15
22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar yang digunakan didalam penelitian. Dasar Teori terdiri dari konsep wireline log, konsep dasar seismik, konsep sesar, dan konsep analisis sekatan sesar. 3.1. Wireline Log Wireline log adalah suatu metode logging yang dilaksanakan setelah pemboran selesai. Logging harus segera dilaksanakan setelah pemboran selesai karena filtrat lumpur yang masih tertinggal pada lubang pemboran dapat mempengaruhi kondisi formasi. Hasil logging berupa rekaman data bawah permukaan yang disajikan dalam bentuk kurva log. Dalam penelitian ini digunakan log Gamma Ray, log Resistivity, dan log Sonic. Dari ketiga jenis log tersebut maka log Gamma Ray merupakan jenis log terbaik untuk interpretasi litologi sedimen klastik. Log Gamma Ray adalah log yang menunjukkan intensitas sinar radioaktif yang dipancarkan oleh suatu lapisan batuan. Kandungan radioaktif terbesar terdapat di lapisan serpih dan yang paling sedikit terdapat di lapisan batupasir, sehingga dari kurva log Gamma Ray ini dapat dibedakan antara lapisan batupasir dan serpih. Persamaan untuk menghitung Vsh dari log GR (Alberty, 1993) sebagai berikut : Secara kualitatif kandungan radioaktif besar akan ditunjukkan oleh defleksi kurva ke kanan sedangkan untuk kandungan radioaktif kecil akan ditunjukkan oleh defleksi kurva ke kiri. Log Resistivity merupakan salah satu jenis log listrik yang mengukur sifat resistivitas/tahanan jenis dari lapisan. Prinsip dasarnya adalah kemampuan batuan dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan yang mengandung minyak, air tawar dan gas biasanya bersifat isolator, sedangkan lapisan batuan yang mengandung air asin akan bersifat konduktor. Log Resistivity lebih tepat digunakan untuk mengetahui kandungan fluida pada suatu lapisan batuan. ............................... (1)

BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

  • Upload
    vonhi

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

22

BAB III

DASAR TEORI

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar yang

digunakan didalam penelitian. Dasar Teori terdiri dari konsep wireline log, konsep

dasar seismik, konsep sesar, dan konsep analisis sekatan sesar.

3.1. Wireline Log

Wireline log adalah suatu metode logging yang dilaksanakan setelah

pemboran selesai. Logging harus segera dilaksanakan setelah pemboran selesai karena

filtrat lumpur yang masih tertinggal pada lubang pemboran dapat mempengaruhi

kondisi formasi. Hasil logging berupa rekaman data bawah permukaan yang disajikan

dalam bentuk kurva log.

Dalam penelitian ini digunakan log Gamma Ray, log Resistivity, dan log

Sonic. Dari ketiga jenis log tersebut maka log Gamma Ray merupakan jenis log

terbaik untuk interpretasi litologi sedimen klastik.

Log Gamma Ray adalah log yang menunjukkan intensitas sinar radioaktif

yang dipancarkan oleh suatu lapisan batuan. Kandungan radioaktif terbesar terdapat di

lapisan serpih dan yang paling sedikit terdapat di lapisan batupasir, sehingga dari

kurva log Gamma Ray ini dapat dibedakan antara lapisan batupasir dan serpih.

Persamaan untuk menghitung Vsh dari log GR (Alberty, 1993) sebagai berikut :

Secara kualitatif kandungan radioaktif besar akan ditunjukkan oleh defleksi

kurva ke kanan sedangkan untuk kandungan radioaktif kecil akan ditunjukkan oleh

defleksi kurva ke kiri.

Log Resistivity merupakan salah satu jenis log listrik yang mengukur sifat

resistivitas/tahanan jenis dari lapisan. Prinsip dasarnya adalah kemampuan batuan

dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan yang mengandung minyak, air tawar dan

gas biasanya bersifat isolator, sedangkan lapisan batuan yang mengandung air asin

akan bersifat konduktor. Log Resistivity lebih tepat digunakan untuk mengetahui

kandungan fluida pada suatu lapisan batuan.

............................... (1)

Page 2: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

23

Sedangkan log sonic adalah log yang mengukur waktu tempuh gelombang

bunyi pada suatu jarak tertentu di dalam lapisan batuan. Keadaan ini tergantung dari

jenis dan besarnya porositas batuan beserta kandungan fluidanya. Makin besar waktu

tempuh gelombang maka harga porositas batuan akan bertambah besar. Log sonic

digunakan untuk membedakan antara lapisan batuan yang porous dan permeabel.

