18
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi galaktomanan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi kinetik. Faktor yang digunakan pada pada penelitian ini yaitu rasio bahan : pelarut (aquades) dan konsentrasi agen pengendap. Faktor rasio bahan : pelarut (aquades) yang digunakan terdiri dari 3 level yaitu 1:20, 1:30, dan 1:40, sedangkan untuk level faktor konsentrasi agen pengendap yang digunakan yaitu 85%, 90% dan 95%. Adapun parameter penelitian yang dijadikan acuan yaitu rendemen dan kadar air, hasil perlakuan terbaik kemudian diuji kadar galaktomanannya menggunakan metode HPLC, struktur galaktomanannya menggunakan metode FTIR, berat jenis, viskositas dan uji gula pereduksi. Gambar kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1 Rendemen Rendemen ekstrak galaktomanan merupakan salah satu parameter penting dalam proses ekstraksi. Hasil analisis rerata rendemen yang diperoleh dari kombinasi perlakuan rasio bahan:pelarut dan konsentrasi agen pengendap berkisar antara 9,123% 11,590%. Grafik rerata hasil rendemen ekstrak galaktomanan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik rerata hasil rendemen ekstrak galaktomanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANrepository.ub.ac.id/3798/5/BAB 4.pdf · 2020. 10. 1. · 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi galaktomanan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 31

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    Ekstraksi galaktomanan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi kinetik. Faktor yang digunakan pada pada penelitian ini yaitu rasio bahan : pelarut (aquades) dan konsentrasi agen pengendap. Faktor rasio bahan : pelarut (aquades) yang digunakan terdiri dari 3 level yaitu 1:20, 1:30, dan 1:40, sedangkan untuk level faktor konsentrasi agen pengendap yang digunakan yaitu 85%, 90% dan 95%. Adapun parameter penelitian yang dijadikan acuan yaitu rendemen dan kadar air, hasil perlakuan terbaik kemudian diuji kadar galaktomanannya menggunakan metode HPLC, struktur galaktomanannya menggunakan metode FTIR, berat jenis, viskositas dan uji gula pereduksi. Gambar kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

    4.1 Rendemen

    Rendemen ekstrak galaktomanan merupakan salah satu parameter penting dalam proses ekstraksi. Hasil analisis rerata rendemen yang diperoleh dari kombinasi perlakuan rasio bahan:pelarut dan konsentrasi agen pengendap berkisar antara 9,123% – 11,590%. Grafik rerata hasil rendemen ekstrak galaktomanan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

    Gambar 4.1 Grafik rerata hasil rendemen ekstrak galaktomanan

  • 32

    Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa hasil rendemen ekstrak galaktomanan pada berbagai faktor rasio bahan : pelarut (aquades) dan konsentrasi agen pengendap cenderung meningkat mulai dari rasio 1:20 sampai dengan rasio 1:30. Pada rasio bahan 1:40 hasil rendemen yang diperoleh cenderung menurun. Hasil rendemen tertinggi diperoleh pada rasio 1:30, sedangkan hasil rendemen terendah diperoleh pada rasio 1:40.

    Penggunaan konsentrasi agen pengendap juga memberikan pengaruh terhadap hasil ekstrak yang diperoleh, berdasarkan Grafik 4.1 dapat diketahui bahwa pada konsentrasi agen pengendap 85%, 90%, dan 95% hasil rendemen yang diperoleh cenderung meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi agen pengendap yang digunakan hasil ekstrak yang diperoleh juga semakin tinggi. Hasil rendemen ekstrak tertinggi diperoleh pada rasio bahan:pelarut 1:30 dan konsentrasi agen pengendap 95% .

