38
BAB III DASAR TEORI Berisi tentang dasar-dasar teori yang berhubungan dengan Kerja Praktek seperti Penginderaan Jauh, Citra Landsat, Konsep Resolusi, Kualitas dan Koreksi Citra Digital, Pengolahan Citra Digital, Interpretasi Citra Digital, dan Klasifikasi Citra Digital. III.1 Penginderaan Jauh Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek. Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang III-1

Bab III Dasar Teori

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab III Dasar Teori

BAB III

DASAR TEORI

Berisi tentang dasar-dasar teori yang berhubungan dengan Kerja Praktek seperti

Penginderaan Jauh, Citra Landsat, Konsep Resolusi, Kualitas dan Koreksi Citra

Digital, Pengolahan Citra Digital, Interpretasi Citra Digital, dan Klasifikasi Citra

Digital.

III.1 Penginderaan Jauh

Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa penginderaan

jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah

direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau

objek. Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah

ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau

fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak

langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.

Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara atau

wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki

karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya

menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan

(Richards and Jia, 2006). Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan

dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan

dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi

elektromagnetik (Purwadhi, 2001).

Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik.

Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan tetapi gelombang

elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari.

Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber

III-1

Page 2: Bab III Dasar Teori

gelombang elektromagnetik, akan tetapi ada beberapa sensor penginderaan jauh yang

menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh sensor

itu sendiri. Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan cahaya matahari atau

energi bumi dinamakan sensor pasif, sedangkan yang memanfaatkan energi dari

sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif (Kerle, et al., 2004)

Gambar 3.1 Skema Umum Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh digital dideskripsikan bukan sekedar kumpulan teknik

pengolahan citra digital. Lebih dari itu, penginderaan jauh digital dipandang sebagai

kerangka kerja dalam memahami masalah dunia nyata yang bersifat multi

dimensional (spasial, ekologis, dan kewilayahan), serta menawarkan solusi melalui

prespektif analisa citra. Pada Gambar 3.2 akan dijelaskan hubungan setiap langkah

pemrosesan dengan upaya pemahaman masalah dan solusinya.

III-2

Page 3: Bab III Dasar Teori

DUNIA NYATA

PERUMUSAN MASALAH

PEROLEHAN DATA CITRA

PRA PEMROSESAN CITRA DIGITAL

Koreksi geometrik Koreksi dan kalibrasi radiometrik

PENAJAMAN CITRA DAN TRANSFORMASI KHUSUS

EKSTRAKSI INFORMASI TEMATIK

UJI AKURASI

DETEKSI PERUBAHAN

INTERGRASI DENGAN SIG

PEMECAHAN MASALAH

Penajaman spasial. Mis. pemfilteranAljabar dan trasnformasi citra. Mis. PCAPenajaman spektral. Mis. Indeks vegetasi

Klasifikasi tidak terbimbingKlasifikasi terbimbing

IMPLEMENTASI

KONDISI LINGKUNGAN BARU

Gambar 3.2 Penginderaan Jauh Digital sebagai Kerangka Kerja

III-3

Page 4: Bab III Dasar Teori

III.2 Citra Landsat TM 7

Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat

dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1

(Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2

pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS

(Multi Spektral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-

1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1,

Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir

adalah Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari

Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang

ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang

mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7.

Gambar 3.3 Sistem Satelit Landsat

Sensor Thematic Mapper mengamati objek-objek di permukaan bumi dalam 7

band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7

adalah inframerah dekat, inframerah menengah, dan band 6 adalah inframerah termal

yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x

185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput

daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada Ratnasari,

2000). Kemampuan ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam spektral dari

III-4

Page 5: Bab III Dasar Teori

Landsat-TM, Program Landsat merupakan tertua dalam program observasi

bumi.Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor

MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada

sensor MSS. MSS dan TM merupakan whiskbroom scanners. Pada April 1999

Landsat-7 diluncurkan dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5

dan 7 sedang beroperasi.

