35
BAB I PENDAHULUAN Syok anafilaktik merupakan suatu bentuk reaksi anafilaksis, yang merupakan suatu keadaan gawat darurat yang dapat timbul pada setiap pemberian obat, makanan tertentu, media kontras, atau sengatan/gigitan serangga (tawon, semut, nyamuk tertentu). Keadaan ini dapat membawa korban ke “jalur cepat” menuju kematian. (1) Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar disebabkan oleh belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis yang fatal relatif jarang, pada individu yang benar-benar mengalami anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian. Bentuk yang lebih ringan lebih sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun diperkirakan 30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun). Suatu survey di Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun mengalami sedikitnya satu kejadian anafilaksis. (2,6) Terapi anafilaksis yang tepat bergantung pada pengenalan masalah, keadaan klinis, dan obat-obatan yang mempengaruhi reaksi. Tujuan pembuatan referat ini adalah karena sudah sewajarnya bahwa setiap dokter harus mengetahui cara-cara penanggulangannya, sehingga pasien dapat kembali ke “jalur kehidupan” atau paling tidak di jalur lambat menuju kematian, 1

Syok Anafilaktik Isi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Syok Anafilaktik Isi

BAB I

PENDAHULUAN

Syok anafilaktik merupakan suatu bentuk reaksi anafilaksis, yang merupakan suatu

keadaan gawat darurat yang dapat timbul pada setiap pemberian obat, makanan tertentu,

media kontras, atau sengatan/gigitan serangga (tawon, semut, nyamuk tertentu). Keadaan ini

dapat membawa korban ke “jalur cepat” menuju kematian. (1)

Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar disebabkan oleh

belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis yang fatal relatif jarang, pada

individu yang benar-benar mengalami anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian. Bentuk yang

lebih ringan lebih sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun

diperkirakan 30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun). Suatu survey di

Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun mengalami sedikitnya satu

kejadian anafilaksis.(2,6)

Terapi anafilaksis yang tepat bergantung pada pengenalan masalah, keadaan klinis,

dan obat-obatan yang mempengaruhi reaksi. Tujuan pembuatan referat ini adalah karena

sudah sewajarnya bahwa setiap dokter harus mengetahui cara-cara penanggulangannya,

sehingga pasien dapat kembali ke “jalur kehidupan” atau paling tidak di jalur lambat menuju

kematian, dengan demikan masih ada kesempatan untuk konsultasi/ dirujuk ke tempat

perawatan yang lebih baik.

1

Page 2: Syok Anafilaktik Isi

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Definisi

Reaksi anafilaktik adalah adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa

sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kulit dan gastrointestinal yang merupakan

reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah

tersensitisasi. Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi yang nyata

dan kolaps sirkulasi darah dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Syok anafilakstik

merupakan suatu reaksi alergi yang fatal dan menunjukkan derajat kegawatan. (1,6)

Respon hipersensitivitas pada reaksi anafilaktik diperantarai oleh Immunoglobulin E

(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun

hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera

setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Reaksi anafilaktoid adalah reaksi

berlebihan terhadap suatu obat tetapi bukan merupakan suatu reaksi antigen antibodi. (1,4,7)

II.2. Epidemiologi

Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka

kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat

penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit

penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas

sebesar 1-3/1 juta penduduk. Sementara di Indonesia, angka kematian dari kasus anafilaksis

dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami

peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.

Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan

bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda

dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih

tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan

dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.(4)

2

Page 3: Syok Anafilaktik Isi

II.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat

alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan

alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan

serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri,

putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis.

Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat

anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-

lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa

menyebabkan anafilaksis.(3,4)

Gambar 2.1. Faktor predisposisi reaksi anafilaktik(4)

3

Page 4: Syok Anafilaktik Isi

Tabel 2.1. Zat yang terlibat pada reaksi anafilaktik(1)

Zat-zat yang Biasanya Terlibat Pada Reaksi Anafilaktik

Antibiotik Penisilin dan analog penisilin, sefalosporin,

tetrasiklin, eritromisin, streptomisin.

