Upload
phamtu
View
252
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori-Teori atau Dasar-Dasar Umum
Pada teori dasar atau umum ini, peneliti akan membahas mengenai kerangka
teori - teori yang berhubungan dengan topik skripsi yaitu content analysisprogram siaran
televisi / radio. Jadi membahas mengenai teori atau hal – hal yang berkaitan atau
berhubungan dengan topik tersebut secara detail dan juga memaparkan teori dari para
narasumber ataupun sumber – sumber yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
2.1.1 Teori Komunikasi
Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang,
jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian
tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi
mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan
menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu
konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik.
Gambar berikut menggambarkan apa yang dapat kita namakan model
universal komunikasi. Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap
tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi,
kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi massa.
10
Gambar 2.1
Komponen Komunikasi
a. Lingkungan komunikasi
Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga
dimensi:
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang
nyata atau berwujud.
2. Sosial-psikoilogis,meliputi, misalnya tata hubungan status di
antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang,
serta aturan budaya masyarakat di mana mereka
berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup
11
rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas atau
informalitas, serius atau senda gurau,
3. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam,
hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung.
Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh,
terlambat memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal),
dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-
permusuhan (dimensi sosial-psikologis), yang kemudian dapat
menyebabkan perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah
makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan
tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses
komunikasi tidak pernah statis.
b. Sumber-Penerima
Kita menggunakan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan
yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang
terlibat dalam komunikasi adalah sumber (atau pembicara)
sekaligus penerima (atau pendengar). Anda mengirimkan pesan
ketika anda berbicara, menulis, atau memberikan isyarat tubuh.
Anda menerima pesan dengan mendengarkan, membaca,
membaui, dan sebagainya.
Tetapi, ketika anda mengirimkan pesan, anda juga menerima
pesan. Anda menerima pesan anda sendiri (anda mendengar diri
sendiri, merasakan gerakan anda sendiri, dan melihat banyak
12
isyarat tubuh anda sendiri) dan anda menerima pesan dari orang
lain (secara visual, melalui pendengaran, atau bahkan melalui
rabaan dan penciuman). Ketika anda berbicara dengan orang lain,
anda memandangnya untuk mendapatkan tanggapan (untuk
mendapatkan dukungan, pengertian, simpati, persetujuan, dan
sebagainya). Ketika anda menyerap isyarat-isyarat non-verbal ini,
anda menjalankan fungsi penerima.
c. Enkoding-Dekoding
Dalam ilmu komunikasi kita menamai tindakan menghasilkan
pesan (misalnya, berbicara atau menulis) sebagai enkoding
(encoding). Dengan menuangkan gagasan-gagasan kita ke dalam
gelombang suara atau ke atas selembar kertas, kita menjelmakan
gagasan-gagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi, kita
melakukan enkoding.
Kita menamai tindakan menerima pesan (misalnya,
mendengarkan atau membaca) sebagai dekoding (decoding).
Dengan menerjemahkan gelombang suara atau kata-kata di atas
kertas menjadi gagasan, anda menguraikan kode tadi. Jadi, anda
melakukan dekoding.
Oleh karenanya kita menamai pembicara atau penulis sebagai
enkoder(encoder), dan pendengar atau pembaca sebagai
dekoder(decoder). Seperti halnya sumber-penerima, kita
menuliskan enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang tak
terpisahkan untuk menegaskan bahwa anda menjalankan fungsi-
13
fungsi ini secara simultan. Ketika anda berbicara (enkoding), anda
juga menyerap tanggapan dari pendengar (dekoding).
d. Kompetensi Komunikasi
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan anda untuk
berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cupach, 1989).
Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang
peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan
(content) dan bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan
bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada
pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak
layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetabuan
tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan,
suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian
dari kompetensi komunikasi.
Dengan meningkatkan kompetensi anda, anda akan mempunyai
banyak pilihan berperilaku. Makin banyak anda tahu tentang
komunikasi (artinya, makin tinggi kompetensi anda), makin
banyak pilihan, yang anda punyai untuk melakukan komunikasi
sehari-hari. Proses ini serupa dengan proses mempelajari
perbendaharaan kata: Makin banyak kata anda ketahui (artinya,
makin tinggi kompetensi perbendaharaan kata anda), makin
banyak cara yang anda miliki untuk mengungkapkan diri.
14
e. Pesan
Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita
mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau
kombinasi tertentu dari panca indra kita. Walaupun biasanya kita
menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal (lisan atau
tertulis), ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Kita juga
berkomunikasi secara nonverbal (tanpa kata). Sebagai contoh,
busana yang kita kenakan, seperti juga cara kita berjalan,
berjabatan tangan, menggelengkan kepala, menyisir rambut,
duduk, dan. tersenyum. Pendeknya, segala hal yang kita
ungkapkan dalam melakukan komunikasi.
f. Saluran
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang
sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, kita
menggunakan dua, tiga, atau empat saluran yang berbeda secara
simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap muka kita
berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga
memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual
(saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-
bauan (saluran olfaktori). Seringkali kita saling menyentuh, ini
pun komunikasi (saluran taktil).
g. Umpan Balik
Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke
sumbernya. Umpan balik dapat berasal dari anda sendiri atau dari
15
orang lain. Dalam diagram universal komunikasi tanda panah dari
satu sumber-penerima ke sumber-penerima yang lain dalam kedua
arah adalah umpan balik. Bila anda menyampaikan pesan
misalnya, dengan cara berbicara kepada orang lain anda juga
mendengar diri anda sendiri. Artinya, anda menerima umpan balik
dari pesan anda sendiri. Anda mendengar apa yang anda katakan,
anda merasakan gerakan anda, anda melihat apa yang anda tulis.