Tabel 3.1 Karakteristik Citra Landsat

Sistem Landsat-7

Orbit 705 km, 98.2 , sun-synchronous, 10:00 AM

crossing, rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper)

Swath Width 185 km (FOV=15 )

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 16 hari

16 hari

Band-band Spektral (µm)

0.45 -0.52 (1), 0.52-0.60 (2), 0.63-0.69 (3),

0.76-0.90 (4), 1.55-1.75 (5), 10.4-12.50 (6),

2.08-2.34 (7), 0.50-0.90 (PAN)

\Ukuran Pikse Lapang

(Resolusi spasial)

15 m (PAN), 30 m (band 1-5, 7), 60 m

band 6

Arsip data earthexplorer.usgv.gov

Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga

instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (Multispektral

Scanner) dan TM (Thematic Mapper), (Jaya, 2002). RBV merupakan instrumen

semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari permukaan bumi sepanjang

track lapangan satelit pada setiap selang waktu tertentu. MSS merupakan suatu alat

scanning mekanik yang merekam data dengan cara men-scanning permukaan bumi

dalam jalur atau baris tertentu. TM Juga merupakan alat scanning mekanis yang

mempunyai resolusi spektral, spatial dan radiometrik.

III-5

Page 6: Bab III Dasar Teori

Tabel 3.2 Band-band pada Landsat-TM dan Kegunaannya

(Lillesand dan Kiefer, 1997)

Band

Panjang Spektral

Kegunaan

Gelombang (µm)

Spektral Kegunaan

1 0.45 - 0.52 Biru Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk

pemetaan air, pantaipemetaan tanah, pemetaan

tumbuhan, pemetaan kehutanan dan

mengidentifikasi budidaya manusia

2 0.52 - 0.60 Hijau Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk

tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya,

juga 4untuk pengamatan kenampakan

budidaya manusia.

4 0.76 - 0.90 Infra

merah

dekat

Untuk membedakan jenis tumbuhan aktifitas

dan kandungan biomas untuk membatasi

tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah

5 1.55 - 1.75 Infra

merah

sedang

Menunjukkan kandungan kelembaban

tumbuhan dan kelembaban tanah, juga

untukmembedakan salju dan awan

6 10.4 - 12.5 Infra

Merah

Termal

Untuk menganallisis tegakan tumbuhan,

pemisahan kelembaban tanah dan

pemetaanpanas

7 2.08 - 2.35 Infra

merah

sedang

Berguna untuk pengenalan terhadap mineral

dan jenis batuan, juga sensitif terhadap

kelembaban tumbuhan

Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM : pemetaan penutupan lahan,

pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu

III-6

Page 7: Bab III Dasar Teori

permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan data

Landsat TM lebih dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat band

infra merah menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang

mempunyai band inframerah termal.

Sensor pengambil gambar (citra) yang terpasang pada satelit Landsat 7 ini

sejak akhir Mei 2003 mengalami kerusakan sehingga gambar yang dihasilkan selalu

dihiasi dengan stripping yang berasal dari sebagian baris sensor yang tidak berfungsi

lagi. Oleh USGS, citra-citra yang diambil setelah tanggal ini disebut dengan citra

yang bersifat “SLC-Off”. Contoh citra yang diambil dengan kondisi ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 3.4 Citra Landsat yang Mengalami Stripping

Untuk mengoreksi celah yang timbul akibat kerusakan sensor pada satelit

Landsat 7, kita bisa menggunakan citra pada path/row yang sama yang diambil pada

tanggal/tahun yang berbeda. Penyedia data citra biasanya memberikan nilai (digital

number/DN) = 0 untuk piksel-piksel yang mengalami stripping alias tidak berisi data.

Nah, nilai-nilai 0 inilah yang nantinya akan digantikan oleh nilai piksel yang berasal

dari citra penambal yang satu lagi.

Untuk citra yang akan digunakan untuk menambal ditampilkan sebagai

berikut:

III-7

Page 8: Bab III Dasar Teori

Gambar 3.5 Citra Landsat untuk Menambal Citra yang Memiliki Stripping

Sebelum melakukan operasi ini, posisi geometris kedua citra dapat dipastikan

sudah sama persis. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan titik ikat yang

diukur di lapangan (misal, dengan menggunakan GPS saat survei) pada citra yang

pertama, kemudian sesuaikan/koreksi posisi geometrik citra yang kedua berdasarkan

hasil koreksi geometrik citra yang pertama sehingga diperoleh posisi geografis yang

tepat sama untuk kedua citra. Setelah syarat ini dipenuhi, kita bisa mulai mencoba

menambal citra yang bergaris ini. Metode ini disebut juga dengan gap filling.

Sekarang ini citra Landsat bisa dengan mudah didapatkan dengan mengunduh

dari internet. Ketika mengunduh citra, ada kejadian citra terunduh terbagi menjadi

beberapa file sesuai dengan bandnya. Misalnya, citra Landsat yang terdiri dari 7 band

terpisah menjadi 7 file. Untuk menggabungkan ketujuh band tersebut menjadi 1 file,

maka dilakukan proses layer stacking dengan menggunakan software pengolah citra.

