Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Keadaan umum lokasi penelitian pada Kecamatan
Ngajum ini dapat dilihat dari luas wilayah, letak geografis,
jumlah desa, batas wilayah, jumlah penduduk, jenis pekerjaan,
jumlah rumah tangga, dan pertumbuhan penduduk yang
disajikan pada Tabel 2.
32
Tabel 1. Keadaan Umum Lokasi Peternakan
Keterangan Kecamatan Ngajum
Luas Wilayah* 60,12 km²
Letak Geografis* 8,0630° LU - 8,0198° LS
112,3140° BT - 122,3429° BT
Jumlah Desa*
9 desa (Ngajum, Balesari, Ngasem,
Palaan, Kranggan, Maguan,
Kesamben, Babadan, Banjarsari)
Batas Wilayah* Utara: Kecamatan Wagir
Timur: Kecamatan Pakisaji dan
Kepanjen
Selatan: Kecamatan Kepanjen dan
Sumberpucung
Barat: Kecamatan Wonosari dan
Kromengan
Jumlah Penduduk** 51.881 orang
Jenis Pekerjaan* Peternakan: 30%
Pedagang: 4%
PNS: 3%
TNI/Polri: 0%
Buruh Pabrik/ Industri: 2%
Penggalian/ Penambangan: 0%
Buruh Tani: 53%
Buruh bangunan: 4%
Jasa: 2%
Lainnya: 2%
Jumlah Rumah
Tangga** 14.557
Pertumbuhan
Penduduk** 0,09
Sumber: *BPS Kabupaten Malang (2016) **Kecamatan Dalam Angka (KDA) (2015)
33
Data diatas menunjukkan keadaan umum lokasi
penelitian budidaya rumput odot. Berdasarkan data tersebut
luas wilayah Kecamatan Ngajum sendiri yaitu sekitar 60,12
km² dimana menurut pendapat Saputri dkk. (2014) luas
wilayah dari Kabupaten Malang yaitu 353.486 ha atau
3.534,86 km2. Berdasarkan jenis pekerjaannya, pekerjaan
tertinggi didominasi oleh buruh tani sebesar 53%, peternakan
30%, dan selebihnya berada dibawah 10%. Kegiatan beternak
di Kecamatan Ngajum tersebut cukup berkembang pesat,
terlebih saat budidaya rumput odot mulai digemari dan
dicanangkan untuk pakan ternak sapi perah. Hal tersebut
dijelaskan pendapat Sirait dkk. (2015) bahwa hampir 90%
pakan ternak ruminansia berasal dari jenis hijauan dengan
konsumsi segar perharinya yaitu 10 - 15% dari bobot badan,
sedangkan selebihnya merupakan pakan tambahan konsentrat
(feed supplement).
Salah satu peternakan yang sangat berkembang dengan
pesat yang berada di kaki Gunung Kawi tersebut adalah
peternakan sapi perah milik PT Greenfields Indonesia. Saputri
Yuwono dan Mahmudsyah (2014) yang menyatakan bahwa
PT Greenfields Indonesia merupakan salah satu industri susu
sapi perah yang dimulai dari hulu ke hilir. Berlokasi di desa
Babadan, Kecamatan Ngajum, Gunung Kawi, Kabupaten
Malang Jawa Timur dengan luas lahan yaitu ± 26 Ha dan
berada di ketinggian 1.200 mdpl dengan suhu rataan ± 16°C
dan curah hujan sekitar 2.750 – 3.200 mm/tahun dengan
kelembaban 45%. PT Greenfields Indonesia mendapatkan
pasokan pakan hijauan rumput odot dari petani sekitar yang
berkemitraan dengan perusahaan. Rantai pasokan pakan
hijauan tersebut terhubung oleh tiga orang pengepul (Pak
Tamugi, Pak Gondo, dan Mas Jhoni). Ketiga pengepul tersebut
34
setiap harinya melakukan pemananen pada lahan rumput odot
milik warga. Berikut kawasan pemanenan rumput odot yang
lazim dilakukan oleh pengepul disajikan pada Gambar 3.
Gambar 1. Lokasi panen rumput odot oleh pengepul
Jarak lokasi penelitian dari Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya lazimnya ditempuh dalam waktu ± 1
jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Medan
jalan yang beraspal dirasa cukup mudah dalam menempuh
perjalanan namun ketika musim penghujan jalanan tersebut
cukup licin dan perlu hati-hati. Jarak lokasi penelitian tersebut
disajikan pada Gambar 4.
35
Gambar 2. Jarak Lokasi Penelitian
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yaitu data dari petani rumput
odot yang melakukan budidaya rumput odot yang terdapat di
Kecamatan Ngajum, Gunung Kawi, Kabupaten Malang.
Karakterisitik responden dibedakan atas jenis kelamin, usia
petani, pendidikan formal, pekerjaan sampingan, dan
kepemilikan ternak. Secara detail data disajikan pada Tabel 3.
36
Tabel 2. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki 18 90
b. Perempuan 2 10
Usia Petani
a. 21 – 30 2 10
b. 31 – 40 4 20
c. 41 – 60 11 55
d. 61 – 70 3 15
Pendidikan (formal)
a. SD 9 45
b. SMP 8 40
c. SMA 2 10
d. Sarjana 1 5
Pekerjaan Sampingan
a. Petani Sayur 4 20
b. Petani Kebun 2 10
c. Penjual Bibit Odot 2 10
d. Wiraswasta 3 15
e. Buruh Tani 3 15
f. Peternak 5 25
g. Tidak Ada 1 5
Kepemilikan Ternak (ekor)
a. 1 – 5 9 45
b. 6 – 10 4 20
c. 11 – 15 2 10
d. Tidak Memiliki 5 25
37
Rata-rata jenis kelamin responden didominasi oleh
kaum laki-laki dengan jumlah 18 orang (90%) dan wanita
berjumlah 2 orang (10%). Hal tersebut dikarenakan budidaya
rumput odot merupakan pekerjaan yang membutuhkan
stamina tinggi pada saat di lapangan. Rata-rata petani rumput
odot memiliki usia terbanyak berkisar 41-60 tahun yang
berjumlah 11 orang, yang merupakan usia produktif untuk
melakukan usaha di bidang budidaya rumput odot dan telah
memiliki banyak pengalaman kerja. Menurut pendapat
Derosari, dkk. dalam Hermawati (2002) yang menerangkan
bahwa umur sangat berkaitan erat hubungannya dengan adopsi
inovasi suatu teknologi. Diperkuat oleh pendapat Lunadi
(1993), bahwa dengan semakin tua umur seseorang maka akan
semakin sukar dalam mengingat apa yang telah diajarkan,
terlebih merasa sulit berkonsentrasi dalam mengikuti
pelajaran.
Mardikanto (1993) menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan salah satu proses timbal balik dari setiap pribadi
manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman, dan
alam semesta. Ia menambahkan bahwa, kapasitas dan
kecepatan adopsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
terutama untuk jenis teknologi yang memerlukan pemahaman
lebih tinggi.Pendidikan sekolah dasar (SD) berjumlah paling
banyak sebesar 45%, hal ini disebabkan karena berbagai faktor
ekonomi dan rendahnya motivasi dalam hal melanjutkan
pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Cahyono dan
Dewi (2012) yang menyatakan bahwa mayoritas pendidikan
petani adalah SMP atau SMA.
Berdasarkan data pengamatan dari tabel tersebut
persentase pekerjaan sampingan terendah dari penduduk di
Kecamatan Ngajum yaitu sebagai petani kebun dan penjual
38
bibit rumput odot sebesar 10%. Persentase pekerjaan
sampingan tertinggi diduduki oleh profesi sebagai peternak
sebesar 25%. Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997) dalam
Siregar (2009), salah satu faktor penghambat berkembangnya
usaha peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari
faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, ketersediaan
bahan-bahan makanan rerumputan dan konsentrat, disamping
itu turut adanya faktor lain yang dimiliki oleh peternak
sehingga sangat menentukan pula perkembangan peternakan
di kawasan tersebut. Akan tetapi profesi sebagai peternak
hanyalah sebagai pekerjaan sampingan, bukan pekerjaan
utama, oleh karena itu dalam menutupi kebutuhan pokok
sehari-hari, petani dapat memenuhinya dengan hasil
keuntungan dari penjualan rumput odot.
Mayoritas petani rumput odot di Kecamatan Ngajum
memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak yaitu sebesar
25%, hal tersebut dikarenakan setiap petani menanam rumput
odot. Jumlah ternak yang dimiliki oleh petani rata-rata sebesar
1-5 ekor (45%). Jumlah ternak yang dimiliki berkaitan dengan
seberapa luas lahan rumput odot yang dimiliki oleh petani.
Menurut pendapat Lestariningsih, Basuki, dan Endang (2006)
banyaknya jumlah ternak yang dimiliki atau dipelihara maka
akan mempengaruhi besarnya pendapatan dari pemeliharaan
ternak tersebut. Sebagian peternak yang memelihara ternak
sapi memanfaatkan kotoran dari ternak tersebut untuk diolah
menjadi biogas. Muflikhati, Yuliati, dan Maulanasari (2011)
berpendapat bahwa apabila jumlah ternak sapi yang dipelihara
semakin banyak maka semakin banyak pula biogas yang dapat
dihasilkan dari kotoran sapi tersebut.
39
4.3. Pengalaman Budidaya
Pengalaman dalam budidaya rumput odot dari petani
Kecamatan Ngajum ini dapat dilihat dari berapa lama petani
tersebut menggeluti usaha budidaya rumput odot. Mulai dari
<1 tahun, 1-5 tahun, dan 6-10 tahun. Pengalaman tersebut
dibedakan atas 2 jenis petani, yaitu petani odot di lahan
terbuka dan petani odot di lahan naungan yang disajikan pada
Gambar 5. dan Gambar 6.
Gambar 3. Pengalaman budidaya odot (Lahan terbuka)
0
20
40
60
a. < 1 b. 1 - 5 c. 6 - 10
10
60
30
Per
sen
tase
(%
)
Tahun
PENGALAMAN BUDIDAYA
ODOT
(Lahan Terbuka)
40
Gambar 4. Pengalaman budidaya odot (Lahan naungan)
Berdasarkan data Gambar 5. dan Gambar 6. pengalaman
dalam budidaya rumput odot rata-rata telah digeluti selama 1-5
tahun pada lahan odot terbuka dan 6-10 tahun pada lahan odot
naungan. Hal tersebut dikarenakan berdirinya PT. Greenfields
Indonesia yang telah berlangsung selama ± 10 tahun.
