benjolan leher

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT THTRSUD KARAWANG

BENJOLAN PADA LEHER

Fakultas Kedokteran, Universitas TrisaktiJakarta4 Agustus 2014KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ISI

A. Anatomi Leher1Leher merupakan bagian tubuh yang terletak antara thorax dan caput kepala. Batas atas adalah basis mandibula. Batas kaudal dari depan kebelakang dibentuk oleh insisura jugularis sterni, klavikula dan acromion.

Otot sternokleidomastoideus membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar yaitu trigenum colli anterior dan trigonum colli posterior.1. Trigonum colli anterior terbagi menjadi Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus digastricus, os. hyoid dan linea mediana. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus2. Trigonum colli posterior terbagi menjadi1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.1. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus

Gambar 1 : Anatomi Leher

PERSARAFAN DAERAH LEHERTerdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior otot sternokleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang bersangkutan. Saraf tersebut dibagi menjadi1.N. Oksipitalis minor (C2)2.N. Auricularis magnus (C2 dan C3)3.N. Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3)4.N. Supraklavikularis (C3 dan C4).

Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah M. Digastricus.Saraf-saraf cranial yang dimaksud: 1.N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, mempersarafi saluran pernafasan dan saluran pencernaan.2.N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M. Stylopharyngeus.3.N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius, sedangkan cabang cervicalnya bertugas sebagai saraf sensorik.4.N. Hypoglossus, keluar melalui cranial hypoglossus, merupakan motorik untuk lidah. Gambar 2: Persarafan Leher

Otot-otot LeherOtot-otot di bagian ventral leher terdiri dari :1.M. Digastricus, terdiri dari venter anterior dan posterior. Berjalan dari os temporal ke arkus mandibula, merupakan landmark yang penting di bagian atas leher. Kedua venternya dipisahkan oleh tendon intermedius.2.Mm infrahyoid, disebut juga sebagai STRAP muscles. Terdiri dari : a. M. Sternohyoid : Origo pada manubrium sterni dan berinsersi di os. hyoid. Dekat origo terpisah, makin ke atas makin bersatu dan didekat insersi bergabung dengan M. Omohyoid. b. M. OmohyoidTerdiri dari 2 venter (superior dan inferior). Mulai dari skapula dan lig. supraskapula berjalan ke atas dan berakhir sebagai tendo intermedius.c. M. SternothyroidMerupakan landmark penting dalam pembedahan thyroid untuk menemukan cleavage plane. Origo terletak di manubrium sterni dan berinsersi di lamina kartilago thyroid, berjalan menutupi sebagian Gld. Thyroid. Kontraksinya menyebabkan laryng bergerak ke bawah. d. M. Thyrohyoid, Berorigo di kartilago thyroid dan berinsersi di os hyoid. Menutupi membrana thyrohyoid, kontraksinya menarik hyoid ke bawah, tetapi bila hyoid difiksir oleh otot suprahyoid, kontraksinya akan mengangkat laryng.

Gambar 3 : Otot Leher

Jaringan di leher dibungkus oleh 3 fasia, yaitu:1. Fasia koli superfisialis membungkus muskulus sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah leher untuk bertemu dengan fasia pada sisi lain.2. Fasia koli media membungkus otot pretrakeal dan bertemu pula dengan fasia sisi yang lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fasia koli superfisialis. Ke dorsal fasia koli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus menjadi satu.3. Fasia koli profunda membungkus muskulus prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fasia koli media. Perlukaan sebelah dalam fasia koli media berbahaya karena bila terjadi infeksi hubungan langsung ke mediastinum.Anatomi sistem limfa (4)1. Pembagian kelenjar limfaSekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius. Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna (Iskandar,2001).Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan profunda. Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical masuk kedalam gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus kelompok superficial lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih signifikan terhadap terapi pembedahan.Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok ini menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva dan glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher. Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan melibatkan kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak, bagaimana konsistensinya, apakah lunak kenyal atau keras, apakah melekat pada dasar atau kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification, kelenjar getah bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran.