III.3 Konsep Resolusi

III-8

Page 9: Bab III Dasar Teori

Dalam bekerja dengan data spasial digital, para pengguna peta biasanya tidak

langsung berbicara tentang skala. Dalam ‘bahasa’ peta-peta tercetak, para

geografiwan, perencana, dan surveyor pemetaan biasanya menggunakan istilah skala,

yaitu konsep yang menyatakan perbandingan antara ukuran yang tersaji pada peta

dengan ukuran nyata di lapangan. Untuk sistem pencitraan berbasis digital, biasanya

digunakan konsep resolusi.

Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik yang membedakan

informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spectral memiliki kemiripan

(Swain dan Davis, 1978). Dalam bidang penginderaan jauh, terdapat empat konsep

resolusi yang sangat penting, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi

radiometric, dan resolusi temporal. Dalam praktik pengolahan citra, resolusi layar

juga memegang peranan penting.

III.3.1 Resolusi Spasial

Resolusi spasial adalah ukuran terkecil objek yang masih dapat dideteksi oleh

suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran objek (terkecil) objek yang dapat

dideteksi, semakin halus atau tinggi resolusi spasialnya. Begitupun sebaliknya,

semakin besar ukuran objek yang dapat dideteksi, semakin kasar atau rendah

resolusinya. Citra satelit SPOT beresolusi 10 dan 20 meter dapat disebut memiliki

resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra Landsat TM yang memiliki

resolusi 30 m.

III.3.2 Resolusi Spektral

Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk

membedakan informasi objek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya.

Semakin banyak jumlah saluran citranya dan masing-masing cukup sempit, semakin

tinggi kemungkinannya untuk membedakan objek berdasarkan respons spectral.

Dengan kata lain, semakin sempit interval panjang gelombangnya dan atau semakin

banyak jumlah salurannya, semakin tinggi pula resolusi spektralnya.

III-9

Page 10: Bab III Dasar Teori

III.3.3 Resolusi Radiometrik

Kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek dimana sebagai

resolusi radiometrik. Respon berupa resolusi radiometrik datang mencapai sensor

dengan intensitas yang bervariasi. Sensor yang peka dapat membedakan selisih

respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung

dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas

pantulan atau pancaran spektral seperti angka digital. Kemampuan ini dinyatakan

dengan bit.

Sistem koding 4 bit akan mengubah intensitas pantulan atau pancaran 24=16

tingkat, yang terlemah diberi kode 0, dan yang tertinggi diberi kode 15. Bagi sensor

dengan kemampuan koding 8 bit, sinyal dengan julat intensitas yang sama akan

diubah menjadi citra 28=256 tingkat kecerahan, di mana 0 adalah untuk sinyal

terlemah, dan 255 untuk sinyal terkuat. Sinyal terlemah tampak berwarna hitam di

citra dan sinyal terkuat tampak berwarna putih di citra.

III.3.4 Resolusi Temporal

Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang

daerah yang sama. Satuan resolusia adalah jam atau hari. Satelit GMS dapat merekam

daerah yang sama setiap 2 kali sehari. Satelit Landsat GSS dan TM setiap 18 hari

sekali untuk generasi 1 dan 16 hari sekali untuk generasi 2. Satelit SPOT mampu

merekam ulang setiap 26 hari sekali pada sistem operasi normal, tetapi dapat pula

beberapa berturut-turut dengan mekanisme perekaman menyamping (Brachet, 1984).

III.3.5 Resolusi Layar

III-10

Page 11: Bab III Dasar Teori

Resolusi layar adalah kemampuan layar monitor dalam menyajikan

kenampakkan objek pada citra secara lebih halus. Semakin tinggi resolusi layarnya,

semakin tinggi kemampuaannya untuk menyajikan kenampakkan gambar dengan

butir-butir piksel yang halus. Dengan kata lain, semakin banyak pulah jumlah piksel

citra yang dapat ditampilkan pada layar. Biasanya ukuran piksel layar atau yang

sering disebut dot pitch sebesar 0,26 mm sudah dapat dikatakan memadai untuk studi

penginderaan jauh. Kemampuan layar monitor ini dikendalikan graphic card yang

dipasang pada CPU. Dengan graphic card yang berbeda, kadang-kadang suatu layar

monitor resolusi tinggi dapat diemulasikan menjadi layar monitor resolusi menengah.

