41
6 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Kebutuhan Dasar 1. Defisi Rasa Aman Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak diharapkan karena dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah suatu keadaan aman dan tenteram. Keselamatan dan keamanan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Tujuan dari pelayanan keperawatan sesungguhnya adalah menjamin keadaan pasien, keluarga, dan pemberi pelayanan kesehatan atau perawat terhindar dari risiko keselamatan dan keamanan (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Kebutuhan rasa aman juga diartikan sebagai adalah kondisi yang membuat seseorang merasa aman dan ada kaitannya dengan kepastian untuk hidup bebas dari ancaman bahaya (Maryam, 2013). Hersey dan Blanchard (1977) mendefinisikan kebutuhan- kebutuhan keselamatan sebagai pelibatan dengan pemeliharaan diri. Perlindungan terhadap trauma fisik dalam lingkungan adalah suatu kebutuhan keselamatan. Douglass (1980) mengartikan sebagai kebebasan dari situasi penuh tekanan yang terus menerus (Maryam, 2013). 3. Jenis Kebutuhan Kebutuhan rasa aman dan keselamatan seperti yang dikembangkan oleh Khalish (1973) dalam Tarwoto dan Wartonah (2015) terdiri dari: 1) Bebas dari bahaya yang disebabkan oleh penyakit. 2) Bebas dari rasa takut. 3) Bebas dari bahan-bahan kimia. 4) Bebas dari bahaya-bahaya yang mengancam tubuh. 5) Bebas dari ancaman psikologis. 6) Bebas dari bahaya-bahaya yang disebabkan oleh suhu.

BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

6

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Kebutuhan Dasar

1. Defisi Rasa Aman

Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang

terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan merupakan

kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak diharapkan karena dapat

menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah suatu keadaan aman

dan tenteram. Keselamatan dan keamanan merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan. Tujuan dari pelayanan keperawatan sesungguhnya

adalah menjamin keadaan pasien, keluarga, dan pemberi pelayanan

kesehatan atau perawat terhindar dari risiko keselamatan dan keamanan

(Tarwoto dan Wartonah, 2015).

Kebutuhan rasa aman juga diartikan sebagai adalah kondisi yang

membuat seseorang merasa aman dan ada kaitannya dengan kepastian

untuk hidup bebas dari ancaman bahaya (Maryam, 2013).

Hersey dan Blanchard (1977) mendefinisikan kebutuhan-

kebutuhan keselamatan sebagai pelibatan dengan pemeliharaan diri.

Perlindungan terhadap trauma fisik dalam lingkungan adalah suatu

kebutuhan keselamatan. Douglass (1980) mengartikan sebagai kebebasan

dari situasi penuh tekanan yang terus menerus (Maryam, 2013).

3. Jenis Kebutuhan

Kebutuhan rasa aman dan keselamatan seperti yang dikembangkan oleh

Khalish (1973) dalam Tarwoto dan Wartonah (2015) terdiri dari:

1) Bebas dari bahaya yang disebabkan oleh penyakit.

2) Bebas dari rasa takut.

3) Bebas dari bahan-bahan kimia.

4) Bebas dari bahaya-bahaya yang mengancam tubuh.

5) Bebas dari ancaman psikologis.

6) Bebas dari bahaya-bahaya yang disebabkan oleh suhu.

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

7

4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Rasa Aman

a. Usia

Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa

yang dilakukan. Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh

atau kerapuhan tulang.

b. Tingkat kesadaran

Pada pasien koma, menurunnya respons terhadap rangsang, paralisis,

disorientasi, dan kurang tidur.

c. Emosi

Emosi seperti kecemasan, depresi, dan marah akan mudah sekali

terjadi dan berpengaruh terhadap masalah keselamatan dan keamanan.

d. Status mobilisasi

Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran

menurun memudahkan terjadinya risiko injuri atau gangguan

integritas kulit.

e. Gangguan persepsi sensori

Kerusakan sensori akan memengaruhi adaptasi terhadap rangsangan

yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.

f. Informasi/komunikasi

Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca

menimbulkan kecelakaan.

g. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional

Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.

h. Keadaan imunitas

Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang

sehingga mudah terserang penyakit.

i. Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih

Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu

penyakit.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

8

j. Status nutrisi

Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan

mudah terserang penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi

berisiko terhadap penyakit tertentu.

k. Tingkat pengetahuan

Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan

dapat diprediksi sebelumnya.

5. Macam-Macam Bahaya Atau Kecelakaan

a. Di rumah

1) Tersedak.

2) Jatuh.

3) Tertelan alat-alat rumah tangga.

4) Tersiram air panas.

5) Jatuh dari jendela atau tangga.

6) Terpotong.

7) Luka tusuk atau luka gores.

8) Luka bakar.

9) Tenggelam.

10) Terkena pecahan kaca.

11) Terkunci dalam kamar.

12) Jatuh dari sepeda.

13) Keracunan.

b. Di rumah sakit

1) Mikroorganisme.

2) Cahaya.

3) Kebisingan.

4) Temperatur.

5) Kelembapan.

6) Cedera atau jatuh.

7) Kesalahan prosedur.

8) Peralatan medik.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

9

9) Radiasi.

10) Keracunan inhalasi, injeksi.

11) Syok elektrik.

12) Asifiksia dan kebakaran.

6. Pencegahan Kecelakaan di Rumah Sakit

a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri

dari kecelakaan.

b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat

tidur.

c. Menjaga keselamatan pasien dari infeksi dengan mempertahankan

teknik aseptik, menggunakan alat sesuai tujuan.

d. Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi roda.

e. Menghindari kecelakaan :

1) Mengunci roda kereta dorong saat berhenti.

2) Tempat tidur dalam keadaan rendahdan ada penghalang pada

pasien yang gelisah.

3) Bel berada pada tempat yang mudah dijangkau.

4) Kereta dorong ada penghalangnya.

f. Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik

misalnya suction, kipas angin, dan lain-lain.

g. Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat yang

mudah meledak seperti tabung oksigen, dan termos.

h. Memasang label pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah

terbakar.

i. Melindungi pasien dari infeksi nosokomial seperti menempatkan

pasien terpisah antara infeksi dan non infeksi.

j. Mempertahankan ventilasi dan cahaya yang adekuat.

k. Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan

mampu menggunakannya.

l. Mencegah kesalahan prosedur; identitas pasien harus jelas.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

10

6. Definisi Risiko Infeksi

Infeksi adalah suatu kondisi penyakit akibat masuknya kuman

patogen atau mikroorganisme lain ke tubuh sehingga menimbulkan gejala

tertentu. Apabila pada suatu jaringan terdapat jejas akibat trauma, bakteri,

panas, ataupun bahan kimia, pada jaringan tersebut akan terjadi

peradangan. Kondisi ini ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah

lokal, peningkatan permeabilitas kapiler, pembekuan cairan dalam ruang

interstisial, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dam

jaringan, dan pembengkakan sel (Guyton,1993 dalam Wahit, 2016).

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di

dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005).

Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling

berkaitan dalam rantai infeksi. Mikroorganisme yang bisa menimbulkan

penyakit disebut patogen atau agen infeksi, sedangkan mikroorganisme

yang tidak menimbulkan penyakit atau kerusakan disebut asimtomatis.

Penyakit timbul jika patogen berkembang biak dan menyebabkan

perubahan pada jaringan normal. Sedangkan risiko infeksi adalah kondisi

dimana seseorang mempunyai kemungkinan terhadap masuknya virus

penyakit.

