan riwayat dan
pemeriksaan anestesi, dan terkonsentrasi pada daerah yang mencerminkan resiko terbesar
anestesi. Selain itu, artikel ini juga membahas penyelidikan preoperatif yang sesuai dan
beberapa tes lanjutan. Secara terperinci, artikel ini membahas proses perencanaan anestesi
dengan keterlibatan pasien, dan keterlibatan tim perawatan kesehatan dalam perubahan
besar rencana pembedahan. Artikel ini juga menjelaskan alat penilaian resiko seperti sistem
penilaian ASA dan konsep METs untuk proses non bedah jantung, juga kondisi yang
mungkin mengalami optimisasi medis oleh tim spesialis. Pada akhir artikel ini membahas
premedikasi dan perubahan peranannya melalui pendekatan riwayat obat premedikan,
mengapa dan bagaimana pendekatan tersebut berubah.
Kata kunci: Pemeriksaan anestesi, riwayat anestesi, premedikasi, penilaian preoperatif, dan
penyelidikan preoperatif.
*Alan Minchom, MBBCh, FRCA, adalah konsultan anestesi Royal Lancaster Infirmary. Ia
berasal dari Universitas Victoria, Manchester tahun 1992 dan ia juga pemimpin penilaian
anestesi preoperatif di Royal Lancaster Infirmary. Dia tertarik pada daerah anestesi di
lengan atas dan penerapan prosedur anastesi melalui ultrasound scanning.
Apa itu penilaian preoperatif?
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Penilaian preoperatif sama pentingnya dengan melakukan prosedur anestesi. Peran anestesi
terbagi menjadi tiga bagian utama:
keselamatan pasien
kenyamanan pasien
akses pembedahan
Untuk memastikan keselamatan pasien, penilaian yang tepat terhadap semua resiko
yang berkaitan dengan anestesi dan pembedahan sangat penting untuk memungkinkan ahli
anestesi merencanakan metode anestesi yang tepat, mengkomunikasikan rencana kepada
pasien dan menjawab pertanyaan yang mungkin dimiliki pasien.
Proses penilaian preoperatif berbeda dengan penyaringan preoperatif (sering kali
terjadi pada proses yang dipimpin spesialis perawat) dalam penyaringan preoperatif yang
hanya mengumpulkan informasi saja (contohnya riwayat dan hasilnya). Keputusan-
keputusan dalam teknik anestesi dan manajemen resiko dibuat dalam penilaian preoperatif
dan hasil persetujuan pasien didapat dan disimpan.
Mengapa penilaian preoperatif diperlukan? Penilaian preoperatif merupakan poin
pertama seorang ahli anestesi berhubungan dengan pasien. Penilaian preoperatif adalah
satu-satunya kesempatan untuk menilai pasien di luar ruang bedah. Penilaian preoperatif
seharusnya memakan lebih sedikit waktu dibandingkan ketika di ruang induksi dan
memungkinkan penilaian penuh status fisik dan psikologi pasien.
Pada penilaian preoperatif, perkiraan resiko anestesi yang dihadapi harus dibuat,
khususnya mengidentifikasi kondisi medis yang sesuai yang dapat menyulitkan proses
anestesi dan pembedahan baik dalam periode Intraoperatif dan periode pascaoperasi.
Setelah mengidentifikasi resiko, dapat diketahui apakah pembedahan sesuai atau tidak.
Namun, keputusan ini harus dibahas oleh dokter bedah dengan pasien karena baik pasien
atau dokter bedah, ada kemungkinan tidak menyadari akibat anestesi pada kondisi medis,
dan juga mungkin ada cara alternatif bagi prosedur pembedahan.
Setelah memutuskan bahwa pembedahan sesuai (seperti yang akan terjadi pada
kebanyakan pasien), informasi yang diperoleh dari penilaian harus digunakan untuk
mengurangi sebanyak mungkin resiko bagi pasien. Hal ini mungkin memerlukan masukan
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
dari para profesional kesehatan lainnya seperti praktisi medis lain, perawat spesialis atau
fisioterapi. Pasien mungkin perlu menerima perawatan tambahan untuk mengoptimalkan
kondisi medis atau menerima premedikasi untuk mengurangi resiko anestesi tertentu.
Pengurangan resiko bisa juga berupa penundaan operasi untuk memberikan perawatan lain
yang mempunyai efek sebelum anestesi dan pembedahan. Penundaan pembedahan juga
mungkin diperlukan jika prosedur bedah lain memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada
yang tercantum (misalnya penggantian katup jantung sebelum pembedahan umum).