    Hasil ANOVA (Analysis of Variance) dapat diketahui bahwa masing-masing faktor berpengaruh signifikan terhadap rendemen ekstrak galaktomanan. dengan nilai signifikasi

  • 33

    Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara masing-masing faktor rasio bahan:pelarut (1:20, 1:30, dan 1:40) terhadap nilai rendemen ekstrak galaktomanan. Rerata rendemen ekstrak galaktomanan tertinggi diperoleh pada perlakuan rasio bahan : pelarut (aquades) 1:30 dengan nilai sebesar 10,491 %. Hasil rerata rendemen terendah terdapat pada perlakuan rasio bahan : pelarut (aquades) 1:20 dengan nilai sebesar 9,790%. Hasil rendemen yang diperoleh terbilang tinggi apabila dibandingkan dengan hasil ekstraksi galaktomanan dari buah aren dengan nilai rendemen 5,52% (Sarmi dkk, 2016).

    Berdasarkan hasil nilai rerata dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan hasil rendemen apabila dilihat dari rasio 1:20 dan 1:30, sedangkan pada rasio 1:40, hasil rerata ekstrak yang didapatkan cenderung menurun. Kenaikan hasil ekstrak yang diperoleh pada rasio 1:30 diduga karena pada rasio 1:20 komponen senyawa galaktomanan belum tersekstrak secara sempurna. Hal tersebut didukung oleh Ocktaviandani (2015), dimana rasio bahan :pelarut yang kecil menyebabkan pelarut menjadi cepat jenuh sehingga zat yang terestrak menjadi sedikit. Menurut Maslukhah dkk (2016), semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan maka semakin banyak pula ekstrak yang didapatkan, hal tersebut dikarenakan distribusi partikel dalam pelarut saat ekstraksi semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak, akibatnya semakin banyak komponen galaktomanan yang dapat terlarut.

    Pada rasio 1:40 terjadi penurunan jumlah rendemen ekstrak galaktomanan yang diperoleh, diduga hal tersebut disebabkan karena tingginya jumlah pelarut yang digunakan menyebabkan penurunan konsentrasi agen pengendap, sehingga mengakibatkan kemampuan etanol dalam mengikat air menjadi kurang optimum. Hal tersebut didukung oleh Marnoto dkk. (2012) yang menyatakan bahwa kemurnian etanol yang semakin rendah dapat menyebabkan hasil ekstrak yang diperoleh semakin rendah dikarenakan pemisahan hasil ekstrak (galaktomanan) dari pelarut menjadi semakin sulit

  • 34

    Tabel 4.2 Rerata Rendemen Berdasarkan Konsentrasi Agen Pengendap

    Konsentrasi Agen Pengendap

    Rerata rendemen (%)

    BNT (5%) Notasi

    85% 9,123 0,728 a

    90% 9,898 b

    95% 10,651 c

    Keterangan: notasi berbeda pada kolom sama menunjukkan adanya beda nyata α=5 %.

    Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa konsentrasi agen pengendap memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen ekstrak yang diperoleh. Semakin tinggi konsentrasi agen pengendap maka semakin tinggi rendemen ekstrak yang diperoleh. Rendemen ekstrak tertinggi diperoleh pada konsentrasi agen pengendap 95% yaitu sebesar 10,651% dan yang terendah pada konsentrasi agen pengendap 85% yaitu sebesar 9,123%.

    Hasil rerata rendemen menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan hasil ekstrak yang diperoleh menjadi semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan Lumbatoruan dkk (2014), dimana penambahan etanol yang dilakukan dapat mendehidrasi senyawa sehingga dapat menggangu stabilitas larutan dan akibatnya ekstrak akan terkoagulasi (terendapkan). Diduga semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan sebagai agen pengendap dapat meningkatkan kemampuan etanol dalam mendehidrasi senyawa galaktomannan sehingga ekstrak yang terendapkan juga semakin banyak.

    Pada konsentrasi agen pengendap yang rendah, adanya penurunan rendemen diduga dikarenakan pada saat proses pengendapan penambahan etanol dengan konsentrasi rendah pada filtrat dengan rasio yang tinggi dapat menurunkan kemampuan etanol dalam mengikat air. Akibatnya senyawa galaktomanan yang terendapkan menjadi sedikit. Hal tersebut didukung oleh perolehan kadar air yang semakin tinggi pada konsentrasi agen pengendap yang rendah. Menurut Zailanie

  • 35

    dkk (2001), semakin polar suatu pengendap maka sifatnya semakin mendekati air, sehingga lebih sukar menarik air.