Sebelumnya petani rumput odot tersebut banyak menanam
tanaman rumput gajah, rumput kolonjono, tanaman
perkebunan dan selebihnya tanaman sayuran. Pengalaman
budidaya rumput odot pada petani lahan terbuka terdiri dari
berbagai lama pengalaman yaitu pengalaman budidaya rumput
odot dibawah 1 tahun sebesar 10%, hasil pengamatan tersebut
menunjukkan bahwa pengalaman petani membudidayakan
rumput odot dimulai dari PT Greenfields Indonesia berdiri dan
waktu petani tersebut mulai menekuni usaha budidaya rumput
odot, seperti yang disampaikan oleh Tampubolon (1991)
dalam Siregar (2009) yang menyatakan bahwa pengalaman
seseorang dalam berusaha tani berpengaruh terhadap
penerimaan dari luar, lamanya dalam pengalaman dapat diukur
0
50
a. 1 - 5 b. 6 - 10 c. > 10
4050
10
Per
sen
tase
(%
)
Tahun
PENGALAMAN BUDIDAYA
ODOT
(Lahan Naungan)
41
sejak kapan petani tersebut mulai aktif menggeluti usaha
taninya.
Adanya keberagaman pengalaman budidaya rumput
odot tersebut selain karena faktor yang telah dijelaskan
sebelumnya, juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
kepemilikan lahan. Kepemilikan lahan tersebut sifatnya dapat
berupa pribadi ataupun sewaan, sehingga awal mula budidaya
rumput odot tersebut dapat ditentukan oleh waktu (lamanya)
petani melakukan budidaya rumput odot. Lama bertani
tersebut juga dapat menambah wawasan tiap petani, semakin
lama petani menanam rumput odot maka akan bertambah
pengalaman dan wawasan yang mereka peroleh. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Mastuti dan Hidayat (2008) yang
menegaskan bahwa semakin lama bertani diharapkan
pengetahuan yang diperoleh semakin bertambah sehingga
keterampilan dalam melaksanakan usaha peternakan juga
semakin meningkat.
4.4. Bibit
4.4.1. Jenis Bibit yang Digunakan
Keragaman cara penanaman rumput odot yang
dibudiayakan oleh petani Kecamatan Ngajum juga berawal
dari keragaman jenis awal bibit yang digunakan. Bibit rumput
odot yang biasa digunakan dapat diperoleh dalam 2 jenis yaitu
stek dan pols. Beberapa petani biasanya memilih salah satu
jenis bibit yang antara stek atau pols yang digunakan untuk
awal menanam odot. Namun ada juga beberapa petani yang
mengkombinasikan kedua jenis bibit tersebut sehingga
terdapat keragaman percepatan umur pertumbuhan pada
rumput odot. Jenis bibit yang biasa digunakan oleh petani
odot di Kecamatan Ngajum disajikan pada Gambar 7.
42
Gambar 5. Jenis bibit yang digunakan
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan
pada Gambar 7. rata-rata penggunaan jenis bibit rumput odot
yang mendominasi yaitu dalam bentuk stek. Dalam data
tersebut menjelaskan bahwa penggunaan bibit dalam bentuk
stek yaitu sebesar 55% dari total keseluruhan antara
penggunaan bibit dalam bentuk pols (dongkelan) ataupun
kombinasi antara stek dan pols (dongkelan).Menurut
Reksohadiprodjo (1994) dan Regan (1997) disitasi Jaelani
(2012), rumput gajah mini dapat dibudidayakan dengan
metode pemotongan batang (stek) atau sobekan rumpun (pols)
sebagai bibit.
Alasan petani menggunakan bibit rumput odot dalam
bentuk stek tersebut yaitu dikarenakan bibit rumput odot
dalam bentuk stek lebih mudah untuk didapatkan dan
diaplikasikan penanamannya ketika di lapangan. Alasan petani
menggunakan bibit rumput odot dalam bentuk pols yaitu
menurut petani pertumbuhan yang didapat dari penggunaan
bibit pols (dongkelan) jauh lebih cepat dibandingkan stek.
Adapun beberapa petani yang mengkombinasikan jenis bibit
0
50
100
a. Stek b. Pols c. Stek +
Pols
5535
10
Perse
nta
se (
%)
Jenis Bibit
JENIS BIBIT YANG
DIGUNAKAN
43
keduanya antara stek dan pols (dongkelan), alasan hal tersebut
dilakukan karena pada saat penanaman bibit, persediaan bibit
dalam satu jenis tersebut menipis sehingga menggunakan jenis
bibit dalam bentuk yang lain.
4.4.2. Panjang Bibit Stek
Penggunaan bibit stek rumput odot yang tepat
merupakan salah satu faktor keberhasilan pertumbuhan rumput
odot. Selain umur bibit stek rumput odot yang baik untuk
diperhatikan ketika penggunaan bibit stek rumput odot yaitu
panjang ruas stek tersebut. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, metode stek merupakan metode yang mudah
diaplikasikan serta dapat menekan biaya penanaman awal dari
penggunaan bibit. Panjang bibit stek rumput odot yang lazim
digunakan oleh petani rumput odot di Kecamatan Ngajum
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 6. Panjang ruas bibit
Berdasarkan data Gambar 8. rata-rata petani rumput
odot yang menggunakan bibit rumput odot dalam bentuk stek,
panjang bibit odot stek tersebut setelah dilakukan pendataan
yaitu sekitar 20 cm. Perolehan rataan tersebut dari hasil
pendataan di lapangan didapatkan rataan terbanyak panjang
050
20
cm
5 cm 25
cm
15
cm
40 15 15 30
Per
sen
tase
(%
)
Panjang Stek
PANJANG RUAS BIBIT
44
bibit odot yang digunakan yaitu 20 cm dengan perolehan
persentase yaitu 40 %. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Reksohadiprodjo (1994) dan Regan (1997) disitasi Jaelani
(2012), menyatakan bahwa bibit stek berasal dari batang odot
yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20-25 cm (2-3 ruas
atau paling sedikit 2 buku atau mata). Maka diharapkan
dengan panjang ruas bibit stek tersebut dapat menghasilkan
pertumbuhan rumput odot yang lebih baik dan tentunya lebih
cepat. Sebab apabila dibandingkan dengan bibit yang
digunakan dalam bentuk dongkelan (pols) maka bibit stek
tumbuh lebih lambat dibandingkan dongkelan tersebut. Karena
jika diperhatikan, dongkelan tersebut merupakan bibit yang
merumpun dan memiliki banyak anakan.
Adanya keragaman penggunaan panjang stek tersebut
yaitu berdasarkan kedalaman penancapan batang stek tersebut,
dan tinggi dari gundukan yang telah dibuat sebelumnya
sebagai tempat penancapan bibit stek odot tersebut. Sebagian
petani berpendapat bahwa apabila penanaman dilakukan pada
saat musim hujan maka penancapan dilakukan lebih dalam
agar batang stek tersebut tidak runtuh akibat tanah gundukan
yang terkikis oleh air hujan.
4.4.3. Jumlah Kebutuhan Bibit
Kebutuhan bibit rumput odot setiap petani berbeda-
beda. Hal tersebut didasari oleh seberapa luas lahan pertanian
odot yang dimiliki oleh tiap petani rumput odot. Baik mereka
yang memiliki lahan dengan sistem sewaan ataupun lahan
milik pribadi, tidak menjamin kebutuhan akan bibit rumput
odot tiap petani sama. Kebutuhan bibit rumput odot dalam
satuan jumlah karung disajikan pada Tabel 4.
45
Tabel 3. Jumlah kebutuhan bibit dalam satuan karung
berdasarkan luas lahan
Nama
Petani
Luas Lahan Rumput
Odot (m²)
Jumlah Karung
Bibit
Mas Jhoni 1000 40
Mas Galih 4000 160
Pak Sanuri 1000 40 Pak Pi'i 250 10
Pak Bandi 1000 40
Pak Main 250 10 Pak
Jufriyanto 5000 185
Pak Sunardi 1000 40 Ibu Marni 200 7
Ibu
Tasmirah 500 20
Pak Sukiran 500 15 Pak Darmaji 2000 70
Pak Saijan 750 35
Pak Sukardi 500 20 Pak Atim 250 10
Pak Hasyim 500 17
Pak Saman 500 17 Pak Budi 160 5
Pak Sauji 300 13
Mas
Sumardi 750 32
TOTAL 20410 786
RATAAN 1020,5 39,3
SD 1275,06 48,47
Rata-rata petani rumput odot membutuhkan bibit dalam
satuan karung yaitu sejumlah ± 39 karung, dengan rata-rata
luasan lahan yaitu ± 1.020 m². Berdasarkan informasi yang
46
didapatkan di lapangan, kebutuhan jumlah bibit dalam karung
tersebut hanya berlangsung satu kali saja pada saat awal
penanaman, sebab pada periode berikutnya bibit tanaman tidak
perlu lagi ditambahkan karena dari penanaman bibit odot awal
nantinya akan menghasilkan anakan tunas baru yang terus
bertambah hingga menjadi rimbun. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pendapat Salasa (2008), berdasarkan pengalaman di
lapangan, pertumbuhan rumput odot ini sangat cepat, jarak
penanaman diupayakan 0,5–1 meter, karena 1 bibit rumput
gajah mini dapat menghasilkan bibit tunas anakan baru
menjadi lebih dari 60 batang, sehingga dalam waktu 36 hari
(apabila asupan kandungan humus tinggi) maka sudah dapat
dipanen. Menurut informasi petani rumput odot sekitar,
apabila lahan odot tersebut sudah berumur tahunan, maka akan
dilakukan pengurangan jumlah tunas (anakan) menggunakan
cangkul dengan cara dipecah, agar nantinya pertumbuhan
rumput odot dapat menghasilkan produktivitas tinggi.
Alasan adanya perbedaan kebutuhan jumlah bibit
rumput odot dalam karung tiap petani berbeda-beda adalah
karena luas lahan milik petani tersebut berbeda-beda pula.