Selain umpan balik sendiri ini, anda menerima umpan balik dari
orang lain. Umpan balik ini dapat datang dalam berbagai bentuk:
Kerutan dahi atau senyuman, anggukan atau gelengan kepala,
tepukan di bahu atau tamparan di pipi, semuanya adalah bentuk
umpan balik.
h. Gangguan
Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang
mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam
menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan.
Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini
membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang
diterima.
Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain
berbicara), psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita),
atau semantik (salah mengartikan makna). Tabel dibawah
menyajikan ketiga macam gangguan ini secara lebih rinci.
16
Tabel 2.1
Macam Definsi Contoh
Fisik Interferensi dengan
transmisi fisik isyarat
atau pesan lain
Desingan mobil yang lewat,
dengungan komputer, kacamata
Psikologis Interferensi kognitif
atau mental
Prasangka dan bias pada sumber-
penerima, pikiran yang sempit
Semantik Pembicaraan dan
pendengar memberi arti
yang berlainan
Orang berbicara dengan bahasa yang
berbeda, menggunakan jargon atau
istilah yang terlalu rumit yang tidak
dipahami pendengar
Gangguan dalam komunikasi tidak terhindarkan. Semua
komunikasi mengandung gangguan, dan walaupun kita tidak
dapat meniadakannya samasekali, kita dapat mengurangi
gangguan dan dampaknya. Menggunakan bahasa yang lebih
akurat, mempelajari keterampilan mengirim dan menerima pesan
nonverbal, serta meningkatkan keterampilan mendengarkan dan
menerima serta mengirimkan umpan balik adalah beberapa cara
untuk menanggulangi gangguan.
17
i. Efek Komunikasi
Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau
lebih orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap
tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Sebagai contoh, anda
mungkin memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana
menganalisis, melakukan sintesis, atau mengevaluasi sesuatu; ini
adalah efek atau dampak intelektual atau kognitif. Kedua, anda
mungkin memperoleh sikap baru atau mengubah sikap,
keyakinan, emosi, dan perasaan anda; ini adalah dampak afektif.
Ketiga, anda mungkin memperoleh cara-cara atau gerakan baru
seperti cara melemparkan bola atau melukis, selain juga perilaku
verbal dan noverbal yang patut; ini adalah dampak atau efek
psikomotorik.
j. Etik dan Kebebasan Memilih
Karena komunikasi mempunyai dampak, maka ada masalah etik
di sini. Karena komunikasi mengandung konsekuensi, maka ada
aspek benar-salah dalam setiap tindak komunikasi. Tidak seperti
prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, prinsip-prinsip
komunikasi yang etis sulit dirumuskan.
Seringkali kita dapat mengamati dampak komunikasi, dan
berdasarkan pengamatan ini, merumuskan prinsip-prinsip
komunikasi yang efektif. Tetapi, kita tidak dapat mengamati
kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak komunikasi.
18
Dimensi etik dari komunikasi makin rumit karena etik begitu
terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga sukar
untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap orang.
Meskipun sukar, pertimbangan etik tetaplah merupakan bagian
integral dalam setiap tindak komunikasi. Keputusan yang kita
ambil dalam hal komunikasi haruslah dipedomani oleh apa yang
kita anggap benar di samping juga oleh apa yang kita anggap
efektif.
Apakah komunikasi itu etis atau tidak etis, landasannya adalah
gagasan kebebasan memilih serta asumsi bahwa setiap orang
mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri.
Komunikasi dikatakan etis bila menjamin kebebasan memilih
seseorang dengan memberikan kepada orang tersebut dasar
pemilihan yang akurat. Komunikasi dikatakan tidak etis bila
mengganggu kebebasan memilih seseorang dengan menghalangi
orang tersebut untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam
menentukan pilihan. Oleh karenanya, komunikasi yang tidak etis
adalah komunikasi yang memaksa seseorang (1) mengambil
pilihan yang secara normal tidak akan dipilihnya atau (2) tidak
mengambil pilihan yang secara normal akan dipilihnya. Sebagai
contoh, seorang pejabat rekruting perusahaan mungkin saja
membesar-besarkan manfaat bekerja di Perusahaan X dan dengan
demikian mendorong anda untuk menentukan pilihan yang secara
19
normal tidak akan anda ambil (jika saja anda mengetahui fakta-
fakta sebenarnya).
Dalam etik yang didasarkan atas kebebasan memilih ini, ada
beberapa persyaratan. Kita mengasumsikan bahwa orang-orang
ini sudah cukup umur dan berada dalam kondisi mental yang
memungkinkan mereka melaksanakan pilihan secara bebas.
Selanjutnya, kita mengasumsikan bahwa kebebasan memilih
dalam situasi mereka tidak akan menghalangi kebebasan memilih
orang lain. Sebagai contoh, anak-anak berusia 5 atau 6 tahun tidak
akan siap untuk menentukan pilihan sendiri (memilih menu
mereka sendiri, memilih waktu untuk tidur, memilih jenis obat),
sehingga harus ada orang lain yang melakukannya untuk mereka.
Begitu juga, seseorang yang menderita keterbelakangan mental
membutuhkan orang lain untuk mengambilkan keputusan tertentu
bagi mereka.
Di samping itu, situasi lingkungan kehidupan seseorang dapat
membatasi kebebasan memilih ini. Sebagai contoh, anggota
tentara seringkali harus melepaskan kebebasan memilih dan
makan nasi bungkus, bukan roti keju, mengenakan seragam
militer, bukan jins, lari pagi, bukan tidur. Dengan menjadi tentara,
seseorang setidak-tidaknya harus melepaskan sebagian hak
mereka untuk menentukan pilihan sendiri. Akhirnya, kebebasan
memilih yang kita miliki tidak boleh menghalangi orang lain
untuk menentukan pilihan mereka sendiri.