    Menurut Anggoro dkk., (2015), etanol memiliki dua gugus fungsi yang berbeda tingkat kepolarannya yaitu gugus hidroksil (OH) yang bersifat polar dan gugus alkil (-R) yang bersifat non polar. Semakin rendah konsentrasi etanol maka semakin tinggi tingkat kepolarannya. Kepolaran pelarut tergantung pada konstanta dielektriknya. Nilai konstanta dielektrik dari pelarut air (aquades) yaitu 80,40 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konstanta dielektrik etanol yaitu 24,30 (Rafsajani dan Widya, 2015). Diduga pada konsentrasi rendah dehidrasi senyawa galaktomanan kurang optimum karena senyawa galaktomanan yang bersifat polar cenderung larut saat pengendapan sehingga senyawa sukar dipisahkan dengan pelarutnya (tidak dapat mengendap dengan sempurna)

    4.2 Kadar air

    Uji kadar air bertujuan untuk mengukur jumlah air dan komponen volatil yang mungkin masih terkandung dalam sampel ketika dilakukan proses pengeringan kembali. Sebanyak 0,5 gr ekstrak galaktomanan, dipanaskan dalam oven pada suhu 105˚C selama 5 jam. Grafik rerata hasil uji kadar air ekstrak galaktomanan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

    Gambar 4.2 Grafik Rerata Kadar Air Ekstrak Galaktomanan

  • 36

    Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kadar air ekstrak galaktomanan cenderung naik seiring dengan semakin besar rasio bahan : pelarut (aquades). Disisi lain dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi agen pengendap yang digunakan maka kadar air ekstrak galaktomanan semakin rendah. Rerata hasil uji kadar air ekstrak galaktomanan berkisar antara 9,804 - 20,272 %.

    Berdasarkan hasil ANOVA (Analisys of Variance) dapat disimpulkan bahwa faktor rasio bahan:pelarut dan konsentrasi agen pengendap menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kadar air ekstrak galaktomanan dengan nilai signifikansi 0.000 (

  • 37

    Rerata kadar air menunjukkan bahwa semakin besar rasio bahan : pelarut (aquades) maka semakin besar kadar air. Hal tersebut diduga karena semakin tinggi rasio bahan : pelarut (aquades) maka semakin banyak molekul air yang terikat pada komponen ekstrak (Prasetyowati, 2009). Menurut Winarno (2002) dalam Yuniarti dkk. (2013), air terikat merupakan molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hydrogen yang berenergi tinggi, dimana molekul air tersebut membentuk hidrat dengan molekul lain, seperti karbohidrat. Sehingga dengan kondisi pengeringan yang sama (suhu dan lama pengeringan yang sama) pada rasio bahan dan pelarut yang kecil kadar air yang dihasilkan akan lebih kecil dibandingankan pada rasio 1:30 dan 1:40 karena komponen air yang terikat pada bahan cenderung lebih sedikit.

    Tabel 4.4 Rerata Kadar Air Berdasarkan Konsentrasi Agen Pengendap

    Konsentrasi Agen Pengendap

    Rerata kadar air (%)

    BNT (5%) Notasi

    85% 16,727 1,763 c 90% 14,722 b 95% 11,213 a

    Keterangan: notasi berbeda pada kolom sama menunjukkan adanya beda nyata α=5 %.

    Berdasarkan Tabel 4.4. dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara masing-masing konsentrasi agen pengendap (85%, 90% dan 95%) terhadap kadar air ekstrak galaktomanan yang ada, dapat dilihat bahwa hasil kadar air cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi agen pengendap yang digunakan. Hasil rerata kadar air terendah dipeproleh pada konsentrasi agen pengendap 95% dengan nilai 11,213, sedangkan hasil rerata kadar air tertinggi diperoleh pada konsentrasi agen pengendap 85% dengan nilai 16,727. Rendahnya kadar air pada konsentrasi 95% diduga dikarenakan karena pada konsentrasi yang tinggi etanol dapat mengikat air dengan baik akibatnya komponen air yang masih terikat pada bahan menjadi rendah.