Zat anti inflamasi nonsteroid Salisilat, aminopirine

Narkotik analgesik Morfin, kodein, meprobamat

Analgesik lokal Prokain, lidokain, kokain

Anestetik umum Tiopental

Tambahan anestetik Suksinilkolin, tubokurarin

Produk darah dan antiserum Sel darah merah, sel darah puti, transfusi

trombosit, gamma globulin, rabies, tetanus,

antitoksin difteria, anti bisa ular dan laba-laba

Zat diagnostik Zat radiokontras iodin

Makanan Telur, susu, kacang, ikan, kerang

Bisa Tawon, laba-laba, ular, ubur-ubur

Hormon Insulin, ACTH, ekstrak pituitaria

Enzim dan biologis Asetilsistein, tambahan enzim/pankreas

Ekstrak alergen potensial yang dipakai pada

desensitisasi

Tepung sari, makanan, bisa

II.4. Patofisiologi

Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction).

Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi

merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor

spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu

selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.(1,6)

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap

oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,

dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B

berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk

antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.(5,6)

4

Page 5: Syok Anafilaktik Isi

Gambar 2.1. Patogenesis Hipersensitivitas tipe 1

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan

reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh,

alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera

yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa

bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.(6)

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel

yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu

setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu

terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit

atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan

efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan

edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan

Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek

bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.

Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang

dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.(6)

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya

fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran

darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.

Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia

jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.

5

Page 6: Syok Anafilaktik Isi

II. 5. Manifetasi Klinis

Kompleks gejala pada manusia dapat melibatkan saluran nafas, sistem kardiovaskular,

mata, kulit atau saluran cerna, baik sendiri sendiri maupun gabugan. Manifestasi klinis yang

paling sering ialah reaksi pernafasan dan kulit. Sembab laring dan hipotensi menonjol pada

episode yang fatal.(1)

Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu

atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata,

susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang sering

dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit,

panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. (1.3)

Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik

sampai beberapa menit setelah penderita terpajan oleh alergen atau faktor pencertus

nonalergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani.

Gambaran klinis reaksi anafilaksis bergantung pada tempat masuknya antigen atau zat

asing, jumlahnya yang diserap, kecepatan absorbsi dan derajat hipersensitivitas pasien. Jadi

berat ringan gejala, mulai timbul reaksi dan lama reaksi dapat berbeda- beda pada masing-

masing pasien. Setiap gejala reaksi sistemik harus dianggap gawat, karena gejala-gejala yang

tidak  berarti dapat diikuti gejala yang dapat mematikan. Sembab laring atau hipotensi yang

timbul lebih dini menunjukkan bahwa reaksi dapat berlanjut sampai kematian. Penyerapan

zat makanan antigenik dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti enek,muntah,

kejang perut dan diare yang mendahului gejala sistemik yang lebih berat. Individu yang

sensitif dapat mengalami reaksi urtikaria, pruritik setempat pada tempat sengatan serangga

atau suntikan obat, sebelum timbul tanda-tanda dan gejala yang lebih luas.(1)

Reaksi reaksi mengancam nyawa yang paling berat terjadi dalam beberapa menit

setelah terkena zat antigenik. Dalam hal ini, korban dapat merasakan sensasi sesak di dada,

atau perasaan terancam terkena nasib malang, sering tanpa ada gejala yang mendahuluinya.

Manifestasi kulit seperti eritema difus, urtikaria, merah di muka dan angioedema daerah

periorbital dan perioral sering timbul dan dapat diikuti dengan gejala pernafasan progresif

cepat yang berat akibat sembab laring dan bronkospasme. (1)

Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan

saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal.

Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat sehingga terjadi

stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika edema terus memburuk.

6

Page 7: Syok Anafilaktik Isi

Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada

anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena

bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat,

serta bersin-bersin. (1,6)

Gambar 2.2. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik

Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi

koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular terjadi

hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung (angina),

kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia.

Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran

urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan

terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan

perubahan kandungan elektrolit pada urin.(1,6)

Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,

peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem

gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos, berupa

7

Page 8: Syok Anafilaktik Isi

nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan rektal yang

terjadi akibat iskemia atau infark usus.

Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi

trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada sistem

neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi

tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari

aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara

histologis terjadi keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta

kebocoran sel.

Tabel 2.2. Gejala reaksi anafilaktik menurut sistem(1)

SISTEM REAKSI GEJALA TANDA

Saluran nafas Rinitis

Sembab laring

Bronkospasme

Bendungan nasal dan

gatal

Dispnoe

Batuk, mengi, sensasi

opresi retrosternal

Edema mukosa

Stridor laring, sembab

pita suara

Mengi, ronkhi, gawat

nafas, takipnoe

Sistem

kardiovaskular

Hipotensi

Rasa lemah

Aritmia

Henti jantung (cardiac

arrest)

Sinkop Hipotensi, takikardia,

perubahan EKG: ST

nonspesifik, perubahan

gelombang T, ritme

nodal, fibrilasi atrial,

Tak ada nadi.

Perubahan EKG:

asistol ventrikular,

fibrilasi ventrikular.

Kulit Urtikaria

Angioedema

Pembengkakan

ekstremitas, perioral,

periorbital

Pruritus, hives

Nonpruritik

Lesi urtikaria tipis

Edema sering asimetris

Sistem Mual, muntah, nyeri

8

Page 9: Syok Anafilaktik Isi

gastrointestinal perut, diare

Mata Konjungtivitis Gatal okular,

lakrimasi

Inflamasi konjungtival

II. 6. Diagnosis

Diagnosis reaksi anafilaksis memungkinkan jika pasien yang terkena pemicu (alergen)

mengalami serangan mendadak (biasanya dalam beberapa menit setelah terpapar) dengan

perubahan kulit yang progresif dan gangguan jalan nafas dan/ atau pernafasan dan/atau

gangguan sirkulasi yang mengancam nyawa. Reaksi ini biasanya tak terduga.(3)

Tidak adanya manifestasi klinis yang konsisten dan berbagai kemungkinan manifestasi

klinis menyebabkan kesulitan diagnostik. Banyak pasien dengan reaksi anafilaksis tidak

mendapatkan terapi yang tepat. .(3)

Satu set kriteria tidak dapat mengidentifikasi seluruh gejala reaksi anafilaktik. Banyak

gejala dan tanda, namun tidak ada yang benar-benar spesifik untuk reaksi anafilaktik. Tetapi,

kombinasi dari bebeapa gejala membuat diagnosis reaksi anafilaktik lebih mungkin

ditegakkan. Berikut adalah kriteria reaksi anafilaktik menurut Resusitation Council (UK) .(3) :

1. Onset tiba-tiba dan perkembangan gejala yang cepat

2. Gangguan jalan nafas dan/atau pernafasan dan atau masalah sirkulasi yang

mengancam jiwa. (Airway, Breathing, Circulation)

3. Perubahan kulit dan mukosa (flushing, urtikaria, angioedema)

Diagnosis dapat ditegakkan apabila ketiga kriteria diatas terpenuhi. Hal lain yang

dapat mendukung diagnosis adalah paparan terhadap alergen yang diketahui oleh pasien.

Yang perlu diingat adalah perubahan kulit atau mukosa saja bukan merupakan tanda reaksi

anafilaksis. Perubahan kulit dan mukosa dapat terjadi samar atau bahkan tidak ada pada 20%

pasien (pada sebagian pasien bisa hanya terdapat penurunan tekanan darah). Gejala

gastrointestinal dapat timbul, misalnya mual, muntah, nyeri perut, dan inkontinensi. .(3)

1. Onset mendadak dan perkembangan gejala yang cepat.

- Pasien akan terlihat dan merasa tidak sehat

- Kebanyakan reaksi muncul dalam beberapa menit, namun dalam beberapa

kasus, bisa muncul dalam waktu yang cukup lambat.

9

Page 10: Syok Anafilaktik Isi

- Onset bergantung pada jenis pemicu. Pemicu intravena akan lebih cepat dari

gigitan serangga, dan cenderung menimbulkan reaksi lebih cepat dari pemicu

yang dicerna secara oral.

- Pasien biasanya merasa cemas.