III.4 Restorasi dan Kalibrasi Citra Digital

Semua citra digital yang telah merekam oleh sensor adan disimpan dalam

format yang dapat dibaca oleh program pengolah citra perlu ditampilkan pada layar

monitor untuk dianalisis dan tidak jarang kemudian dicetak. Melalui layar monitor ini

kualitas citra dapat ditentukan secara kuantitatif, tetapi dapat pula kualitatif. Restorasi

atau koreksi citra diperlukan apabila kualitas citra yang digunakan tidak mencukupi

untuk mendukung aplikasi tertentu. Namun sebenarnya setiap citra yang didapat dari

perekaman sensor tak lepas dari yang namanya kesalahan, yang diakibatkan oleh

mekanisme perekaman sensor, gerakan, wujud geometri dan konfigurasi permukaan

bumi, serta kondisi atmosfer pada saat perekaman.

III.4.1 Kualitas Citra

Kualitas citra merupakan ukuran kualitatif maupun kuantitatif suatu citra

yang akan diproses dengan teknik penginderaan jauh agar dapat menghasilkan

informasi tematik-spasial turunan yang sesuai dengan standar akurasi yang telah

ditetapkan. Secara garis besar, kualitas citra dapat dikelompokkan menjadi kualitas

geometri dan kualitas radiometri.

Kualitas geometri dinilai secara kuantitatif berdasarkan tingkat kebenaran

(akurasi) bentuk serta posisi objek pada citra dengan mengacu pada bentuk dan posisi

III-11

Page 12: Bab III Dasar Teori

pada peta dengan proyeksi tertentu. Ukuran kualitas geometri ini terkait erat dengan

salah satu aspek kualitas data spasial, yaitu akurasi posisi. Kualitas radiometri dinilai

berdasarkan nyaman tidaknya gambar dalam pandangan secara visual dan juga benar

tidaknya informasi spectral yang diberikan oleh objek dan tercatat oleh sensor.

Dengan demikian, kualitas radiometri dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif.

Meskipun bersifat kualitatif, nyaman tidaknya gambar untuk dilihat secara visual

sangat berpengaruh pada penggunaan citra untuk menurunkan infomasi yang ada.

1. Penilaian Kualitas Citra

Penilaian kualitas citra dapat dilakukan secara absolut dan dapat pula secara

relatif. Penilaian secara absolut biasanya mengacu pada tolok ukur yang jelas,

misalnya presentasi liputan awan, banyaknya drop-out atau kegagalan garis

pemindaian, serta kolerasi antara saluran pada sistem multispektral. Penilaian

secara relatif biasanya dikaitkan dengan potensi yang citra yang bersangkutan

untuk suatu aplikasi tertentu, misalnya survey geologi, kota, ataupun vegetasi.

2. Parameter Kualitas Citra

Beberapa parameter kualitas citra yang sering digunakan oleh para praktisi

antara lain sebagai berikut :

a. Tutupan awan dan gangguan kabut

Satelit sumberdaya dikatakan baik atau memenuhi syarat jika luas liputan

awannya kurang dari 10%. Semakin banyak luas liputan awannya berarti

semakin banyak pula informasi permukaan bumi yang hilang karena

tutupan awan dan bayangannya. Hal ini sangat berbeda dibandingkan

dengan satelit cuaca yang justru banyak membutuhkan mengenai bentuk

dan luas liputan awan untuk memprediksi gejala-gejala atmosfer dan

cuaca. (Conway dan Maryland Space Consortium, 1997).

b. Korelasi antarsaluran

III-12

Page 13: Bab III Dasar Teori

Sistem sensor multispectral menghasilkan citra daerah yang sama pada

beberapa saluran. Perbedaan informasi spektral objek-objek sama pada

beberapa saluran justru memperkuat kemampuan sistem dalam

membedakan objek satu terhadap objek yang lain, melalui analisa gugus

(cluster analysis). Rendahnya hubungan antar saluran justru menunjukkan

bahwa satu saluran tidaklah mirip atau tidak sekadar menunjukkan

kecenderungan rona yang terbalik dari saluran yang lain sehingga secara

bersama-sama saling melengkapi dan dapat dipakai untuk mengenali

objek.

c. Kesalahan geometri

Citra yang dihasilkan langsung dari perekaman satelit tidak terlepas dari

kesalahan yang disebabkan oleh pergerakan satelit, rotasi bumi, gerakan

cermin pada sensor pemindai, dan juga kelengkungan bumi. Hal ini

menyebabkan pergeseran wujud pada gambar sehingga posisi pada

gambar tidak terletak di posisi sebenarnya atau biasa disebut distorsi.

d. Kesalahan radiometri

Kesalahan radiometri pada citra disebabkan oleh inkonsistensi detector

dalam menangkap informasi dan gangguan sinyal sehingga terjadilah

anomali piksel. Anomali piksel yang terjadi diantaranya : kosongnya nilai

piksel dan nilai piksel lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai piksel yang

sebenarnya.