Penilaian preoperatif merupakan waktu yang tepat untuk merencanakan prosedur
dengan pasien. Saat ini, ada banyak teknik anestesi yang tersedia bagi kebanyakan operasi.
Penggunaan teknik-teknik ini tergantung pada:
apakah teknik ini memadai untuk rencana pembedahan
keselamatan penggunaan teknik
akses bahwa teknik akan berguna pada pembedahan
apakah teknik ini diterima oleh pasien.
Setelah perencanaan metode anestesi, pasien harus tahu tentang rencana teknik dan
resikonya, juga persetujuan harus diperoleh dan tercatat.
Penilaian anestesi
penilaian anestesi seperti konsultasi medis lainnya terbagi menjadi dua bagian: riwayat dan
pemeriksaan. Riwayat anestesi lebih terfokus pada aspek tertentu yang dihubungkan
dengan menejemen perioperatif dibandingkan dengan riwayat pada umumnya. dan harus
memasukkan rincian seperti adanya asam refluks. Riwayat anestesi harus memasukkan
faktor yang terdapat pada tabel 1. Tujuan dari riwayat ini untuk mengidentifikasi potensi
masalah dan untuk memperkirakan tingkat cadangan fungsional. Pemeriksaan anestesi,
seperti riwayat anestesi, lebih terfokuskan dibandingkan pemeriksaan umum. Pemeriksaan
anestesi harus menyertakan faktor yang terdapat pada tabel 2.
Riwayat anestesi pada penilaian preoperatif:
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
penyakit jantung
gagal jantung
nyeri dada atau angina
penyakit pernapasan
sesak nafas
stridor
mendengkur
riwayat merokok
penyakit ginjal
penyakit lambung dan hati
perlindungan gigi
penyangga gigi palsu
sarung gigi
mahkota gigi
gigi palsu
kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral
alergi obat atau makanan
kemungkinan alergi pada getah
toleransi terhadap aktifitas
dilakukan pada permukaan yang datar maupun
bertingkat
Tabel 1
Pemeriksaan anestesi pada penilaian preoperative
pemeriksaan umum akhir
sesak nafas
status gizi
anaemia atau sianosis
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
kesehatan mental
obat ( misalnya nebulizer, inhaler, semprotan gliseril trinitrat)
pemeriksaan kardiovaskular
denyut dan irama nadi
tekanan darah
bunyi detak jantung
bukti peripheral or pulmonary oedema
pemeriksaan pernapasan
bukti pernapasan yang disetujui
bunyi paru-paru yang abnormal
trauma pasien
bunyi nafas yang hilang
penyimpangan trakea atau hyper-resonance
pemeriksaan napas
pembukaan mulut
malocclusion
permasalahan gigi
penyimpangan trakea
Neck masses
Tabel 2
Setelah menyelesaikan riwayat dan pemeriksaan, penyelidikan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk mengukur tingkat kelainan yang disarankan dalam riwayat dan
pemeriksaan. Di Inggris, penyelidikan sebelum operasi bedah dipandu oleh Institut
Nasional bagi Clinical Excellence. Pada umumnya tidak ada penyelidikan yang harus
dipertimbangkan secara rutin namun harus dilakukan baik untuk mengukur atau
mengkonfirmasi kelainan berdasarkan temuan dari penilaian yang dijelaskan di atas.
Beberapa penyelidikan sederhana dapat dilakukan (tabel 3).
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Penyelidikan lebih lanjut dan lebih maju mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu
dan akan diikuti oleh temuan-temuan dari penilaian rutin. Contoh penyelidikan lebih lanjut
termasuk pada:
Uji fungsi paru, dapat berguna dalam membedakan penyebab sesak nafas dan
toleransi aktifitas yang dibatasi
Echocardiography, berguna bila timbul bunyi yang sebelumnya tidak terdiagnosis
dimana timbulnya cardiac symptoms. Temuan dari tes ini dapat secara drastis
mengubah keseimbangan resiko dari sebuah anestesi; mempertimbangkan temuan
aortic stenosis, hypertrophic obstructive cardiomyopathy atau aortic sclerosis. Salah
satu kondisi ini akan memiliki ejeksi bunyi sistolik dan membawa resiko kematian
operasi dan morbiditas yang sangat berbeda.
Pandangan lateral cervical spine pada rheumatoid arthritis, untuk mengeluarkan
ketidakstabilan atlanto-axial.