Gambar 4 : Daerah penyebaran kelenjar limfe leher

0. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae0. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.0. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas posterior musculus sternokleidomastoideus.0. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula0. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

Gambar 5 Penyebaran kelenjar limfe di kepala dan leher0. Kelenjar limfe occipitalis terletak diatas os occipitalis pada apeks trigonum cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit kepala bagian belakang. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi. 0. Kelenjar limfe retroaurikular terletak di atas permukaan lateral processus mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit kepala di atas auricula dan dari dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi. 0. Kelenjar limfe parotid terletak pada atau di dalam glandula parotis. Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula parotis, dari permukaan lateral auricula dan dinding anterior meatus acusticus externus, dan dari bagian lateral palpebra. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.0. Kelenjar submandibular : terletak sepanjang bagian bawah dari mandibula pada kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula submandibularis dibawah lamina superfisialis. Menerima aliran limfe dari struktur lantai dari mulut. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.0. Kelenjar submental : terletak dibawah dari mandibula dalam trigonum submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe submandibularis dan cervicalis profundi.0. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas clavicula, lateral dari persendian sternum. Menerima aliran dari bagian dari cavum toraks dan abdomen.

Vaskularisasi Aliran darah menuju kepala dibawa melalui arteri carotis dan arteri vertebralis. Arteri vertebralis dalam rongga kepala bersatu membentuk arteri basilaris. Memberikan cabang-cabangnya pada struktur intracranial, tidak ada cabang-cabang. A. carotis comunis dibagi dua menjadi a. carotis interna dan a. carotis eksterna. A. carotis interna memberikan darahnya pada bagian dalam tenggorokan dan sirkulus ini bervariasi dan memberikan darahnya pada otak. A. meningeal cabang a. carotis eksterna dan a. opthalmica cabang arteri carotis interna ini tidak cukup memberikan darahnya untuk kebutuhan minimum dari otak. Oleh karena itu kebutuhan darah otak akan di penuhi terutama oleh a. carotis interna dan disusul oleh a. vertebralis. A. carotis interna memberikan darahnya pada daerah kulit kepala dan vicera dari kepala dan leher. Pada daerah muka dan cabang-cabangnya kaya dengan anastomose, sehingga dengan mudah dapat terjadi kompensasi bila terjadi gangguan pada salah satu cabangnya.

Gambar 6 Vaskularisasi arteri leher

Aliran darah balik dari kepala dan leher dialirkan melalui sistem jugularis (anterior, eksterna, interna, posterior) dan beberapa plexus venosus (pterygoid, orbital, vertebral, perilaryngeal, esophageal). Dari semua aliran darah balik ini v. jugularis internalah yang paling penting. Pleksus brakialis terdiri dari dua sistem yang terpisah, yaitu bagian interna yang terdapat antara duramater dan tulang, dan bagian exsterna yang mengelilingi lengkung vertebrae terletak di dalam otot-otot leher dan punggung.