20
Kita tidak bisa membiarkan seorang pencuri memiliki kebebasan
untuk mencuri, karena dengan memberikan kebebasan ini kita
menghalangi korban pencurian untuk menikmati kebebasan
memilih mereka—hak untuk memiliki barang dan hak untuk
merasa aman dalam rumah mereka.
Tujuan Komunikasi
Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan di
sini. Motif atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga
tidak perlu mereka yang terlibat menyepakati tujuan komunikasi mereka.
Tujuan dapat disadari ataupun tidak, dapat dikenali ataupun tidak.
Selanjutnya, meskipun. teknologi komunikasi berubah dengan cepat dan
drastis (kita mengirimkan surat elektronika, bekerja dengan komputer,
misalnya) tujuan komunikasi pada dasarnya tetap sama, bagaimanapun
hebatnya revolusi elektronika dan revolusi-revolusi lain yang akan
datang. (Arnold dan Bowers, 1984; Naisbit.1984).
a. Menemukan Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut
penemuan diri (personal discovery) Bila anda berkomunikasi
dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga
tentang orang lain. Kenyataannya, persepsi-diri anda sebagian
besar dihasilkan dari apa yang telah anda pelajari tentang diri
sendiri dari orang lain selama komunikasi, khususnya dalam
perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.
Dengan berbicara tentang diri kita sendiri dengan orang lain kita
memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan,
21
pemikiran, dan perilaku kita. Dari perjumpaan seperti ini kita
menyadari, misalnya bahwa perasaan kita ternyata tidak jauh
berbeda dengan perasaan orang lain. Pengukuhan positif ini
membantu kita merasa "normal."
Cara lain di mana kita melakukan penemuan diri adalah melalui
proses perbandingan sosial, melalui perbandingan kemampuan,
prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang
lain. Artinya, kita mengevaluasi diri sendiri sebagian besar dengan
cara membanding diri kita dengan orang lain.
Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara lebih baik
diri kita sendiri dan diri orang lain yang kita ajak bicara. Tetapi,
komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia
luar—dunia yang dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain.
Sekarang ini, kita mengandalkan beragam media komunikasi
untuk mendapatkan informasi tentang hiburan, olahraga, perang,
pembangunan ekonomi, masalah kesehatan dan gizi, serta produk-
produk baru yang dapat dibeli. Banyak yang kita peroleh dari
media ini berinteraksi dengan yang kita peroleh dari interaksi
antarpribadi kita. Kita mendapatkan banyak informasi dari media,
mendiskusikannya dengan orang lain, dan akhirnya mempelajari
atau menyerap bahan-bahan tadi sebagai hasil interaksi kedua
sumber ini.
b. Untuk berhubungan
Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan
22
dengan orang lain (membina dan memelihara hubungan dengan
orang lain). Kita ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian
kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain. Kita
menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita untuk
membina dan memelihara hubungan sosial. Anda berkomunikasi
dengan teman dekat di sekolah, di kantor, dan barangkali melalui
telepon. Anda berbincang-bincang dengan orangtua, anak-anak,
dan saudara anda. Anda berinteraksi dengan mitra kerja.
c. Untuk meyakinkan
Media masa ada sebagian besar untukmeyakinkan kita agar
mengubah sikap dan perilaku kita. Media dapat hidup karena
adanya dana dari iklan, yang diarahkan untuk mendorong kita
membeli berbagai produk. Sekarang ini mungkin anda lebih
banyak bertindak sebagai konsumen ketimbang sebagai
penyampai pesan melalui media, tetapi tidak lama lagi barangkali
anda-lah yang akan merancang pesan-pesan itu—bekerja di suatu
surat kabar, menjadi editor sebuah majalah, atau bekerja pada biro
iklan, pemancar televisi, atau berbagai bidang lain yang berkaitan
dengan komunikasi. Tetapi, kita juga menghabiskan banyak waktu
untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber
maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-
hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain. Kita
berusaha mengajak mereka melakukan sesuatu, mencoba cara diit
yan baru, membeli produk tertentu, menonton film, membaca
23
buku, rnengambil mata kuliah tertentu, meyakini bahwa sesuatu
itu salah atau benar, menyetujui atau mengecam gagasan tertentu,
dan sebagainya. Daftar ini bisa sangat panjang. Memang, sedikit
saja dari komunikasi antarpribadi kita yang tidak berupaya
mengubah sikap atau perilaku.
d. Untuk bermain
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk
bermain dan menghibur diri. Kita mendengarkan pelawak,
pembicaraan, musik, dan film sebagian besar untuk hiburan.
Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang
untuk menghibur orang lain (menceritakan lelucon mengutarakan
sesuatu yang baru, dan mengaitkan cerita-cerita yang menarik).
Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya
ini merupakan cara untuk mengikat perhatian orang Iain sehingga
kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain.
Tentu saja, tujuan komunikasi bukan hanya ini; masih banyak
tujuan komunikasi yang lain. Tetapi keempat tujuan yang
disebutkan di atas tampaknya merupakan tujuan-tujuan yang
utama. Selanjutnya tidak ada tindak komunikasi yang didorong
hanya oleh satu faktor; sebab tunggal tampaknya tidak ada dunia
ini. Oleh karenanya, setiap komunikasi barangkali didorong oleh
kombinasi beberapa tujuan bukan hanya satu tujuan.
24
Proses Komunikasi
1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk
disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami
oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang
dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan
atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau
non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan
jelas.
Materi pesan dapat berupa :
a. Informasi
b. Ajakan
c. Rencana kerja
d. Pertanyaan dan sebagain
2. Simbol/ isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol
sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya
seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata,
gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka
lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak,
membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah
tertentu.
25
3. Media/penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat
kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media
ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan,
jumlah penerima pesan, situasi dsb.
4. Mengartikan kode/isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan
seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan
simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti
dipahaminya.
5. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari
sipengirim meskipun dalam bentuk code/isyarat tanpa mengurangi
arti pesan yang dimaksud oleh pengirim
6. Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari
penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa
balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya
terhadap si penerima pesan. Hal ini penting bagi manajer atau
pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima
dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat
disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan
penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan
pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung
26
pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah
pesan itu akan dilaksanakan atau tidak
Balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan
pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima
pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan
sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat
untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan
pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan
serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat
memperjelas persepsi.
Jenis – Jenis Komunikasi
Jenis – jenis komunikasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu komunikasi verbal
dan non verbal.
1. KomunikasiVerbal adalah komunikasi yang pesannya disampaikan
melalui kata-kata. Dan kata tersebut disampikan secara jelas, singkat,
tepat waktu, sesuai dengan pembendaharaan kata – kata.
2. KomunikasiNon Verbal adalah komunikasi yang dimana
penyampaian pesannya tanpa melalui kata-kata, jadi komunikasi ini
dilakukan melalui gerak atau bahasa tubuh. Seperti contoh : ekspresi
wajah, kontak mata, sentuhan, postur tubuh atau gaya berjalan, suara
dan gerak isyarat.
27
2.1.2 Komunikasi Massa
Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass
communication, sebagai kependekan dari mass media communication.
Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi
yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications
diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai
kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung
pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu
yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang
dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh
pesan-pesan komunikasi yang sama.
Menurut Effendi, menjawab ciri – ciri komunikasi massa sebagai berikut:
a. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator.
b. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga,
yakni suatu institusi atau organisasi. Sebagai konsekuensi dari sifat
komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses
komunikasi ditunjang oleh orang – orang lain. Kemunculan dalam
media komunikasi tidak sendirian, tetapi bersama orang lain.
c. Pesan pada komunikasi bersifat umum
Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public)
28
karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum.
Jadi tidak dipertunjukkan kepada perseorangan atau kepada
sekelompok orang tertentu.
d. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Ciri lain dari komunikasi massa adalah kemampuannya untuk
menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak
dalam menerima pesan – pesan yang disebarkan. Hal ini yang
merupakan ciri hakiki dibandingkan dengan media komunikasi
lainnya.
e. Komunikan komunikasi bersifat heterogen
Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota
masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai
sasaran yanag dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam
keberadaannya yang terpencar – pencar dimana satu sama lainnya
tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing –
masing berbeda dalam berbagai hal: jenis, usia, agama dan
sebagainya.
2.1.3 Media Massa
Pengertian Media Massa
- Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian
pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,
film, radio, TV (Cangara, 2002).
29
- Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku
khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau
proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa
adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan
informasi (Rakhmat, 2001).
Karakteristik Media Massa
1. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang
banyak.
2. Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek
kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut
kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak
(masyarakat umum).
3. Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau
siaran sekian jam per hari.
4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan
priode mengudara atau jadwal terbit.
5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan
peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti
kecepatan penyampaian informasi kepada publik.
Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan,
dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis
media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek (1) penglihatan
(verbal visual) misalnya media cetak, (2) pendengaran (audio) semata-
mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan (3) pada pendengaran dan
30
penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal
(Liliweri, 2001).
Effendy (2000), media massa digunakan dalam komunikasi apabila
komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa
yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah
surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam
bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain
penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan
menggunkan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan
keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang
jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa
sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku
komunikasi.
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen.
Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia
bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas
(Nurudin, 2007).
Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana hal
itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai. Fungsi utama
media massa adalah untuk memberikan informasi pada kepentingan yang
menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari media massa
yaitu tidak ditujukan pada kontak perseorangan, mudah didapatkan, isi
31
merupakan hal umum dan merupakan komunikasi satu arah. Peran utama
yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah sebagai
pengetahuan pertama. Media massa merupakan jenis sumber informasi
yang disenangi oleh petani pada tahap kesadaran dan minat dalam proses
adopsi inovasi (Fauziahardiyani, 2009).
Jenis Media Massa
Media massa dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain:
1. Media cetak, yang contohnya adalah surat kabar, memiliki ciri –
ciri sebagai berikut:
- Pesan yang disampaikan memuat unsur reproduksi utama:
simbol verbal, gambar, dan warna;
- Bersifat portabel: relatif nyaman dan mudah dibawa – bawa
kemana – mana; bisa dibaca di mana saja dan membacanya
dapat dilakukan berulang – ulang;
- Unsur umpan balik yang ada juga bersifat verbal (surat
pembaca, kritik) dan non verbal (penjualan);
- Sumber kehidupan industri media cetak adalah iklan dan
penjualan (eceran maupun langganan);
- Isi pesan yang ada utamanya bersifat informatif;
- Bisa berfungsi sebagai public sphere; menjadi ruang publik
bagi penyampaian gagasan dan opini, yang disampaikan
oleh masyarakat dalam bentuk tulisan), selain juga memuat
perdebatan atas isu yang menjadi polemik;
32
- Relatif bebas dari regulasi (control melalui peraturan),
terutama di dalam masyarakat yang menganut sistem pers
bebas; dan
- Wilayah jangkauannya masih didominasi oelh masyarakat
perkotaan (urban).
2. Media Audio, misalnya adalah radio, yang antara lain ciri –
cirinya adalah sebagai berikut:
- Unsur reproduksi utamanya adalah suara (audio);
- Secara relatif bisa dibawa kemana – mana (portabel),
meskipun tak semudah media cetak;
- Tidak bisa dinikmati berulang – ulang alias tidak dapat
didengar kembali (sekali dengar) kecuali direkam dan
didengarkan kembali;
- Pesan bersifat serempak (laporan langsung);
- Proses komunikasinya menggunakan unsur umpan balik,
baik verbal dan nonverbal; dan
- Kehidupannya juga ditunjang kebanyakan oleh iklan, yang
jelas bukan dari penjualan.