7. Cara Penularan Infeksi

Cara penularan infeksi adalah dengan cara kontak langsung, droplet;

udara melalui debu, kulit lepas; alat melalui darah, makanan, cairan

intravena; vektor/serangga melalui nyamuk, lalat,dll.

8. Prinsip dan Tujuan Pencegahan Infeksi

Prinsip pencegahan infeksi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya risiko infeksi mikroorganisme dari lingkungan klien

dan tenaga kesehatan. Sementara tujuan pencegahan infeksi adalah

mengurangu terjadinya infeksi dan memberikan perlindungan terhadap

klien. Tindakan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara cuci

tangan, memakai sarung tangan, memakai perlengkapan pelindung, dan

menggunakan teknik aseptik.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

11

9. Tanda-Tanda Infeksi

Tanda- tanda infeksi secara klinis dapat dilihat pada respons klien, baik

lokal maupun sistemik. Tanda infeksi lokal meliputi

a. Rubor atau kemerahan, biasanya merupakan tanda yang pertama

terlihat pada daerah yang mengalami infeksi.

b. Kalor atau panas, merupakan sifat dari reaksi infeksi yang hanya

terjadi pada permukaan tubuh.

c. Dolor atau rasa sakit/nyeri, ini terjadi akibat perubahan pH lokal atau

konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung

saraf.

d. Tumor atau bengkak, disebabkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel

dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial.

e. Fungsio laesa atau perubahan fungsi/keterbatasan anggota gerak.

Sementara itu, tanda infeksi sistemik meliputi demam, malaise,

anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, dan diare (Price dan Wilson,

1994 dalam Wahit, 2016).

10. Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi

Penyebab infeksi dibagi menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut.

a. Bakteri. Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan

spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan

dapat hidup di dalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,

makanan, cairan, jaringan tubuh, dan benda mati lainnya.

b. Virus. Virus terutama berisi asam nukleat, karenanya harus masuk

dalam sel hidup untuk diproduksi.

c. Fungi. Fungi terdiri atas ragi dan jamur.

d. Parasit. Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk

kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan artropoda.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

12

11. Tipe Infeksi

a. Kolonisasi. Merupakan suatu proses yakni benih mikroorganisme

menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa

tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan

penyakit infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi

sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem

pertahanannya tidak efektif dan patogen yang menyebabkan

kerusakan jaringan.

b. Infeksi lokal. Spesifik dan terbatas pada bagian tubuh yaitu

mikroorganisme yang tinggal.

c. Infeksi sistemik. Terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian

tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.

d. Bakterimia. Terjadi ketika ditemukannya bakteri di dalam darah.

e. Septikimia. Multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari

infeksi sistemik.

f. Infeksi akut. Infeksi yang muncul dalam waktu yang singkat.

g. Infeksi kronik. Infeksi yang terjadi secara lambat dan dalam periode

yang lama dapat dalam hitungan bulan atau tahun.

12. Tahapan Proses Infeksi

Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien

bergantung pada tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme, dan

kerentanan penjamu. Dengan proses keperawatan yang tepat, maka akan

meminimalkan penyebaran penyakit. Perkembangan infeksi memengaruhi

tingkat asuhan keperawatan yang diberikan. Secara umum proses infeksi

adalah sebagai berikut.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

13

a. Periode inkubasi

Periode sejak masuknya kuman ke dalam tubuh sampai dengan

munculnya gejala. Lamanya waktu yang dibutuhkan sampai gejala

muncul bervariasi, bergantung pada penyakitnya (Bustan, 1997 dalam

Wahit, 2016). Inkubasi adalah interval antara masuknya patogen ke

dalam tubuh dan munculnya gejala pertama. Seperti flu 1-3 hari,

campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari.

b. Periode prodromal

Periode sejak munculnya gejala umum sampai munculnya gejala

spesifik. Pada masa ini, individu sangat infeksius, yaitu mudah

menularkan atau menyebarkan kuman kepada orang lain. Prodromal

adalah interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise,

demam ringan, dan keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama

masa ini mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak serta klien

lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.

c. Periode sakit

Pada periode ini, gejala spesifik terus berkembang dan menimbulkan

manifestasi pada organ yang terinfeksi dan seluruh tubuh. Lamanya

waktu yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi individu dan

patogenitas kuman. Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang

spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh demam dimanifestasikan

dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid,

dan saliva.

d. Periode konvalensi

Periode ini berlangsungnya sejak menurunnya gejala sampai individu

kembali sehat. Lamanya waktu yang dibutuhkan bergantung pada

jenis penyakit dan kondisi individu.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

14

13. Mekanisme Pertahanan Tubuh terhadap Infeksi

Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal

tubuh yang tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi sesorang dari

beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan

terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem pertahanan tubuh, dan

inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap

mikroorganisme.

a. Flora normal. Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang

ada pada lapisan permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral,

dan saluran gastrointestinal. Manusia secara normal mengekskresi

setiap hari triliunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya tidak

menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam memelihara

kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab

penyakit untuk mendapatkan makanan. Flora normal juga

mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora normal

kulit menggunakan tindakan protektif dengan menghambat

multiplikasi organisme yang menempel di kulit. Flora normal dalam

jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitif dengan

mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang

mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin

berisiko mendapat penyakit infeksi.

b. Pertahanan sistem tubuh. Sejumlah sistem organ tubuh memiliki

pertahanan unik terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran pernapasan,

dan saluran gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh

mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah menempel pada

permukaan kulit, diinhalasi melalui pernapasan, atau dicerna melalui

makanan. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang

secara fisiologis disesuaikan dengan fungsi dan strukturnya. Berikut

ini adalah mekanisme pertahanan normal terhadap infeksi.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

15

Tabel 2.1 Mekanisme pertahanan normal terhadap infeksi

Mekanisme Pertahanan Faktor Pengganggu Pertahanan

Kulit

1. Permukaaan, lapisan yang utuh

2. Penggantian lapisan kulit yang

paling luar

1. Luka abrasi, luka fungsi, daerah

maserasi

2. Mandi tidak teratur

3. Mandi berlebihan

Mulut

1. Lapisan mukosa yang utuh

2. Saliva

1. Pemberian antasida

2. Melambatnya motilitas karena

pengaruh fekal atau obstruksi

karena massa

Vagina

Pada puberitas, flora normal

menyebabkan sekresi vagina untuk

mencapai pH yang rendah.

Antibiotik dan kontrasepsi oral

mengganggu flora normal.

c. Inflamasi. Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan

menghantarkan cairan, produk darah, dan nutrisi ke jaringan

interstisial daerah cedera. Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi

patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara

perbaikan jaringan tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak,

kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian

tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul

tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah,

dan pembesaran kelenjar limfe. Respons inflamasi dapat dicetuskan

oleh agen fisik, kimiawi, atau mikroorganisme. Respons inflamasi

termasuk hal berikut ini.

1) Respons seluler dan vaskuler atau arteriol yang menyuplai darah

yang terinfeksi atau yang cedera berdilatasi, memungkinkan lebih

banyak darah masuk dalam sirkulasi. Peningkatan darah tersebut

menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal

dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yang

inflamasi. Cedera menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya

dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin,

prostaglandin, dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan,

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

16

protein, dan sel memasuki ruang interstisial, akibatya muncul

edema lokal. Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan

jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan paada ujung

syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi kimia seperti

histamin menstimuli ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya

perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena

biasanya mengalami kehilangan fungsi sementara dan kan

kembali normal setelah inflamasi berkurang.