  • 38

    Diduga perbedaan kepolaran pada masing-masing konsentrasi etanol berpengaruh terhadap kemampuan etanol dalam mengikat air. Sehingga pada konsentrasi yang tinggi etanol memiliki daya tarik yang lebih kuat. Menurut Rohaeni dkk. (2015), semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka semakin rendah kadar air yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena etanol bersifat dapat menarik air dalam bahan, sehingga pada proses pengeringan akan menjadi lebih mudah teruapkan. Hal tersebut sesuai dengan Heriyati dkk. (2006) dimana semakin tinggi konsentrasi agen pengendap maka juga akan meningkatkan jumlah air yang menguap selama pengendapan sehingga mempermudah proses pengeringan yang berakibat semakin rendah kadar air ekstrak.

    4.3 Hasil Pemilihan Perlakuan Terbaik

    Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian ini menggunakan metode Multiple Atrribute (Zeleny, 1982), dengan menggunakan parameter rendemen dan kadar air dari ekstrak galaktomanan yang diperoleh. Pada metode Multiple Atrribute (Zeleny, 1982) perlakuan terbaik yang dipilih merupakan perlakuan dengan tingkat kerapatan terkecil. Berdasarkan analisis tersebut kombinasi perlakuan terbaik yaitu pada rasio bahan:pelarut 1:30 dengan konsentrasi agen pengendap 95%. Perhitungan pemilihan terbaik dapat dilihat pada Lampiran 4 .

    4.4 Karakteristik Hasil Perlakuan Terbaik

    4.4.1 Kadar Galaktomanan

    Salah satu parameter terpenting dalam ekstraksi galaktomanan adalahnya kadar galaktomannan yang terdapat pada ekstrak. Hal tersebut dikarenakan karena hasil ekstrak yang diperoleh pada penelitian ini masih belum dalam kondisi yang murni. Hasi pengujian HPLC yang dilakukan menunjukkan bahwa terkandung 44,71% galaktomanan pada hasil ekstrak. Nilai tersebut termasuk cukup tinggi apabila dibandingkan

  • 39

    dengan sumber galaktomanan lain. Galaktomanan yang diperoleh dari masing-masing tanaman yang berbeda memiliki kadar yang berbeda, misalnya galaktomanan yang diperoleh dari ampas kelapa sebesar 20% (Zultiniar dan Casoni, 2009), pada kolang-kaling 4,58% (Tarigan, 2012), sedangkan pada Fenugreek kadar galaktomanan yang diperoleh berkisar 25 - 30% (Mathur dan Mathur, 2005). Hasil uji kadar Galaktomanan dapat dilihat pada Lampiran 5.

    4.4.2 FTIR

    Analisis gugus fungsi ekstrak galaktomanan bertujuan untuk mengetahui ikitan-ikatan atau gugus molekul dari ekstrak galaktomanan yang diperoleh. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Analisis pada rentang gelombang tersebut tergolong pada daerah infra merah pertengahan. Hasil uji FTIR ekstrak galaktomanan dari buah nipah dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Lampiran 6, sedangkan hasil uji FT-IR galaktomanan dari Senna tora (L.) dapat dilihat dari Gambar 4.4.

    Gambar 4.3 Hasil Uji FT-IR Ekstrak Galaktomanan dari Buah Nipah

  • 40

    Gambar 4.4 Hasil Uji FT-IR Ekstrak Galaktomanan dari Senna tora (L.) (Pawar and Lalitha, 2015)

    Berdasarkan dua gambar diatas terdapat kemiripan pada spectra FT-IR ekstrak galaktomanan hasil penelitian dengan spectra FT-IR galaktomanan pada tanaman Senna tora (L.) dengan adanya anomer α dan β yang memiliki panjang gelombang yang hampir sama pada kedua hasil, yaitu 812,74 dan 872,53 untuk hasil penelitian, sedangkan pada tanaman Senna tora (L.). yaitu 813,96 dan 875,68. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil ekstrak mengandung senyawa galaktomanan. Interpretasi hasil uji dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil penelitian lain, sehingga nantinya dapat diketahui gugus fungsi yang ada. Bilangan gelombang FTIR ekstrak galaktomanan hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 4.5