Gambar 7 Vaskularisasi vena leher

1. Benjolan pada leherEpidemiologiUmumnya tumor primer dapat ditemukan kecuali pada 5-15% penderita. Umumnya dari jumlah tersebut 60% diantaranya tumor primernya tidak pernah ditemukan. Sejak tahun 1976 di temukan 2 orang penderita dimana terdapat metastasis kelenjar getah bening di leher dengan tumor primer yang tidak diketahui asalnya. Tahun 1974, ROCHANI menunjukan 1 kasus dengan tumor metastasis yang asalnya tidak diketahui, tetapi tumor metastasis ini tidak terdapat di leher melainkan terdapat di daerah costovetebral.. kebanyakan penulis mendapatkan perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah leher.(2,3)MekanismeTerdapat bebearpa faktor yang menyebabkan terjadinya benjolan pada leher seperti trauma, infeksi, hormonal, keganasan dan kelainan kongenital yang diturunkan. Setiap faktor memiliki jalan tersendiri untuk menyebabkan terjadinya benjolan pada leher. Hal yang harus diketahui adalah tidak semua benjolan pada leher berasal dari gangguan pada daerah sekitar leher seperti kelainan sistemik ataupun penyakit TBC.Hampir semua struktur pada leher dapat mengalami benjolan mulai dari tiroid, paratiroid dan kelenjar getah bening serta lemak, otot dan tulang. Infeksi dapat menyebabkan benjolan pada leher melalui beberapa cara yaitu dengan invasi bakteri langsung pada jaringan ataupun merupakan efek dari imunitas tubuh yang bekerja dalam kelenjar getah beningTrauma memiliki mekanisme yang mirip dengan infeksi tetapi trauma tanpa infeksi sekunder tidak menyebabkan pembengkakan kelenjar getah beningJika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.Berikut adalah pembagian benjolan pada leher menurut penyebabnya1. Kongenital1. Kistik Higroma6,9Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi anatomi lebih tepat disebut kistik limfangioma. Higroma kistik dapat terjadi pada anak lelaki maupun anak perempuan dengan rasio yang sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher. Sekitar 75% kasus terjadi saat lahir maupun masa neonatus (de Jong, 2011).Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang menjadi sakus limfatikus(de Jong, 2011).Pada embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah sempurna. Bila hubungan saluran ke arah sentral tidak terbentuk, timbulah penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal tersebut sering terjadi di daerah leher. Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut (de Jong, 2011).Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi cairan jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaaan ditemukan kista besar yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun. Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Saat akhir dapat menyebabkan makroglosia (de Jong, 2011). Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak. Permukaannya halus dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan tembus cahaya (de Jong, 2011). Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring, maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik (de Jong, 2011).

1. Kista Branchial 7,9Kelainan brankial dapat berupa fistel, kista, dan tulang rawan ektopik. Arkus brankial ke-3 membentuk os hioid, sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu rawan tiroid, krikoid, dan aritenoid.Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus akustikus eksternus berasal dari celah brankial pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir depan m.sternokleidomastoideus berasal dari celah brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah ditemukan. Sinus atau fiste mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin menutup sebagian.Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat tepat di depan m.sternokleidomastoideus. bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat membentuk kista yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila terbuka ke kulit, akan terjadi fistel. Bila masih ada sinus tonsilaris, fistel selalu berjalan melalui percabangan a.karotis.Pada anamnesis diketahui kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel terletak di depan m.sternocleidomastoideus dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan membengkak dan merah, atau merupakan lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau bilateral.Kista dapat langsung diekstirpasi bersama saluran menuju orofaring. Seringkali diperlukan insisi multipel sejajar di atas insisi pertama (stepladder incision). Fistel diisi bahan warna seperti biru metilen, kemudian dapat diekstirpasi melalui insisi kecil multipel. Operasi ini tidak tergolong bedah minor karena fistel harus dikeluarkan seluruhya melalui percabangan a.karotis komunis sampai ke sinus tonsilaris. Bila sebagian saja, fistel tertinggal akan kambuh dan biasanya mengalami infeksi.

1. Kista Ductus Tiroglosus10Benjolan kista duktus tiroglosus terdapat di sekitar os. Hyoid, di garis tengah, dan ikut bergerak waktu menelan atau pada penjuluran lidah.Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari foramen sekum di pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami obliterasi. Obliterasi yang tidak lengkap akan membentuk kista. Kista terletak di garis tengah, di cranial atau kaudal dari os. Hyoid. Bila terletak di bagian depan tulang rawan dari os. Hyoid mungkin tergeser sedikit ke paramedian. Jika di tarik kearah kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa duktus berupa tali halus di subkutis.(5,6)Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah.(7,8)Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar.9Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang harus dipikirkan pada setiap benjolan di garis tengah leher. Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan suntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan dilakukan foto RontgenKelainan ini ditangani dengan ekstripasi seluruh kista dan duktus. Biasanya os hyoid harus dibelah dulu karena duktus sering menembus os. Hyoid. Kista harus diekstripasi dengan seluruh sisa duktus sampai ke foramen sekum. Jika ada sisa duktus tertinggal, akan terbentuk fistel di luka operasi setelah beberapa waktu.1. Infeksi1. Limfadenitis Leher Akut11Limfadenitis leher akut merupakan pembesaran kelenjar getah bening akibat kegagalan mengatasi infeksi di daerah pertahanan regionalnya. Limfadenitis leher dapat disebabkan oleh infeksi daerah telinga, gigi, tenggorokan, hidung. Dapat mengenai satu kelenjar limfe atau satu kelompok kelenjar limfe, bisa unilateral atau bilateral leher. Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Nama-nama bakteri yang masuk dalam kategori bakteri penyebab limfadenitis adalah Streptokokus beta hemolitikus. Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang) dan penyakit gusi. Difteri, Haemophilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Untuk penyebarannya ke kelenjar getah bening melaluiinfeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata (de Jong, 2011)Tatalaksana pada limfadenitis akut lebih disarankan untuk mengobati penyakit dasar sebagai penyebabnya. Jika dengan konservatif atau penatalaksanaan penyakit dasar tidak berhasil, dapat dilakukan pembedahan, namun hanya dapat menghilangkan benjoannya saja tidak menghilangkan penyakit dasar.