2) Pembentukan eksudat inflamasi akumulasi cairan dan jaringan

mati serta sel darah putih membentuk eksudat pada daerah

inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti plasma),

sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen

(mengandung sel darah putih dan bakteri). Akhirnya eksudat

disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma

seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada

tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran.

3) Perbaikan jaringan pada sel yang rusak akhirnya digantikan oleh

sel baru yang sehat. Sel baru mengalami maturasi bertahap

sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk

yang sama dengan sel sebelumnya.

d. Respon imun. Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama

kali akan diserang oleh monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang

akan memicu respons imun. Materi asing yang tertinggal (antigen)

menyebabkan rentetan respons yang mengubah susunan biologis

tubuh. Setelah antigen masuk dalam tubuh, antigen tersebut bergerak

ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.

1) Imunitas selular. Ada kelas limfosit T (CD4T) dan limfosit B

(sel B). Limfosit T memainkan peran utama dalam imunitas

seluler. Ada reseptor antigen pada membran permukaan limfosit

CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang reseptor

permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

17

Ikatan ini akan mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi

dirinya dengan cepat untuk membentuk sel yang peka. Limfosit

yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan dengan

antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik dan

menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen.

2) Imunitas humoral. Stimulasi sel B akan memicu respons imun

humoral, menyebabkan sintesis imunoglobulin/antibodi yang

akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B memori akan

terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B

menyintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan

imunitas, sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh

menghadapi invasi antigen.

3) Antibodi. Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi

imunoglobulin A, M, D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada

saat kontak awal dengan antigen, sedangkan igG menandakan

infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar

melakukan imunisasi.

4) Komplemen. Merupakan senyawa protein yang ditemukan

dalam serum darah. Komplemen diaktifkan saat antigen dan

antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan terjadi

serangkaian proses katalitik.

5) Interferon. Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon

akan mengganggu kemampuan virus dalam bermultiplikasi.

14. Upaya Pencegahan Infeksi

Secara umum, upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan dilakukan

melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan

promotif dapat berupa penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi,

pemeliharaan kebersihan lingkungan, higiene personal, dan perhatian

khusus terhadap penyakit. Salah satu upaya terpenting dalam mencegah

infeksi adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui kegiatan

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

18

imunisasi. Secara umum, tanggung jawab perawat dalam pencegahan

infeksi antara lain sebagai berikut.

a. Mendidik individu agar terhindar dari infeksi dengan memperkuat

daya tahan tubuh melalui upaya imunisasi, perbaikan nutrisi,

istirahat, dan tidur yang seimbang, menghindari stres serta

mendorong individu untuk melakukan higiene personal dengan

membiasakan diri mencuci tangan dan mandi secara terartur.

b. Membiasakan diri mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan

salah satu upaya paling efektif dalam mengontrol infeksi.

Tujuannya adalah untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat

pada tangan yang mungkin dapat berpindah ke klien, pengunjung,

peralatan, dan tenaga kesehatan lain.

c. Mencegah penyebaran kuman penyakit melalui tindakan disinfeksi

dan sterilisasi peralatan rumah sakit.

15. Standar pengendalian infeksi

a. Asepsis dan teknik aseptik

Upaya yang digunakan untuk menggambarkan upaya

kombinasi untuk mencegah massuknya mikroorganisme ke dalam

area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi. Tujuan

dari teknik ini untuk membasmi jumlah mikroorganisme pada

permukaan hidung (kulit dan jaringan), objek mati (alat-alat bedah

dan barang-barang lainnya). Teknik asepsis adalah usaha

mempertahankan kondisi sedapat mungkin bebas dari

mikroorganisme. Terdapat dua jenis teknik asepsis menurut Potter

dan Perry (2009) yaitu asepsis medis dan asepsis bedah.

1) Asepsis medis. Disebut juga teknik bersih, termasuk prosedur

yang digunakan untuk mencegah penyebaran

mikroorganisme. Mencuci tangan, mengganti linen, dan

menggunakan cangkir untuk obat merupakaan contoh asepsis

medis. Prinsip asepsis medis ini biasanya banyak dilakukan di

rumah.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

19

2) Asepsis bedah. Asepsis bedah adalah tindakan teknik steril,

termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh

mikroorganisme dari suatu area. Sterilisasi membunuh semua

mikroorganisme dan spora. Sepanjang fase pengalaman

bedah, prioritas utama bagi semua tenaga adalah pencegahan

komplikasi pasien, yang termasuk melindungi pasien dari

infeksi. Kemungkinan infeksi menurun tajam dengan

kepatuhan yang ketat terhadap prinsip asepsis selama

persiapan praoperatif pasien, tentunya juga dalam prosedur

bedah, dan penyembuhan luka bedah.

Menurut Potter dan Perry (2009) prinsip-prinsip asepsis

bedah adalah sebagai berikut.

1) Objek yang steril tetap steril kecuali bila disentuh oleh benda

yang tidak steril. Prinsip ini memandu perawat dalam

menempatkan objek steril dan bagaimana menggunakan objek

tersebut.

a) Steril menyentuh steril adalah tetap steril, contoh sarung

tangan steril memegang objek di area steril.

b) Steril menyentuh yang bersih menjadi terkontaminasi,

contoh jika ujung spuit atau objek steril lainnya

menyentuh permukaan sarung tangan yang bersih.

c) Steril menyentuh yang terkontaminasi menjadi

terkontaminasi, contoh perawat menyentuh objek steril

tanpa menggunakan sarung tangan steril.

d) Steril yang diragukan dianggap terkontaminasi.

2) Hanya objek steril yang dapat diletakkan di area steril. Semua

peralatan disterilisasikan dengan benar sebelum digunakan.

Objek steril dijaga supaya tetap berada dalam area yang

bersih dan kering. Bungkusan atau wadah tempat objek steril

harus utuh dan kering. Bungkus yang telah sobek, bocor,

basah, atau terbuka adalah tidak steril.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

20

3) Objek atau area steril di luar lapang penglihatan atau objek

yang dipegang di bawah pinggang individu adalah

terkontaminasi. Kontaminasi dapat terjadi secara tidak

sengaja dengan melalui penjuntaian bagian dari baju, rambut

yang jatuh, atau sentuhan klien yang tidak diketahui terhadap

objek steril.

4) Objek atau area steril menjadi terkontaminasi karena paparan

yang lama terhadap udara. Perawat menghindari aktivitas

yang dapat mengakibatkan arus udara, seperti gerakan yang

berlebihan atau mengatur kembali linen setelah objek atau

area steril dibuka. Pada saat kemasan steril telah dibuka, maka

penting untuk meminimalkan orang yang lalu lalang di area

tersebut. Mikroorganisme juga dapat berpindah dengan

droplet melalui udara.

5) Pada saat permukaan steril bersentuhan dengan permukaan

yang basah, terkontaminasi, objek atau area steril menjadi

terkontaminasi karena terjadinya kapilerisasi. Jika kelebapan

menjalar melalui pembungkus pelindung kemasan menjadi

basah, perawat harus segera membuang objek tersebut atau

disteril ulang.