3.2. Seismik

Metode seismik merupakan metode yang biasa dilakukan oleh setiap

perusahan minyak baik dalam kegiatan eksplorasi maupun pengembangan produksi.

Prinsip dasar metode seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang

ditimbulkan oleh sumber getaran dari permukaan bumi ke dalam bumi, kemudian

dipantulkan oleh bidang ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang

batas antara dua lapisan yang mempunyai kontras impedansi akustik ke permukaan.

Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah impedansi akustik (IA)

yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan (V), dengan

persamaan:

Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksudkan adalah kecepatan dan massa

jenis batuan penyusun lapisan bumi, dimana hubungan antar keduanya dapat

dinyatakan sebagai berikut:

dimana, R = koefisien refleksi

ρ = massa jenis batuan (kg/m3)

V = kecepatan rambat (m/detik2)

ρV = impedansi akustik (kg.m/detik2)

T = koefisien transmisi

Waktu merambatnya gelombang dari sumber ledakan kemudian dipantulkan

kembali oleh bidang reflektor disebut Two Way Time (TWT). Sebagian energi yang

dipantulkan tesebut akan diterima oleh serangkaian detektor (geofon), yang kemudian

akan direkam dalam suatu magnetic tape. Parameter yang direkam adalah waktu

penjalaran gelombang seismik dari sumber menuju detektor.

V IA ρ= ............................... (2)

11221122 / VVVVR ρρρρ +−= RT −= 1 ............................... (3) dan

Page 3: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

24

3.2.1 Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well Seismic Tie)

Untuk meletakan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman

sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya

yang umumnya diplot dalam skala kedalaman, maka perlu dilakukan well seismic tie.

Teknik yang dapat dilakukan dalam pengikatan ini yaitu dengan pembuatan

seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan yang disebut velocity seismic profile

atau check shot survey (Sukmono, 1999). Dalam penelitian kali ini data check shot

survey digunakan untuk mendapatkan persamaan matematika dari kurva kedalaman-

waktu, yang digunakan untuk mengkonversi data waktu menjadi kedalaman.

3.2.2 Picking Horizon dan Sesar

Identifikasi pantulan (picking) biasanya disebut sebagai kemampuan untuk

mengidentifikasi lapisan batuan pada penampang seismik yang biasa disebut top

formasi. Secara definisi horison adalah suatu slice sepanjang permukaan suatu bidang.

Apabila pada saat menelusuri suatu horison kemudian tiba-tiba kenampakan horison

tersebut tidak jelas, maka untuk meneruskannya dengan mengikuti horison lain yang

berdekatan dan sejajar dengan horison tersebut.

Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada

dasarnya adalah menginterpretasikan keberadaan struktur patahan pada penampang

seismik. Penentuan indikasi sesar dicirikan oleh kriteria sebagai berikut:

Diskontinuitas horizon atau meloncatnya (dislokasi) kemenerusan

refleksi horizontal secara tiba-tiba.

Perubahan sudut horizon secara mendadak.

Terjadinya penebalan atau penipisan lapisan antara dua horizon.

“Fault Shadow”, yaitu rusaknya data di daerah (zona) tersesarkan.

Kuat atau lemahnya refleksi karena perbedaan densitas pada blok

patahan.

3.2.3. Pemetaan Bawah Permukaan

Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk maupun

kondisi geologi bawah permukaan dan menjadi dasar dalam suatu kegiatan eksplorasi

hidrokarbon, mulai dari awal hingga pengembangan lapangannya. Peta bawah

permukaan mempunyai sifat yang kuantitatif dan dinamis. Kuantitatif artinya peta

menggambarkan suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang nilainya sama,

Page 4: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

25

sedangkan dinamis artinya kebenaran peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode,

tetapi dinilai berdasarkan data yang ada. Semakin banyak data akan semakin baik,

sehingga peta akan berubah menurut waktu dan tempat (Tearpock dan Bischke,

1991).

Perlu disadari bahwa peta bawah permukaan merupakan hasil interpretasi

geologi dan geofisika yang bergantung pada keterbatasan data, teknik pelaksanaan,

imajinasi yang kreatif, kemampuan visual tiga dimensi, dan pengalaman. Data-data

yang dipakai untuk interpretasi tersebut antara lain wireline log, core dan seismik.