III-13

Page 14: Bab III Dasar Teori

III.4.2 Koreksi Citra Digital

Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian supaya citra yang akan

digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris dan

radiometris.

1. Koreksi Geometri

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan geometri citra, berbagai macam koreksi

dilakukan. Mather (2004) mengelompokkan koreksi itu ke dalam dua kategori

besar, yaitu :

a. Model geometri orbital

Merupakan metode koreksi yang mengau ke model geometri orbital oleh

pengetahuan mengenai karakteristik orbit wahana satelit. Hal ini

memerlukan informasi tentang koordinat geografis dari beberapa titik di

citra yang disebut titik control lapangan (GCP, Ground Control Point).

Faktor-faktor yang dikoreksi melalui model geometri orbital ini adalah :

1) Koreksi aspect ratio

Koreksi ini digunkan jika arah pemindaian melintang garis orbit yang

disebabkan oleh oversampling yang terjadi akibat perbedaan kecepatan

antara pemindaian dengan coding dan penyimpanan data pantulan

detektor.

2) Koreksi kemencengan

Koreksi ini dipakai jika terjadi kemencengan citra terhadap sumbu

utara-selatan bumi karena ada perbedaan inklinasi antara keduanya.

Misalnya, ini terjadi pada citra Landsat TM dan ETM+.

3) Koreksi rotasi bumi

Pada saat yang bersamaan dengan berputarnya salelit, bumi pun

berputar dari barat ke timur dengan kecepatan perpindahan

permuakaan sebanding dengan posisi lintang tepat di posisi nadir

satelit sehingga untuk mengompensasi pergeseran posisi, diperlukan

III-14

Page 15: Bab III Dasar Teori

penentuan parameter : waktu yang diperlukan oleh sensor satelit untuk

merekam citra dan kecepatan sudut rotasi bumi.

b. Transformasi berdasarkan GCP (Ground Control Point)

Dalam perkembangan dewasa ini, penentuan titik di lapangan yang dapat

diidentifikasi pada citra juga dapat dilakukan dengan pembacaan GPS.

Dengan GCP, analisis citra harus dapat memeperoleh dua himpunan data

titik lokasi : koordinat piksel citra (i,j) dan koordinat peta (x,y).

Berdasarkan pasangan titik-titik ini koefisien transformasi koordinat dapat

diperoleh sehingga citra yang akan dikoreksi dapat diubah proyeksinya

mengikuti sistem proyeksi/koordinat rujukan. Koreksi berdasarkan GCP

meliputi :

1) Koreksi geometri dengan rektifikasi citra ke peta

Peta dianggap memiliki sistem proyeksi dan koordinat yang lebih

benar sehingga dapat digunakan untuk menyamakan posisi titik di citra

terhadap peta.

2) Koreksi geometri dengan rektifikasi citra ke citra

Yaitu suatu proses membandingkan pasangan titik-titik yang dapat

diidentifikasi dengan mudah pada kedua citra.

2. Koreksi Radiometri

Koreksi radiometri diperlukan atas dasar dua alasan, yaitu untuk memperbaiki

kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak

sesuai dengan pantulan citra atau pancaran spekral objek yang sebenarnya.

Koreksi radiometri citra yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas visual

citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop-out baris

maupun masalah kesalahan awal pemindaian (scanning start). Baris atau

bagian baris yang bernilai tidak sesuai dengan yang seharusnya dikoreksi

dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian

dirata-ratakan (Guindo, 1984, dalam Jensen 2005).

III-15

Page 16: Bab III Dasar Teori

a. Koreksi yang bertumpu pada informasi dalam citra

Koreksi yang termasuk ke dalam kelompo ini relatif mudah dan

menggunakan asumsi-asumsi yang juga sederhana.