3. Media Audio – Visual, misalnya TV, memiliki ciri – ciri sebagai
berikut:
- Pesan disampaikan melalui unsur reproduksi yang bersifat
verbal, gambar, warna, suara, dan gerakan;
33
- Tidak portabel karena tidak bisa dibawa kemana kita suka,
kalu mau bisa saja, tetapi TV adalah peralatan teknologi
komunikasi yang berat;
- Pesan juga tidak dapat diulang karena tampilan pesan secara
sekilas sehingga cepat berlalu (tidak bisa ditinjau ulang);
- Bersifat serempak;
- Umpan balik: verbal dan nonverbal;
- Industri komunikasi audio-visual ditunjang oleh iklan, iuran,
dan subsidi pemerintah;
- Karakter publik dan pengaturan yang ketat (regulated
media); dan
- Berisi aneka ragam bentuk informasi dan pesan (berita,
hiburan, pendidikan, dan lain – lain).
2.1.4 Televisi
Televisi merupakan media komunikasi yang menyediakan berbagai
informasi yang update, dan menyebarkannya kepada khalayak umum.
Dalam Baksin (2006: 16) mendefinisikan bahwa: “Televisi merupakan
hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan
dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan audiovisual gerak memiliki
kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir,
dan tindak individu”.
Menurut ensiklopedia Indonesia dalam Parwadi (2004: 28) lebih luas
lagi dinyatakan bahwa: “Televisi adalah sistem pengambilan gambar,
34
penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga listrik.
Gambar tersebut ditangkap dengan kamera televisi, diubah menjadi
sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel listrik kepada pesawat
penerima”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas menjelaskan bahwa televisi adalah
sistem elektronis yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk
audiovisual gerak dan merupakan sistem pengambilan gambar,
penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga
listrik.Dengan demikian, televisi sangat berperan dalam mempengaruhi
mental, pola pikir khalayak umum. Televisi karena sifatnya yang
audiovisual merupakan media yang dianggap paling efektif dalam
menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif.Hartley (1992)
berpendapat bahwa televisi adalah sebuah usaha kapitalis, alat kontrol
sosial, sekaligus sumber kesenangan yang popular. Hartley mengkritisi
tradisi marxis yang menggunakan pandangan negative terhadap televisi,
yang memadukan ”sayap kiri” dan kritik radikal terhadap medium
dengan penolakan atas kesenangan dalam menonton. Pandangannya
adalah bahwa “yang hegemonic bersifat popular”. Jika kita ingin
memahami hubugan antara khalayak dan televisi, kita harus menerima
bahwa orang-orang memang suka menonton televisi.
Jenis-jenis Program Televisi
Standar Program siaran merupakan panduan tentang batasan apa yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam program siaran, memuat
sejumlah aturan main yang harus dipatuhi pengelolah program
35
penyiaran dalam kegiatan memproduksi jenis-jenis program tertentu
mencakup:
1. Program faktual (informasi)
Jenis program yang termasuk di dalam program factual adalah
program berita, features, documenter, program reality show,
konsultasi on air dengan mengandung antara sumber dan
penelepon, pembahasan melalui diskusi, jajak pendapat, program
editorial, dan program-program sejenis lainnya.
2. Program kuis
Dalam menyiapkan program berisikan kuis dan undian hadiah,
stasiun penyiaran harus mengikuti ketentuan baha program
tersebut harus diselenggrakan dengan adil dan peraturannya harus
diberitahukan secara terbuka dan jelas pada khalayak.
3. Program perbincangan
Program yang berisikan pembicaraan/ pembahasan (program talk
show) mengenai masalah terkait.
4. Program mistik
Program yang bertemukan dunia gaib, paranormal, spiritual
magis.
5. Program asing
Adapun yang dimaksud sebagai program utuh yang diimpor dari
luar negeri, program siaran yang dibuat dalam negeri yang
menggabungkan berbagai materi siaran (klip, berita dan lagu
asing)
36
6. Program pemilu
Siaran pemilihan umum (pemilu) dan Pilkada meliputi siaran
berita sosialisasi pemilihan siaran kampanye tentang pemilihan
dewan perwakilan rakyat, pemilihan presiden dan wakil presiden.
2.2 Teori Khusus yang Berhubungan dengan Topik atau Judul yang Dibahas
2.2.1 Teori Interaksi
Teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori interaksi
memandang kehidupan sosial sebagai suatu proses interaksi. Dengan
demikian, komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah
kendaraan atau alat yang digunakan untuk bertingkah laku dan untuk
memahami serta memberi makna terhadap segala sesuatu di sekitar kita.
Para teoritis di bidang ini memandang komunikasi berfungsi sebagai
perekat atau lem dalam masyarakat. Masyarakat tidak akanada tanpa
komunikasi atau interaksi ini. Struktur sosial seperti organisasi,
kelompok, keluarga dan institusi masyarakat lainnya tidak terjadi dengan
sendirinya (preexist); mereka diciptakan dan dipelihara melalui interaksi.
Kelompok teori interaksi merupakan salah satu teori penting dalam ilmu
komunikasi karena teori ini membuat komunikasi sebagai kekuatan yang
sangat penting dalam kehidupan sosial.
Teori interaksi memandang struktur sosial sebagai produk, bukan penentu
dalam interaksi. Struktur sosial tidak memungkinkan komunikasi untuk
terjadi, namun komunikasi memungkinkan struktur sosial untuk terwujud.
Misalnya, satu keluarga dibentuk berdasarkan bagaimana anggota
37
keluarga itu berkomunikasi.
Fokus perhatian teori ini adalah bagaimana bahasa digunakan untuk
membentuk struktur sosial dan bagaimana bahasa dan sistem simbol
lainnya diproduksi, dipelihara dan diubah selama penggunaannya. Arti
atau makna yang dikirimkan kepada orang lain bukanlah sesuatu yang
bersifat objektif, namun dibentuk selama proses komunikasi berlangsung,
misalnya bagaimana Anda memandang orang tua ditentukan melalui
komunikasi yang dilakukan selama bertahun – tahun dan juga
pembicaraan yang Anda lakukan dengan orang lain mengenai orang tua
Anda itu.