6) Cairan mengalir sesuai dengan arah gravitasi. Objek steril

menjadi terkontaminasi jika gravitasi menyebabkan cairan

yang terkontaminasi mengalir di atas permukaan objek steril.

7) Bagian tepi dari area atau wadah steril dinyatakan

terkontaminasi.

b. Antiseptik

Antiseptik adalah upaya pencegahan infeksi dengan cara pembunuhan atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh

lainnya. Antiseptik adalah proses menurunkan jumlah mikroorganisme

pada kulit, selaput lendir/jaringan tubuh langsung dengan menggunakan

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

21

bahan antimikrobial antiseptik. Kriteria pemilihan antiseptik adalah

sebagai berikut.

1) Aksi yang luas (menghambat mikroorganisme secara luas [gram

positif, negatif, Tb,fungi,endospora]).

2) Efektivitas.

3) Kecepatan aktivitas awal.

4) Efek residu: aksi yang lama setelah pemakaian untuk merendam

pertumbuhan kuman.

5) Tidak mengakibatkan alergi.

6) Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang.

Contoh antiseptik adalah sebagai berikut

a) Alkohol (60-90%).

b) Cetrimide/klorheksidin glukonat (2-4%), contoh hibiscrub,

hibitane.

c) Klorheksidin glukonat 2%, dan lain-lain.

Mikroorganisme adalah agen penyebab infeksi termasuk bakteri,

virus, fungi, parasit. Pencegahan infeksi bakteri dibagi tiga yaitu

vegetatif, mikrobakteria contoh tuberkulosis, dan endospora (sulit

dibunuh dikarenakan lapisan pelindungnya).

c. Sterilisasi

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan

semua mikroorganisme pada benda mati/instrumen dengan cara uap air

panas, tekanan tinggi, panas kering/oven, sterilan kimia, atau radiasi.

Sterilisasi merupakan tindakan membunuh kuman patogen dan apatogen

beserta sporanya pada alat-alat perawatan dan alat-alat kedokteran dengan

cara merebus, memberikan panas tinggi, atau menggunakan bahan kimia.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan sterilisasi antara lain

sebagai berikut.

1) Sterilisator harus dalam keadaan siap pakai.

2) Peralatan harus bersih dan masih berfungsi.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

22

3) Peralatan yang dibungkus harus diberi label yang jelas dengan

mencantumkan nama, jumlah, serta tanggal dan jam sterilisasi.

4) Peralatan harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh bagian alat

dapat disterilkan.

5) Waktu sterilisasi setiap jenis peralatan harus tepat.

6) Tidak boleh menambah peralatan lain ke dalam sterilisator sebelum

waktu sterilisasi selesai.

7) Peralatan yang sudah steril harus dipindahkan ke tempatnya dengan

menggunakan korentang steril.

8) Saat mendinginkan peralatan steril, jangan membuka bungkusnya.

9) Bila peralatan dalam keadaan terbuka, harus disterilkan kembali.

d. Disinfeksi dan disinfektan tingkat tinggi

Disinfektan tingkat tinggi adalah tindakan untuk menghilangkan

semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri pada benda mati dengan

cara merebus dan mengukus penggunaan disinfektan kimiawi. Disinfektan

yaitu bahan kimia yang membunuh/menginaktivasi mikroorganisme,

seperti klorin pemutih 0,5% untuk dikontaminasi permukaan yang lebar,

klorin 0,1% untuk DTT kimia, glutaraldehida 2% bisa digunakan DTT

kimia/sterilisasi kimia, dan fenol/klorin.

Disinfeksi adalah tindakan membunuh kuman patogen dan

apatogen tanpa disertai sporanya pada alat-alat perawatan atau pada

permukaan jaringan dengan menggunakan bahan disinfektan atau dengan

cara mencuci, mengoles, merendam, dan menjemur peralatan. Tujuan

disinfeksi adalah mencegah terjadinya infeksi pada tindakan invasif

(misalnya pemasangan kateter, infus, dan lain-lain). Langkah disinfeksi

yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Mencuci. Peralatan yang kotor dicuci dengan sabun, kemudian

dibersihkan dan dibasahi dengan alkohol 70%. Untuk membersihkan

luka kotor, siram luka dengan perhidrol atau H2O3 3%, dan antiseptik.

Sementara untuk membersihkan kulit sebelum dilakukan tindakan

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

23

operasi, oleskan larutan iodium tinktur 3% dilanjutkan dengan alkohol

70%. Vulva dibersihkan dengan sublimat 1/1.000, PK 1/1.000.

2) Mengolesi. Peralatan dibersihkan dengan cara diolesi disinfektan.

3) Merendam. Tangan direndam dengan lisol 0,5%. Peralatan direndam

dengan lisol 0,5%. Peralatan direndam dengan lisol 3-5% selama ± 2

jam, sedangkan alat tenun direndam dengan lisol 3-5% selama 24 jam.

4) Menjemur. Alat tenun, kasur, bantal, peralatan (misal urinal, pispot)

dijemur di bawah sinar matahari.

e. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan

bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda

seperti peralatan medis, sarung tangan, dan meja pemeriksaan yang telah

terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

24

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada pasien diabetes melitus dengan

gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman: pencegahan infeksi :

a. Identitas Klien (meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis

kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

no. MR, dan diagnosa medis)

b. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan seseorang mencari pertolongan.

Keluhan utama yang ditemukan pada pasien diabetes melitus

adalah adanya gatal pada kulit dan luka yang tidak sembuh-

sembuh.

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung

keluhan utama pada pasien dengan gangguan integritas kulit

adalah nyeri, luka tidak sembuh-sembuh, susah untuk

melakukan aktivitas (Kozier dkk, 2011).

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung

dengan mengkaji apakah pernah menderita penyakit kulit,

adanya riwayat memar, kondisi kulit secara umum, lesi

kulit, dan proses penyembuhan luka yang telah terjadi pada

pasien (Kozier dkk, 2011).

c. Pemeriksaan Fisik

Tabel 2.2 Pengkajian Luka berdasarkan Barbara Bates Jensen

Jenis Pengkajian Tanggal Tanggal Tanggal

1. Ukuran Luka 1 = PxL<4cm

2 = PxL>4<16cm

3 = PxL>16<36cm

4 = PxL>36<80cm

5 = PxL>80cm

2. Kedalaman 1 = Ada kerusakan

jaringan tetapi kulit utuh.

2 = Terdapat kawah

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

25

/lubang superfisial,

abrasi, lepuh atau

dangkal.

3 = Kawah dalam dengan

atau tidak adanya

terowongan.

4 = Visualisasi lapisan

jaringan bukan karena

nekrosis.

5 = Tampak jaringan

penyokong termasuk

tendon dan sendi.

3. Tepi Luka 1 = Samar, tidak jelas

terlihat.

2 = Batas tepi terlihat,

menyentuh dengan dasar

luka.

3 = Jelas, tidak menyatu

dengan dasar luka.

4 = Jelas, tidak menyatu

dengan dasar luka, tebal.

5 = Jelas, fibrotik, parut

tebal/hyperkeratonic.

4. GOA (Luka

Yang Ada

Dibawah

Jaringan Serat)

1 = Tidak ada.

2 = Goa<2cm diarea

manapun.

3 = Goa 2 sampai

4cm<50% pinggir luka.