1) Penyesuaian histogram

Dalam histogram, bbjek yang memberikan respons spektral paling

lemah seharusnya bernilai nol. Bila > 0 maka dihitung menjadi offset

(besar pengaruh gangguan oleh atmosfer), dan koreksi dilakukan

dengan mengurangi keseluruhan nilai pada saluran dengan offset-nya.

2) Penyesuaian Regresi

Diterapkan dengan memplot nilai-nilai piksel hasil pengamatan pada

beberapa saluran sekaligus.

3) Penggunaan Feature Space

Metode ini memanfaatkan gambaran feature space hasil pengeplotan

piksel-piksel pada saluran hijau melaawan inframerah dekat dan

saluran merah melawan inframerah dekat (Bronsveld, 1991).

4) Metode Kalibrasi Bayangan

Untuk mengoreksi faktor gangguan atmosfer dengan

mempertimbangkan imbangan energy elektromagnetik yang masuk ke

atmosfer bumi serta kenampakan permukaan bumi yang tertutup

bayangan (Gastellu-Etchegorry, 1988)

5) Kalibrasi Relatif Antarcitra

Merupakan proses pengubahan nilai piksel dari satu atau beberapa data

digital citra dengan mengacu pada nilai piksel untuk objek yang sama

pada citra yang berbeda secara temporal.

b. Kalibrasi dengan data dari luar citra

Perlu dilakukan untuk meminimalisir sisa-sisa masalah akibat kalibrasi

atau koreksi sebelumnya.

1) Kalibrasi berbasis data empiris

2) Koreksi pengaruh matahari

III-16

Page 17: Bab III Dasar Teori

3) Kalibrasi sensor : radiasi yang tercatat oleh sensor

4) Koreksi pengaruh atmosfer

5) Kalibrasi sensor : pantulan yang diterima sensor

6) Kalibrasi berbasis model transfer radiasi

III.5 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan

atau terintegrasi untuk membentuk suatu sistem antara data, perangkat keras,

perangkat lunak, prosedur pengolahan, dan tenaga pelaksana dalam ekplorasi citra

digital. Ada juga yang mengatakan bahwa pengolahan citra digital merupakan

manipulasi dan interprestasi digital dari citra dengan bantuan komputer. Konsep dasar

pengolahan citra dengan data masukan pokok (internal data) berupa langkah berikut :

1. Pengumpulan data yang relevan, yaitu citra digital

2. Klasifikasi atau pengelompokan dengan cara pengkelasan

3. Penyusunan data sesuai kelas

4. Perhitungan dan manipulasi

5. Pengujian ketelitian dan perhitungan

6. Penyimpulan dan rekapitulasi hasil

7. Informasi

III.6 Software ENVI 4.5

ENVI (Environment for Visualizing Images) adalah perangkat lunak yang

ideal untuk visualisasi, analisis, dan presentasi dari semua jenis citra digital. ENVI

dilengkapi dengan paket image processing yang canggih dan mudah digunakan, alat

spektral, koreksi geometrik, analisis medan, analisis radar, kemampuan raster dan

vektor SIG, dapat membuka gambar dari berbagai sumber dan jenis citra, dan

sebagainya.

III-17

Page 18: Bab III Dasar Teori

Gambar 3.6 Software ENVI 4.5

Pendekatan unik ENVI untuk pengolahan citra adalah dengan

menggabungkan teknik berbasis file dan band-based dengan fungsi interaktif. Bila

file input data dibuka, band yang disimpan dalam daftar di mana dapat diakses dari

semua fungsi sistem. Jika beberapa file dibuka, band tipe data yang berbeda sebagai

sebuah kelompok dapat diproses. Kemampuan interaktif ENVI ini analisis meliputi :

1. Beberapa kemampuan overlay dinamis yang memungkinkan perbandingan

mudah gambar dalam menampilkan beberapa.

2. Real-time ekstraksi dan terkait spasial/spektral profil dari data multispektral

dan itt yang disediakan dengan cara-cara baru dalam mempenggunang tinggi-

dimensi data.

3. Alat interaktif untuk melihat dan menganalisis vektor dan atribut GIS.

4. Standar kemampuan, seperti kontras peregangan dan scatter plot 2D.

Antarmuka ENVI ini dilengkapi dengan perpustakaan yang komprehensif dari

algoritma pengolahan. ENVI mencakup semua fungsi pengolahan gambar dasar.

ENVI tidak memaksakan pembatasan pada jumlah band spektral yang dapat

memproses, sehingga Pengguna dapat menggunakan salah multispektral atau itt set

data. ENVI juga mencakup alat-alat canggih untuk menganalisis set data radar.