Interaksi akan mengarah pada makna yang dipahami bersama dan
sekaligus memperkuat makna bersama itu. Interaksi juga membangun
berbagai konvensi yang merupakan standar makna dan tindakan, seperti
peraturan, peran orang – orang tertentu, serta norma – norma yang
memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih jauh. Menurut
pandangan teori interaksi ini, makna akan selalu berubah dari waktu ke
waktu, dari satu situasi ke situasi lainnya, dan dari satu kelompok ke
kelompok lainnya, maka begitulah pula pengetahuan. Pengetahuan
menjadibersifat situasional, dengan kata lain, tidak universal.
Dalam teori interaksi ini berfokus pada bagaimana melalui interaksi
orang dapat menilai dan beradaptasi dengan orang lain. Teori ini
mendukung apa yang saya bahas pada skripsi saya, karena dalam
program Infotainment Obsesi dibutuhkan interaksi yang berkelanjutan
antara acara dan mahasiswa, hingga akhirnya dapat mengetahui pengaruh
38
moral apa yang dapat diterima atau ditangkap oleh mahasiswa.
2.2.2 Teori Uses and Gratification
Salah satu teori yang muncul dalam kajian komunikasi massa adalah teori
Uses and Gratifications. Teori ini membahas tentang penggunaan media
massa oleh khalayak aktif. Dengan kata lain, penggunaan media oleh
khalayak diasumsikan sebagai sebuah perilaku aktif dimana khalayak
dengan sadar memilih dan mengkonsumsi media tertentu. McLeod dan
Backer (dalam Baran dan Davis, 2000) menyebutkan bahwa seseorang
berdasarkan ketertarikan masing-masing akan memilih media mana yang
akan dikonsumsinya dan mendapatkan timbal balik berupa pemenuhan
kebutuhan yang diinginkannya.
Ada beberapa asumsi yang mendasari teori ini, baik yang dikemukakan
oleh Katz, Gurevitch dan Hass (!974), Dominick (1996) maupun oleh
McQuail (2005). Asumsi-asumsi dasar tersebut anatara lain adalah ;
1. Khalayak merupakan sekelompok konsumen aktif yang secara sadar
menggunakan media sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan
personal maupun kebutuhan sosial yang diubah menjadi motif-motif
tertentu.
2. Pemilihan media dan isinya merupakan sebuah tindakan yang
beralasan serta memiliki tujuan dan kepuasan tertentu sesuai dengan
inisiatif khalayak.
3. Seluruh faktor yang ada pada formasi khalayak aktif seperti motif,
gratifikasi yang diharapkan dan gratifikasi yang diterima secara
39
prinsip dapat diukur karena khalayak memiliki kesadara diri yang
memadai mengenai penggunaan media, kepentingan dan motivasinya
sehingga dapat menjadi bukti bagi peneliti.
4. Media massa bersaing dengan sumber-sumber lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan audiens.
Menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael
Gurevitch (dalam Rakhmat, 2005), uses and gratifications meneliti asal
mula motif secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan
tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada
pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain),
dan menimbulkan pemenuhan motif dan akibat-akibat lain.
Lebih lanjut William J. Mcguire dalam Jalaludin Rakhmat (2005)
menjelaskan bahwa berdasarkan berbagai aliran dalam psikologi
motivasional ada setidaknya 16 motif.Motif ini terbagi menjadi dua
kelompok besar yakni motif kognitif dan motif afektif. Motif kognitif
terdiri dari konsistensi, atribusi, kategorisasi, otonomi, stimulasi,
teleologis, dan utilitarian sedangkan motif afektif antara lain adalah
reduksitas, ekspresif, egodefensif, penguhan, penonojolan, afiliasi,
identifikasi dan peniruan.
Sebagai makhluk sosial, motif manusia terbentuk dari lingkungan
sosialnya. Lingkungan sosial ini antara lain terdiri dari karakteristik
demografis, kelompok-kelompok sosial yang diikuti dan karakteristik
personal seseorang. Littlejohn (2002) menjelaskan bahwa dalam
perspektif uses and gratifications, khalayak yang dengan sadar memiliki
40
kebutuhan-kebutuhan tertentu berusaha memenuhi kebutuhannya dengan
menggunakan media atau dengan cara lain. Selain sadar dengan
kebutuhan-kebutuhannya, khalayak pun dapat menyadari apakah cara
yang digunakan untuk memenuhi motif-motif ini bisa memuaskannya
atau tidak.
Penelitian tentang teori uses and gratifications sebetulnya sudah dimulai
sejak tahun 1940an ketika para peneliti tertarik untuk mengetahui
mengapa audiens memiliki pola penggunaan media yang berbeda-beda
(Wimmer dan Dominick, 1987). Penelitian tentang uses and
gratifications pada awalnya hanya berupa penelitian deskriptif yang
berusaha untuk mengklasifikasikan respons khalayak terhadap
penggunaan media ke dalam beberapa ketegori (Berelson, Lazarsfeld, &
McPhee, 1954; Katz & Lazarsfeld, 1955; Lazarsfeld, Berelson, &
Gaudet, 1948; Merton, 1949 dalam Ruggerio, 2000).