Penyelidikan yang mungkin pada penilaian preoperatif
Pengecekan darah secara lengkap
Kecuali anemia yang diderita pasien beresiko haemorrhage, neutropenia dalam
immunocompromised atau infeksi pasien, masalah platelet sebelum regional
analgesia.
Urea dan elektrolit
Diukur pada pasien dengan atau menghadapi resiko gangguan ginjal, dan digunakan
dalam penilaian efek ginjal pada obat seperti diuretik atau ACE inhibitor.
Pembersihan kreatinin dapat diperkirakan menggunakan persamaan cockcroft gault
( lihat anaesthesia dan perawatan intensif obat 7: 7: 245).
Glukosa darah
Untuk memberikan pemantauan pada pasien yang memiliki atau beresiko diabetes
Rasio normalisasi internasional
Untuk memantau penggunaan coumarins atau untuk bertindak sebagai penanda
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
sensitif fungsi hati.
ECG
Untuk menilai irama, kehadiran ventrikular hipertrofi dan bukti ischaemia pada
pasien dengan dugaan penyakit jantung. Ecg juga dapat digunakan sebagai sebuah tes
penyaringan non-invasive bagi laki-laki berusia lebih dari 40 tahun dan wanita yang
berusia lebih dari 50 tahun.
Radiograf dada
Penyelidikan dugaan penyakit pernapasan aktif. Dapat juga digunakan sebagai bagian
dari proses untuk menyebarkan penyakit berbahaya. Paparan rutin sinar-x tidak sesuai
ketika masalah paru-paru tidak terselesaikan.
Tabel 3
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologists)
Skor Asa Deskripsi
1 Sehat dan baik
2 Penyakit sistemik ringan tanpa gangguan fisik yang terlihat
3 Penyakit sistemik berat dengan gangguan fisik yang terlihat
yang mempengaruhi aktivitas
4 Penyakit sistemik berat yang menunjukkan resiko konstan
terhadap kehidupan
5 Tidak akan mungkin bertahan selama 24 jam, dengan atau tanpa
operasi.
Tabel 4
Daftar investigasi awal ini tidak lengkap dan hanya meliputi beberapa penemuan klinis
yang lebih umum.
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Alat ukur Resiko
Alat ukur resiko yang paling sering digunakan dalam anestesi adalah sistem skor ASA
(American Society of Anesthesiologists)(tabel 4). Morbiditas meningkat dua kali lipat
dengan ASA meningkat satu kategori dan mortalitas meningkat sekitar 6 kali lipat.
Walaupun sistem skor ASA merupakan sistem skor yang sangat umum, sistem skor ASA
memungkinkan anggota tim kesehatan untuk berkomunikasi secara ringkas. Namun sistem
skor ASA tidak sangat detil dalam mengkalkulasikan resiko pasien.
Terdapat alat ukur yang lebih detil dibandingkan dengan sistem skor ASA untuk
mengukur resiko. Modifikasi Detsky pengukur resiko Goldman merupakan sistem skor
yang bermanfaat yang dapat digunakan untuk memberikan nilai numerik menstratifikasikan
resiko secara luas. Dengan alat ukur ini pasien distratifikasikan dengan skor: 0-15, resiko
rendah; 20-30, resiko menengah; dan lebih dari 30, resiko tinggi. Alat ukur tersebut
menggunakan skor numerik (20) untuk faktor-faktor seperti kemunculan aortic stenosis dan
angina kelas 4, skor yang lebih rendah (10) untuk kemunculan oedema pulmonalis, angina
yang tidak stabil, myocardinal miokard dalam waktu 6 bulan dan operasi emergensi, dan
skor rendah (5) untuk kemunculan ritme jantung non sinus dan ‘kesehatan umum yang
buruk’. Di bawah sistem skor ini, skor 15 harus, menurut American College of Physician,
memberikan alasan untuk kecemasan dan mengindikasikan kebutuhan untuk investigasi
lebih lanjut yang memungkinkan. Alat ukur yang sama juga hadir untuk penyakit
pernapasan, seperti Pulminary Risk Index2.