Masalah pengolahan pada ENVI misalnya seperti input non-standar tipe data,

melihat dan analisis gambar besar, dan ekstensi sederhana kemampuan analisis (add-

on fungsi). Perangkat lunak ini termasuk alat penting yang diperlukan untuk

III-18

Page 19: Bab III Dasar Teori

pengolahan gambar di berbagai disiplin ilmu, dan memiliki fleksibilitas untuk

memungkinkan pelaksanaan strategi analisis disesuaikan.

III.7 Interpretasi Citra Digital

Estes dan Simonett (1975) dalam Sutanto (1992) mengatakan bahwa

interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan

maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.

Pengalaman sangat menentukkan hasil interpretasi, karena persepsi pengenalan objek

bagi orang-orang yang berpengalaman biasanya lebih konstan atau dengan kata lain

pengenalan objek yang sama pada berbagai bentuk citra akan selalu sama. Misalkan

pada citra A dianggap sebuah pemukiman, maka pada citra B atau C pun tetap bisa

dikenal sebagai pemukiman walaupun agak sedikit berbeda dalam penampakannya.

Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu

deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya

suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan. Identifikasi

atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan

menggunkan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek

berkotak-kotak sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan

laut. Sedangkan analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan

deduksi, seperti penambahan informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang

dan dklasifikasikan sebagai daerah pertambakan udang.

Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi, 2001).

Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang

mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik

objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola,

bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi

secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan

pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra piksel berdasarkan

III-19

Page 20: Bab III Dasar Teori

nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian

citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara

otomatis setiap piksel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan

mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola

temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu.

III.8 Klasifikasi Citra Digital

Klasifikasi citra merupakan teknik yang digunakan untuk menghilangkan

informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi

spasial untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut

diperoleh informasi yang bermanfaat atau sesuai dengan keperluan. Untuk pemetaan

penutup lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra

satelit. Klasifikasi multispektral sendiri andalah algoritma yang dirancang untuk

menyajikan informasi tematik dengancara mengelompokkan fenomena berdasarkan

satu kriteria yaitu nilai spektral.

Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek

sebagai sampel. Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai

masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh

berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis static

digunakan untuk memeperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan varian dari tiap

kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel. Analisis grafis

digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam suatu kelas. Dalam melakukan

proses klasifikasi citra terdapat dua cara umum yang sering digunakan yaitu

supervised dan unsupervised.

III.8.1 Supervised (dengan bimbingan)

Pada metode ini, analis terlebih dahulu menentukan beberapara training area

(daerah contoh) pada citra sebagai kelas kenampakan objek tertentu. Penetapan ini

berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam cita mengenai daerah-daerah

III-20

Page 21: Bab III Dasar Teori

tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh

perangkat lunak komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang

memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan dimasukkan ke dalam kelas yang telah

ditentukan sebelumnya. Jadi dalam metode ini, nails mengidentifikasi kelas infomasi

terlebih dahulu yang kemudian digunakan untuk menenyukan kelas spektral yang

mewakili kelas informasi tersebut. Algoritma yang bisa digunakan untuk

menyelesaikan metode supervised ini antara lain :

1. Parallelepiped

Klasifikasi parallelepiped menggunakan aturan keputusan sederhana untuk

mengklasifikasikan data multispektral. Batas-batas keputusan merupakan

parallelepiped n-dimensi dalam ruang data gambar. Dimensi ini ditentukan

berdasarkan batas deviasi standar dari rata-rata setiap kelas yang dipilih.

2. Minimum Distance

Teknik jarak minimal menggunakan vektor rata-rata endmember masing-

masing dan menghitung jarak Euclidean dari setiap piksel yang diketahui oleh

vektor rata-rata untuk masing-masing kelas. Beberapa piksel memiliki

kemungkinan tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria yang dipilih.

3. Mahalanobis Distance

Klasifikasi Mahalanobis Jarak adalah jarak arah pengklasifikasi sensitif yang

menggunakan statistik untuk masing-masing kelas. Hal ini mirip dengan

klasifikasi Maximum Likehood, tetapi menganggap semua kovarian kelas

adalah sama dan karenanya merupakan metode yang lebih cepat. Semua

piksel yang diklasifikasikan ke kelas ROI terdekat kecuali pengguna

menentukan ambang batas jarak, dalam hal ini beberapa piksel mungkin tidak

ditandai jika mereka tidak memenuhi ambang batas.