1. Limfadenitis TBC 11Bacteria dapat masuk melalui makan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limf di leher, sering tanpa tanda tbc paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak, dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar didekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin ini. Disamping itu dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain membentuk suatu massa. Bila mengenai kulit dapat meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol, mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk berwarna pucat dengan tepi membiru, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbinti-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju, demikian berulang-ulang, kulit seperti ini disebut skrofuloderma.Pengobatan dilakukan dengan tuberkulostatik. Bila terjadi abses, perlu dilakukan aspirasi, dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang bersangkutan1. Tiroiditis12Tiroiditis adalah peradangan kelenjar tiroid. Penyebab pasti untuk penyakit ini belum diketahui. Fakta yang ada menunjukkan bahwa penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria.Radang tiroid dapat terrjadi akut, subakut atau menahun. Radang akut biasanya disebabkan oleh infeksi S. aureus. Tiroiditis bakterial akut sangat jarang ditemukan. Tiroiditis subakut yang juga jarang ditemukan umumnya terjadi pada infeksi virus di saluran nafas. Tiroiditis menahun pada umumnya adalah penyakit autoimun yang disertai kenaikan kadar antibodi terhadap hormon tiroid/produk tiroid di dalam darah.Gejala paling awal adalah kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme). Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama 3 bulan, kadang ada yang kurang dari 3 bulan. Gejala biasanya ringan, gejala tersebut antara lain kelelahan, sering buang air besar, nafsu makan meningkat, banyak keringat, gangguan menstruasi, iritabilitas meningkat, kram, gugup gelisah, berat badan menurun.1. Tiroiditis HashimotoTiroiditis kronik yang sering dijumpai adalah tiroiditis limfositik atau tiroiditid Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kelenjar tiroid yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun terjadi atrofi kelenjar dengan fibrosis. Berbagai macam antibodi antitiroid dapat ditemukan dalam kadar tinggi di darah sebagai tanda reaksi autoimun.Penyakit ini sering ditemukan dan sering dijumpai pada wanita. Biasanya mulai pada usia dewasa dengan atau tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Jika terdapat pembesaran kelenjar tiroid, akan dirasakan sedikit nyeri, padat pada palpasi, dan nyeri pada penekanan. Pada awalnya penderita eutiroidisme, kemudian berubah secara bertahap menjadi hipotiroidisme yang memerlukan terapi substitusi dengan sediaan hormon tiroid. Struma Hashimoto sering asimetrik. Diagnosis banding adalah karsinoma karena itu sering kali diperlukan tindakan biopsi guna konfirmasi diagnosis. Pengobatannya trutama bersifat tindak bedah paliatif dan simptomatik (de Jong,2011). 1. Tiroiditis de QuervainTiroiditis menurut de Quervain merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid, yang mungkin disbabkan oleh infiltrasi sel neurofil yang disusul oleh sel limfosit dan histiosit, jenis radang ini jarang ditemukan. Gambaran klinis berupa pembesaran tiroid sedang atau ringan yang sangat nyeri disertai gejala dan tanda sistemik. Penyakit ini biasanya mereda setelah beberapa minggu, tetapi sering kambuh kembali. Umumnya penderita eutiroidisme, tetapi pada tahap akut mungkin terjadi hipertiroidisme. Pengobatan dengan sediaan salisilat untuk menghilangkan nyeri. Pada stadium akut juga digunakan kortikosteroid untuk menekan inflamasi (de Jong,2011). 1. Tiroiditis RiedelTiroiditis Riedel merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga dianggap sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga kelainan ini disebut juga struma kayu. Kelenjar sering berbentuk asimetris sehingga sukar dibedakan dengan adenokarsinoma anaplastik karena konsistensinya sangat padat. Diagnosis hanya dapat ditentukan dengan biopsi insisi. Struma Riedel mungkin mengakibatkan kompresi trakea sehingga kadang membutuhkan dekompresi dengan pembelahan istmus atau istmektomi (de Jong,2011).