Selain hal tersebut, sebagian petani mengatakan mereka
memperoleh bibit rumput odot tidak hanya dalam karungan
saja, terkadang petani rumput odot memperoleh bibit odot dari
hasil pecahan rumpun milik mereka sendiri ataupun milik
kerabat dekat. Untuk saat ini, kebutuhan bibit rumput odot di
kawasan gunung Kawi melimpah, bahkan di tepi jalanpun
dapat kita lihat banyak sekali tanaman rumput odot yang
tumbuh liar. Akan tetapi beberapa warga ada yang berprofesi
sebagai penjual bibit rumput odot. Berdasarkan informasi yang
didapat, harga jual bibt rumput odot dalam bentuk stek yaitu
Rp 10.000,- /100 batang stek, untuk harga jual dari bibit
47
berupa dongkelan (pols) sendiri yaitu berkisar Rp 20.000,- -
Rp 30.000,- perkarungnya. Harga tersebut dapat berubah-ubah
tergantung jumlah pemesanan bibit oleh pihak pembeli.
4.5. Faktor Eksternal
4.5.1. Intensitas Cahaya
Perbedaan budidaya rumput odot yang dilaksanakan
antara lahan terbuka dengan lahan naungan menyebabkan
perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh masing-
masing rumput odot. Menurut pendapat Heddy (1987),
intensitas cahaya dapat menimbulkan dampak respons
fisiologis terutama dalam aktivitas fotosintesis maupun respon
morfologis seperti berubahnya ukuran daun dan tinggi
tanaman. Pengamatan terhadap intensitas cahaya pada lahan
odot naungan dilakukan melalui pengambilan sampel intenitas
cahaya lahan pada 3 lahan petani yang berbeda. Pengamatan
tersebut dilaksanakan di waktu pagi hari sekitar pukul 07.00
WIB, siang hari sekitar pukul 12.00 WIB, dan sore hari sekitar
pukul 04.00 WIB. Hasil pengamatan intensitas cahaya
disajikan pada Tabel 5.
48
Tabel 4. Hasil Pengamatan Intensitas Cahaya Pada Lahan Rumput Odot Naungan (lux) Intensitas Cahaya
Tanggal Pak Budi Pak Saman 1 Pak Saman 2
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
23/05/2017 4700 3180 896 16940 20900 850 6010 10720 1154
24/05/2017 5310 2510 508 13420 16800 634 6100 9870 570
25/05/2017 4740 5630 627 9110 19640 1027 5810 15390 613
27/05/2017 6220 3609 725 12080 15721 942 4260 13367 1686
28/05/2017 7610 5630 673 15010 13526 870 5610 9270 615
29/05/2017 7300 4210 528 9118 13221 681 4180 10007 674
30/05/2017 4823 2873 504 927 13124 643 4320 9864 573
TOTAL 40703 27642 4461 76605 112932 5647 36290 78488 5885
RATAAN 5814,71 3948,86 637,29 10943,57 16133,14 806,71 5184,29 11212,57 840,71
SD 1240,24 1268,54 142,85 5274,84 3161,44 155,53 885,34 2279,74 425,87
49
Hasil pengamatan intensitas cahaya tersebut
didapatkanintensitas cahaya tertinggi pada pagi hari berlokasi
di lahan odot milik Pak Saman 1 yaitu 10.943,57 lux dan
intensitas terendah berada di lahan Pak Saman 2 yaitu
5.184,29 lux dan intensitas cahaya tertinggi pada siang hari
berlokasi di lahan odot milik Pak Saman 1 yaitu 16.133,14 lux
dan intensitas terendahnya berada di lahan odot milik Pak
Budi yaitu 3948,86 dan untuk intensitas cahaya tertinggi pada
sore hari berlokasi di lahan milik Pak Saman 2 yaitu 840,71
lux dan intensitas terendahnya berlokasi di lahan milik Pak
Budi yaitu 637,29 lux. Hasil pengamatan di lapangan,
perbedaan intensitas cahaya dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu adanya perbedan jarak kerapatan pada
tanaman yang menanungi rumput odot misalnya pohon pinus.
Faktor berikutnya dapat disebabkan oleh perbedaan tinggi
tanaman yang menaungi lahan rumput odot. Sementara adapun
faktor lainnya yaitu berupa faktor alam. Cuaca merupakan
salah satu faktor alam yang menyebabkan adanya perbedaan
tingkat intensitas cahaya yang diamati, utamanya curah hujan.
Intensitas curah hujan pada saat pengamatan di lapangan
selama bulan April–Mei 2017 dapat dilihat dari hasil
pengamatan data Lembaga BMKG Stasiun Klimatologi
Karangploso Malang (2017) yang disajikan pada Gambar 9.
Sesuai pendapat Holmes (1980), intensitas cahaya dapat
mempengaruhi pemenuhan hasil asimilasi tumbuhan sehingga
berpengaruh terhadap pembentukan anakan dan ditambahkan
oleh Sewen (2012), adanya pemberian perlakuan intensitas
cahaya dan jenis rumput memberikan respons yang berbeda
terhadap pertumbuhan tanaman secara khusus bagi tinggi
tanaman dan jumlah anakannya. Penyebab hal tersebut
dijelaskan oleh pendapat Mangiring, Kurniawati, dan Priyadi
50
(2017) bahwa penurunan jumlah tunas pada kondisi naungan
terjadi disebabkan oleh banyaknya jumlah tunas yang mati
karena kurangnya energi untuk metabolisme. Pada lahan
naungan pertumbuhan rumput dapat lebih cepat seperti yang
dikatakan oleh Heddy (1987) bahwa dengan adanya naungan
dapat mempengaruhi proses fotosintesis tanaman dan respirasi,
dimana hal ini akan berdampak pada laju pertumbuhan dan
tingkat produksi rumput. Ditambahkan oleh pendapat Ludlow
(1987) dalam Kurniawan (2005) bahwa sebagian besar rumput
tropis dapat mengalami penurunan pertumbuhan dan produksi
seiring dengan menurunnya intensitas cahaya. Deinum (1966);
Ludlow et al., 1974; Ericksen dan Whitney (1981); Wong dan
Wilson (1990), yang menyatakan bahwa pada beberapa
spesies rumput penurunan produksi berat kering akan terjadi
seiring meningkatnya intensitas cahaya pada lahan naungan.
4.5.2. Ketinggian Lahan
Pengamatan ketinggian lahan turut dilakukan guna
mengetahui rataan ketinggian lahan rumput odot yang lazim
digunakan untuk kegiatan budidaya rumput odot. Pengambilan
sampel ketinggian lahan tersebut melalui 10 lahan rumput odot
yang dipilih secara acak.Rataan ketinggian lahan dilakukan
melalui 3 kali pengukuran dalam satu lahan dan posisi yang
berbeda, kemudian dihasilkan rataan dari ketinggian lahan
tersebut yaitu pada pengukuran 1 yaitu 1.024,8 mdpl,
pengukuran ke 2 yaitu 1.028,3 mdpl, dan pengukuran ketiga
yaitu 1.031,4 mdpl. Hasil pengamatan ketinggian lahan
disajikan pada Tabel 6.
51
Tabel 5. Ketinggian Lahan Rumput Odot
No Pemilik Lahan Lahan
Pengukuran Ketinggian
(mdpl)
Terbuka Naungan 1 2 3
1 Pak Pi'i √ 944 945 949
2 Mas Joni √ 918 920 924
3 Pak Ma'in √ 925 927 934
4 Pak Saman (4) √ 1157 1160 1162
5 Pak Saman (3) √ 1025 1038 1031
6 Pak Budi √ 1170 1173 1182
7 Mas Galih √ 1003 1006 1007
8 Mas Sumardi √ 1039 1045 1046
9 Pak Darmaji √ 1030 1031 1033
10 Pak Saijan √ 1037 1038 1046
TOTAL 10248 10283 10314
RATAAN 1024,8 1028,3 1031,4
SD 86,48 87,04 87,29
52
Rata-rata ketinggian lahan pertanian rumput odot milik warga
di lahan terbuka yaitu ± 900 mdpl dan rata-rata ketinggian
lahan rumput odot pada lahan naungan di bawah pohon pinus
yaitu ± 1.000 mdpl. Menurut pendapat Andrian Supriadi dan
Marpaung (2014) menyatakan bahwa perbedaan geografis
seperti ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan
menyebabkan perbedaan iklim dan cuaca pada daerah tersebut,
utamanya kelembaban, suhu, dan curah hujan. Ketika
pengambilan sampel ketinggian lahan dilaksanakan, lahan
rumput odot milik Pak Budi merupakan lahan rumput odot di
bawah naungan pinus yang letaknya sangat tinggi dan jauh
dari pemukiman penduduk. Pada saat berada di lahan rumput
odot milik Pak Budi tersebut suhu terasa lebih dingin, minim
intensitas cahaya serta laju angin yang cukup kencang.
Adanya perbedaan ketinggian lahan tersebut disebabkan
perbedaan letak lahan yang dimiliki oleh tiap petani rumput
odot pada lahan terbuka juga berbeda. Perbedaan letak
ketinggain lahan rumput odot naungan disebabkan oleh pihak
perhutani yang menyarankan agar lahan kosong mana saja
yang diperbolehkan untuk ditanami rumput odot. Ketika
pengambilan sampel ketinggian lahan di lapangan, biasanya
semakin tinggi lahan yang akan dijangkau maka akan semakin
berat juga medan yang akan ditempuh. Terlebih apabila
transportasi yang digunakan kurang memadai. Selain
pengamatan ketinggian lahan juga dilakukan pengamatan
intensitas cuaca selama berada di lokasi penelitian. Hasil
pengamatan cuaca tersebut disajikan pada Tabel 7.