2. Masalah Airway dan/atau Breathing dan/atau Circulation yang mengancam nyawa.

- Pasien dapat memiliki masalah pada A atau B atau C atau kombinasi.

Gunakan pendekatan ABCDE untuk mengenali tanda-tanda gangguan

tersebut.

- Masalah Airway:

Pembengkakan laring/faring. Pasien merasa kesulitan bernafas atau

menelan dan merasa tenggorokannya tertutup.

Suara serak

Stridor

- Masalah Breathing:

Sesak napas – frekuensi pernapasan meningkat.

Mengi.

Pasien menjadi lelah.

Kebingungan yang disebabkan oleh hipoksia.

Sianosis (tampak biru) - ini biasanya merupakan tanda akhir.

Respiratory arrest

- Masalah Circulation:

Tanda-tanda syok - pucat, berkeringat.

Peningkatan denyut nadi (takikardia).

Tekanan rendah darah (hipotensi) - perasaan samar (pusing), kolaps.

Penurunan tingkat sadar atau kehilangan kesadaran.

Anafilaksis dapat menyebabkan iskemia miokardium dan perubahan

EKG pada orang yang tidak memiliki kelainan pembuluh darah

koroner.

Henti jantung.

Masalah sirkulasi yang sering disebut sebagai syok anafilaksis, dapat

disebabkan oleh depresi miokard langsung, vasodilatasi dan kebocoran

kapiler, dan hilangnya cairan dari sirkulasi. Bradikardia merupakan gejala

akhir yang sering mengawali cardiac arrest. Masalah pada Airway,

10

Page 11: Syok Anafilaktik Isi

Breathing, dan Circulation di atas mengubah status neurologis pasien (dinilai

dalam bagian Disability dari ABCDE) karena penurunan perfusi otak.

Mungkin timbul kebingungan, agitasi dan kehilangan kesadaran. Pasien juga

dapat memiliki gejala gastro intestinal seperti sakit perut, inkontinensia,

muntah.

3. Perubahan kulit dan/atau perubahan mukosa

Dinilai sebagai bagian E (Exposure) dari ABCDE.

Sering merupakan gejala pertama dari anafilaksis (sebanyak 80%)

Kelainan kulit bisa samar atau sangat nyata.

Mungkin hanya kulit, hanya mukosa atau keduanya yang mengalami

perubahan.

Mungkin muncul eritema, urtikaria atau angioedema. Angioedema

mirip dengan urtikaria tetapi melibatkan pembengkakan jaringan yang

lebih dalam. Paling sering di kelopak mata dan bibir, dan kadang-

kadang di mulut dan tenggorokan.

Meskipun perubahan kulit dapat mengkhawatirkan, perubahan kulit

tanpa gangguan ABC tidak menandakan reaksi anafilaksis.

II. 7. Diagnosis Banding

Pada pasien sadar reaksi anafilaktik menyerupai reaksi vasovagal, yang dapat muncul

setelah injeksi suatu obat atau prosedur yang menyakitkan. Pada reaksi vasovagal, pasien

terlihat pucat dan mengeluh mual sebelum sinkop tetapi tidak melibatkan pruritus atau

sianosis. Kesulitan bernafas tidak terjadi, dan gejala hilang segera setelah pasien berbaring.

Reaksi vasovagal sering disertai dengan keringat berlebih dan bradikardia, tanpa muka

kemerahan, urtikaria, angioedema, pruritus atau wheezing.(6)

Diagnosis banding kolaps yang tiba-tiba termasuk disaritmia, infark miokardium,

aspirasi makanan atau benda asing, emboli pulmoner, kejang, hipoglikemia dan stroke. Sesak

nafas dan wheezing pada anafilaktik menyerupai penyakit asma bronkial. Kondisi lain yang

menyerupai anafilaksis adalah cold urticaria, overdosis obat, tumor karsinoid.(6)

II.8. Penatalaksanaan

11

Page 12: Syok Anafilaktik Isi

Penatalaksanaan reaksi anafilaksis bergantung pada(3):