Alat ukur untuk resiko non-cardiopulmonary tidak dibangun dengan baik dan oleh
karenanya tidak digunakan secara luas. Lebih sering lagi, alat tes kerja jantung telah
digunakan untuk menstratifikasi resiko pasien yang menjalani operasi abdominal utama
atau vaskular utama dengan mengukur ambang batas anaerobik. Hal ini digunakan untuk
memprediksi kebutuhan penanganan secara intensif atau bahkan untuk memprediksi apakah
operasi harus diproses atau tidak. Alat tes kerja jantung melibatkan kerja jantung, menekan
pasien (bahkan dengan putaran kerja) sementara pasien tersebut bernafas melalui masker
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
yang terpasang dengan erat, yang berlipat ganda seperti pneomatograf. Gas inspirasi and
ekspirasi juga dites dan dianalisis untuk kandungan oksigen dan karbondioksida. Dari
pengukuran ini proses penyerapan oksigen (VO2) dan ambang batas anaerobik dihitung.
Ambang batas anaerobik adalah pengambilan oksigen dimana produksi laktasi melampaui
bukaan dan menandakan perubahan dari metabolism aerobik ke anaerobik. VO2 kurang
dari 50% yang terprediksi atau AT yang kurang dari 11 ml/min/kg (biasanya didefenisikan
gagal jantung) memprediksikan hasil buruk posoperatif dari operasi jantung. Penggunaan
kerja ekuivalen metabolis (METs) merupakan metode bedside sederhana untuk
memperkirakan daya tahan kerja. Pengambilan 3,5 ml/kg/min senilai dengan 1 MET.
Posoperatif pengambilan rata-rata oksigen kira-kira sekitar 4.5-5.0 ml/kg/min namun dapat
mencapai 7ml/kg/min (sekitar 2 MET). Hal ini setara dengan menaiki sebuah penerbangan
atau tangga tanpa berhenti atau berjalan sejauh 100 m di lahan yang datar. 3 METs
digolongkan kerja yang sedang. Oleh karenanya sejarah ketahanan kerja jantung yang
buruk dapat mempredisksikan resiko komplikasi cardiopulmonary yang meningkat.
Pengukuran arus udara penting dalam menghindari konsekuensi intubasi yang sulit.
Laryngoscopy dan intubasi yang sulit dapat terjadi sampai 8,5% dari prosedur yang
menggunakan anestesi umum (biasanya dalam prosedur kebidanan). Mengidentifikasi
pasien-pasien tersebut pada saat yang sangat beresiko merupakan bagian penting dari
pengukuran anestetik. Alat yang paling sering digunakan untuk mengukur resiko ini adalah
teknik Mallampati, yang melibatkan menyuruh pasien untuk membuka mulut mereka
sepenuhnya dan menjulurkan lidah mereka. Jika anak lidah dan langit-langit lunak tidak
terlihat (Mallampati tingkat III sampai IV) laryngoscopy langsung mungkin akan sulit.
Pengurangan resiko
Pengurangan resiko dapat dibagi ke dalam tiga bagian: merencanakan teknik; penyerahan
pasien ke tim kesehatan lainnya; dan premedikasi.
Merencanakan teknik melibatkan diskusi, dengan pasien, teknik anestetik yang akan
memungkinkan operasi dijalankan dengan memadai, dan akan mengurangi dan
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
menghindari resiko yang teridentifikasi dalam proses pengukuran. Sering bermanfaat
memperhitungkan anestesia regional atau neuraxial dalam pasien yang memiliki resiko
anestetik umum yang teridentifikasi, walaupun teknik tersebut tidak memberikan obat
mujarab untuk kesulitan-kesulitan anestesia umum.
Anestesia regional cenderung menjadi pilihan yang lebih disukai pada pasien
dengan disfungsi pernapasan akut. Namun, anestesia regional mungkin bukan merupakan
pilihan yang tepat pada pasien-pasien tersebut. Anestesia spinal memiliki efek pada fungsi
pernapasan karena asestesia spinal akan menghalangi saraf interkostal bawah dan halangan
interscalene hampir selalu meningkatkan kelumpuhan saraf unilateral frenik. Oleh karena
itu, kedua teknik tersebut mungki tidak tepat pada pasien dengan penyakit paru-paru. Ini
menarik untuk membandingkan durasi luka fisiologis dari anestesia regional dengan durasi
pemantauan ketat oleh para ahli anestesia. Pada contoh di atas luka fisiologis mungkin
bertahan dengan baik dalam periode pascaoperasi, diluar waktu ketika para ahli anestetis
pada saat berada dalam kontak langsung dengan pasien (anestesia spinal, 3 jam; halangan
interscalene, 24 jam). Beberapa situasi tidak mudah, seperti ketika pasien yang intubasinya
sulit atau yang memiliki resiko refluks terjadi pada anesthesia regional. Presentasi
mengenai teknik dan penjelasan mengapa teknik tersebut lebih disukai biasanya
mengarahkan pasien untuk menerima rencana yang telah dibuat. Resiko refluks merupakan
sebuah area dimana pengukuran yang memadai secara jelas mengurangi resiko perioperatif
dengan rencana teknik yang pas. Untuk pasien yang berada pada resiko refluks teknik
anestetik regional dapat menghindari refluks yang ditimbulkan selama anesthesia umum.
