14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Supatman (2008), dalam penelitian yang berjudul “Identifikasi Tekstur Citra Bubuk Susu Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat Untuk Mendeteksi Keaslian Produk Susu”, identifikasi awal produk susu bubuk dilakukan dengan melihat kemasan dan tanggal kedaluwarsa, proses tersebut lebih mudah dan sederhana. Selain kedua teknik tersebut, untuk mengidentifikasi produk susu bubuk adalah dengan melihat butiran bubuk susu yang dipandang sebagai tekstur dalam citra digital. Dalam penelitian ini, citra tekstur butiran bubuk susu diekstrak menggunakan alihragam gelombang singkat (wavelet) untuk mendapatkan ciri-ciri khusus dalam bentuk feature vector. Feature vector ini diterapkan sebagai vektor masukan proses pengenalan pada Learning Vector Quantization (LVQ) melalui aturan dan proses pembelajaran. Dari eksperimen 155 data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli 93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%. Rekonstruksi citra dengan membangkitkan citra dari alihragam gelombang-singkat menghasilkan citra dengan pixel baru pada level tiga. Sedangkan untuk vektor ciri diproses dari konversi matriks dua dimensi hasil rekonstruksi menggunakan alihragam gelombang-singkat level 3 menjadi bentuk matriks vektor. Vektor matriks dari hasil konversi yang berupa vektor dijadikan ciri (feature vector) dalam klasifikasi maupun identifikasi. Fadil (2012), melakukan penelitian untuk mengidentifikasi tekstil berbasis komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer. Selanjutnya komputer menerjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut. Pada pengembangan sistem ini terdiri dari 2 tahap yaitu penentuan pola standar referensi dan pengujian. Data yang digunakan sebagai standar referensi sebanyak 5 sampel untuk masing-masing jenis kain yaitu blacu, finished dan rajut. Sedangkan untuk pengujian unjuk kerja sistem menggunakan 100 sampel untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/704/2/BAB II.pdf · 2017-08-23 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Supatman

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Supatman (2008), dalam penelitian yang berjudul “Identifikasi Tekstur

Citra Bubuk Susu Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat Untuk

Mendeteksi Keaslian Produk Susu”, identifikasi awal produk susu bubuk

dilakukan dengan melihat kemasan dan tanggal kedaluwarsa, proses tersebut lebih

mudah dan sederhana. Selain kedua teknik tersebut, untuk mengidentifikasi

produk susu bubuk adalah dengan melihat butiran bubuk susu yang dipandang

sebagai tekstur dalam citra digital. Dalam penelitian ini, citra tekstur butiran

bubuk susu diekstrak menggunakan alihragam gelombang singkat (wavelet) untuk

mendapatkan ciri-ciri khusus dalam bentuk feature vector. Feature vector ini

diterapkan sebagai vektor masukan proses pengenalan pada Learning Vector

Quantization (LVQ) melalui aturan dan proses pembelajaran. Dari eksperimen 155

data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu

mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli

93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%. Rekonstruksi citra dengan

membangkitkan citra dari alihragam gelombang-singkat menghasilkan citra

dengan pixel baru pada level tiga. Sedangkan untuk vektor ciri diproses dari

konversi matriks dua dimensi hasil rekonstruksi menggunakan alihragam

gelombang-singkat level 3 menjadi bentuk matriks vektor. Vektor matriks dari

hasil konversi yang berupa vektor dijadikan ciri (feature vector) dalam klasifikasi

maupun identifikasi.

Fadil (2012), melakukan penelitian untuk mengidentifikasi tekstil berbasis

komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer.

Selanjutnya komputer menerjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut.

Pada pengembangan sistem ini terdiri dari 2 tahap yaitu penentuan pola standar

referensi dan pengujian. Data yang digunakan sebagai standar referensi sebanyak

5 sampel untuk masing-masing jenis kain yaitu blacu, finished dan rajut.

Sedangkan untuk pengujian unjuk kerja sistem menggunakan 100 sampel untuk

masing-masing jenis kain. Pengujian unjuk kerja sistem dilakukan dengan

melakukan variasi ukuran citra dan metode matriks jarak. Hasil pengujian sistem

identifikasi citra kain menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 93% untuk

ukuran citra asli 600x800 dengan metode ekstraksi ciri histogram dan teknik

klasifikasi matriks jarak Squared Chi Squared.