1. Neoplasma131. Karsinoma NasofaringDiperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah berkembang dari sel epithelium. Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx berdasarkan gambaran histopatologisnya. Menurut WHO, dibagi:WHO type 1,atau squamous karsinoma selWHO type 2,atau non-keratin carcinomaWHO type 3,atau undifferentiated karsinomaKarsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah leher dari bidang ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas.Angka kematiannya cukup tinggi. Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dari seluruh tubuh. Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun, perbandingannya antara laki-laki dan perempuan 2,5:1 (de Jong, 2011).Faktor Pencetus karsinoma nasofaring ada berbagai macam, antara lain genetik, virus (Epstein Barr), paparan karsinogen, sosial ekonomi lingkungan, ras dan keturunan serta radang kronis nasofaringVirus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma nasopharynx. Titer antibodi (imunoglobulin A) terhadap virus ini akan meningkat bagi setiap penderita karsinoma nasopharynx.Maka ia di gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai keberkesanan terapi.Menurut pemerhatian bahawa 80% penderita nasopharynx carsinoma menunjukkan adanya produk BCL2. Produk ini menyebabkan terjadinya penghalangan proses apoptosis.Ini menyebabkan perkembangan kanser tersebut. Menurut pemerhatian, memakan ikan asin dan bahan kimia tertentu dapat memicu terjadinya kanser nasopharynx karsinoma tersebut (de Jong, 2011).Asal tumor adalah dari epitel sel squamosa pada daerah nasofaring dan tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas. Adapun tanda ataupun gejala yang timbul tergantung dimana perluasan tumor (de Jong, 2011).Apabila perluasannya ke arah atas, penderita akan merasakan diplopia. Apabila perluasannya ke arah lateral, sebelumnya penderita merasakan adanya lendir dibelakang hidung terus menerus yang tidak bisa dikeluarkan, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging (tinitus), otalgia, adanya radang pada telinga tengah sampai dengan terjadinya robekan gendang telinga tanpa sebab yang jelas, dan tidak sembuh dengan pengobatan serta terjadi berulang-ulang. Hal ini karena adanya tumor pada daerah tenggorok bagian atas (nasofaring) menutupi saluran yang menuju keliang telinga tengah (oklusi Tuba eustachi).Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas kerongga hidung bagian belakang (koana) dengan keluhan adanya hidung tersumbat ataupun mimisan bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi . Keluhan pada tenggorok merupakan gangguan bicara, bernafas dan menelan dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena mendesak kerongga tenggorok (de Jong, 2011).Sementara keluhan penglihatan dobel, karena tumor sudah meluas kedasar tengkorak sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot penggerak bola mata, dan mata menjadi juling yakni nervus okulomotorius dan abdusen. Adanya gejala neurology pada syaraf cranial seperti nyeri kepala dan nyeri disekitar wajah juga sering dijumpai pada penderita kanker tenggorok akibat dari penekanan tumor pada syaraf disekitar kepala yakni nervus trigeminus, glossofaringeus, vagus, assesorius . Stadium lanjut, karsinomanya mengalami metastasis ke kelenjar getah bening bermanifestasi sebagai benjolan yang teraba keras umumnya pada rantai kelenjar limfe jugularis profunda superior (de Jong, 2011).Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus (de Jong, 2011).Pemberian adjuvant kemoterapi cis platinum, bleomycin, dan 5 fluorouracil sedang dikembangkan dengan hasil sementara cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kehidupan yang cukup baik.Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radio sensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasopharing.8Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadapa benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologik. Operasi tumor sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (de Jong, 2011).Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya aar liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang kadang muntah dan rasa mual (de Jong, 2011).Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada atau kambuh kembali. Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ketulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simptomatis untuk meningkatan kualitas hidup.1. Karsinoma TiroidEtiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti. Namun terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma tiroid, yang antara lain ialah riwayat radiasi, genetik, nodul pada tiroid, struma pada wanita lebih dari 45 tahun dan anak anakKarsinoma tiroid jarang ditemukan, yaitu sekitar 3 5% dari semua tumor malignant. Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda dan usia40-60 tahunPada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah ada paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni radiasi maka sel normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker juga melalui beberapa tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari DNA Namun Belum menimbulkan ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat dikatakan bahwa jumlah dari gen gen meningkat Namun belum menimbulkan efek kepada sel itu sendiri, Namun pada proses promosi dimana pada tahap ini terpapar lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa dengan bahan pada saat tahap inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi ekspresi gen dimana sel sel telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut bersifat reversible dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan komplit maka sel tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak komplit maka dapat menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi perubahan serta perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi (de Jong, 2011).Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga bahwa disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi inaktivasi dari supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk terus memperbanyak diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.1. Karsinoma LaringKarsinoma laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan.Karsinoma laring jarang ditemukan pada wanita, rasio antara laki-laki dan wanita oleh beberapa peneliti disebutkan sebesar 10-15 : 1. Data terakhir rasio ini memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus penderita wanita. Usia penderita umumnya telah menginjak usia tua antara 45-75 tahun.Penelitian epidemiologik tumor ganas laring memperlihatkan beberapa faktor yang diduga berhubungan langsung atau tidak langsung dengan timbulnya keganasan, tersebut. Banyak bahan tertentu yang terdapat di lingkungan kita yang mempunyai sifat karsinogen atau pencetus aktivitas karsinogen.Rokok sering diasumsikan mempunyai peranan penting dalam timbulnya karsinoma laring, meskipun masih perlu dipertimbangkan faktor lain yang dapat bekerja sama dalam proses timbulnya tumor ganas.Etiologi karsinoma laring sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi para ahli menghubungkannya dengan bahan asing yang mengakibatkan iritasi kronis pada laring, sehingga dengan kemajuan industri dan perubahan kebiasaan mungkin insidensinya akan meningkat. Bahan karsinogen tersebut antara lain, asbes, etanol, gas mustard, nikel, polisiklik hidrokarbon, tembakau, nitrosamin, vinyl, benzene dan lain lainGejala awal yang memaksa penderita datang berobat umumnya karena perubahan suara serak. Dokter yang memeriksa pertama kali biasanya menghubungkannya dengan penyakit infeksi tuberkulosa laring. Suara serak menunjukkan adanya gangguan mekanisme getar pita suara karena adanya penambahan masa laring, kerusakan atau kelumpuhan. Hal ini dapat terjadi' pada semua tingkat usia. Suara serak, akibat penambahan massa dapat terjadi pada. radang atau trauma yang menyebabkan edema laring. Penambahan massa oleh tumor disebabkan oleh perubahan struktur histologis secara bertahap. Oleh karena itu akan mudah dibedakan kelainan suara serak secara akut dan disebabkan karena trauma, radang akut atau benda asing, sedangkan kelainan yang berlangsung kronis mungkin disebabkan radang kronis atau tumor. Pada tumor laring suara serak dimulai dengan gejala hilang timbul yang berjalan progresif dan akhirnya menetap. Biasanya gejala dini berupa suara serak pada pagi hari tanpa disertai gejala batuk. Bilamana disertai batuk umumnya berupa batuk kering non produktif.Karsinoma laring berdasarkan lokasi anatomis dibedakan atas karsinoma laring supraglotis, glotis dan subglotis. Karsinoma laring glotis dan subglotis akan menimbulkan gejala suara serak, sedangkan karsinoma laring supraglotis pada keadaan awal tidak memberikan gangguan suara penderita.Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasidaripadanya. 1. Limfoma Maligna Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain (de Jong, 2011).Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Walaupun tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini, diambil sebuah kelenjar limfe atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma dibedakan menurut jenis sel yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya, prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit yang menonjol. Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai limfosit T, dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi (de Jong, 2011).Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah stadium klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa : (de Jong, 2011).1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar limfe, hati dan limpa)1. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit1. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat)1. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus (pembesaran kelenjar limfe bronkial)1. CT Scan dada, abdomen dan pelvis1. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar retroperitoneal dan iliaka.1. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulangBiopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang disertai gejala sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang tidak terlibat, biasanya dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati untuk mendapatkan diagnosis akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini tidak rutin dilakukan pada penderita limfoma non-hodgkin.1. Limfoma Non-HodgkinLimfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau keganasan sel limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T atau berasal dari sel Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit B adalah yang paling sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK berjumlah 15 %. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan atas low-grade, intermediategrade dan high-grade (de Jong, 2011).Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali untuk jenis Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37 % dengan usia diantara 35-64 tahunBerdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma ini antara lain sebagai berikut : Low-grade lymphomas Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar Gejala konstitusional berupa demam (>38C), penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan menyebabkan cytopenia. Lemah dan lesu Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas Adenopathy Gejala konstitusional Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya massa mediastinum anterior dan posterior Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat obstruksi dari ureter Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius, tiroid dan susunan saraf.Limfoma HodgkinLimfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah bening yang ditandai dengan adanya sel Reed Stenberg.Penyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan DNA virus ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia muncul pada berbagai usia, jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60 tahun. Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang penyebarannya sistemik. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak. Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.