  • 41

    Tabel 4.5 Bilangan gelombang FTIR ekstrak galaktomanan hasil analisa

    Bilangan Gelombang Kemungkinan Gugus Fungsi Hasil analisa Senna tora

    (L.) (Pawar and Lalitha, 2015)

    Pustaka (Pavia, 2013)

    3289,17 3392.79 3400-3200 Vibrasi stretching O-H

    2928,5 2924,09

    2900-2800 Vibrasi stretching C-H pada CH dan CH2

    1456,92 1399,06

    1454,33 1338,60

    1450 dan 1375

    Vibrasi bending C-H

    1244,76 1076,97

    1149,57 1087,85

    1300-1000 Vibrasi stretching C-O pada ikatan C-OH

    812,74 872,53

    813,96 875,68

    812 dan 871

    Konfigurasi anomer α dan β dan ikatan glikosida

    Sumber : Pavia (2013)

    Berdasalkan hasil uji yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada daerah ulur hydrogen (3700-2700 cm-1 ) terdapat puncak absorpsi timbul pada daerah 3400-3200 cm-1 dengan nilai 3289,17, yang menurut Pavia (2013) karena vibrasi ulur dari O-H dengan intensitas medium. Vibrasi ikatan Gugus O-H merupakan makromolekul penyusun polisakarida. Ikatan hydrogen menyebabkan puncak melebar dan terjadi pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek, yaitu pada (2900-2800) dengan frekuensi serapan 2928,5 dan 2876,43, yang menurut (Pavia, 2013) merupakan vibrasi ikatan C-H (Aldehyde) lemah.

    Pada daerah ikatan rangkap dua (1950 – 1550 cm-1 ), terdapat vibrasi ulur dari gugus karbonil yaitu pada frekuensi 1671, yang menurut Pavia (2013) merupakan vibrasi ikatan C=O kuat. Vibrasi berikutnya terlihat pada frekuensi 1456,92,

  • 42

    1399,06, dan 1318,05 yang menurut Pavia (2013) merupakan vibrasi dari CH3 dengan intensitas medium. Pada hasil juga ditemui vibrasi pada frekuensi 1076.97 yang menurut Pavia (2013) merupakan ikatan C-O dengan intensitas kuat pada ikatan C-OH dan C-O-C. Vibrasi utama penyusun galaktomanan ditemukan pada frekuensi 872,53 yang mengindikasikan keberadaan unit D-manosapiranosa yang berikatan β dan pada frekuensi 812,74 yang merupakan indikasi keberadaan unit D-

    galactopiranosa yang berikatan dengan (Pawar and Lalitha, 2015).

    4.4.3 Berat Jenis

    Berat jenis merupakan perbandingan berat zat tersebut terhadap volumenya. Pengukuran berat jenis dilakukan sebagai dasar perhitungan viskositas hasil ekstrak. Hasil uji berat jenis ekstrak galaktomanan yaitu 1,03 g/ml. Nilai hasil uji berat jenis tersebut hampir sama dengan penelitian Torio et al (2006) yang menyatakan bahwa berat jenis galaktomannan dari berbagai kematangan buah berkisar antara 1,0035-1,005 sedangkan pada berbagai sumber gum berkisar antara 1,0045-1,0065. Hasil uji berat jenis dapat dilihat pada Lampiran 7.

    4.4.4 Viskositas

    Uji viskositas merupakan salah satu hal yang penting dalam ekstrak galaktomanan, karena hal tersebut berkaitan dengan fungsi dari galaktomanan sendiri sebagai penstabil dan pengemulsi dalam dunia industri. Nilai viskositas menunjukkan tingkat kekentalan suatu produk, sehingga semakin tinggi nilai viskositas suatu produk maka semakin kental produk tersebut. Hasil uji viskositas ekstrak galaktomanan dapat dilihat pada Lampiran 8 yaitu 2 cP. Tingkat viskositas tersebut terbilang sangat kecil apabila dibandingkan dengan beberapa sumber ekstrak galaktomanan pada tanaman lain. Salah satunya yaitu pada beberapa sumber gum pada penelitian Torio et al (2006) yang mempunyai nilai viskositas antara 200-3400 cps,

  • 43

    sedangkan pada ekstrak galaktomanan dari tanaman S. Tora nilai viskositas pada konsentrasi 0.5% yaitu 1,714 cP. Rendahnya nilai viskositas yang diperoleh diduga dikarenakan ekstrak galaktomanan yang diuji bukan merupakan galaktomanan murni, melainkan dengan kadar galaktomanan sebesar 44,71 %.