Sutarno (2010), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan

Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra Wajah”, melakukan penelitian untuk

mengetahui tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan

transformasi wavelet, mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode

wevelet citra masukan terhadap unjuk kerja sistem identifikasi citra. Citra untuk

pengujian diambil di lapangan menggunakan kamera digital. Pada pengujian awal

proses transformasi citra masukan menggunakan wavelet Haar hingga level-3.

Pada proses selanjutnya transformasi citra masukan akan menggunakan keluarga

wavelet Daubechies (db2) dan Coiflets (coif).

Isnanto (2009), dalam sebuah penelitian yang berjudul “Identifikasi Iris

Mata Menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning

Vector Quantization (LVQ), bahwa untuk mengenali seseorang melalui iris mata

dengan menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning

Vector Quantization (LVQ). Citra diambil dengan ukuran 200 x 200 piksel untuk

data uji dan database pengetahuan. Penelitian ini menggunakan jarak Euclidian.

Keberhasilan sistem dalam idenifikasi iris mata dipengaruhi oleh akuisisi citra dan

proses pengolahan awal citra. Akuisisi citra yang tidak tepat dan proses

pengolahan awal yang buruk menyebabkan sistem tidak mampu mengolah citra

tersebut serta terjadi kesalahan pengenalan citra. Hasil pengujian dengan

perhitungan nilai jarak Euclidean ternyata program dapat mengenali semua berkas

citra yang diujikan. Berdasarkan pengujian diperoleh bahwa program ini memiliki

kinerja keberhasilan sebesar 100%.

Listyaningrum (2011), dalam penelitian yang berjudul Analisis Tekstur

Menggunakan Metode Transformasi Paket Wavelet, pada penelitian tersebut

digunakan Transformasi Paket Wavelet (TPW) dengan beberapa jenis wavelet

induk yaitu : Haar, Daubechies-8, Daubechies-10, dan Coiflet-1. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa nilai energi tertinggi terdapat pada tekstur

dinding_05 sampel 3 yaitu 715,95 dengan wavelet tipe Haar sedangkan nilai

energi terendah pada tekstur anyaman_03 sampel 2 jenis wavelet Db_08 dengan

nilai energi sebesar 286,22. Untuk jenis wavelet Haar tekstur yang memiliki

kebenaran tertinggi adalah tekstur dinding dan tekstil. Khusus untuk Daubechies 8

tekstur anyaman paling tinggi kebenarannya. Sedangkan wavelet jenis coiflet

memiliki nilai kebenaran terendah untuk masing-masing jenis tekstur. Identifikasi

jarak terkecil dicapai pada tekstur dinding_02 sampel 3 jenis wavelet Haar

sebesar 0,0068764, yang menunjukkan bahwa tekstur tersebut mempunyai

kedekatan ciri atau pola informasi yang hampir sama.

Secara umum konsep yang dipaparkan hampir sama dengan beberapa

penelitian sebelumnya, yang berbeda adalah penelitian ini mengidentifikasi jenis

batuan kapur menggunakan metode Learning Vector Quantization (LVQ).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Batuan

Keunggulan penggunaan batu alam jika dibandingkan dengan yang lainnya :

1. Batu alam memiliki berbagai variasi warna, pola, serta teksturnya.

2. Batu alam memiliki daya tahan yang lama.

3. Batu alam juga ramah lingkungan. Batu alam tidak beracun, tidak ada

kandungan bahan kimia yang tercampur saat proses penggalian. Sifat-

sifat dalam batu ini masih murni, dan tidak mengandung zat yang

berbahaya bagi bumi dan kesehatan.

4. Batu alam merupakan kekayaan alam yang unik. Tidak ada yang bisa

menirunya, karena batu alam digali langsung dari bumi dan bukan hasil

buatan manusia. Banyak hal mempengaruhi warna utama dan batu alam,

seperti mata air bawah tanah, kandungan mineral, pergeseran bumi, suhu,

solusi alami di bumi, dan tekanan elemen dari waktu ke waktu. Tidak ada

cara untuk menduplikasikan faktor-faktor alami tersebut di laboratorium

manapun.