4 = Goa 2 sampai

4cm>50% pinggir luka.

5 = Goa>4cm di area

manapun.

5. Tipe Jaringan

Nekrosis

1 = Tidak ada.

2 = Putih atau abu-abu

jaringan mati dan atau

slogh yang tidak lengket

(mudah dihilangkan).

3 = Slogh mudah

dihilangkan.

4 = Lengket, lembut dan

ada jaringan parut palsu

berwarna hitam (black

eschar)

6. Jumlah Jaringan

Nekrosis

1 = Tidak tampak

2 = <25% dari dasar luka

3 = 25% hingga 50% dari

dasar luka

4 = >50% hingga <75%

dari dasar luka

5 = 75% hingga 100%

dari dasar luka

7. Tipe Eksudate 1 = Tidak ada

2 = Bloody

3 = Serosanguineous

4 = Nerous

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

26

5 = Purulent

8. Jumlah

Eksudate

1 = Kering

2 = Moist

3 = Sedikit

4 = Sedang

5 = Banyak

9. Warna Kulit

Sekitar Luka

1 = Pink atau normal

2 = Merah terang jika

ditekan

3 = Putih atau pucat

hipopigmentasi

4 = Merah gelap/ abu-

abu

5 = Hitam atau

hiperpigmentasi

10. Jaringan yang

Edema

1 = Nosweling atau

edema

2 = Non pitting edema

<4mm disekitar luka

3 = Non pitting edema

>4mm disekitar luka

4 = Pitting edema <4mm

disekitar luka

5 = Krepitasi atau pitting

edema >4mm

11. Pengerasan

Jaringan Tepi

1 = Tidak ada

2 = Pengerasan <2cm

disebagian kecil sekitar

luka

3 = Pengerasan 2-4cm

menyebar <50% di tepi

luka

4 = Pengerasan 2-4cm

menyebar ≥50% di tepi

luka

5 = Pengerasan >4cm di

tepi luka

12. Jaringan

Granulasi

1 = Kulit utuh atau stage

1

2 = Terang 100%

jaringan granulasi

3 = 50% jaringan

granulasi

4 = Granulasi 25%

5 = Tidak ada jaringan

granulasi

13. Epitalisasi 1 = 100% epitalisasi

2 = 75%-100%

epitalisasi

3 = 50%-75% epitalisasi

4 = 25%-50% epitalisasi

5 = <25% epitalisasi

Skor Total

Paraf dan Nama Petugas

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

27

(Sumber : Febrianti dalam Jurnal Keperawatan UI, 2012)

Menurut Carville (1998) dalam Maghfuri (2016), pengkajian

luka sebagai berikut:

1) Tipe luka

Terdapat dua tipe luka yaitu luka akut dan luka kronik.

Luka gangren pada pasien diabetes melitus merupakan tipe

luka kronik.

2) Tipe penyembuhan

a) Primery Intention, jika terdapat kehilangan jaringan

minimal dan kedua tepi luka dirapatkan baik dengan

jahitan, plaster. Jaringan parut yang dihasilkan

minimal.

b) Delayed Primary Intention, jika luka terinfeksi atau

mengandung benda asing dan membutuhkan

pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer

pada beberapa waktu kemudian.

c) Secondary Intention, penyembuhan luka terlambat dan

terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan

epotalization. Jaringan parut luas.

d) Skin Graft, skin graft tipis dan tebal digunakan untuk

mempercepat proses penyembuhan luka dan

mengurangi risiko infeksi.

e) Flap, pembedahan relokasi kulit dan jaringan subkutan

pada luka yang berasal dari jaringan terdekat.

3) Kehilangan jaringan

Menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau

stadium kerusakan jaringan kulit.

a) Superfisial: luka sebatas epidermis

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

28

b) Parsial: luka meliputi epidermis dan dermis

c) Penuh: luka meliputi epidermis, dermis, dan subkutan.

Mungkin juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.

4) Penampilan klinik

Tampilan klinis luka dapat dibagi berdasarkan dasar warna

luka antara lain:

a) Hitam atau nekrotik: eschar mengeras dan nekrotik,

kering atau lembab, dan avaskularisasi.

b) Kuning atau sloughy: jaringan mati yang fibrous,

kuning dan slough, luka terkontaminasi, terinfeksi, dan

avaskularisasi.

c) Merah atau granulasi: dasar warna luka merah, lembab,

bersih, vaskularisasi baik, mudah berdarah, terdapat

lapisan epitalisasi (lapisan merah muda), dan fase akhir

proses penyembuhan.

d) Terjadi epitelisasi

e) Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda

klinis infeksi seperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan

dan peningkatan eksudate.

5) Lokasi

Lokasi luka mempengaruhi peoses penyembuhan luka.

Lokasi luka di area persendian cenderung lebih lambat

sembuh karena cenderung banyak bergerak (siku, lutut,

kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan akan

lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan

lebih cepat di area wajah.

6) Ukuran luka

Pengukuran luka dilakukan dengan pengukuran tiga

dimensi dengan mengkaji panjang, lebar, dan kedalaman.

Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan lidi

kapas steril untuk menilai adanya goa dengan mengukur

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

29

searah jarum jam. Penggunaan tidak dilakukan berulang

kali untuk menghindari infeksi nosokomial.

7) Eksudate

Hal yang perlu diperhatikan tentang eksudate adalah jenis,

jumlah, warna, konsistensi dan bau.

a) Jenis eksudate serous: cairan berwarna jernih

b) Jumlah: sedikit, sedang, banyak.

c) Warna: berhubungan dengan jenis eksudate.

d) Konsistensi: berhubungan dengan jenis eksudate,

sangat bermakna pada luka yang edema.

e) Bau: berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi

luka oleh cairan tubuh. Bau mungkin berhubungan

dengan proses autolisis jaringan nekrotik pada balutan.

f) Kulit sekitar luka: adanya edema, benda asing,

dermatitis, warna, suhu, dan pulsasi.

g) Nyeri: pastikan apakah nyeri berhubungan dengan

penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda

asing.

8) Klasifikasi luka diabetik

Wagner (1983) di dalam Maghfuri (2016) membagi derajat

luka menjadi enam tingkatan:

a) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh

dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki.

b) Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c) Derajat 2 : ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d) Derajat 3 : abses dalam, dengan atau tanpa

osteomielitis.

e) Derajat 4 : gangren jari kaki, atau bagian distal kaki

dengan atau tanpa selulitis.

f) Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

30

d. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah meliputi: pemeriksaan darah

lengkap (leukosit, Hb), GDS>200mg/dl, gula darah

puasa>120mg/dl, dan dua jam post prandial >200mg/dl.

b) Urine meliputi: pemeriksaan glukosa dalam urine

dengan cara benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat

melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning

(+ +), merah (+ + +), dan merah bata (+ + + +).

c) Kultur plus untuk mengetahui jenis kuman pada luka

dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis

kuman.