- Tempat terjadinya serangan

- Pelatihan dan keterampilan penyelamat

- Jumlah penolong

- Peralatan dan obat obatan yang tersedia

1. Tempat

Mengobati pasien dengan anafilaksis di masyarakat tidak akan sama seperti dalam rumah

sakit. Di luar dari rumah sakit, ambulans harus dipanggil awal dan pasien diangkut ke bagian

gawat darurat.(3)

2. Pelatihan penyelamat

Seluruh tenaga keseatan harus bisa melaksanakan terapi awal pasien dengan reaksi

anafilaktil. Penyelamat harus menggunakan kemampuan yang telah mereka latih. Tenaga

medis yang memberikan obat parenteral harus memiliki keterampilan dan memperbaharui

keterampilannya dalam menangani reaksi anafilaksis. .(3)

3. Jumlah penolong.

Satu penolong harus memanggil bantuan karena jika terdapat beberapa penolong,

beberapa perlakuan pertolongan dapat dilakukan secara bersamaan. .(3)

4. Peralatan dan obat-obatan yang tersedia

Peralatan dan obat obatan untuk menangani resusitasi harus tersedia di seluruh tempat

fasilitas kesehatan. Peralatan dan obat-obatan tersebut harus diperiksa secara berkala. Semua

pasien reaksi anafilaksis harus dipantau sesegera mungkin. Minimal pemantauan termasuk

pulse oxymetry, tekanan darah dan 3-lead EKG. Pemantauan harus diawasi oleh seorang

individu yang terampil dalam menafsirkan dan menanggapi perubahan. .(3)

Posisikan pasien

Semua pasien harus ditempatkan dalam posisi yang nyaman. Faktor-faktor yang

harus dipertimbangkan.(3):

Pasien dengan masalah airway dan breathing dapat diposisikan duduk karena dapat

memudahkan bernafas.

Berbaring telentang dengan atau tanpa elevasi kaki sangat membantu untuk pasien

tekanan darah rendah (masalah circulation). Jika pasien merasa lemah, jangan duduk

atau berdiri karena dapat menyebabkan serangan jantung.

Pasien yang bernafas dan sadar dapat diposisikan dengan recovery position.

12

Page 13: Syok Anafilaktik Isi

Pasien hamil harus berbaring pada sisi kiri untuk mencegah caval compression.

Hilangkan pemicu jika mungkin

Menghilangkan pencetus untuk reaksi anafilaksis tidak selalu memungkinkan.

Hentikan setiap obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis (misalnya, berhenti

infus intravena, larutan gelatin atau antibiotik).

Lepaskan sengat setelah tersengat binatang. Pelepasan sengat sesegera mungkin lebih

penting dari cara pelepasannya.

Apabila reaksi anafilaksis dipicu oleh makanan, tidak disarankan untuk merangsang

muntah.

Jangan menunda pengobatan definitif jika menghilangkan pencetus tidak

memungkinkan.

Cardiorespiratory arrest pada reaksi anafilaksis

Apabila terjadi cardiac arrest mulai segera resusitasi jantung paru sesuai standar

terbaru. Penolong harus memastikan bahwa bantuan akan datang. Adrenalin intramuskular

tidak dianjurkan setelah serangan jantung terjadi. Berikan oksigen 100% jika mungkin. Bila

terdapat sumbatan nafas akibat sembab laring, lakukan intubasi trakeal. Bia tidak mungkin,

sebagai alternatif dapat dilakukan krikotiroidotomi atau paling tidak pungsi membrana

krikotiroid dengan jarum berlumen besar.(1,3)

Algoritma penatalaksanaan reaksi anafilaksis

13

Page 14: Syok Anafilaktik Isi

Resusitation council (UK) membuat suatu algoritma penanganan reaksi anafilaktik,

yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.(3):

Gambar 2.3. Algoritma penanganan reaksi anafilaktik.(3)

14

Page 15: Syok Anafilaktik Isi

Obat-obatan

Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati

syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah, menyempitkan

pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin

bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator lain yang poten. Mekanisme

kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga

menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain

itu adrenalin mempunyai kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus

pembuluh darah perifer dan otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan

vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga

menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.(1,3)

Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi

pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik.

Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam

keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian

subkutan. Berikan 0,3-0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01

ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-10 menit, sampai

tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan. (1,3)

Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan anafilaktik

yang berat dan saat anestesia. Adrenalin dapat diberikan dalam injeksi intravena dosis 0,3-0,5

mg (3-5 ml dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000). Pada anak-anak dapat diberi dosis

10 mcg/kg BB (0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) . Pada keadaan

darurat dapat dipakai vena femoralis atau vena lidah. Instilasi intratrakeal langsung yang

memberikan absorpsi cepat ke dalam sistem vaskular dapat diberikan melalui pipa

endotrakeal. Untuk Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok

anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara

penyuntikkan yang benar. (1,3)

Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang sering

dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator. (1,3)

Bronkodilator seperti aminofilin dapat bermanfaat untuk bronkospasme yang menetap

setelah diberikan adrenalin. Aminofilin secara efektif mencegah pelepasan mediator dengan

menghambat fosfor diesterase, suatu enzim yang diperlukan untuk metabolisme cAMP

intraselular. Untuk dewasa dan anak dosis pertama 5-6mg/kg, diberikan perinfus selama 20

menit, dilanjutkan dengan infus kontinyu 0,4-0,9 mg/kg/jam. (1)

15

Page 16: Syok Anafilaktik Isi

Tabel 2.1. Garis besar terapi anafilaksis(1)

Reaksi Terapi segera Terapi suportif

Ringan Berat

Konjungtivitis

Rinitis

Urtikaria

Pruritus

Eritema

Adrenalin HCl

0,3 ml 1:1000

SC, IM

Difenhidramin HCl

50 mg per oral

Difenhidramin HCl

tiap 6 jam

Sembab laring Adrenalin HCl

0,3 ml 1:1000 IM

Difenhidramin HCl

50 mg IV

Difenhidramin HCl

50 mg tiap 6 jam

Efedrin sulfat 25

mg tiap 6 jam

Oksigen

Pantau gas darah

Trakeostomi

Difenhidramin HCl, 50

mg tiap 6 jam

Efedrin Sulfat 25 mg

tiap 6 jam

Hidrokortison

Bronkospasme Adrenalin HCl

0,3 ml 1:1000 IM

Difenhidramin HCl

50 mg IV

Adrenalin HCl

0,3 ml 1:1000 IM

Aminofilin 250 mg

IV selama 10 menit

Oksigen

Pantau gas darah

Aminofilin 500 mg IV

tiap 6 jam

Cairan IV

Hidrokortison

Awasi terhadap gagal

napas

Hipotensi Adrenalin HCl

0,3 ml 1:1000 IM

Difenhidramin HCl

50 mg IV

Metaraminol bitartrat

100 mg dalam 1000

ml 5% dekstrosa

dalam air

Oksigen

Metaraminol bitartrat

atau

noradrenalin IV

Pantau EKG

Pantau volume darah

Cairan IV

16

Page 17: Syok Anafilaktik Isi

Isoproterenol HCL

dalam hipotensi

normovolemik dengan

curah jantung rendah

Aritmia Terapi manifestasi

primer dengan O2,

vasopresor.

Terapi aritmia dengan

obat antiaritmik

Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan peningkatan

peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan mediator dengan cara

menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti

adrenalin. Tergantung beratnya penyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral.

Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan intravena. Anti histamin yang

dapat diberikan adalah difenhidramin HCl intravena 50 mg, diulang tiap 6 jam. Dapat juga

diberikan peroral. Anihistamin lain yang dapat diberikan adalah chlorphenamine dengan

dosis yang terdapat pada algoritma penanganan anafilaksis. (1,3)

Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon peradangan, kortikosteroid tidak

banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi sedang

hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang

(diberikan setelah resusitasi awal). Obat yang dapat digunakan adalah hidrokortison. Dosis

hidrokortison sebagai berikut(3):

>12 tahun dan orang dewasa 200 mg IM atau IV perlahan

>6-12 tahun 100 mg IM atau IV perlahan

>6 bulan-6 tahun 50 mg IM atau IV perlahan

<6bulan 25 mg IM atau IV perlahan

Terapi Suportif (1,3)

1. Upayakan keseimbangan cairan dan elektrolit

17

Page 18: Syok Anafilaktik Isi

Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk

koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan

utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan

tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis

cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan

larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume

plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan

20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan

dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.

Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa

melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume

intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma

berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

2. Teruskan pemberian oksigen terutama bila pasien sianotik.

3. Beri kortikosteroid IV 100-200 mg hidrokortison (atau ekuivalen) untuk dewasa rata-

rata.

4. Beri antihistamin IV misal: prometazin 0,2 mg/kg.

5. Hindari sedativa, narkotika dan obat hipotensif yang lain.

6. Lakukan observasi pasien minimal 4 jam sesudah anafilaksis.

7. Selama 24 jam berikutnya, hindari vasodilator seperi alkohol, panas (mandi air panas)

dan sebagainya.

8. Penatalaksanaan konvensional edema hidrostatik yang mengurangi volume darah

(diuretika, terapi pengurangan cairan, morfin, setengah duduk, turnike, vena seksi)

dikontraindikasikan.

Tindak lanjut

18

Page 19: Syok Anafilaktik Isi

Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim

ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka

penanganan penderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas

yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa

harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah

teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama

selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang

perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi

urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal

nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan

cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark miokard,

aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin

lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.(3)

Pencegahan

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik

terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis riwayat alergi penderita

dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor risiko anafilaksis.

Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi

terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok

anafilaktik. (1,3)

Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian dengan

jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan observasi selama

pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Hindari obat-

obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang

menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang

menyebabkan alergi. Hal yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk

mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.

Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka panjang. (1,3)

II.9. Prognosis

19

Page 20: Syok Anafilaktik Isi

Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip kegawatdaruratan, reaksi

anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat kambuh

kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan observasi

setelah terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang

lebih luas lagi.

20

Page 21: Syok Anafilaktik Isi

BAB III

KESIMPULAN

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Ig E

yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok anafilaktik

memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat tinggi.

Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu

makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang diduga dapat meningkatkan

risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan

kesinambungan paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I,

terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada vasodilatasi pembuluh darah yang

mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik.

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Penatalaksanaan syok anfilaktik harus

cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan

penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan

resusitasi jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-obat yang lain sesuai dosis; monitoring

keadaan hemodinamik, terapi suportif, hingga tindak lanjut.

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik

terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara cepat dan tepat sesuai

dengan prinsip kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian.

21

Page 22: Syok Anafilaktik Isi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunatrio S. Penanggulangan Reaksi Anafilaksis. Dalam : Muhiman M, Thalib MR,

Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2004. h.177-85.

2. Sampson HA, Leung DY. Anafilaksis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. 18thed. Philadelphia: WB Saunders

Co; 2004. h. 983-5.

3. Resuscitation Council UK. Emergency Treatment of Anaphylactic Reactions,

Guidelines for Healthcare Providers. Diperoleh dari:

http:// www. resus .org. uk /pages/ reaction .pdf . Diunduh tanggal 24 Mei 2013.

4. Simons FER, Arduso LRF, Bilo MB, El-Gamal YM, Ledford DK, Ring J, et al. World

Allergy Organization anaphylaxis guideline: Summary. Diperoleh dari:

https://wao.confex.com/wao/wisc12/webprogram/Handout/Paper4606/Simons

%20FER%20et%20al,%20JACI%202011%20(Anaphylaxis%20Guidelines,%20full

%20and%20summary).pdf. Diunduh tanggl 24 Mei 2013.

5. Sampson HA, Munoz-Furlong A, Schmitt C, Chowdhury BA, Decker WW, Furlong

TJ et al. Symposium on the Definition and Management of Anaphylaxis: Summary

report. Diperoleh dari: http:// www.researchgate.net/... anaphylaxis .../9fcfd50d7 .

Diunduh tanggal 24 Mei 2013.

6. Holzman RS. Anaphylactic reaction and Anesthesia. Dalam: Longecker DE, Brown

DL, Newman MF, Zapol WM. Anesthesiology. New York: McGraw Hill, 2008.

h.1948-1962. 

7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

22