5. Batu alam dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Selain itu, batu

alam hanya memerlukan perawatan yang sederhana dan tahan lama,

menjadikannya sebagai investasi seumur hidup.

6. Karena memiliki daya tahan yang lama, menjadikan faktor perawatanpun

semakin mudah.

Batu alam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, penampilan dan

karakteristiknya ditentukan oleh cara atau dimana bebatuan itu dibentuk, misalnya

oleh sungai, gunung berapi, pegunungan tektonik, maupun yang lainnya. Setiap

jenis batu alam memiliki keunikan sendiri-sendiri, tidak ada yang bisa meniru

komposisi maupun kekuatan di dalamnya. Ini berarti bahwa batu alam dari jenis

yang samapun juga bisa berbeda-beda. Dilihat dari tujuan komersialnya, batu

alam dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Batu granit

Batuan magmatik yang terjadi karena adanya pendinginan magma yang

jauh di kerak bumi. Beberapa diantaranya juga berasal dari metamorf yang

diciptakan oleh transformasi batu magmatik yang ada di bawah tekanan

tinggi, misalnya selama terjadi pengembangan pegunungan.

2. Batu marmer

Batuan yang terjadi dari metamorf dan batuan sedimen yang terdiri dari

partikel calciferous (kalsit). Marmer adalah batu alam yang relatif

homogen, karena relatif mudah dikerjakan, dan terdiri dari berbagai macam

warna yang berbeda, seperti merah, putih, merah muda dan lain sebagainya.

Hal ini bisa diaplikasikan dalam industri bangunan seperti lantai, tangga,

perapian, dan lain sebagainya.

3. Batu kapur

Batuan sedimen yang terjadi karena adanya akumulasi dan kompresi fosil

atau fragmen batu, seperti kuarsa dan kalsium. Batu kapur memiliki tekstur

yang lembut dan mudah digunakan. Batu kapur dapat diaplikasikan baik

untuk indoor maupun outdoor. Jenis ini dapat digunakan untuk lantai,

perapian, patung, dan masih banyak lagi.

Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara

organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang

terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan

cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal

dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu,

abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral

pengotornya.

Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur

adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada

kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral

lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit,

tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit

(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah

beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan,

industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain.

Batu kapur merupakan batuan dengan keragaman penggunaan yang sangat

besar. Batuan ini menjadi salah satu batuan yang banyak digunakan

dibandingkan jenis batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batu kapur dibuat

menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi

seperti: landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton. Nilai paling

ekonomis dari sebuah deposit batu kapur yaitu sebagai bahan utama

pembuatan semen.

Beberapa jenis batu kapur banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat

dan padat dengan sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini memungkinkan batu

kapur dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi. Meskipun

batu kapur tidak sekeras batuan berkomposisi silikat, namun batu kapur

lebih mudah untuk ditambang dan tidak cepat mengakibatkan keausan pada

peralatan tambang maupun crusher (alat pemecah batu).

4. Basal

Batuan magmatik yang terjadi dari proses pendinginan magma cair di

permukaan bumi. Karena pendinginan terjadi sangat cepat, mineral dalam

batu mengalami proses kristalisasi. Hal inilah yang menyebabkan batuan

ini memiliki tekstur yang halus, tidak berpori, keras dan tahan lama.

Biasanya batuan ini diaplikasikan baik di indoor maupun outdoor, seperti

untuk pembuatan lantai, dinding, dan lain sebagainya.

5. Batu tulis

Jenis batu alam yang terbentuk oleh berbagai jenis tanah liat. Batuan ini

memiliki struktur yang berlapis. Hal ini cocok untuk lantai indoor maupun

outdoor, juga sebagai pelapis dinding.

2.2.2 Teknik Pengolahan Citra

Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x,y), dimana x dan y

adalah koordinat spasial dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan

(brightness) suatu citra pada suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan

kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra sebagai output alat perekaman,

seperti kamera, dapat bersifat analag ataupun digital.