3.3. Sesar

Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergesran pada

bidang rekahnya. Sesar merupakan patahan/rekahan tunggal atau suatu zona pecahan

pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang cukup besar, parallel

terhadap zona rekahan atau zona pecahan tersebut. Selain itu sesar juga berarti

bergesernya struktur batuan yang slip satu sama lain di sepanjang bidang atau zona

rekahan.

(a) (b) Gambar 3.1. Sesar(a) dan kekar (b) (modifikasi dari Sapiie dan Harsolumakso, 2002)

Istilah kekar memiliki arti yang berbeda dengan sesar, walaupun merupakan

patahan atau rekahan, namun dari mekanisme pembentukannya berbeda dengan sesar.

Walaupun kekar ini dapat memperlihatkan pergerakan yang cukup besar namun tidak

memperlihatkan kesejajaran, atau kekar ini tidak menghasilkan pergerakan pada

strukturnya.

Sistem patahan dapat menghasilkan pergerakan mendatar, tegak dan berputar

dalam kerak bumi. Pada umumnya patahan mengalami beberapa kali peristiwa

deformasi yang teraktifkan kembali dalam model tektonik berbeda. Dibawah ini

adalah beberapa aspek sistem patahan, yaitu:

Page 5: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

26

Patahan adalah struktur dinamik yang berkembang dalam sisi ruang dan

waktu.

Pada umumnya patahan terjadi dalam sistem yang berhubungan. Hubungan ini

biasanya diikuti aturan geometri dan mekanika yang memperbolehkansistem

patahan untuk membentuk pola karakteristikyang dapat dikenali.

Deformasi dapat terjadi apabila keseimbangan patahan yang rapuh (brittle

faulting) dipermukaan kerak bumi dengan deformasi plastik dibawah kerak

plastik dibawah kerak bumi. Kejadian keterkaitan antara atas dan bawah kerak

tergantung atas rezim tektonik. Konsep keseimbangan belahan ini merupakan

aspek penting dalam menganalisa terrane yang terpatahkan.

Kebanyakan patahan permukaannya tidak bidang datar yang sederhana tetapi

memperlihatkan bentuk yang komplek dilihat dalam tiga dimensi. Perubahaan

dalam bentuk patahan mesti menyebabkan perlunya pandangan secara

geometri untuk mengakomodasi struktur dalam bagian hangingwall yang telah

bergerak sepanjang variabel permukaan patahan

3.3.1. Unsur-Unsur Pada Struktur Sesar

Untuk mengetahui klasifikasi patahan, maka sebelumnya kita harus mengenal

unsur-unsur patahan. Unsur-unsur dan istilah penting struktur patahan yang dapat

dikenali pada penampang seismik dapat dibagi menjadi (Gambar 3.2):

• Bidang sesar: bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang kedudukannya

dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.

• Hangingwall: bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.

• Footwall: bagian terpatahkan yang berada dibawah bidang sesar.

• Throw: komponen vertikal dari slip/separation diukur pada bidang vertikal yang

tegaklurus bidang patahan

• Heave: Komponen horizontal dari slip/separation diukur pada bidang vertikal yang

tegak lurus jurus patahan.

• Slip: pergeseran relatif sebenarnya.

• Separation: pergeseran relatif semu.

Page 6: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

27

Gambar 3.2. Komponen geometri pada bidang sesar (Twiss dan Moore, 1992)

3.3.2. Tipe dan Klasifikasi Sesar

Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami

pergeseran melalui bidang rekahnya. Sifat pergeserannya dapat bermacam – macam:

mendatar, miring (oblique), naik dan turun. Didalam mempelajari struktur sesar,

disamping geometrinya yaitu bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting juga

untuk diketahui adalah mekanisme pergerakannya. Salah satu klasifikasi sesar yang

umum digunakan adalah klasifikasi Anderson (1951) yang membagi sesar mengikuti

prinsip tegasan utama (σ1, σ2, σ3) (Gambar3.3).

Page 7: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

28

Gambar 3.3. Klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (Davis dan Reynolds, 1996)

Sesar normal (normal fault) ialah sesar dimana pegeseran kearah kemiringan

bidang adalah dominan dan bagian hangingwall bergerak relatif turun dibandingkan

bagian footwall. Sesar ini terbentuk saat tegasan utama yang terbesar berada pada

posisi vertikal, sedangkan tegasan utama yang terkecil berada pada posisi horizontal.