    4.4.5 Gula Pereduksi

    Uji gula pereduksi bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam larutan ekstrak. Senyawa yang termasuk dalam gula reduksi yaitu semua monosakarida (seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa) dan disakarida (seperti laktosa dan maltosa) kecuali senyawa sukrosa dan pati (polisakarida). Pada suasana basa gugus aldehid atau keton bebas dalam gula reduksi dapat mereduksi senyawa logam (Yulianti dkk., 2014) Gambar hasil uji gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 4.5.

    a. Sebelum dipanaskan b. Sesudah dipanaskan Gambar 4.5 Kenampakan Uji Gula Reduksi Menggunakan Benedict

    Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sampel yang sebelumnya berwarna biru berubah menjadi kehijauan dengan sedikit endapan kuning dibawahnya. Hal tersebut mendakan bahwa sampel ekstrak galaktomanan mengandung gula reduksi. Menurut Kusbandari (2015), endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata

  • 44

    tergantung pada konsentrasi gula reduksinya. semakin berwarna merah bata maka gula reduksinya semakin banyak.

    4..4.6 Warna Ekstrak

    Hasil ekstrak galaktomanan dari daging buah nipah yang diperoleh memiliki warna putih kecoklatan. Hal tersebut diduga karena adanya kandungan gula reduksi yang cukup tinggi pada ekstrak sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses karamelisasi. Selain itu diduga adanya proses pengeringan yang lama (24 jam) dengan suhu yang cukup tinggi yaitu 50˚C dapat menyebabkan warna ekstrak menjadi sedikit kecoklatan. Menurut Putri dkk. (2012) warna coklat pada ekstrak dapat disebabka karena selama proses pemanasan terjadi proses inversi senyawa gula pada bahan yang mengakibatkan perubahan warna menjadi gelap karena reaksi browning non-enzimatis (karamelisasi).

    4.6 Neraca Massa

    Perhitungan neraca massa merupakan hal yang sangat penting dalam dunia industri, dengan adanya perhitungan tersebut kita dapat mengetahui jumlah produk yang kita peroleh berdasarkan jumlah bahan yang kita gunakan. Pada neraca massa kita juga dapat melihat aliran bahan yang masuk (inflow) dan juga aliran bahan yang keluar (outflow) pada masing-masing proses yang dilakukan. Perhitungan neraca massa dilakukan pada kombinasi perlakuan terbaik, yaitu pada rasio bahan:pelarut 1:30 dengan konsentrasi agen pengendap 95%.

    Pada tahap awal buah nipah yang akan digunakan dalam proses ekstraksi ditepungkan terlebih dahulu. Tandan buah nipah yang digunakan sebanyak 3 tandan dengan berat total 41700 gr, dalam prosesnya tandan buah nipah tersebut dipecah terlebih dahulu kemudian daging buahnya dipisahkan dari serabut, tempurung dan kulit arinya. Berdasarkan 3 tandan tersebut jumlah daging buah nipah yang diperoleh yaitu sebesar 1818 gr dengan jumlah tempurung dan serabut 37.333 gr, bonggol buah 2100 gr dan kulit ari 449 gr. Daging buah