2) Pemeriksaan radiologi

Untuk mengetahui gambaran radiologi penderita diabetes

melitus apakah ada komplikasi pada organ penderita

diabetes melitus akibat dari gangguan sistem imun yang ada

pada penderita diabetes melitus.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ada dalam kebutuhan rasa aman yang menjadi

masalah terkait kondisi klinis pasien ulkus diabetes melitus adalah :

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer

b. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit

c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan melemahnya atau

menurunnya aliran darah ke daerah luka akibat adanya obstruksi

pembuluh darah

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

31

3. Rencana Keperawatan

Tabel 2.3 intervensi keperawatan ulkus diabetes melitus diagnosa gangguan integritas kulit

Diagnosa Keperawatan Rencanaan Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi Pendukung

1. Gangguan integritas kulit

Definisi :

Kerusakan kulit (dermis dan/ atau

epidermis) atau jaringan

(membran mukosa, kornea, fasia,

otot, tendon, tulang, tulang,

kartilago, kapsul sendi dan/ atau

ligamen).

Penyebab :

1) Perubahan sirkulasi

2) Perubahan status nutrisi

(kelebihan atau kekurangan)

3) Kekurangan/kelebihan volume

cairan

4) Penurunan mobilitas

5) Bahan kimia iritatif

6) Suhu lingkungan yang ekstrem

7) Faktor mekanis (mis.

Penekanan pada tonjolan

tulang, gesekan) atau faktor

elektris (elektrodiatermi, energi

listrik bertegangan tinggi)

8) Efek samping terapi radiasi

9) Kelembaban

10) Proses penuaan

11) Neuropati perifer

12) Perubahan pigmentasi

13) Perubahan hormonal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan

gangguan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil :

1) Menunjukkan prilaku atau teknik untuk meningkatkan

penyembuhan/mencegah komplikasi.

2) Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu.

Perawatan Luka Obsevasi :

a) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran,

bau)

b) Monitor tanda-tanda infeksi

Teraupetik

a) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

b) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu

c) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih

nontoksik, sesuai kebutuhan

d) Bersihkan jaringan nekrotik

e) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu

f) Pasang balutan sesuai jenis luka

g) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka

h) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

i) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai

kondisi pasien

j) Berikan diet dengan kalori 30-35kkal/kgBB /hari dan

protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari

k) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A,

vitamin C, Zinc, asam amino) sesuai indikasi

1) Dukungan perawatan diri

2) Edukasi perawatan kulit

3) Edukasi perilaku upaya kesehatan

4) Edukasi program pengobatan

5) Pemberian obat kulit

6) Pemberian obat subkutan

7) Pemberian obat topikal

8) Penjahitan luka

9) Perawatan area insisi

10) Perawatan imobilisasi

11) Perawatan kuku

12) Perawatan luka bakar

13) Perawatan luka tekan

14) Perawatan pasca sectio sesaria

15) Perawatan skin graft

16) Teknik latihan penguatan otot dan sendi

17) Skrining kanker

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

32

Tabel 2.4 intervensi keperawatan ulkus diabetes melitus diagnosa risiko infeksi

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi Pendukung

2. Risiko infeksi

Definisi :

Berisiko mengalami peningkatan

terserang organisme patogenik

Penyebab :

1) Penyakit kronis (mis. diabetes

melitus)

2) Efek prosedur invasif

3) Malnutrisi

4) Peningkatan paparan

mikroorganisme patogen

lingkungan

5) Ketidakadekuatan pertahanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil :

1) Menurunnya risiko infeksi

2) Pasien mendemonstrasikan teknik dan perubahan gaya

hidup untuk mencegah terjadinya infeksi

Pencegahan Infeksi

Observasi :

a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik :

a) Batasi jumlah pengunjung

b) Berikan perawatan kulit pada area edema

c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

dan lingkungan pasien

1) Dukungan perawatan diri: mandi

2) Edukasi pencegahan luka tekan

3) Manajemen imunisasi/vaksinasi

4) Manajemen lingkungan

5) Manajemen medikasi

6) Pemantauan nutrisi

7) Pemantauan tanda vital

8) Pemberian obat

9) Pemberian obat oral

10) Pemberian obat intravena

11) Pengaturan posisi

12) Perawatan amputasi

13) Perawatan area insisi

14) Kurang terpapar informasi

tentang upaya

mempertahankan/ melindungi

integritas jaringan

Batasan karakteristik

1) Gejala dan tanda mayor

Objektif

a) Kerusakan jaringan dan/

atau lapisan kulit

2) Gejala dan tanda minor

Objektif

a) Nyeri

b) Perdarahan

c) Kemerahan

d) Hematoma

l) Berikan terapi stimulasi saraf transkutaneous, jika perlu

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan

protein

c) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

a) Kolaborasi prosedur sebridement (mis. enzimatik,

biologis, mekanis, autolitik), jika perlu

b) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

33

tubuh primer:

a) Gangguan peristaltik

b) Kerusakan integritas kulit

c) Perubahan sekresi pH

d) Penurunan kerja siliaris

e) Ketuban pecah lama

f) Ketuban pecah sebelum

waktunya

g) Merokok

h) Statis cairan tubuh

6) Ketidakadekuatan pertahanan

tubuh sekunder:

a) Penurunan hemoglobin

b) Imunosupresi

c) Leukopenia

d) Supresi respon inflamasi

e) Vaksinasi tidak adekuat

d) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

Edukasi : a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

c) Ajarkan etika batuk

d) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

e) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

f) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi :

a) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

14) Perawatan luka

15) Perawatan luka bakar

16) Perawatan luka tekan

17) Perawatan pasca persalinan

Tabel 2.5 intervensi keperawatan ulkus diabetes melitus diagnosa perfusi perifer tidak efektif

Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi Pendukung

3. Perfusi perifer tidak efektif

Definisi

Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler

yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.

Penyebab

1) Hiperglikemia

2) Penurunan konsentrasi hemoglobin

3) Peningkatan tekanan darah

4) Kekurangan volume cairan

5) Penurunan aliran arteri dan/atau vena

6) Kurang terpapar informasi tentang faktor

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan perfusi perifer teratasi ditandai

dengan kriteria hasil :

a) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b) Warna kulit sekitar luka tidak pucat dan

sianosis

c) Kulit sekitar luka teraba hangat

d) Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah

parah

Manajemen Sensasi Perifer

Observasi :

1) Dukungan kepatuhan program

pengobatan

2) Edukasi berat badan efektif

3) Edukasi berhenti merokok

4) Edukasi diet

5) Edukasi pengukuran nadi radialis

6) Edukasi proses penyakit

7) Edukasi teknik ambulasi

8) Manajemen cairan

9) Manajemen hipovolemia

10) Manajemen medikasi

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

34

pemberat (mis. merokok, gaya hidup

monoton, trauma, obesitas, asupan garam,

imobilitas)

7) Kurang terpapar informasi tentang proses

penyakit (mis. diabetes melitus,

hiperplidemia)

8) Kurang aktivitas fisik

Batasan Karakteristik

1) Gejala dan tanda mayor

Objektif

a) Pengisian kapiler >3 detik

b) Nadi perifer menurun atau tidak teraba

c) Akral tidak dingin

d) Warna kulit pucat

e) Turgor kulit menurun

2) Gejala dan tanda minor

Subjektif

a) Parastesia

b) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)

Objektif

a) Edema

b) Penyembuhan luka lambat

c) Indeks ankle-brachial <0,9

d) Bruit femoral

a) Identifikasi penyebab perubahan sensasi

b) Identifikasi penggunaan alat pengikat,

prostesis, sepatu, dan pakaian

c) Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul

d) Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin

e) Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi

dan tekstur benda

f) Monitor terjadinya parestesia, jika perlu

g) Monitor perubahan kulit

h) Monitor adanya tromboflebitis dan

tromboemboli vena

Terapeutik :

a) Hindari pemakaian benda-benda yang

berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)

Edukasi :

a) Anjurkan penggunaan termometer untuk

menguji suhu air

b) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal

saat memasak

c) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit

rendah

Kolaborasi :

a) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

b) Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

11) Manajemen spesimen darah

12) Manajemen syok neurogenik

13) Pemantauan tanda vital

14) Pemasangan stocking elastis

15) Pemberian obat

16) Pemberian obat intravena

17) Pemberian obat oral

18) Pencegahan luka tekan

19) Pengaturan posisi

20) Perawatan emboli perifer

21) Perawatan kaki

22) Perawatan neurovaskuler

(Sumber: SIKI, 2018)

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

35

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) implementasi merupakan

tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan

keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau

perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan

yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas

kesehatan lain.