Sesar normal merupakan jenis sesar yang paling sering dijumpai pada kebanyakan

cekungan. Dilihat dari mekanisme pembentukannya kemungkinan sesar ini tidak

bertindak sebagai penyekat, melainkan sebagai jalur mengalirnya fluida, karena

mekanismenya yang meregang (ekstensional).

Sesar naik (reverse fault) mempunyai pergeseran dominan searah kemiringan

dimana blok hangingwall relatif bergeser kearah atas dibandingkan dengan blok

footwall. Sesar terbentuk berkebalikan dengan sesar normal, dimana tegasan utama

Page 8: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

29

terbesarnya berada pada posisi horizontal, sedangkan tegasan utama terkecilnya

berada pada arah vertikal. Dilihat dari mekanisme pembentukannya, maka sesar ini

kemungkinan bertindak sebagai penyekat karena mekanisme pembentukannya yang

relatif menekan (compressional). Sesar naik sudut rendah sering disebut sebagai sesar

anjak untuk membedakan dengan sesar naik sudut tinggi.

Sedangkan sesar mendatar (strike-slip fault) mempunyai pergeseran dominan

searah jurus bidang sesar. Pembentukan sesar ini akibat dari tegasan utama

terbesarnya yang berada pada posisi horizontal begitu pun dengan tegasan utama

terkecilnya. Struktur yang terbentuk akibat dari sesar mendatar ini lebih bervariasi

dibandingkan dengan struktur yang dibentuk oleh sesar lain. Sering terjadi lipatan,

sesar normal, naik dan anjak berasosiasi dengan sesar mendatar ini. Namun secara

umum sesar ini dapat membentuk cekungan (pull-apart basin) dan tinggian (pop-up).

(a) (b) Gambar 3.4. Sesar mendatar, pull-apart basin (a), pop-up (b) (modifikasi dari Sapiie dan

Harsolumakso, 2002)

Seperti halnya struktur bidang yang lain, klasifikasi sesar pun bisa dilihat dari

sudut yang dibentuk bidang sesar tersebut dengan bidang horizontal. Sesar yang

memiliki kemiringan lebih besar dari 45o maka disebut sebagai high-angle fault,

sedangkan sesar yang memiliki kemiringan kurang dari 45o maka disebut low-angle

fault.

Page 9: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

30

Gambar 3.5. Klasifikasi sesar berdasarkan kemiringannya (modifikasi dari Sapiie dan Harsolumakso,

2002)

3.3.3. Tegangan dan Regangan

Tegangan (stress) dan regangan (strain) merupakan konsep fundamental dalam

struktur geologi. Menurut Peacock dan Marrett (1999), regangan merupakan

perpindahan relatif yang berhubungan dengan pembentukan struktur dan dapat

diterangkan secara spesifik oleh penggambaran geometri tanpa harus melihat

dinamika prosesnya. Sedangkan tegangan adalah gaya yang bekerja selama

pembentukan dan tidak dapat dipahami tanpa mengacu kepada analisis kinematik dan

observasi geometrinya.

Tegangan (stress) secara matematis dapat didefenisikan sebagai satuan

gaya/luas area (F/A) sedangkan regangan (strain) sebagai pertambahan panjang suatu

benda dibandingkan keadaan awal (ΔL/L). Menurut Peacock dan Marrett, tegangan

dan regangan tidak memiliki hubungan sebab akibat langsung, analisa struktur pada

fase geometri/kinematik lebih bersifat deskriptif dan analisa fase dinamik lebih

bersifat genetik.

3.4. Sekatan Sesar (Fault Seal)

Struktur dan komposisi dari zona sesar sangat bervariasi. Sifat dasar dari zona

sesar sangat bervariasi sepanjang dari permukaan sesar, tergantung pada tipe dan

jumlah litologi yang muncul. Torehan (smear) mungkin signifikan pada beberapa

permukaan sesar tapi cataclasis gouge bisa berkembang dimana lapisan serpih absen.