  • 45

    kemudian diparut dengan mesin parut hingga diperoleh hasil parutan sebesar 1771 gr, terdapat 47 gr berat daging buah yang hilang dikarenakan tertinggal dalam mesin yang selanjutnya disebut sebagai scrap. Hasil parutan yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama 12 jam pada suhu 55˚C . Berat daging buah nipah kering yang diperoleh yaitu sejumlah 592 gr, dengan kehilangan berat 1179 gr. Daging buah nipah yang kering kemudian dihancurkan menggunakan grinder sehingga diperoleh tepung sejumlah 561 gr dengan berat scrap atau tepung kasar yang tidak lolos ayakan sejumlah 24 gr. Ekstraksi galaktomanan dengan menggunkan maserasi kinetik dilakukan dengan menggunakan 10 gr tepung buah nipah. Pada tahap awal 300 ml aquades dipanaskan dengan menggunakan hot plate stirrer hingga mencapai suhu ±50 ˚C. apabila suhu ekstraksi telah tercapai tepung buah nipah dimasukkan. Proses ekstraksi dilakukan selama 2 jam. Selama proses ekstraksi terjadi proses penguapan, hal tersebut ditunjukkan dengan hilangnya volume larutan sebesar ± 30 ml, diduga beberapa pelarut yang digunakan juga tertinggal pada bahan setelah proses penyaringan. Hasil filtrat yang diperoleh saat ekstraksi yaitu 270 ml dengan berat scrap 24 gr, kedalam filtrat tersebut kemudian ditambahkan etanol dengan rasio 1:1 (270 ml) untuk diendapkan. Proses pengendapan pertama dilakukan selama 8 jam. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan proses dekantasi untuk dipisahkan dengan supernatannya sehingga diperoleh volume endapan sejumlah 160 ml dan volume supernatan 380 ml. Pada pengendapan kedua sebanyak 160 ml etanol ditambahkan dan didiamkan selama 4 jam. Pada proses dekantasi kedua volume supernatan yang dibuang yaitu sejumlah 225 ml dan endapan yang diperoleh sejumlah 95 ml (81.27 gr). Ekstrak basah yang diperoleh tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven vakum selama 24 jam dengan suhu 55˚C sehingga diperoleh ekstrak kering sejumlah 1.063 gr. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 10,63% dengan kadar air 10,556%. Perhitungan neraca massa proses

  • 46

    penepungan buah nipah dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan perhitungan neraca massa proses ekstraksi galaktomanan dapat dilihat pada Gambar 4.7

    .

    Buah Nipah

    41.700 gr

    Pemecahan

    Tempurung + serabut =

    37.333 gr

    Bonggol = 2100 gr

    Kulit ari = 449 gr

    Daging buah nipah = 1818 gr

    Ka = 66.57%

    Pemarutan

    Parutan daging buah nipah = 1771 gr

    KA= 66.57%

    Scrap =

    47 gr

    PengeringanPanas oven

    55°CUap Air = 1179 ml

    Daging buah nipah kering 592 gr,

    KA= 13.22 %

    Penghancuran

    Pengayakan

    Scrap = 7 gr

    Scrap= 24 gr

    Tepung daging buah nipah = 561 gr

    KA = 13.22 %, Rendemen = 30.85%

    Gambar 4.6 Neraca Massa Proses Penepungan Buah Nipah

  • 47

    Tepung Buah

    NipahAquades

    Ditimbang 10 gr

    Dipanaskan hingga

    mencapai ±50°C

    Diukur volume sesuai rasio yang

    digunakan = 300 ml

    Dicampurkan

    Diekstraksi menggunakan hot plate stirrer

    pada suhu ± 50°C dengan kecepatan 900

    rpm selama 2 jam

    Disaring Ampas= 20 gr

    Etanol (1:1)

    (95%) = 270 ml

    Didiamkan selama 8 jam

    DidekantasiSupernatan =

    380 ml

    Didiamkan selama 4 jam

    DidekantasiSupernatan =

    225 ml

    Endapan= 160 ml

    Endapan = 95 ml

    (81.27 gr)

    Etanol (1:1)

    (95%) = 160 ml

    Dikeringkan dengan vacuum

    oven (55°C, 12 jam)

    Ekstrak kering 1.063 gr

    Rendemen = 10,63%, KA = 10,556%

    Filtrat = 270 ml

    Uap Air = 30 ml

    Gambar 4.7 Neraca Massa Proses Ekstraksi Galaktomanan

  • 48