53
Tabel 6. Suhu dan Kelembaban
Tabel Suhu dan Kelembaban
No Tanggal Pagi Siang Sore Cuaca
Suhu °C
Rh
%
Suhu °C
Rh
%
Suhu °C
Rh
% Hujan
Tidak
Hujan
1 13/04/2017 22,4 87 27 72 23,1 87 √
2 14/04/2017 22,9 83 25 80 22,6 85 √
3 18/04/2017 22,7 84 26 78 23,4 83 √
4 19/04/2017 21,9 90 22,4 91 22,4 89 √
5 20/04/2017 21,9 88 24,3 84 24,2 84 √
6 21/04/2017 22,6 84 24,8 84 23,1 80 √
7 22/04/2017 23,3 79 25,1 77 23,9 82 √
8 23/04/2017 23,9 84 24,7 83 23,3 82 √
9 24/04/2017 21,6 84 24,6 81 24,8 81 √
10 03/05/2017 22,7 81 23,2 87 22,8 87 √
11 04/05/2017 22,5 86 24,3 79 25 77 √
12 08/05/2017 21,9 82 22,5 88 23,5 81 √
13 09/05/2017 22,2 86 23,3 83 23,2 85
√
14 13/05/2017 21,1 73 23,5 68 24,2 74
√ 15 23/05/2017 21,4 77 24,1 71 24,2 64
√
16 24/05/2017 22,6 67 24 69 24,7 67
√ 17 25/05/2017 22,7 80 24,4 74 24 77 √
18 27/05/2017 22,8 85 23,1 85 23,6 84 √
19 28/05/2017 23,1 84 23,8 85 22,8 85 √
20 29/05/2017 21,9 88 22,9 86 23,1 83 √
TOTAL 448,1 1652 483 1605 472 1617
16 4 RATAAN 22,4 82,6 24,2 80,3 23,6 80,9
SD 0,68 5,43 1,14 6,61 0,75 6,40
54
Rata-rata suhu pada pagi hari yaitu 22,4°C dengan
kelembaban (Rh) 82,6%, suhu pada siang hari yaitu 24,2°C
dengan kelembaban (Rh) 80,3%, dan suhu pada sore hari yaitu
23,6°C dengan kelembaban (Rh) 80,9%. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa suhu di kawasan kecamatan Ngajum
yaitu antara 22-24°C terbilang cukup sejuk mengingat
kecamatan Ngajum berada di dataran yang cukup tinggi.
Selain itu curah hujan di kecamatan Ngajum juga terbilang
cukup tinggi, melihat hasil data pengamatan pada Tabel 7.
menyatakan bahwa dalam 20 hari pengamatan berlangsung 16
hari turun hujan dan 4 hari tidak hujan, hal tersebut sesuai
dengan hasil pengamatan dari Sangadji (2001) bahwa
pengaruh dari tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan
curah hujan dipengaruhi oleh dataran tinggi karena setiap
ketinggian tempat memiliki variasi penurunan suhu yang
berbeda-beda. Menurut data curah hujan harian yang
didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Karangploso
(2017) diperoleh data daerah Ngajum dengan rataan intensitas
hujan harian yang disajikan pada Gambar 9.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Karangploso Malang 2017
Gambar 7. Data Hujan Harian April - Mei 2017 Kec. Ngajum
0
50
100
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Cu
rah
Hu
jan
Tanggal
Data Hujan Harian April - Mei
2017 Kec. Ngajum
April
Mei
55
Hasil pengamatan data intensitas hujan harian yang
didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Karangploso
Malang diperoleh data intensitas hujan bahwasanya terjadi
intensitas yang cukup tinggiselama bulan April, sedangkan
memasuki bulan Mei intensitas curah hujan mulai menurun.
Hal tersebut tentu saja berpengaruh terhadap produksi rumput
odot yang dihasilkan oleh petani yang disajikan pada Tabel 11.
Data produksi rumput odot tersebut tercatat berdasarkan bulan
pemanenan dan umur pemotongan yang berbeda-beda selama
melakukan penelitian.
4.5.3. Pengukuran Jarak Penanaman dan Tinggi Pohon
Pinus pada Lahan Naungan
Budidaya rumput odot di kawasan Gunung Kawi tidak
hanya dilakukan pada lahan terbuka, beberapa petani juga
melakukan kegiatan tersebut di lahan naungan. Ada banyak
jenis tanaman yang menaungi lahan pertanian rumput odot,
seperti pohon pisang, pohon kopi, pohon sengon, pohon waru,
dan lain-lain. Pihak perhutani memanfaatkan lahan tersebut
untuk menyewakan lahan yang tidak ditumbuhi tanaman yang
nantinya akan ditanami odot. Biaya sewa lahan milik perhutani
tersebut yaitu Rp. 300.000,-/ha/tahun, dengan syarat petani
tersebut harus membayar biaya sewa tersebut apabila petani
tidak ingin melakukan kegiatan menyadap batang pohon
pinus. Berdasarkan dokumentasi yang dilakukan di lapangan,
telah dilakukan pengukuran tinggi pohon pinus dengan
estimasi pada pengambilan foto dari radius yang cukup jauh
agar terambil utuh dokumentasi pohon pinus secara
keseluruhan. Pengambilan dokumentasi tersebut disajikan
pada Gambar 10.
56
Gambar 8. Pengukuran jarak antar pohon pinus
Pengukuran jarak antar pohon pinus tersebut
menggunakan pita ukur dalam bentuk roll. Hasil dari rata-rata
pengukuran jarak pohon pinus tersebut yaitu sekitar 4 meter x
5 meter. Jarak yang terbilang sangat renggang apabila melihat
celah jarak tanam yang cukup luas. Oleh karena itu, jarak
tanam yang cukup renggang tersebut mendapatkan anjuran
dari pihak perhutani untuk dimanfaatkan dengan menanamkan
tanaman lain yang sekiranya tidak menggangu tanaman pohon
pinus. Lahan hutan pinus tersebut berada di Desa Precet lereng
Gunung Kawi, oleh karena itu jarak dari hutan pinus tersebut
tidak terlalu jauh dari PT Greenfields Indonesia. Akan tetapi,
apabila musim hujan medan jalan yang ditempuh untuk
memasuki kawasan hutan pinus tersebut cukup sulit,
dikarenakan kondisi jalan yang kurang baik dan cukup licin
untuk dilalui kendaraan pribadi biasa.
Pada lahan naungan tingkat keteduhan menjadi salah
satu faktor tinggi rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke
lahan. Tinggi rendahnya intensitas cahaya tersebut dapat
disebabkan salah satunya oleh tingkat ketinggian pohon yang
menaunginya. Semakin tinggi suatu pohon pada naungan
maka akan semakin luas area teduhan pada wilayah tanaman
yang berada di bawah naungannya. Berdasarkan pengamatan
57
di lapangan, tanaman yang tertinggi menaungi pada lahan odot
yaitu tanaman pohon pinus. Selain tinggi, jumlah tanaman
tersebut terbilang cukup banyak. Berikut hasil dokumentasi
estimasi pengukuran tinggi pohon pinus yang disajikan pada
Gambar 11.
Gambar 9. Pengukuran tinggi
pohon pinus
Estimasi pengukuran ketingian pohon pinus tidak
dilakukan dengan metode manual yaitu dengan menaiki pohon
pinus tersebut sampai ujung teratas kemudian membentangkan
alat ukur meteran dan mengukurnya, melainkan dengan cara
sederhana yaitu dengan mengukur tinggi pohon pinus sebagian
yang terjangkau dengan menggunakan roll meter kemudian
memotret secara keseluruhan tinggi pohon pinus tersebut dari
jarak kejauhan. Sehingga secara rataan estimasi pengukuran
ketinggian tersebut dapat tercatat dengan perkiraan yang tidak
jauh berbeda dengan tinggi aslinya.
Pengukuran ketinggian pohon pinus ini bertujuan untuk
menyesuaikan dengan hasil pengamatan intensitas cahaya
*estimasi pengukuran tinggi pohon
pinus
58
pada lahan rumput odot di bawah naungan pohon pinus.
Tanaman yang berada di bawah naungan pohon pinus tersebut
tidak hanya rumput odot saja, melainkan terdapat tanaman-
tanaman lain seperti rumput gajah, rumput kolonjono, tanaman
kopi, tanaman cabai, dan lainnya. Oleh karena itu, belakangan
ini kawasan pinus perhutani di Dusun Precet tersebut mulai
dicanangkan untuk menanam kopi Gayo Aceh. Awal mula
pencanangan tersebut diawali dengan datangnya salah satu
petani kopi Gayo Aceh ke Dusun Precet kawasan hutan pinus
tersebut. Mereka mengamati bahwa kondisi tanah, cuaca,
ketinggian, dan lainnya sesuai dengan kondisi di Aceh dimana
Kopi Gayo dapat tumbuh secara baik. Alhasil hingga saat ini
penanaman kopi Gayo Aceh di kawasan perhutani Dusun
Precet tersebut sedang gencar untuk ditanami kopi Gayo Aceh.
Berkaitan dengan ketinggian lahan tersebut sebagai kawasan
kebun kopi, sesuai dengan pernyataan Karim (1996) yaitu
semakin tinggi ketinggian tempat, maka suhu semakin rendah
(dingin). Pada kondisi suhu yang relatif rendah dapat
merangsang inisiasi bunga sehingga menghasilkan biji yang
kualitasnya baik (berat biji meningkat). Fakta ini bermakna
bahwa ukuran biji merah kopi bertambah besar seiring dengan
peningkatan ketinggian tempat.
4.6. Penanaman Rumput Odot
Hasil pengamatan langsung mengenai tahap penanaman
rumput odot, data yang diperoleh berdasarkan beberapa
pertanyaan dari kuisioner dan dilengkapi dengan peninjauan
langsung ke lapangan. Berdasarkan butir pertanyaan terkait
penanaman rumput odot, terdiri dari alasan menanam rumput
odot, bagaimana penggunaan bibit odot, penanaman rumput
odot, tanaman yang menaungi rumput odot, dan kendala pada
59
saat penanaman rumput odot. Butir pertanyaan tersebut
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Penanaman Rumput Odot
Butir
Pertanya
an Respon Jawaban yang Dipilih
Alasan
Menanam
Karena menguntungkan dari segi ekonomi dan
budidaya
Adanya anjuran dari PT Greenfields Indonesia
Kualitas tanaman odot lebih baik dari tanaman
sebelumnya
Penanam
an
Adanya pihak yang membantu tiap petani ketika
menanam odot
Rata-rata jarak tanam odot yaitu 20 cm x 50 cm
Jarak kerapatan penanaman berpengaruh terhadap
pertumbuhan odot
Tanaman
Naungan Tanaman naungan didominasi oleh pohon pinus
Tanaman naungan minoritas lainnya yaitu tanaman kopi, cengkeh, dan tanaman perkebunan
Jarak antar pohon pinus berkisar 3 m x 3 m
Fungsi tanaman naungan rata-rata sebagai
peneduh tanaman di bawahnya
Kendala Secara umum tidak ada kendala penanaman
Beberapa petani mendapat kendala seperti
pencurian rumput odot
60
Hasil dari wawancara dengan media kuisioner tersebut, alasan
petani menanam rumput odot yaitu karena menguntungkan
dari segi ekonomi dan budidaya, adanya anjuran dari PT
Greenfields Indonesia, dan petani maupun peternak
menyatakan bahwa tanman rumput odot lebih baik daripada
tanaman rumput sebelumnya yaang biasa digunakan untuk
pakan ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syarifuddin
(2006) yang menyatakan bahwa rumput odot atau rumput
gajah mini (Pennisetum purpureum CV. Mott) merupakan
salah satu jenis rumput unggul yang memiliki nilai nutrisi
tinggi dan tingkat kesukaan yang tinggi pada ternak. Rumput
odot termasuk tanaman kuat di segala cuaca, sehingga
memiliki ketahanan hidup yang cukup tinggi.