5. Evaluasi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) evaluasi merupakan tahap

akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan

dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah

membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau

kriteria hasil yang telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan

pasien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan. Tujuannya adalah

untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan

memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,

dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah

perlu dilakukan perubahan intervensi.

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

36

C. Tinjauan Konsep Ulkus Diabetes Melitus

1. Definisi

Ulkus diabetik sering kali disebut diabetic food ulcers, luka

neuropati, luka diabetik neuropati. Menurut Suriyadi (2004) dalam

Maryunani (2013) ulkus diabetik atau neuropati adalah luka yang terjadi

pada pasien diabetik, melibatkan gangguan pada saraf perifer dan

otonomik.

Menurut Rudy Bilous (2015) ulkus diabetes melitus adalah luka

neuropati atau luka diabetik yang sering terjadi pada penderita diabetes

melitus. Dimana pada penderita diabetes melitus ulkus dapat disebabkan

oleh neuropati (motorik, sensorik, dan otonom) dan atau iskemia, serta

sering diperumit oleh infeksi.

Kebanyakan ulkus dapat digolongkan menjadi neuropatik, iskemik,

atau neuroiskemik. Ulkus kaki pada neuropati sering kali terjadi pada

permukaan plantar kaki di area yang terkena tekanan tinggi, seperti area

yang melapisi kaput metatarsal, atau di area lain yang melapisi

deformitas tulang.

Ulkus kaki neuropatik berkontribusi terhadap >50% ulkus kaki

penderita diabetes dan sering tanpa nyeri disertai penampakan lebam.

Ulkus iskemik atau neuropati lebih sering terjadi pada ujung jari kaki

atau batas samping kaki. Ulkus neuropatik disertai kalus dan nekrosis

sebaiknya secara teratur dilakukan debridemen dan infeksi diatasi dengan

cepat menggunakan antibiotik (Bilous, 2015).

2. Etiologi

Pada penderita diabetes melitus, ulkus dapat disebabkan oleh :

a. Usia

Laki-laki menjadi faktor predominan berhubungan dengan

terjadinya ulkus. Menurut Prastica dkk dalam jurnal kesehatan

Andalas (2015) pasien ulkus diabetikum yang diteliti di RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang banyak terjadi pada laki-laki dengan

prevalensi 56,3%.

Page 32: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

37

b. Lama menderita penyakit diabetes melitus

Lamanya durasi DM menyebabkan keadaan hiperglikemia

yang lama. Keadaan hiperglikemia yang terus menerus

menginisiasi terjadinya hiperglosia yaitu keadaan sel yang

kebanjiran glukosa. Hiperglosia kronik akan mengubah homeostasis

biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk

terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik DM.

Seratus pasien penyakit dengan ulkus diabetikum, ditemukan 58%

adalah pasien penyakit DM yang telah menderita penyakit DM

lebih dari 10 tahun. Hasil analisis regression kepada semua pasien

rawat jalan di klinik penyakit dalam Veteran Affairs, Washington

menyimpulkan bahwa rerata lama pasien penyakit DM ulkus

diabetikum sebanyak 162 orang adalah 11.4 tahun.

c. Neuropati

Neuropati diabetik yang paling sering adalah neuropati perifer.

Kerusakan ini mengenai saraf perifer atau saraf tepi, yang biasanya

ada di anggota gerak bawah, yaitu kaki dan tungkai bawah.

Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan

membuat banyak keringat. Kerusakan saraf perasa dapat

menyebabkan pasien tidak bisa merasakan nyeri, panas, dingin, atau

meraba. Kerusakan saraf sensoris atau perasa biasanya terjadi pada

kaki. Rasa tebal di kaki menyebabkan pasien tidak tahu adanya

infeksi yang mengakibatkan sangat berisiko munculnya ulkus atau

luka pada kaki.

d. Penyakit Arterial Perifer (PAD)

Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di

ektremitas bawah yang disebakan oleh atherosklerosis. Gejala klinis

yang sering ditemui pada pasien PAD adalah klaudikasio intermitten

yang disebabkan oleh iskemia otot dan iskemia yang

menimbulkan nyeri saat istirahat. Iskemia berat akan mencapai

klimaks sebagai ulserasi dan gangren. Pemeriksaan sederhana yang

Page 33: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

38

dapat dilakukan untuk deteksi PAD adalah dengan menilai Ankle

Brachial Indeks (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri

dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan

dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai. Nilai

normalnya dalah 0,9 - 1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan

bahwa pasien penderita DM memiliki penyakit arteri perifer.

Namun bila tinggi, nilainya dapat menyimpang dan tidak

mampu mengukur derajat penyakit arterial pada pasien diabetes dan

pembuluh darah yang terklasifikasi. Pengukuran tekanan ujung jari

kaki dan tekanan oksigen transkutan (TcPO2) juga efektif.

Probabilitas penyembuhan ulkus ditentukan oleh perfusi yang

dindikasikan oleh pengukuran ABPI, tekanan ujung jari kaki, dan

TcPO2.

e. Tekanan

Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa

sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada

tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct (AGEs)

berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga

menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon.

Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan

kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi

dan lama karena adanya gangguan berjalan.

Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang

berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya

hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan

yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan

lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah,

kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan

pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang

buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita

diabetes.

Page 34: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

39

3. Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik

Menurut Maryunani (2013) terdapat 2 tipe penyebab ulkus kaki

diabetik secara umum yaitu :

a. Tipe penyebab ulkus kaki diabetik neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat

diabetes melitus karena kadar gula dalam darah tinggi yang bisa

merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau

menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita

mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Kerusakan

syaraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya kemampuan

merasakan sakit, panas atau dingin. Titik tekanan, seperti akibat

pemakaian sepatu yang terlalu sempit menyebabkan kerusakan

syaraf yang dapat mengubah cara jalan pasien. Kaki depan yang

lebih banyak menahan berat badan rentan terhadap luka tekan.

Dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala neuropati meliputi:

kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan

sakit semua terutama malam hari.

b. Tipe penyebab ulkus kaki angiopati

Angiopati diabetik adalah penyempitan pembuluh darah

pada penderita diabetes. Pembuluh darah besar atau kecil pada

penderita diabetes melitus mudah menyempit dan tersumbat

oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh

darah sedang atau besar pada tungkai, maka tungkai akan

mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang

kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan

asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga

menyebabkan kulit sukar sembuh. Dengan kata lain,

meningkatnya kadar gula dalam darah dapat menyebabkan

pengerasan, bahkan kerusakan pembuluh darah arteri dan

kapiler (makro/mikroangiopati). Hal ini menyebabkan

Page 35: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

40

berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan, sehingga

timbul risiko terbentuknya nekrotik.