4. Maximum Likehood

III-21

Page 22: Bab III Dasar Teori

Mengasumsikan bahwa statistik untuk setiap kelas dalam setiap band biasanya

didistribusikan dan menghitung probabilitas bahwa suatu piksel diberikan

milik kelas tertentu. Kecuali ambang probabilitas dipilih, semua piksel

diklasifikasikan. Setiap piksel ditugaskan untuk kelas yang memiliki

probabilitas tertinggi (yaitu, "maksimum likelihood"). Jika probabilitas

tertinggi lebih kecil dari ambang batas yang ditentukan, piksel tetap tidak

terklasifikasi

5. Spektral Angle Mapper

Klasifikasi spektral berbasis fisik yang menggunakan sudut n-dimensi untuk

mencocokkan piksel untuk spektra acuan. 

6. Spectral Information Divergence

Informasi Divergence Spectral (SID) adalah metode klasifikasi spektral yang

menggunakan ukuran divergensi untuk mencocokkan piksel untuk spektrum

referensi. Semakin kecil divergensi, semakin besar kemungkinan piksel

serupa. Piksel dengan pengukuran lebih besar dari ambang perbedaan

maksimum yang ditentukan tidak diklasifikasikan.

7. Binary Encoding

Pengkodean biner teknik klasifikasi mengkodekan data dan spektra akhir

anggota menjadi nol dan satu, berdasarkan apakah sebuah band jatuh di

bawah atau di atas rata-rata spektrum, masing-masing. Dapat membandingkan

setiap spektrum referensi yang dikodekan dengan spektrum data yang

disandikan dan menghasilkan klasifikasi citra. Semua piksel diklasifikasikan

ke endmember dengan jumlah terbesar dari band yang cocok, kecuali jika

ditentukan batas minimum pertandingan, dalam hal ini beberapa piksel

mungkin tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria.

III-22

Page 23: Bab III Dasar Teori

8. Neural Net

Digunakan untuk menerapkan teknik umpan-maju jaringan klasifikasi berlapis

neural.

9. Support Vector Machine

Sistem klasifikasi yang berasal dari teori belajar statistik. Ini memisahkan kelas

dengan permukaan keputusan yang memaksimalkan margin antara kelas.

III.8.2 Unsupervised (tanpa bimbingan)

Cara kerja metode ini merupakan kebalikan dari metode supervised,

dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer ke dalam

kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi. Dalam metode ini, di awal

proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat.

Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas objek terhadap

kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas

(cluster) yang dihasilkan, analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap

memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2, dan class 3

misalnya adalah hutan, perkebunan, sawah maka analis bisa mengelompokkan kelas-

kelas tersebut menjadi satu kelas yaitu kelas vegetasi. Jadi, pada metode ini tidak

terdapat campur tangan manusia. Algoritma yang bisa digunakan untuk

menyelesaikan metode ini adalah :

1. Isodata

Mengklasifikasikan kelas secara merata. Piksel-piksel diklasifikasikan ke

kelas terdekat. Setiap iterasi kalkulasi ulang sarana dan mereklasifikasi piksel

sehubungan dengan cara baru. Iteratif membelah kelas, penggabungan, dan

menghapus dilakukan berdasarkan parameter input threshold. Semua piksel

diklasifikasikan ke kelas terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas

jarak yang ditentukan, dalam hal ini beberapa piksel mungkin unclassified jika

mereka tidak memenuhi kriteria yang dipilih. Proses ini berlanjut sampai

III-23

Page 24: Bab III Dasar Teori

jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang perubahan

piksel yang dipilih atau jumlah maksimum iterasi tercapai.

2. K-means

Menggunakan pendekatan analisis kelas yang mengharuskan analis untuk

memilih jumlah kelas yang berlokasi di data, sewenang-wenang ini

menempatkan sejumlah pusat klaster, kemudian iteratif repositions mereka

sampai keterpisahan spektral yang optimal dicapai. Klasifikasi ini juga

menggunaka teknik jarak minimum. Setiap iterasi kalkulasi ulang berarti kelas

dan mereklasifikasi piksel sehubungan dengan cara baru. Semua piksel

diklasifikasikan ke kelas terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas

jarak yang ditentukan, dalam hal ini beberapa piksel mungkin unclassified

jika mereka tidak memenuhi kriteria yang dipilih. Proses ini berlanjut sampai

jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang perubahan

piksel yang dipilih atau jumlah maksimum iterasi tercapai.

III-24