Penanaman rumput odot umumnya tidak dilakukan
sendiri, setidaknya dibantu oleh satu orang. Rata-rata petani
menyebutkan jarak tanam yang baik pada rumput odot yang
baru (bibit) yaitu 20 cm x 50 cm, menurut pendapat Wildan
(2015) jarak tanam yang baik pada rumput odot yaitu sekitar
50-75 cm dalam barisan dan 75-150 cm jarak tanam antar
barisan. Hal tersebut dapat dikatakan jarak penanaman rumput
odot antara fakta di lapangan dengan literatur tidak terlalu jauh
berbeda dan masih dapat ditoleran. Menurut informasi di
lapangan, jarak penanaman rumput odot sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan rumput odot. Ditambahkan oleh Yasin
et al. (2003) bahwa dampak dari jarak tanam rumput odot
adalah terhadap kandungan nutrisi dan kecernaannya.
Kandungan nutrisi rumput odot berkaitan dengan perlakuan
jarak tanam disajikan pada Tabel 9.
61
Tabel 8 Kandungan nutrisi rumput odot atau gajah mini
(Pennisetum purpureum CV. Mott) denganperlakuan
jarak tanam yang berbeda
Jarak
Tanam
Kadar
Lemak
Kadar
Protein
Kecernaan
(%)
(cm) (%) (%)
Daun Batang Daun Batang Daun Batang
45x45 2,88 1,00 14,90 8,18 72,93 62,49
60x60 2,56 0,82 13,80 8,02 72,43 62,64
75x75 2,46 0,75 13,15 7,78 72,41 61,95
90x90 2,15 0,68 12,55 7,05 72,16 61,63
105x105 2,14 0,61 12,13 6,60 71,56 61,29
120x120 2,03 0,50 11,50 6,50 71,08 61,16
Sumber : Yasin et al.(2003)
Berdasarkan penelitian Yasin et al., (2003) menyatakan
pada jarak penanaman rumput odot sangat berpengaruh
terhadap kualitas nutrisi dari rumput odot tersebut, meliputi
kadar lemak, kadar protein, dan kecernaan. Semakin jauh jarak
penanaman rumput odot tersebut maka akan semakin menurun
kualitas nutrisinya pada kisaran 17-19% dari Total Digestable
Nutrient (TDN) dapat mencapai 64,31% kandungan protein
dari bahan kering serta lignin 2,5% dari BK. Hal tersebut yang
mendasari rumput odot sangat berpotensi unggul bagi pakan
hijauan ternak.
Ragam tanaman naungan yang menaungi lahan rumput
odot terdiri dari berbagai macam jenis tanaman. Mulai dari
cengkeh, kopi, pisang, kolonjono, cabai, dan pinusan. Akan
tetapi secara umum tanaman yang menaungi rumput odot yaitu
tanaman pohon pinus. Menurut pendapat petani rumput odot
yang lahannya terdapat di bawah naungan mengatakan bahwa
62
tanaman rumput odot yang berada dibawah naungan
pertumbuhannya jauh lebih lama ketimbang rumput odot yang
ditanam di lahan terbuka. Hal tersebut sesuai dengan
pengamatan dari Panjaitan dkk. (2011), menyatakan bahwa
dengan adanya pemberian naungan yang terlalu berat (>50%)
akan memberikan pengaruh yang buruk terhadap petumbuhan
tanaman rumput. Adapun pernyataan lain mengenai jenis
rumput yang justru tumbuh lebih baik apabila ditanam
dibawah lahan naungan, seperti yang dikemukakan oleh
Sawen (2012), spesies hijauan pakan yang tahan terhadap
naungan akan memiliki produksi dan kualitas yang tinggi
meskipun tumbuh pada lahan yang ternaungi.
4.7. Pemupukan
4.7.1. Pengaruh Pemupukan Terhadap Kandungan Nutrisi
Faktor penunjang pertumbuhan tanaman rumput odot
dapat dilakukan dengan cara penambahan pupuk pada media
tanam. Menurut Hadisuwito (2007), pupuk adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam tanah guna menyediakan unsur-unsur
esensial bagi pertumbuhan tanaman tersebut, Santoso dan
Lekitoo (2013) menyatakan bahwa dengan melakukan
penyediaan unsur hara bagi tanah terutama nitrogen (N),
posfor (P), dan kalium (K) secara optimal terhadap tanah dapat
meningkatkan produksi dari tanaman tersebut. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, penggunaan pupuk pada saat
budidaya rumput odot di Kecamatan Ngajum disajikan pada
Gambar 12.
63
Gambar 10. Jenis pupuk yang digunakan
Rata-rata penggunaan pupukberdasarkan jumlah petani
rumput odot di Kecamatan Ngajum yaitu Urea 20 %, ZA 30%,
TSP 5%, KCl 5%, Ponska 5%, Limbah Pabrik 60%, Kotoran
Ternak 5%, dan selebihnya tidak melakukan pemupukan
sebesar 15%. Dapat disimpulkan tidak semua petani
menggunakan pupuk organik, beberapa petani juga
menggunakan pupuk kimiawi. Menurut pendapat petani
rumput odot, penggunaan pupuk organik yang berasal dari
kotoran ternak dirasa sudah cukup untuk meningkatkan
produktivitas rumput odot, sesuai dengan pernyataan Soetanto
(2002), pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah
yang lebih baik daripada bahan pembenah buatan, walaupun
pada umumnya pupuk organik memiliki kandungan hara
makro N, P, K yang rendah akan tetapi mengandung hara
mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman. Penjelasan pupuk organik tersebut
diperkuat oleh pendapat Marsono dan Lingga (2003) yang
menjelaskan bahwa pupuk organik merupakan pupuk yang
berasal dari pelapukan sisa makhluk hidup, seperti tanaman,
0
20
40
60
2030
5 5 5
60
515
Perse
nta
se (
%)
Jenis Pupuk
JENIS PUPUK YANG
DIGUNAKAN
64
hewan, dan limbah organik. Pupuk ini umumnya merupakan
pupuk pelengkap artinya mengandung beberapa unsur hara
makro dan mikro dengan jumlah yang tertentu. Keuntungan
lain dari penggunaan pupuk organik tersebut menurut petani
rumput odot yaitu biaya yang murah sehingga terjangkau
dalam penggunannya, hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Indriani (2001), penggunaan dari pupuk organik lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pupuk an organik
karena biaya yang dibutuhkan lebih murah serta tidak
menimbulkan asam organik di dalam tanah dan tidak
menyebabkan kerusakan tanah apabila jumlah pemberiannya
berlebihan. Keuntungan lain dari penggunaan pupuk organik
tersebut yaitu dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
mikro dan tidak menimbulkan polusi (Hardjowigeno, 1995
disitasi Aromdhana, 2006).
Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa proses
pengairan limbah dari PT Greenfields Indonesia melalui
beberapa tahapan, yaitu pertama petani rumput
menginformasikan pada bagian koordinator limbah untuk
minta dialiri, lalu koordinator limbah akan mencatat nama
petani tersebut dan dimana letak lahan yang akan dialiri,
setelah itu koordinator limbah akan mengunjungi lokasi lahan
yang akan dialiri limbah, selang waktu 3-4 hari limbah akan
dialiri, selanjutnya koordinator limbah akan mengirim tim
pengalir limbah dengan membawa beberapa peralatan
(paralon, sabit, cangkul, dll) apabila diperlukan. Berikut hasil
dokumentasi mengenai pengaliran limbah menuju lahan petani
rumput odot yang disajikan pada Gambar 13.
65
Gambar 11. Tahapan pengairan limbah dari PT Greenfields
Indonesia
Hasil dokumentasi Gambar 13. menjelaskan bagaimana
tahapan pengaliran limbah dari PT Greenfields Indonesia
menuju lahan pertanian rumput odot milik warga sekitar.
Menurut warga sekitar aliran limbah tersebut tidak hanya
digunakan untuk lahan rumput odot saja, namun beberapa
tanaman lain juga terkadang turut dialiri, sepeti tanaman
sayuran, kopi, dan rumput lain.Biaya pengairan limbah sendiri
yaitu sekitar Rp 50.000,00 – Rp 75.000,00 tergantung jarak
dari lagoon limbah pabrik menuju lahan pertanian yang akan
dialiri. Berdasarkan informasi yang didapat dari salah satu
petugas limbah di PT Greenfields Indonesia bahwa dalam
(2) (1)
(3) (4)
66
sehari pengairan limbah dilakukan yaitu ± 800m³ atau sekitar
(± 200m³/8 jam).
Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa
diiringi dengan pemulihan kondisi alam tentu akan semakin
memperburuk kerusakan alam. Cakmak (2001) menyatakan
bahwa perkiraan kekurangan unsur hara pada tanah yaitu
sekitar 60%. Sejak tahun 1984 petani berusaha melakukan
peningkatan produksi dengan menggunakan pupuk buatan
(anorganik) (Supadma, 2006). Analisis pada Gambar 12.
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik berupa ZA
yaitu sejumlah 30% dari total keseluruhan petani rumput odot
yang diwawancara. Pada dasarnya penggunaan pupuk kimiawi
memang mempercepat pertumbuhan tanaman, tetapi ada
dampak lain yang ditimbulkan. Kartini (2000) menyatakan
bahwa penggunaan pupuk kimia dalam periode yang lama
merupakan salah satu penyebab degradasi lahan. Penggunaan
pupuk organik dalam jangka panjang akan mengakibatkan
kerusakan fisik, kimia, dan biologi tanah.