4. Klasifikasi Luka Diabetik

Menurut Maryunani (2013) luka diabetik berkaitan dengan

stadium luka diabetik dibedakan berdasarkan:

a. Anatomi kulit :

1) Stadium I partial thickness adalah hilangnya lapisan

epidermis hingga lapisan dermis paling atas. Ditandai

dengan kulit berwarna merah, dan belum tampak adanya

lapisan epidermis.

2) Stadium II partial thickness ditandai dengan hilangnya

lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling

atas.

3) Stadium III full thickness adalah hilangnya lapisan dermis

hingga lapisan subkutan. Ditandai dengan adanya rusaknya

lapisan dermis bagian hingga lapisan subkutan.

4) Stadium IV ditandai dengan rusaknya lapisan subkutan

hingga otot dan tulang.

b. Warna dasar luka

1) Merah (red) adalah luka berwarna merah muda/merah tua,

disebut jaringan sehat, granulasi/epitalisasi, vaskularisasi.

2) Kuning (yellow) adalah luka berwarna kuning

muda/kuning kehijauan/kuning tua/kuning kecoklatan,

disebut jaringan mati yang lunak, fibrionilitik, slough/slaf,

avaskularisasi.

3) Hitam (black) adalah luka berwarna hitam disebut jaringan

nekrosis, avaskularisasi.

c. Stadium Wagner untuk luka diabetik

1) Ulkus superfisial

Page 36: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

41

Stadium 0 : tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik

tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol/charcot

arthropaties.

Stadium I : hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan

kadang-kadang tampak menonjol.

2) Ulkus dalam

Stadium II : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau

tendon (dengan goa)

Stadium III : penetrasi dalam, osteomielitis, pyar

3) Gangrene

Stadium IV : gangren sebagian, menyebar hingga sebagian

dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangren

lembab/kering.

Stadium V : seluruh kaki dalam kondisi nekrotik/gangren.

5. Manifestasi Klinik

Menurut Maryunani (2013), secara praktis gambaran klinis kaki

diabetes dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Golongan kaki neuropati

1) Pada keadaan ini, terjadi kerusakan somatik, baik sensorik

maupun motorik, serta saraf autonom, tetapi sirkulasi masih ituh.

2) Pada pemeriksaan: kaki teraba hangat, teraba denyut nadi,

kurang rasa/baal (neuropati somatik), kulit menjadi kering

(neuropati autonom), bila terjadi luka akan lama sembuhnya.

b. Golongan kaki iskemia

1) Dikenal dengan istilah lain, yaitu neuroschaemic foot.

2) Keadaan ini hampir selalu disertai neuropati dengan berbagai

macam stadium

3) Pada pemeriksaan ditemukan: kaki teraba dingin, nadi sulit

diraba, sering menunjukkan rasa nyeri saat istirahat, dapat

terlihat ulkus/luka akibat tekanan lokal, yang akhirnya menjadi

gangren.

Page 37: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

42

6. Pathway

Page 38: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

43

7. Penatalaksanaan ulkus diabetik

Penatalaksanaan ulkus yang terinfeksi meliputi pembersihan luka

dan debridemen teratur pada jaringan yang terinfeksi, rusak dan nekrosis.

Debridemen setiap minggu dengan menggunakan skalpel berhubungan

dengan penyembuhan ulkus yang lebih cepat. The National Service Frame

Work for Diabetes dalam Maryunani (2013), membuat panduan

penatalaksanaan ulkus atau luka diabetik sebagai berikut:

a. Stadium I

1) Kaki belum terjadi kerusakan, namun informasi pentingnya

perawatan kaki harus diberikan

2) Umumnya pasien diabetes muda yang sehat yang

mempunyai risiko rendah.

3) Mereka harus melihat kaki, apakah ada tanda bahwa

kakinya bermasalah dan menemui ahli kesehatan.

4) Pada tahap ini pasien harus diberikan penjelasan tentang

neuropati, vaskulopati, dan yang penting adalah regular

skreening.

b. Stadium II

1) Pada tahap ini pasien sudah mempunyai risiko

2) Pendidikan kesehatan diperlukan. Pasien perlu diajarkan

bagaimana meminimalkan masalah kesehatan pada kaki

jika masalah tersebut datang.

3) Kontrol gula darah dan kardiovaskuler adalah bagian yang

penting dalam pendidikan kesehatan yang diberikan.

c. Stadium III

1) Pada tahp ini kaki mendapatkan masalah kesehatan akibat

dari neuropati, iskemik dan infeksi.

2) Neuropati, iskemik dan infeksi adalah tiga penyebab utama

ulkus kaki.

Page 39: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

44

3) Tekanan yang abnormal disebabkan oleh neuropati

membuat kallus pada kaki, dan jika tidak ditangani

menyebabkan nekrosis dan ulkus.

4) Tekanan yang terus menerus akibat sepatu yang sempit atau

benda asing dapat menyebabkan ulkus dan neuropati perifer

membuat pasien tidak merasakan sakit pada kaki yang

terluka.

d. Stadium IV

1) Luka kering : balutan hirokoloid. Balutan ini berfungsi

karena tahan terhadap oksigen, kelembaban, dan bakteria.

Balutan jenis ini dapat mempertahankan kelembaban dan

mensupport autolitik debridement.

2) Luka dengan eksudat : calcium alginate dipergunakan

untuk mengabsorb eksudat pada luka.

3) Luka dengan eksudat yang banyak : hydrofiber seperti

aquacel dapat dipergunakan untuk menarik eksudat yang

banyak atau parcel dressing agar eksudat dapat dikeluarkan

dengan mudah. Balutan jenis ini dapat memberikan

kelembapan pada luka.

4) Luka yang ditutupi eskar : perlindungan pada eskar

sehingga eskar dapat mengelupas dengan sendirinya.

Gunakan providine iodine untuk eskar mengelupas dengan

sendirinya.

Penatalaksanaan perawatan luka diabetik secara umum menurut Rendy

(2012) :

1) Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam

keadaan kotor atau tidak, ada pus atau ada jaringan nekrotik

(mati) atau tidak. Setelah dikaji, barulah dilakukan perawatan

luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik

(NaCl) dan kassa steril.

Page 40: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

45

2) Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara

digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami

granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh).

3) Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes dilihat apakah

terdapat sinus (luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak.

Bila terdapat senis ada baiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl

sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus biasanya banyak

terdapat kuman.

4) Setelah dilakukan perawatan luka lakukan pengkajian apakah

sudah tumbuh granulassi, (pembersihan dilakukan dengan kassa

steril yang dibasahi larutan Nacl).

5) Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang

diberi larutan Nacl lalu dibalut disekitar luas luka, dalam

penutupan dengan kassa, jaga agar jaringan luar luka tidak

tertutup. Sebab jika jarigan luar tertutup akan menimbulkan

pembengkakan.

6) Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur Nacl, lalu

ditutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya

dibalut.

7) Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya

akan ada penutupan luka tahap kedua (skin draw), biasanya

diambil dari kulit paha. Penanganan luka diabetik, harus ekstra

agresif sebab pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan

memperparah keadaan luka.

Page 41: BAB II TINJAUAN TEORI A. 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/124/4/5. BAB II.pdf · Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas

46