Wimmer & Dominick (1987) menyebutkan baru pada tahun 1950an
hingga 1960an penelitian uses and gratifications ini lebih menfokuskan
pada identifikasi variabel-variabel psikologis dan sosial yang
diperkirakan sebagai precursors dalam perbedaan pola konsumsi media
massa. Beberapa penelitian pada periode ini,disebutkan oleh Ruggerio
(2000), dilakukan oleh banyak peneliti dengan subyek dan obyek yang
bervariasi. Schramm, Lyle, dan Parker (1961) misalnya meneliti tentang
penggunaan televisi oleh anak-anak yang dipengaruhi oleh perkembangan
mental anak bersangkutan dan hubungannya dengan orangtua dan teman-
temannya. Ruggerio (2000) pun mensitasi penelitian Katz dan Foulkes
41
(1964) dalam mengkonsepsikan penggunaan media massa sebagai
pelarian sedangkan Klapper (1963) menekankan pentingnya menganalisa
efek dari penggunaan media daripada sekedar melabeli motif penggunaan
seperti yang telah dilakukan banyak peneliti sebelumnya. Greenberg and
Dominick (1969) dalam penelitian selanjutnya menyimpulkan bahwa ras
dan kelas sosial berpengaruh pada bagaimana remaja menggunakan
televisi sebagai bahan pelajaran informal.
Selama tahun 1970an penelitian dengan intens menguji motivasi audiens
dan membangun tipologi-tipologi tambahan dalam penggunaan media
untuk memperoleh kepuasan sosial dan psikologis.Hal ini merupakan
jawaban dari kritik-kritik yang disampaikan oleh beberapa ilmuwan
terhadap teori uses and gratifications.
Kritik yang disampaikan oleh Elliott (1974), Swanson (1977), serta
Lometti, Reeves, and Bybee (1977) yang mengungkit bahwa teori uses
and gratifications ini memiliki empat masalah konseptual yakni
ketidakjelasan kerangka konseptual, konsep mayor yang kurang tepat,
penjelasan teori pendukung yang membingungkan dan kegagalan dalam
memperhitungkan persepsi audiens terhadap konten media (Ruggerio,
2000:4). Beberapa contoh penelitian dari periode ini antara lain penelitian
Rosengreen (1974) yang menyatakan bahwan beberapa kebutuhan dasar
beinteraksi dengan karakteristik personal dan lingkungan sosial seseorang
akan menghasilkan beberapa permasalahan dan beberapa solusi. Masalah
dan solusi yang ditimbulkan ini merupakan bagian dari perbedaan motif
untuk pencarian gratifikasi yang muncul dari penggunaan media atau
42
aktivitias lain. Secara bersamaan penggunaan media atau aktivitas lain
dapat menghasilkan gratifikasi (atau non-gratifikasi) yang memiliki efek
terhadap seseorang atau masyarakat yang akhirnya menciptakan proses
yang baru.
Tahun 1980 dan 1990an banyak penelitian yang mulai menganalisa
penemuan-penemuan dari penelitian terpisah dan menganggap bahwa
penggunaan media massa sebagai sebuah komunikasi terintegrasi
sekaligus fenomena sosial (Rubin dalam Ruggerio, 2000:7). Contoh-
contoh yang mendukung penelitian pada tahun-tahun ini adalah penelitian
yang dilakukan Eastman (1979) yang menganalisa hubungan antara
penggunaan media televisi dengan gaya hidup audiens, Ostman and
Jeffers (1980) menguji hubungan antara motivasi penggunaan televisi
dengan gaya hidup khalayak dan genre telvisi untuk mprediksikan
motivasi menonton. Bantz’s (1982) melakukan studi komparatif antara
motivasi penggunaan media secara umum dan menonton program televisi
tertentu.
Pada tahun 1980-an pula Windahl (dalam Ruggerio, 2000:6)
mengemukakan terdapat perbedaan mendasar antara pendekatan efek
secara tradisional dan pendekatan teori uses and gratifications dimana
penelitian tentang efek sebelumnya selalu berangkat dari perspektif
media massa, namun pada penelitian uses and gratifications peneliti
berangkat dari perspektif khalayak. Windahl percaya untuk
menggabungkan dua pendekatan ini dengan mencari persamaan dari
keduanya dan menamai penggabungan ini dengan istiah
43
conseffects.Berbeda dengan Webster dan Wakshlag (dalam
Ruggerio:2000) yang berupaya untuk meningkatkan validitas dari
determinan struktural dengan cara menggabungkan perbedaan perspektif
antara uses and gratifiactions dengan model pemilihan. Pendekatan ini
melihat perubahan antara struktur program, pilihan konten media dan
kondisi menonton dalam proses pemilihan program. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Dobos yang menggunakan model uses and gratifications
untuk mengamati kepuasan penggunaan dan pemilihan media dalam
sebuah organisasi yang dapat mempredikasikan pemilihan saluran
telvisi dan kepuasan dengan teknologi komunikasi tertentu.
Tidak bisa dipungkiri dengan adanya perkembangan baru teknologi yang
menyuguhkan khalayak dengan banyaknya pilihan media, analisa
motivasi dan kepuasan menjadi komponen yang paling krusial dalam
penelitian khalayak (Ruggerio, 2000). Setiap kali teknologi komunikasi
baru tumbuh, dalam hal ini komunikasi massa, para peneliti kemudian
berlomba-lomba untuk mengaplikasikan pendekatan uses and
geratifications ini terhadap medium baru tersebut.Contohnya adalah
Donohew, Palmgreen, and Rayburn (1987) yang mengeksplorasi
bagaimana kebutuhan untuk beraktivasi berkorelasi dengan faktor-faktor
sosial dan psikologis yang berdampak pada gratifikasi yang didapatkan
oleh pemirsa televisi kabel. Walker and Bellamy (1991) meneliti tentang
hubungan antara penggunaan pengendali televise jarak jauh dengan
ketertaikan audiesn terhadap program tertentu. Lin (1993) melakukan
studi untuk mengetahui jika kepuasaan penggunaan VCR, frekuensi dan
44
durasi penggunaan VCR dan komunikasi antarpersonal tentang VCR
berhubungan dengan tiga fungsi VCR yakni hiburan, teknologi pengganti
televisi dan utilitas sosial. Jacobs (1995) menguji hubungan antara
karakteristik sosiodemografis khalayak dan kepuasan menonton pada
pemirsa televise kabel. Perse dan Dunn (1998) meneliti tentang
penggunaan computer dan bagaimana kepemilikan CD-Rom dan fasilitas
internet dapat berpenganruh tentang kegunaan komputer. Matthias
Rickes, Christian von Criegern, Sven Jöckel (2006) meneliti tentang
gratifikasi yang didapatkan dari penggunaan situs-situs internet.