Analisis hasil pengamatan pada Gambar 12.
menunjukkan penggunaan pupuk limbah pabrik yang
mendominasi dari penggunaan pupuk lainnya yaitu sejumlah
60%. Mengingat lahan rumput odot tersebut berdekatan
dengan peternakan sapi perah PT Greenfileds Indonesia, maka
limbah dari peternakan tersebut diolah kemudian dialiri untuk
lahan pertanian warga sekitar. Limbah dari peternakan tersebut
meliputi limbah cair seperti air bilasan pasca memandikan
ternak dan urine ternak, kemudian limbah padat seperti
kotoran ternak (feses). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Flaig (1984), yaitu selain menghasilkan pupuk padat, ternak
juga menghasilkan pupuk cair berupa urin. Adanya pengaruh
jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan rumput
67
gajah odot (Pennisetum purpureum CV. Mott) tanaman, luas
daun, dan jumlah anakan (Zahroh, Muizzudin dan
Chamisijatin, 2016).
Pengolahan limbah di PT Greenfields Indonesia
menggunakan bakteri yang berasal dari pabrik minuman yaitu
PT Amerta Indah Otsuka (Pocari Sweat). Pengiriman bibit
bakteri tersebut dilakukan sekitar 6 bulan sekali menggunakan
mobil tanki perusahaan tersebut. Proses pemberian gelembung
oksigen (aerasi) dilakukan agar pH air limbah turun dan
Chemical Oxygen Diamond (COD) dapat merata. COD
tersebut nantinya digunakan sebagai makanan bakteri
pengolah limbah. Terdapat 6 pompa limbah yang terdiri dari 5
pompa untuk mengaliri lahan pertanian dan 1 pompa untuk
melakukan pembersihan kandang (flushing). Tahapan lagoon
akhir limbah diisi dengan hewan air yaitu berupa ikan mujair
atau lobster, fungsinya sebagai indikator tingkat kebersihan air
limbah. Indikator tersebut dimaksudkan apabila hewan air
tersebut dapat hidup maka air limbah sudah dapat dialiri untuk
keperluan PT Greenfields Indonesia sendiri maupun untuk
lahan pertanian warga. Berikut hasil dokumentasi pengamatan
limbah di PT Greenfields Indonesia yang disajikan pada
Gambar 14.
68
Gambar 12. Pengolahan Limbah di PT Greenfields Indonesia
4.8. Pemanenan Rumput Odot
4.8.1. Tinggi Rumput Odot Ketika Pemanenan
Produktivitas rumput odot salah satunya dipengaruhi
oleh tinggi rumput odot. Semakin tinggi rumput odot maka
akan semakin tinggi produksi bobot rumput odot tersebut.
Analisis pengamatan terhadap tinggi rumput odot dilakukan
berdasarkan 5 perbedaan ketinggian rumput yaitu 1 m, 1,2 m,
1,5 m, 2 m, dan 3 m. Ragam ketinggian tersebut disajikan pada
Gambar 15.
69
Gambar 13. Tinggi rumput ketika panen
Peternak responden umumnya memotong rumput ketika
tinggi tanaman mencapai 1,5 meter dari pangkal tunas, hal
tersebut melebihi dari pendapat Syarifuddin (2006) bahwa
tinggi maksimal dari rumput odot ini yaitu 1 meter, selain itu
rumput odot memiliki tipe morfologi yang rimbun, sehingga
peranannya bermanfaat sebagai penangkal angin (wind break)
terhadap tanaman utama. Adanya perbedaan tinggi
pemotongan tersebut oleh peternak dikarenakan beberapa hal
diantaranya pada lahan rumput odot terbuka pemotongan
rumput odot mengikuti rotasi putaran panen yang telah dibuat
oleh pengepul, jadi petani tidak berhak untuk menentukan
seberapa tinggi rumput odot tersebut dapat dipanen. Pada
lahan naungan, pemotongan rumput odot rata-rata disesuaikan
dengan kebutuhan pakan ternak pribadi yang dimiliki oleh tiap
petani, terkadang rumput dipotong pada ketinggian belum
mencapai 1,5 meter dan terkadang melebihi 1,5 meter
sehingga pemotongan rumput odot tersebut bervariatif.
Ditambahkan oleh pendapat Wildan (2015), ciri rumput yang
0
20
40
1 1.2 1.5 2 3
2025
35
155
Perse
nta
se (
%)
Meter
TINGGI RUMPUT KETIKA
PANEN
70
sudah dapat dipanen yaitu adanya ruas batang yang sudah
berukuran 15 cm. Umur panen pada musim penghujan 35-45
hari, pada musim kemarau 40-50 hari. Rumput dipotong
pendek sejajar dengan tanah. Pemanenan pertama kali
sebaiknya rumput dipanen lebih dari 60 hari atau ditunggu
batangnya sampai dengan 30-40 cm.
4.8.2. Umur Pemotongan Rumput Odot di Musim
Kemarau dan Penghujan
Salah satu tahapan akhir dari kegiatan budidaya rumput
odot yaitu melakukan pemotongan rumput odot (defoliasi).
Pengertian umur pemotongan yaitu lama hijauan pakan
tumbuh hingga dilakukan pemotongan (defoliasi) dalam
satuan hari, ditambahkan oleh pendapat Seseray, Saragih, dan
Katiop (2012) bahwa defoliasi merupakan pemangkasan atau
pengambilan bagian tanaman yang terdapat di atas permukaan
tanah, baik oleh manusia maupun oleh renggutan hewan ternak
yang digembalakan. Anonimous (2016) menyatakan bahwa
panen pertama rumput odot dilakukan pada umur 90 hari pasca
tanam. Panen selanjutnya yaitu 40 hari sekali pada musim
penghujan dan 60 hari sekali pada musim kemarau, sehingga
periode panen rumput gajah tersebut terhitung sebanyak 3 kali
panen dalam satu tahun. Pemotongan berhubungan erat
dengan produktivitas dan kualitas hijauan pakan. Interval
pemotongan yang erat tanpa diiringi dengan masa istirahat,
maka akan menghambat perkembangan tunas-tunas baru
sehingga produksi dan perkembangan tanaman nantinya akan
berkurang (Reksohadiprojo, 1999). Berdasarkan hasil
pengamatan, perbandingan umur pemotongan rumput odot
dibedakan atas dua musim yaitu pada saat musim kemarau dan
musim penghujan. Perbandingan umur pemotongan rumput
odot tersebut disajikan pada Gambar 16. dan Gambar 17.
71
Gambar 14. Umur Pemotongan Rumput Odot di Musim
Kemarau
Gambar 15. Umur Pemotongan Rumput Odot di Musim
Penghujan
Hasil pengamatan umur pemotongan rumput odot di
musim kemarau pada Gambar 16. menunjukkan bahwa
pemotongan rumput odot di bawah umur 3 bulan (<3) tidak
0
100
< 3 3 > 3
0 15
85P
erse
nta
se (
%)
Bulan
UMUR PEMOTONGAN RUMPUT
ODOT DI MUSIM KEMARAU
0
50
< 3 3 > 3
2045 35
Perse
nta
se (
%)
Bulan
UMUR PEMOTONGAN
RUMPUT ODOT DI MUSIM
PENGHUJAN
72
dilakukan, pemotongan tepat di umur 3 bulan hanya sejumlah
15%, dan pemotongan diatas 3 bulan (>3) sejumlah 85%. Hal
tersebut menyimpulkan bahwa umur pemotongan di musim
kemarau banyak di atas umur 3 bulan. Berdasarkan informasi
yang didapat, pemotongan rumput dilakukan di atas umur 3
bulan karena pada saat musim kemarau rumput odot sulit
untuk mendapatkan pasokan air, akan tetapi sebagian lahan
masih dapat menerima pasokan nutrisi rumpur dari air limbah
peternakan dari PT Greenfields Indonesia yang dialiri menuju
lahan-lahan warga. Rata-rata petani memangkas rumput odot
di umur yang cukup tua, hal tersebut ditunjukkan untuk
memperoleh bobot timbang rumput yang tinggi. Savitri
dkk.(2012) menyatakan bahwa semakin tua umur pemotongan
maka akan semakin meningkat produksinya namun
berbanding terbalik dengan kandungan kualitas pakan (serat
kasar meningkat, protein kasar menurun). Menurut Mansyur
dkk., (2005), jika interval pemotongan diperpanjang maka
akan terjadi suatu penurunan kandungan protein kasar (PK).
Ditambahkan oleh pendapat Siahkouhian et al., (2012),
perlakuan pemangkasan pada tanaman pakan yang jarang
dilakukan terutama pada musim kering, akan menghasilkan
hijauan dengan konsentrasi lignin lebih tinggi dibandingkan
pada saat musim hujan.
Hasil pengamatan rumput odot di musim penghujan
yang disajikan pada Gambar 17. menjelaskan bahwa umur
pemotongan rumput di bawah 3 bulan (<3) sejumlah 20%,
umur pemotongan tepat 3 bulan sejumlah 45%, dan umur
pemotongan di atas 3 bulan (>3) sejumlah 35%. Pernyataan
hasil pengamatan tersebut mendominasi bahwa ketika di
musim penghujan banyak petani rumput odot yang memotong
rumput odot pada umur 3 bulan. Menurut informasi yang
73
didapat, pemotongan rumput odot di umur 3 bulan dirasa
sudah cukup dalam menghasilkan bobot produksi rumput odot
yang terbilang cukup baik. Namun, beberapa petani ada juga
yang memotong rumput di bawah umur 3 bulan. Menurut Ella
(2002), pemotongan yang terlalu ringan mengakibatkan
pertumbuhan tanaman didominasi oleh pucuk dan daun saja,
sedangkan pertumbuhan anakan akan berkurang. Terdapat
beberapa petani yang memotong rumput di umur yang cukup
tua, dengan harapan mendapatkan hasil produksi yang lebih
tinggi dari sebelumnya. Namun dampak dari pemotongan yang
terlalu tua tersebut menyebabkan kandungan protein kasar
(PK) rumput menjadi menurun. Sesuai dengan yang dikatakan
oleh Savitri dkk. (2012) menyatakan bahwa semakin tua umur
pemotongan maka akan semakin meningkat produksinya
namun berbanding terbalik dengan kandungan kualitas pakan
(serat kasar meningkat dan protein kasar menurun).
4.8.3. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Kandungan
Nutrisi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, umur
pemotongan rumput terhadap kandungan nutrisi terbagi
menjadi 2 jenis lahan yaitu lahan terbuka dan lahan naungan
kemudian terbagi lagi berdasarkan umur pemotongan yaitu
pada lahan terbuka terdiri dari umur pemotongan 40 hari, 50
hari, 60 hari, 80 hari, dan 90 hari. Pada lahan naungan terdiri
dari umur pemotongan 60 hari, 90 hari, dan 120 hari.