Namun jika anesthesia dibutuhkan, proses pengukuran melibatkan teknik perencanaan
seperti rangkaian intubasi yang cepat dan antacid prophylaxis.
Proses perencanaan harus melibatkan pemahaman yang cermat mengenai prosedur
operasi, faktor-faktor resiko pasien individual, keuntungan dan kerugian teknik anestesik
dan apresiasi keinginan pasien.
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Penyerahan pasien: penyerahan pasien pada tim kesehatan lainnya akan menunda operasi.
Oleh karenanya, penting untuk melibatkan dokter yang mengoperasi dan pasien tersebut.
Pasien-pasien paling sering diserahkan kepada tim kesehatan yang berada pada bidang
kardiologi, obat respiratoris, dan endokrinologi. Jika terdapat waktu, penyerahan ini
memungkinkan optimisasi medis mengenai kondisi medis yang ada. Kondisi, bagi
optimisasi medical (sering oleh tim spesialis) bermanfaat, seperti yang ditulis pada tabel 5.
Premedikasi
Peran premedikasi sering diacukan kepada 6 ‘As’
Anxiolysis
Amnesia
Analgesia
Anti-emesis
Antacid
Anti-Autonomic
Dalam banyak cara 6 ‘As’ ini luntur karena keenam hal ini berhubungan dengan
penggunaan obat dan teknik-teknik yang telah berganti. Agen anestetik modern bersifat
meyakinkan, bertindak singkat, dan secara relatif bebas dari efek samping dibandingkan
dengan agen lama.
Kondisi untuk optimisasi medis sebelum operasi
Penyakit Kardiovaskular
Penyakit jantung iskemik dengan daya tahan kerja yang buruk
Kegagalan kardiak dengan daya tahan kerja yang buruk
Disritmia yang tidak terkontrol
Penyakit valvular simptomatis (operasi mungkin diindikasikan)
Hipertensi yang tidak terkontrol
Penyakit respitoris
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Asma yang dikontrol dengan buruk
Penyakit pulmonary obstruktif kronis
Merokok
Penyakit endokrin
Diabetes mellitus yang dikontrol dengan buruk
Penyakit tiroid yang dikontrol dengan buruk
Penyakit cushing dan Addison
Feokromositoma
Penyakit hematologi
Koagulopati
Anemia
Hemoglobinopatis
Penyakit gagal ginjal
Gagal ginjal dialysis-dependen (mungkin perlu dialisis segera sebelum operasi;
ingat antikoagulasi)
Tabel 5
Anxiolysis: para ahli anestetik dilibatkan dengan pasien pada saat beberapa jam sebelum
anesthesia, namun pasien mungkin memiliki kekhawatiran praoperasi untuk beberapa hari.
Oleh karena itu, hanya sedikit proporsi kesulitan fisiologis pasien yang dapat diatasi dengan
cara farmakologis. Namun, dalam beberapa kasus, kekhawatiran dapat menjadi faktor
resiko, khususnya dalam operasi bypass arteri koroner, dimana konsekuensi fisiologis
keadaan fisiologis pasien, seperti hipertensi dan takikardia, dapat meningkatkan jantung
iskemik. Di sini, premedikasi ansiolitik sangat berguna.
Umumnya, benzodiazepine digunakan untuk anxiolysis karena cukup dapat
diprediksi dan memiliki durasi aksi yang memadai (contoh temazepam dan lorazepam).
Diazepam digunakan tidak sesering temazepam atau lorazepam yang durasi aksinya lebih
lama. Secara historis, obat bius tidur telah digunakan untuk anxiolysis karena memiliki
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
neuroleptik; namun efek sampingnya menghalangi kegunaannya. Opidoid, sementara
menidurkan, cenderung menyebabkan dysphoria yang menghalangi kegunaannya pada
masa kekhawatiran.