Stadium Limfoma HodgkinStadiumPenyebaran Penyakit

IMengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh

IIMengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama

IIIMengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma

IVMengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya sum sum tulang, paru paru, hati

Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) salah satu atau lebih dari gejala berikut :1. Demam dengan suhu 37,8 C1. Keringat malam1. Penurunan berat badanPada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1 minggu maka dapat dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat malam dan disertai penurunan berat badan.Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar getah bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg.1. Penyebab Lain1. Struma15Struma atau Goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodusa yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat satu nodul dan multinodular bila terdaapt lebih dari satu nodul pada satu obus atau dua lobus.1. Penyakit GravesPenyakit Graves disebut juga penyakit Basedow jika dijumpai trias Basedow yaitu adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme dan eksoftalmus yang merupakan hipertiroidisme yang sering dijumpai. Penyakit ini sering ditemui pada orang muda. Secara klinis sering dijumpai adanya pembesaran kelenjar tiroid.Walaupun etiloginya belum diketahui dengan pasti, tampaknya ada peranan suatu antibodi yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid. Goiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Kekurangan yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid Stimulasi oleh TSH karena rendahnya kadar hormon tiroksin dalam darah Masuknya bahan goitrogenik yang terkandung dalam makanan, air, obat dan rokok yang mengganggu masuknya yodium ke dalam sel folikuler kelenjar tiroid Adanya kelenjar kongenital yang emnimbulkan gangguan sistem hormon tiroid Terjadi kelebihan yodium, sehingga proses iodinasi dalam kelenjar tiroid menjadi terhambatGejala dan tanda dari penyakit ini merupakan manifestasi peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan meningkatnya kebutuhan kalori sehingga berat badan menurun drastis bila asupan kalori tidak tercukupi. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovascular terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain meningkatnya curah jantung sampai dua-tiga kali normal, yang juga terjadi pada keadaaan istirahat. Irama nadi naik dan denyut nadi bertambah sehingga menjadi pulsus seler, penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban miokard dan rangsangan saraf autono dapat mengacaukan irama jantung, berupa ekstrasistol, fibrilasi atrium dan fibrilasi ventrikel.Terjadi peningkatan sekresi maupun peristaltis saluran cerna sehingga sering timbul polidefekasi dan diare.Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah tidur, dan sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan tidak beralasan.Pada saluran nafas, hipermetabolisme menimbulkan dispneu dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot, terutama otot bagian proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipacu oleh hipertiroidisme. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metroragia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor terhadap jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit. Akibatnya, terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata akibat keratitis. Gangguan faal bola mata menyebabkan strabismus.Terapi penyakit Graves ditujukan dalam pengendalian keadaan tirotoksikosis/hipertiroidisme dengan anti tiroid, seperti propiltiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radioaktif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakukan terutama jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembhan yang permanen meskipun kadang dijumpai adanya hipotiroidisme dan kompliksai yang minimal.1. Struma NodosaStruma nodosa merupakan pembesaran kelenjar tiroid dimana terdapat nodul di dalamnya. Struma nodosa ini biasanya merupakan struma endemik atau struma adenomatosa yang terutama ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa dijumpai pada keluarga tertentu. Etioogi umumnya multifaktor. Biasanya tiroid membesar pada usia muda. Awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita usia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang berinvolusi. Pada awalnya, sebagian struma multinododsa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormon tiroksin.Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipotiroid atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degeneraasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan.Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena pertumbuhannya ke arah lateral atau anterior, sebagian lain dapat menekan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral dapat terlihat melalui foto rontgen polos leher sabagai trakea pedang. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernafasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernafasan dengan gejala stridor inspiratoar.Secara umum, struma adenomatosa benigna, walaupun besar, tidak menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletak, vaskular, atau respirasi, atau menyebabkan gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. Keluhan yang sering timbul ialah rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma adenomatosa. Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakea (dispnea), atau esofagus(disfagia). Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan nodul koloid, kistik, adenoma tiroid, dan atau suatu karsinoma tiroid. Nodul maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda dan usia lanjut.Struma dapat meluas sampai ke mediatinum anterior superior, terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Sering kali, struma ini berlangsung lama dan bersifat asimtomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitar. Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Diagnosis ditentukan dengan foto roentgen toraks atau pemeriksaan yodium radioaktif. Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat.Pembedahan struma retrosternum dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak mmerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal pada pembuuh darah leher. Jika letaknya di dorsal arteri subklavia, pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.Indikasi tindakan pembedahan struma nodosa non-toksik, sebagai berikut : Kosmetik (tiroidektomi subtotal) Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas) Struma multinodular yang berat Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain Struma retrosternum yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain

DAFTAR PUSTAKA1. Faiz O, Moffat D, editors. At a Glance Anatomi. Germany: Berlyn, 2002. Hal 122-572. Soepard E.A, Nurbaiti Iskandar, Bashiruddin J, Restuti R.D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 6. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. Hal 94-110.3. George L. Adams, Lawrence R. Boeis. Buku ajar penyakit THT Boeis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ed. 6 2000; (VI): 3-39, hal 119-139.4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Summit, NJ : CIBA-GEIGY Corp; 19895. Ballenger, John Jacob. Disease of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Fabiger 14th edition. Philadelphia 1991.6. Pincus RL. Congenital Neck Masses and Cysts. In: Head & Neck Surgery Otolaryngology, 3rd ed., Bailey BJ (Ed), Lippincott Williams & Wilkins, New York 2001. p.933.7. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Brown's Otolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann, 1997; 5/16/1-4.8. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 2nd ed. Vol. II. Philadelphia : Lea & Febiger, 1989; 88.9. Wetmore RF, Potsic WP. Differential diagnosis of neck masses. In: Flint PW, Haughey BH, Lund LJ, et al, eds.Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2010:chap 198.10. Acierno S, Waldhausen J. Congenital Cervical Cysts, Sinuses and Fistulae. Otolaryngol.Clin N Am.2007;40:161176.11. Pasternack MS, Marton NS.Lymphadenitis and Lymphangitis, Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases. 7thed. 2010:Chapter 92.12. Fisher DA, Greueters, A. Thyroid disorders in childhood and adolesence. In: Sperling MA.Pediatric Endocrinology,. 3rded. Philadelphia, PA: Sunders Elevier; 2008:227-53.13. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer: Principles and Practice of Oncology, 6th ed, 2001. Lippincott Williams & Wilkins Publisher14. Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaumm RR, Bast RC, Gansler TS, Holland JF, E-Holland-Frei Cancer Medicine, 6th ed 2003. BC Decker Inc15. Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, et al. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: Management Guidelines of the American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists.Endocr Pract. 2011;17:457-520.