Pengujian kandungan nutrisi rumput odot tersebut
menggunakan metode analisis proksimat yang dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Hasil analisis laboratorium
disajikan pada Tabel 10.
74
Tabel 9. Hasil analisis proksimat berdasarkan umur
pemotongan pada rumput odot
Lahan Umur
(Hari)
Kode
Sampel
BK
BO PK SK
(%) (%) (%) (%)
Terbuka
40 P. Bandi 7,82 76,5 11,75 32,05
50 P. Main 13,14 79,7 10,15 33,5
60 P. Jufri 12,65 77,96 11,02 42,11
80 P. Jhoni 7,63 80,22 9,89 31,57
90 P. Pi'i 7,91 79,64 10,18 30,97
Naungan
60 P. Budi 11,33 81,41 9,3 42,73
90 P. Saman 8,66 81,78 9,11 33,22
120 P. Saman 10,57 84,18 7,91 35,78
Hasil dari pengujian rumput odot tersebut menggunakan
analisis proksimat bahwa kandungan nutrisi rumput odot
menggunakan 8 sampel rumput odot dari lahan yang berbeda
dan umur yang berbeda. Kandungan nutrisi yang diuji terdiri
dari Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), Protein Kasar
(PK), dan Serat Kasar (SK). Penelitian Santoso, Lekito dan
Umiyati (2007) komposisi kimia rumput odot terdiri dari BK
19,94% dan BO 88,83% dan Rukmana (2005), yaitu BK
19,9% dan BO 88,3%. Sedangkan hasil pengujian dari bahan
kering (BK) menunjukkan bahwa kandungan bahan kering
tertinggi yaitu 13,14% dicapai pada saat umur pemotongan 50
hari di lahan terbuka dan Bahan Organik (BO) tertinggi
84,18% dicapai ketika umur pemotongan 120 hari di lahan
naungan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kandungan bahan
kering (BK) lebih rendah jika dibandingkan dengan rumput
odot pada umumnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
75
dari Asshodiq (2016) dimana menunjukkan bahwa kandungan
bahan kering (BK)Pennisetum purpureum CV. Mott yaitu
12,46% dan kandungan bahan organik (BO) yaitu 87,54%.
Hasil penelitian Parakkasi (1986) menyatakan bahwa di dalam
bahan kering terkandung zat-zat makanan seperti: protein,
karbohidrat, lemak beberapa mineral dan vitamin. Apabila
kandungan nutrisi bahan keringnya tinggi, maka zat-zat yang
terkandung di dalam bahan kering tersebut akan meningkat
pula. Ditambahkan oleh pendapat Mansyur dkk. (2005)
menyatakan bahwa adanya kecenderungan perubahan pada
produksi segar dan kering seiring dengan lama umur
pemotongan karena proporsi bahan kering yang dikandung
berubah bersamaan umur tanaman
Analisis kandungan Protein Kasar (PK) dan Serat Kasar
(SK) pada Tabel 10. menunjukkan bahwa protein kasar
tertinggi dihasilkan pada umur pemotongan 40 hari pada lahan
terbuka yaitu 11,75%. Hasil analisis kandungan PK rumput
odot tersebut relatif seimbang jika dibandingkan dengan kadar
PK rumput gajah menurut Susanti (2007) yaitu 9,71–12,02%.
Hijauan yang lebih muda kandungan protein dan kadar airnya
tinggi akan tetapi kadar seratnya lebih rendah (Ella, 2002).
Kandungan nutrisi serat kasar (SK) tertinggi dihasilkan pada
umur pemotongan rumput odot 60 hari di lahan naungan yaitu
42,73%. Menurut Whiteman (2001), hasil dari analisis
proksimatPennisetum purpureum CV. Mott dari hasil panen
yang dilaksanakan secara teratur berkisar antara 8,96 protein
kasar (PK), BETN 41,34%, serat kasar 30,86% (SK), lemak
2,24%, abu 15,96%, dan TDN mencapai 51%. Dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian rumput odot terhadap serat
kasar (SK) relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
penelitian Whiteman (2012) yang menyatakan hasil analisis
76
proksimat dari pemotongan rumput odot secara teratur yaitu
30,86%.
4.8.4. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap
Produktivitas Rumput Odot
Hijauan makanan ternak yang dipanen pada umur
yang lebih panjang akan menghasilkan produksi yang lebih
tinggi, tetapi seiring bertambahnya umur pemanenan tersebut
maka akan menurunkan dari segi kualitasnya. Kualitas hijauan
tersebut ditentukan dari kandungan nutrisi yang terdapat di
hijauan pakan, beberapa diantaranya adalah kandungan BK,
BO, SK, dan PK. Salah satu kandungan nutrisi yang akan
diamati yaitu bahan kering (BK), yang berkaitan dengan
produktivitas rumput tersebutdari segi umur pemanenan.
Selain itu, juga dilakukan estimasi perbandingan hasil
perhitungan produksi rumput odot berdasarkan luasan lahan
tanpa menggunakan jarak penanaman dengan luasan lahan
yang menggunakan jarak penanaman. Hasil pengamatan dan
perbandingan produksi rumput odot tersebut disajikan oleh
Tabel 11.
77
Tabel 10. Hasil perbandingan produksi rumput odot menggunakan ubinan
78
79
Analisis produktivitas rumput odot berdasarkan umur
pemotongan yang disajikan pada Tabel 11. menunjukkan
bahwa produktivitas rumput tertinggi didapatkan ketika
rumput odot berada di umur pemotongan 90 hari dengan
kondisi lahan terbuka yaitu 154,4 ton/ha dengan kandungan
bahan kering (BK) yaitu 7,91%. Data tersebut menjelaskan
bahwa semakin panjang umur pemotongan maka akan terjadi
peningkatan produksi segar dan adanya penurunan kandungan
bahan kering (BK). Mansyur dkk. (2015) menyatakan bahwa
peningkatan produksi segar tanaman diiringi oleh peningkatan
produksi kering. Ditambahkan oleh Elevitch dan Francis
(2006) bahwa umur pemotongan berpengaruh terhadap
produksi segar dan produksi kering, sehingga pernyataan
tersebut sesuai dengan data analisis umur panen dimana
seiring bertambahnya umur, juga terjadi peningkatan pada
produksi segar. Produksi hijauan akan meningkat, apabila
produksi hijauan pakan ternak dapat optimal apabila jenis dan
jumlah hara yang ditambahkan dalam keadaan cukup
(Nurhajati, 1986).
Hasil data Tabel 11. yaitu adanya perbedaan hasil
poduksi segar pada umur pemotongan begitu juga dengan
kandungan nutrisi bahan kering (BK). Perbedaan yang dapat
dilihat yaitu dengan adanya jarak penanaman pada tiap lahan
yang diamati. Rata-rata jarak penanaman pada saat
pengamatan di lapangan yaitu sekitar 50 cm² x 80 cm². Dari
perhitungan tabel sebelumnya, terjadi penurunan hasil
produksi yang dikarenakan adanya jarak penanaman. Umur
pemanenan 90 hari di lahan terbuka didapatkan hasil produksi
segar yaitu 97,75 ton/ha dengan kandungan bahan kering (BK)
7,91 %. Hasil produksi segar tersebut dikatakan lebih nyata
(real) dibandingkan hasil produksi segar tanpa
80
menggunakanjarak tanam sebelumnya karena berdasarkan
informasi di lapangan, petani rumput odot berpendapat dari
luasan lahan rumput odot ± 1 ha dengan umur pemotongan 90
hari dapat menghasilkan bobot rumput odot segar yaitu 100
ton/ha. Nyatanya hasil panen rumput odot tersebut lebih
mendekati dengan hasil produksi menggunakan jarak tanam
yaitu 97,75 ton/ha dibandingkan tanpa jarak tanam yaitu 154,4
ton/ha. Data tersebut menjelaskan adanya penurunan bahan
kering (BK) seiring bertambah lamanya umur pemotongan.
Oleh karena itu pemotongan rumput odot di umur yang lebih
muda jauh lebih baik dibandingkan umur yang terlalu tua. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1986) yaitu
kandungan bahan kering (BK) yang tinggi lebih baik bila
dibandingkan dengan kandungan bahan kering (BK) yang
rendah, karena di dalam bahan kering terkandung zat-zat
makanan seperti: protein, karbohidrat, lemak beberapa mineral
dan vitamin.
Faktor lainnya yang mempengaruhi hasil produksi
rumput odot pada lahan kondisi terbuka dengan umur
pemotongan 90 hari (154,4 ton) tersebut disebabkan oleh lama
umur tanaman itu sendiri. Estimasi produksi rumput odot
tersebut yaitu 154,4 ton dikarenakan tanaman tersebut
memiliki umur yang lebih lama dibandingkan tanaman lainnya
yaitu sekitar 5 tahun sehingga jumlah anakan tunas per-
rumpunnya pun lebih banyak dibandingkan tanaman rumput
lainnya. Pengambilan sampel anakan rumpun tersebut juga
dilakukan menggunakan ubinan (frame) 0,25 m² guna
mengetahui jumlah anakan rumpun dengan usia tanaman
sekitar 5 tahun. Pengambilan sampel anakan tersebut disajikan
pada Gambar 18.
81
Gambar 16. Jumlah anakan rumput odot dalam satu rumpun (frame) 0,25 m².
Berdasarkan hasil pengamatan data di lapangan tersebut
yang disajikan pada Gambar 18. diatas dapat dilihat dari segi
kasat mata banyaknya jumlah rumput atau kepadatannya
dalam satu frame berukuran 0,25 m² terlihat beragam. Mulai
dari jumlah kepadatan yang sangat rapat hingga yang terlihat
sangat jarang. Perhitungan dilakukan dengan cara memotret
bagian anakan yang berada di dalam ubinan setelah itu
dimasukan ke dalam aplikasi digital untuk ditandai dengan
lingkaran merah pada tiap bagian anakan yang akan dihitung.
Setelah ditandai, kemudian bagian yang diberi titik merah
dihitung menggunakan counter. Kemudian dilakukan
perhitungan rata-rata dari pengambilan sampel yaitu dengan
menjumlahkan seluruh jumlah anakan perframe. Berikut hasil
perhitungan rata-rata jumlah anakan perframeyang disajikan
pada Tabel 12.