Citra Analog adalah citra yang masih dalam bentuk sinyal analog, seperti

hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun

monitor (sinyal video).

Menurut posisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat

pada bidang dasar dan untuk menyatakan nilai keabuan (warna suatu citra), maka

secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat kelas citra, yaitu: kontinu-

kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu, diskrit-diskrit. Parameter (label) pertama

menyatakan posisi titik koordinat pada bidang, sedangkan label kedua

menyatakan posisi nilai keabuan/warna. Label kontinu berarti nilai yang

digunakan adalah tak terbatas dan tak tehingga, sedangkan diskrit menyatakan

terbatas dan berhingga. Suatu citra digital merupakan representasi 2D array

sample diskrit suatu citra kontinu f(x,y). Amplitudo setiap sample di kuantisasi

untuk menyatakan bilangan hingga bit. Setiap elemen array 2D sample disebut

suatu pixel atau pel (dari istilah ”picture element”) Pengolahan citra digital adalah

proses pengolahan citra digital dengan alat bantu komputer.

Tingkat ketajaman/resolusi warna pada citra digital tergantung pada

jumlah ”bit” yang digunakan oleh komputer untuk merepresentasikan setiap pixel

tersebut. Tipe yang sering digunakan untuk merepresentasikan citra adalah ”8-bit

citra” (256 colors (0 untuk hitam - 255 untuk putih), tetapi dengan kemajuan

teknologi perangkat keras grafik, kemampuan tampilan citra di komputer hingga

32 bit (232 warna).

Ranah nilai intensitas dalam suatu citra juga ditentukan oleh alat digital

yang digunakan untuk menangkap dan konversi citra analog ke citra digital (A/D).

Perolehan citra digital ini dapat dilakukan secara langsung oleh kamera digital

ataupun melakukan proses konversi suatu citra analog ke citra digital. Untuk

mengubah citra kontinu menjadi digital diperlukan proses pembuatan kisi-kisi

arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array 2D.

Proses tersebut dikenal sebagai proses digitalisasi/sampling.

Citra monochrome atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal, di

mana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x

menyatakan variabel baris (garis jelajah) dan y menyatakan variabel kolom atau

posisi di garis jelajah. Sebaliknya citra bewarna dikenal juga dengan citra

multispectral, di mana warna citra biasanya.

2.2.3 Preprocessing

Preprocessing adalah proses pengolahan data citra asli sebelum data di

ekstraksi ciri. Beberapa preprocessing yang digunakan adalah proses cropping

dan proses grayscale (aras keabuan).

Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada

area citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat yaitu

koordinat awal bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan

titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk

bangun segi empat yang mana tiap-tiap pixel yang ada pada area koordinat

tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.

Grayscale ialah warna-warna pixel yang berada pada rentang gradasi

hitam dan putih yang akan menghasilkan efek warna abu-abu. Pada citra ini warna

dinyatakan dengan intensitas, dimana intensitas berkisar antara 0 sampai dengan

225, dimana 0 dinyatakan warna hitam dan 225 dinyatakan warna putih (Kadir &

Susanto, 2012). Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra

yaitu: red, green dan blue (RGB) menjadi citra 1 layer gray.

2.2.4 Metode Wavelet

Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Gelombang

singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda.

Alihragam wavelet merupakan alihragam yang membawa citra (signal) ke versi

pergeseran (shified) dan penskalaan (scaled) dari gelombang singkat diskrit dapat

dilakukan dengan suatu pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti

dengan pencuplikan (subsampling) dengan pembagian 2 (Putra, 2010).

Transformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi fourier.

Transformasi fourier hanya dapat menentukan frekuensi yang muncul pada satu

sinyal, namun tidak dapat menentukan kapan frekuensi itu muncul. Dengan kata

lain, transformasi fourier tidak memberikan informasi tentang domain waktu (time

domain). Kelemahan lain dari transformasi fourier adalah perubahan sedikit

terhadap sinyal pada posisi tertentu akan berdampak atau mempengaruhi sinyal

pada posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena transformasi fourier berbasis sin-

cos yang bersifat periodik dan kontinu.