Benang merah tentang penerapan teori uses and gratifications dalam
media ini diungkapkan oleh Williams, Phillips, & Lum pada tahun 1985
(dalam Ruggerio, 2000) bahwa setiap peneliti ingin mengetahui apakah
media baru dapat memenuhi kebutuhan khalayak yang sama dengan
media konvesional yang telah diuji sebelumnya. Ruggerio (2000) sendiri
menganggap bahwa dengan banyak pilihan media di masyarakat maka
perlu diteliti alasan khalayak untuk terus mengkonsumsi media tertentu
dan gratifikasi apa yang mereka dapatkan dari penggunaan media
tersebut.
2.2.3 Teori Infotainment
Jika kita cermati tampaknya tayangan-tayangan infotainment yang
mengklaim sebagai sebuah produk jurnalisme seringkali berorientasi
bukan pada efek yang timbul dalam masyarakat tetapi produk komersial
tersebut apakah mampu terjual dan mempunyai nilai ekonomis atau tidak,
45
sehingga tidak memperhatikan apa manfaatnya bagi pemirsa ketika
menginformasikan adegan ”syur” Mayangsari – Bambang Soeharto,
exploitasi kawin cerai para selebritis, konflik, gaya hidup, serta
kebohongan publik yang kerap digembar-gemborkan oleh kalangan
selebritis.
Fenomena ini menandakan satu permasalahan di dalam kehidupan nilai-
nilai ”filosofis” televisi di Indonesia. Televisi Indonesia semakin hari
semakin memperlihatkan kecenderungan mencampuradukan berita dan
hiburan melalui format tayangan ”infotainment”. Kebergunaan berita
menjadi berkurang bahkan menyimpang. Hal ini disebabkan di antaranya
oleh tekanan pasar yang makin meningkat.
1. Kerangka Teoritis
Louis O. Katsoff dalam bukunya ”Elements of Philosophy”
menyatakan bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu
suatu jenis pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala
sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu
dengan gagasan yang lainnya, menanyakan ”mengapa”’ mencari
jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada pandangan mata.
Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keutuhan, dan
keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman.
Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak
mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan
hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam
bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada pemahaman
46
&pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Tiga
bidang kajian filsafat ilmu adalah epistemologis, ontologis, dan
oksiologis. Ketiga bidang filsafat ini merupakan pilar utama bangunan
filsafat.
Epistemologi: merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat,
metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan
kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi
pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan
yang diperoleh dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah.
Medode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang & mapan, sistematis & logis.
Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih
sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu
pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi
sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan
terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi
ilmu sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan.
Aksiologis: adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti
etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis,
merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai)
Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini
adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai
teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi
dilakukan dan apa bentuk teorinya. ”Metatori adalah teori tentang
47
teori” pelbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970 –an
mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan
paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah
knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah
eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah
kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan sosial.
Pembahasan ; Berita infotainment dalam kajian filosofis. Kajian ini
akan meneropong lingkup persoalan di dalam disiplin jurnalisme,
sebagai sebuah bahasan dari keilmuan komunikasi, yang telah
mengalami degradasi bias tertentu dari sisi epistemologis, ontologis
bahkan aksiologisnya terutama dalam penyajian berita infotainment di
televisi.
2. Kajian Aspek Epistemologis:
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti
dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan
fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa
kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk
penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–
kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30)
mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai
pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat,
seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu
kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari ”The Quality of
News” dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di
48
dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala
mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara
memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita
infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang
matang, mapan, sistematis & logis.
3. Kajian Aspek Ontologis
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju
pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena
tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada
abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan
audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang
sensasional, skandal seks, hal-hal, yang menegangkan dan pemujaan
kaum selebritis ditandai dengan reputasi James Callender lewat
pembeberan petualangan seks, para pendiri Amerika Serikat, Alexande
Hamilton & Thomas Jeferson merupakan karya elaborasi antara fakta
dan desus-desus. Tahun itu pula merupakan masa kejayaan William
Rudolf Hearst dan Joseph Pulitzer yang dianggap sebagai dewa-dewa
”Jurnalisme kuning.”
Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi
berita hebohnya perselingkuhan Presiden Amerika ”Bill Clinton-
Lewinsky”. Sejak saat itu seakan telah menjadi karakteristik pada
banyak jaringan TV di dunia. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan
terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat
itu) banyak surat kabar–surat kabar kuning muncul & diwarnai dengan
49
antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto
menerbitkan Monitor semakin membuat semarak ”Jurnalisme kuning
di Indonesia”. Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-
lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki
kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan
mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika
tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya
juga ikut-ikut menayangkan acara gosip. Dari sinilah cikal bakal
infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal
yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada
realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating
tinggi (public share tinggi)
4. Kajian pada aspek aksiologis
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada
hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan
menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis
jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan
harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika
infotainment telah salah langkah mencoba untuk ”menyaingkan”
antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu
berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang
dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.
Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi
mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga
50
begitu mengabaikan kepentingan masyarakat.Hal itulah yang terjadi
dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang
semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating
dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.
51
2.3 Kerangka Pemikiran
Komunikasi Massa
Media Massa
Media Elektronik
Media Televisi
Program Infotainment
Infotainment Obsesi
(Global TV)
Pengaruh Kepada Perilaku
Mahasiswa