82
Tabel 11. Perhitungan jumlah anakan rumput odot.
No Sampel Jumlah Anakan
1 1 46
2 2 57
3 3 69
4 4 52
5 5 67
Jumlah
anakan 291
Rata-rata
jumlah anakan 58,2
Rata-rata hasil perhitungan dari jumlah anakan dalam
satu rumpun frameberukuran 0,25 m² yaitu sejumlah 58
anakan. Hasil tersebut tentu saja dapat bervariatif tergantung
dari beberapa faktor berikut yaitu berapa lama budidaya
rumput odot tersebut dilakukan pada lahan tersebut, kedua ada
tidaknya perlakuan pemupukan, dan ketiga apakah sering
dilakukan pengurangan anakan pada tiap rumpun. Oleh karena
itu sebagian petani biasanya menambahkan pupuk kandang
pada lahan rumput odot miliknya. Pernyataan tersebut sesuai
dengan Balitnak (2004) disitasi Damayanti (2006) bahwa
penggunaan pupuk kandang 10 ton/ha memberikan respon
yang sangat baik terhadap produksi hijauan rumput gajah yang
mencapai 184 ton/ha/tahun atau dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak dipupuk.
Pentingnya mengukur jarak tanaman karena dengan
adanya jarak tanaman tersebut hasil produksi real tidak sama
dengan hasil rumus ubinan (frame) 0,25 m² yang biasa
digunakan untuk menaksir produksi tanaman. Oleh karena itu
83
banyak ditemukan di lapangan bahwasanya sering ditemukan
ketidaksesuaian antara perhitungan bobot rumput pada saat di
lapangan dengan penimbangan bobot asli rumput tersebut.
Jarak penanaman pada rumput odot tersebut dapat dilihat pada
Gambar 19.
Gambar 17. Jarak antar rumpun pada rumput odot
.
4.8.5. Alur Penyetoran Rumput Odot oleh Pengepul.
Penyetoran rumput odot dilakukan setiap hari oleh 3
orang pengepul yang biasa dimulai pada pukul 05.00 WIB.
Kendaraan yang akan digunakan untuk mengangkut rumput
dilakukan pemanasan mesin. Apabila cuaca cukup ekstrim,
maka pengepul biasanya membawa bahan tambahan seperti
serbuk kayu, batu kerikil, ataupun pasir guna mempermudah
akses transportasi menuju lahan rumput odot milik warga yang
sekiranya memiliki medan cukup sulit untuk dijangkau.
Berikut alur pengiriman rumput odot terhadap PT Greenfields
Indonesia yang dilaksanakan oleh pengepul, disajikan pada
Gambar,,,20.
84
Gambar 18. Alur pemanenan rumput odot oleh pengepul
85
Alur penyetoran rumput odot diatas menjelaskan awal
pemanenan rumput odot dimulai dari pemangkasan lahan
rumput odot oleh pengepul, dalam satu tim pengepul biasanya
berjumlah 14 orang yang terdiri dari 11 orang pemangkas
rumput dan 3 orang sebagai supir pengangkut rumput. Waktu
libur dari 11 orang tersebut yaitu satu kali dalam seminggu
dengan sistem bergilir (rolling). Pemberian upah atau gaji
pada karyawan tim pengepul biasanya diberikan dalam kurun
waktu 2 minggu sekali, rata-rata tiap karyawan pengepul
mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1.500.000,- / 2 minggu
sekali.
Tahap selanjutnya dari pemangkasan rumput odot
tersebut yaitu dengan membawa hasil pemangkasan kepada PT
Greenfields Indonesia. Rata-rata kapasitas angkut mobil jeep
tersebut yaitu sekitar 2,5 ton. Kemudian jeep memasuki area
penimbangan bersama muatan rumput dan nantinya akan
dilakukan pencatatan awal oleh petugas penimbangan. Tahap
berikutnya yaitu jeep pengangkut rumput memasuki area
pencacahan hijauan (chopping area). Petugas chopper hijauan
berjumlah 2-3 orang. Lama pemotongan sendiri yaitu lebih
kurang 15 menit dalam 1 muatan jeep. Mesin chopper tersebut
menggunakan bahan bakar bensin. Tahap akhir setelah
pemotongan rumput tersebut yaitu menuju pintu keluar
penimbangan. Sejenak mobil jeep yang sudah tidak lagi
dipenuhi muatan berhenti di atas alat timbang kemudian
mencatat bobot kosong jeep kemudian diinput data pencatatan
timbangan tersebut pada komputer. Pengepul akan dikenakan
pengurangan bobot asli timbangan rumput odot, apabila ketika
pengecekan rumput terdapat beberapa jenis rumput lain atau
gulma. Setelah dilakukan pencatatan, pengepul melanjutkan
perjalanan menuju lahan yang akan dipanen. Baik lahan
86
sebelumnya maupun lahan baru. Waktu penerimaan rumput
oleh PT Greenfields Indonesia yaitu pukul 14.00 WIB,
melewati dari jam operasional tersebut maka penyetoran
rumput dilanjutkan keesokan harinya.
4.8.6. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis finansial sangat diperlukan untuk menentukan
kelayakan dalam usaha bidang peternakan yaitu dengan
menghitung arus biaya pengeluaran dan arus pendapatan.
Untuk mengetahui kelayakan usaha yang dijalankan, analisis
finansial dalam usaha budidaya rumput odot di Kecamatan
Ngajum yang berkemitraan dengan PT Greenfields Indonesia
ini menggunakan kriteria penilaian investasi yaitu Benefit Cost
Ratio (BCR) dan Return Of Investment (ROI). Benefit cost
ratio (BCR) adalah metode yang digunakan dalam evaluasi
awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan
dalam rangka menvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan
dengan metode lainnya (Giatman, 2007). Return Of Investment
(ROI) merupakan analisa untuk mengetahui tingkat
keuntungan usaha sehubungan dengan modal yang digunakan.
Besar kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat perputaran modal
dan keuntungan bersih yang dicapai. Berikut hasil
perhitungan analisis usaha berdasarkan Benefit Cost Ratio
(BCR) dan Return Of Investment (ROI) yang disajikan pada
Tabel 13.
87
Tabel 12. Analisis kelayakan usaha rumput odot
NO Nama Petani
Pendapatan Break Event Point
(BEP)
Benefit
Cost
Return of Investment
(ROI)
Kotor (Rp) Bersih (Rp)
Volume
Produksi
(ton)
Harga
Produksi
(Rp)
(BCR)
(>1) Rp 100,-
1 Ibu Tasmirah 4.000.000 2.250.000 5,78 37.000 4,3 243,24
2 Ibu Marni 4.800.000 2.050.000 15,09 80.500 1,9 84,88
3 Pak Sunardi 8.750.000 5.187.000 18,91 66.200 2,6 156,70
4 Pak Tamugi 6.150.000 2.910.000 20,10 80.428 2,1 103
5 Pak Main 4.383.000 821.500 22,71 113.589 1,3 25,80
6 Pak Bandi 28.600.000 24.145.000 27,35 31.644 7,4 630,50
7 Pak Sanuri 16.900.000 12.921.000 25,02 70.080 4,4 368,70
8 Pak Pi'i 3.300.000 685.000 16,05 107.047 1,4 30,4
9 Pak Jufri 22.695.000 18.152.000 29,65 70.245 5,6 453,3
10 Mas Galih 12.195.000 9.056.000 19,62 46.491 4,6 341,7
Rata-rata >1 > Rp 100,-
88
Hasil dari data Tabel 13. diperoleh melalui rata-rata
perhitungan analisis kelayakan usaha yang disajikan pada
Lampiran 7. Rata-rata Benefit Cost Ratio (BCR) yang
dihasilkan dari kegiatan budidaya rumput odot di Kecamatan
Ngajum yaitu lebih dari (>1). Hal tersebut menandakan
bahwasanya kegiatan budidaya rumput odot di Kecamatan
Gunung Kawi yang berkemitraan dengan PT Greenfields
Indonesia dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan dan
dikembangkan, sebagaimana menurut pendapat Gittinger
(1986) menyatakan BCR akan menggambarkan keuntungan
dan layak dilaksanakan jika mempunyai BCR > 1. Apabila
BCR = 1 maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi.
Apabila BCR < 1 maka usaha tersebut merugikan sehingga
lebih baik tidak dilaksanakan.
Analisis Benefit Cost Ratio (BCR) dihitung dengan rumus
(Freddy, 2006):
BCR =PV Benefit
PV Cost
Keterangan :
PV Benefit = Present Value dari benefit PV Cost = Present Value dari cost
Keuntungan dari hasil budidaya rumput odot tersebut
turut diperhatikan dengan menggunakan metode Return of
Investment (ROI), rata-rata hasil ROI pada Tabel 13. dengan
menggunakan acuan pengeluaran Rp 100,- didapatkan rata-
rata keuntungan lebih dari (> Rp 100,-) hal tersebut dapat
dikatakan usaha budidaya rumput odot ini dapat terus
berlangsung dan dikembangkan, seperti yang dikatakan
89
Soekartawi (1993) bahwa semakin besar keuntungan yang
diterima maka semakin besar tingkat pengembalian modal,
dan sebaliknya. Kelayakan usaha diketahui dengan
membandingkan ROI dengan tingkat suku bunga pinjaman.
Suatu usaha dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari
tingkat suku bunga pinjaman dan tidak layak apabila ROI
lebih kecil dari tingkat suku bunga pinjaman. (Soekartawi,
1993)
4.8.7. Diagram Alir Budidaya Rumput Odot
Pebedaan tipe petani rumput odot di Kecamatan
Ngajum yang terdiri dari petani odot lahan terbuka dan petani
odot lahan naungan menyebabkan adanya perbedaan pola budidaya pada rumput odot dari segi perlakuan, terlebih hasil
pemanenan rumput odot juga tidak sepenuhnya disetorkan
pada pihak kemitraan (PT Greenfields Indonesia) melainkan
sebagian hasil panen ada juga yang digunakan untuk kebutuhan ternak sendiri. Gambaran singkat mengenai
budidaya rumput odot dari kedua tipe petani tersebut
dijelaskan pada Gambar 2
ROI =Pendapatan Bersih (Net Income)
Total Aset (Modal) X 100%
90
Gambar 19. Diagram alir budidaya rumput odot
27