Sekatan (seal) adalah kandungan lempung yang menjadi kontrol utama dalam

perilaku sekatan sesar dalam sekuen klastik campuran (Gambar 3.6). Sekatan bisa

dikatakan sebagai sekatan membran atau sebagai sekatan hidrolik, tergantung dari

model kegagalan sekatannya (Watts,1987). Kontrol dominan pada kegagalan sekatan

membran adalah tekanan masukan kapiler dari batuan sekatan, yang mana tekanan

tersebut merupakan tekanan yang dibutuhkan oleh hidrokarbon untuk memasuki

Page 10: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

31

interkoneksi saluran pori (pore throat) yang terbesar dari sekatan (seal). Saat tekanan

masukan telah melewati kekuatan batuan dalam cara untuk menerobos sekatan,

sekatan bisa dikatakan sebagai sekatan hidrolik.

Gambar 3.6. Zona sesar di bawah permukaan bumi (Dee, 2005)

3.4.1. Mekanisme Sekatan (Sealing) Sesar

Terdapat beberapa mekanisme yang bisa menunjukan bahwa sebuah sesar

dapat bersifat sebagai penyekat (seal), yaitu :

• Posisi Kesehadapan (Juxtaposition), dimana lapisan reservoar berhadapan dengan

lapisan dengan permeabilitas rendah, serta tekanan masukan yang tinggi. Posisi

kesehadapan dari setiap litologi ini bisa dilihat dengan menggambarkan setiap

unit litologi pada bidang sesar baik itu pada bidang hangingwall maupun pada

bidang footwall (Gambar 3.7).

f

Gambar 3.7. Posisi kesehadapan dari unit litologi pada bidang sesar (Knipe, 1997)

Page 11: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

32

• Torehan Lempung (clay smears), yaitu masuknya hancuran lempung atau serpih

ke dalam zona sesar, sehingga menyebabkan sesar tersebut memiliki tekanan

masukan yang tinggi.

• Kataklastik, yaitu hancuran butiran pasir yang menghasilkan material sesar (fault

gouge) dengan ukuran yang lebih halus, masuk ke dalam zona sesar, sehingga

menyebabkan sesar tersebut memiliki tekanan masukan yang tinggi (mengurangi

geometri dari saluran pori).

• Diagenesis/Mineralisasi/Alterasi, dimana sementasi pada bidang sesar yang

awalnya memiliki permebilitas yang baik akhirnya akan menghilangkan porositas

pada bidang sesar tersebut, baik sebagian atau seluruhnya. Akhirnya membentuk

penyekat hidraulik. Bidang sesar yang dilalui fluida sangat mungkin terjadi

pembentukan mineral autigenik yang akan mengurangi porositas dari bidang

sesar tersebut, selain itu seiring berjalannya fluida itu akan bernteraksi dengan

batuan sampingnya dan akan menghasilkan presipitasi dari mineral sekunder dan

akhirnya membuat bidang sesar tersebut memiliki tekanan masukan yang tinggi.

Kemungkinan sifat sesar juga dapat dilihat dari kondisi ataupun posisi dari

sesar, litologi, dan kontak fluida yang dihasilkan (Gambar 3.8). Selain keempat hal di

atas ada juga beberapa hal yang mempengaruhi sifat sekat dari suatu sesar,

diantaranya :

• Orientasi dari sesar, contohnya sesar naik akan bersifat relatif sebagai penyekat

dibandingkan dengan sesar normal.

• Litologi dari daerah sekitar zona sesar, jika litologi dominannya adalah lempung,

maka sesar tersebut akan lebih sekat disbanding daerah yang berlitologi dominan

pasir.

• Kedalaman pembebanan (burial depth), akan mempengaruhi tipe dari mekanisme

pensesaran.

• Waktu atau umur dari proses pensesaran tersebut, hal ini akan mempengaruhi

perkembangan dari torehan lempung (clay smears) di dalam bidang sesar itu

sendiri.

Page 12: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

33

Gambar 3.8. Hipotesis hubungan antara sesar – litologi – kontak fluida (Smith, 1980)

3.4.2. Algoritma Sekatan Sesar

Menurut Knipe (1997) batuan yang kaya akan lempung cenderung membentuk

sekatan yang lebih baik, karena memiliki ukuan butir yang lebih halus sehingga

memiliki lubang pori yang lebih kecil. Menurut Yielding et al. (1997), bahwa

pembentukan material dalam zona sesar itu berkaitan erat dengan gesekan jenis

litologi yang berbeda.