Amnesia: meskipun amnesia sering terjadi dengan penggunaan benzodiazepine (khususnya
midazolam) amnesia bukanlah pengganti untuk asnestesia atau analgesia yang memadai.
Amnesia bisa menguntungkan jika prosedur yang tidak menyenangkan dibutuhkan sebelum
anesthesia, seperti penempatan kateter pemantauan yang invasive. Amnesia juga berguna
pada anak-anak (premedikasi dengan midazolam menjadi sangat lebih biasa), khususnya
jika kunjungan yang berulang ke teater kurang menyenangkan. Oba-obat yang sangat
umum digunakan untuk amnesia adalah benzoadipin. Dengan midazolam yang memiliki
efek amnesik yang paling terlihat.
Analgesia: premedikan analgesik sekarang jarang diberikan kepada pasien dewasa. Secara
historis, opioid papaveretum digunakan sebagai premedikan tetapi karena kemampuan
menenangkannya yang buruk agen ini jarang digunakan untuk anak-anak, premedikasi
analgesik bersifat biasa dan berkisar dari suspensi parasetamol sampai pada fentanyl
(lollipop).
Anti-Emesis: mual dan muntah sebelum operasi adalah efek samping umum dari anestesia
dan operasi (lihat halaman 453-455). Hal ini tidak menyenangkan bagi pasien dan lebih
sulit untuk mengontrol daripada merasakan sakit. Terdapat beberapa jenis obat yang
tersedia untuk mengontrol mual.
Metoklopramida telah digunakan sebagai anti-emetik, namun, terdapat bukti yang
menyarankan bahwa agen ini sama efektifnya seperti placebo untuk pencegahan emesis
pascaoperasi. Lebih baik mendeskripsikannya sebagai prokinetik atau agen pengosongan
lambung. Meskipun metoklopramida dapat melakukan pengosongan lambung,
metoklopramida tidak mengatasi mual. Obat anti-emetik oral tidak diberikan dalam
kegiatan rutin, dan anti-emetik intravenus intraoperatif mungkin bisa lebih efektif.
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
Antacid prophylaxis penting dalam kegiatan kebidanan, sebagai akibat dari perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh kehamilan, dan dalam pasien yang refluks aktifnya
diragukan. Merupakan hal yang biasa menggunakan penghambat produksi asam (baik
antihistamin peripheral, seperti ranitidin, atau penghambat pemompa proton seperti
omeprazole) selama 12 jam sebelum operasi. Penghambat-penghambat tersebut kadang-
kadang dikombinasikan dengan prokinetik oral seperti metoklopramida, 1 jam sebelum
operasi. Segera sebelum induksi asam lambung yang tersisa dapat dinetralisasikan dengan
antacid oral, biasanya sodium sitrat (non-partikulat).
Obat Anti-Autonomic digunakan karena aktivitas parasimpatetik tonik tidak dilakukan
oleh kebanyakan obat anestetik seperti suxamethonium. Eter dietil menyebabkan
permasalahan saliva yang mengganggu induksi dan berkontribusi terhadap rasa mual
(dengan menelan saliva yang dijenuhkan dengan eter). Selain aksi antisialogogue, obat
antikolinergik seperti hyoscine menenangkan dan berkontribusi terhadap keadaan mengigau
pascaoperasi. Dengan obat anestetik modern, tidak ada bukti untuk penggunaan seperti
premedikasi tersebut, walaupun kecenderungan pilihan individual masih akan
meningkatkannya.
Premedikan lainnya
Anti-Anginal- gliseril trinitrat (GTN) (biasanya transdermal) dan penghambat adrenergik β
digunakan untuk menurunkan resiko iskemia pascaoperasi.
Brokondilator- agen adrenergik β nebula digunakan untuk menurunkan brokospasme pada
asma dan penyakit paru-paru obstruktif kronis.
Insulin berkombinasi dengan dekstrose digunakan dengan analisis gula darah umum
untuk mempertahankan kontrol glikaemik dalam diabetes.
Referensi:
Bedsite Teaching
Dwi Akbarini (702008039)
1 http://www.nice.org.uk/page.aspx?o=cG003Niceguideline
National institute for clinical excellence guidance document for preoperative investigations,
with recommendations for elective surgery
2 epstein S K, Faling L J, Daly B D et al. Predicting complications after pulmonary
resection: preoperative exercise testing vs a multifactorial cardiopulmonary index. Chest
1993; 104: 694–700
Bacaan lanjutan:
cashman J N. Preoperative assessment. oxford: Blackwell BMJ Books, 2001.