Page 13: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

34

Ada beberapa metoda yang digunakan untuk melakukan pendekatan sifat

sekatan material di dalam zona sesar, diantaranya :

• Clay Smear Potential (CSP)

Clay Smear Potential ditetapkan untuk mewakili jumlah relatif dari lempung

yang ada pada bidang sesar (Bouvier et al., 1989 op. cit. Yielding et al., 1997). Nilai

dari CSP ini akan bertambah seiring dengan makin tebalnya lapisan batulempung dan

semakin banyaknya lapisan batulempung yang melewati titik tempat dilakukannya

perhitungan CSP pada bidang sesar. Sedangkan nilai CSP ini akan berkurang seiring

dengan semakin besarnya pergeseran (throw) dari sesar tersebut (Gambar 20).

• Smear Factor (SF)

Yielding et al. berpendapat bahwa Clay Smear Potential itu tidak dapat

digunakan apabila jarak yang dimaksud memiliki dimensi yang luas. Sehingga

Yielding at al. (1997) mengusulkan bahwa CSP ini adalah salah satu contoh

perhitungan Smear Factor yang umum, dimana dengan menambahkan komponen “n”

pada ketebalan lapisan dan komponen “m” pada jarak, sebagai variabel tambahan

yang dapat diambil dari percobaan dan studi pengamatan (Gambar 3.10).

Gambar 3.9. Clay Smear Potential (Yielding et al., 1997)

Gambar 3.10. Smear Factor (Yielding et al., 1997)

..... (4)

..... (5)

Page 14: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

35

• Shale Smear Factor (SSF)

Lindsay et al. (1993 op. cit. Yielding et al., 1997) mengusulkan metoda ini

untuk menentukan kemenerusan dari Shale Smear pada bidang sesar (Gambar 3.11).

• Shale Gouge Ratio (SGR)

SGR adalah perkiraan perbandingan masuknya material halus yang bersifat

impermeabel dari batuan samping ke dalam bidang patahan terhadap kandungan

lempung dari batuan samping tersebut. Yielding et al. (1997) membuat dua persamaan

untuk menghitung SGR ini, persamaan pertama hanya melibatkan lapisan

impermeabel di sepanjang interval pergeseran, sedangkan persamaan yang kedua

melibatkan seluruh lapisan di sepanjang interval pergeseran, dengan

mempertimbangkan kandungan lempung dari setiap lapisan tersebut (Gambar 3.12).

Gambar 3.12. Shale Gouge Ratio (Yielding et al., 1997)

Gambar 3.11. Shale Smear Factor (Yielding et al., 1997)

..... (6)

... (7) ... (8)

Page 15: BAB III DASAR TEORI 3.1. Wireline Logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar

36

Dari penjabaran metoda di atas maka untuk CSP, SF, dan SSF hanya

mempertimbangkan faktor ketebalan lapisan impermeabel dan besarnya pergeseran,

tanpa mempertimbangkan hadirnya lapisan semi-impermeabel. Dari beberapa studi

yang dilakukan, menunjukan bahwa SGR ini lebih baik jika dibandingkan dengan

CSP, SF, dan SSF. Data yang dibutuhkan dalam SGR ini lebih flexibel dibandingkan

dengan metoda yang lain, dimana SGR ini bisa menggunakan kandungan lempung

dari suatu lapisan atau kandungan lempung rata-rata dari suatu zona.

Prosentase dari SGR dapat digunakan untuk memperkirakan sifat dari sesar.

Nilai SGR yang kecil menunjukkan kandungan lempung yang relatif sedikit, sehingga

kemungkinan sesar tersebut bersifat bocor (leaking). Sedangkan nilai SGR yang tinggi

menunjukkan kandungan lempung yang relatif banyak, maka kemungkinan sesar

tersebut bersifat sebagai penyekat (sealing). Yielding et al. (1997) memberikan batas

untuk nilai SGR berkaitan dengan sifat sesar, batas prosentase nilai SGR ini berkisar

antara 15%-20%. Nilai prosentase SGR yang kurang dari 15% kemungkinan sesar

tersebut bersifat bocor (leaking), sedangkan nilai prosentase SGR yang lebih dari 20%

kemungkinan sesar tersebut bersifat sebagai penyekat (sealing). Namun batas dari

prosentase SGR ini bisa berubah tergantung dari kondisi geologi suatu daerah. Pada

Gambar 3.13 dibawah ini memperlihatkan prediksi komposisi zona sesar dengan

algoritma perhitungan SGR dan analoginya dengan singkapan dilapangan dan data

core.

Gambar 3.13. Prediksi komposisi zona sesar dengan algoritma perhitungan SGR dan analoginya

dengan singkapan dilapangan dan data core (Dee, 2005)