Proses wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi yang

muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi waktu.

Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang sebagai

kombinasi dari waktu dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi

tertentu tidak akan berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi-posisi yang

lainnya. Dengan wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dibandingkan

dengan fourier dan lebih baik lagi dalam hal melakukan aproksimasi terhadap

real-word sinyal.

Transformasi wavelet secara konsep memang sederhana citra yang semula

ditransformasikan kemudian dibagi (didekomposisi) menjadi 4 sub-image baru

untuk menggantikannya. Setiap sub-image berukuran seperempat kali dari citra

asli. Satu sub-image bagian kiri atas tampak seperti citra asli dan tampak lebih

halus (smooth) karena berisi komponen frekuensi rendah dari citra asli. Berbeda

dengan 3 sub-image yang lain tampak lebih kasar karena berisi komponen

frekuensi tinggi dari citra asli. Sub-image tersebut dapat diulang seterusnya sesuai

dengan level (tingkatan) proses transformasi yang diinginkan.

Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dahulu,

kemudian dilanjutkan transformasi pada kolom. Untuk melihat gambar bagan

tansformasi wavelet ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)

H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi

rendah (low pass) 2 menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada gambar

2.1 LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass

dilanjutkan dengan low pass. Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih

halus dari citra aslinya sehingga kefisien pada bagian LL sering disebut dengan

komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui

proses tapis low pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada

bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh

dari proses tapis high pass kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada

bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukkan

proses tapis yang diawali dengan high pass kemudin dilanjutkan dengan high

pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra dalam arah diagonal. Ketiga

komponen LH, HL, dan HH disebut juga komponen detail. Hasil transformasi

wavelet level 1, sering dibuat dalam bentuk skema seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)

2.2.5 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST,

adalah sistem komputasi di mana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan

tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi

buatan dari otak manusia tersebut. JST dapat digambarkan sebagai model

matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data

klaster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model saraf

biologi (Hermawan, 2006).

Kemampuan manusia dalam memproses informasi merupakan hasil

kompleksitas proses di dalam otak. Misalnya, yang terjadi pada anak-anak,

mereka mampu belajar untuk melakukan pengenalan meskipun mereka tidak

mengetahui algoritma apa yang digunakan. Kekuatan komputasi yang luar biasa

dari otak manusia ini merupakan sebuah keunggulan di dalam kajian ilmu

pengetahuan. Terdapat two layer network dalam jaringan syaraf tiruan, yang

disebut sebagai perceptron (Siang, 2005). Perceptron memungkinkan untuk

pekerjaan klasifikasi pembelajaran tertentu dengan penambahan bobot pada setiap

koneksi antar network. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Perceptron (Siang, 2005)

Keberhasilan perceptron dalam pengklasifikasian pola tertentu ini tidak

sepenuhnya sempurna, masih ditemukan juga beberapa keterbatasan didalamnya.

Perceptron tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan XOR (exclusive-

OR). Namun demikian, perceptron berhasil menjadi sebuah dasar untuk

penelitian-penelitian selanjutnya dibidang neural network. Saat ini neural network

dapat diterapkan pada beberapa task, diantaranya classification, recognition,

approximation, prediction, clusterization, memory simulation dan banyak task

berbeda yang lainnya, dimana jumlahnya semakin bertambah seiring berjalannya

waktu.

Learning Vector Quantization (LVQ) merupakan salah satu terapan dari

neural network. LVQ melakukan proses pemetaan vektor yang berjumlah banyak

menjadi vektor dengan jumlah tertentu (Kusumadewi, 2004). Pada pengenalan

citra, berupa vektor ciri dari masing-masing citra, yang diperoleh dari proses

ekstraksi ciri. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Jaringan Saraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)

2.2.6 Learning Vector Quantization

Learning Vector Quantization adalah suatu metode untuk melakukan

pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif

akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input. Kelas-

kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung

pada jarak antara vektor-vektor input. Jika dua vektor input mendekati sama,

maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam

kelas yang sama (Kusumadewi, 2003).

Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang klasifikasinya diketahui

diberikan bersama distribusi awal vektor referensi. Setelah pelatihan jaringan

LVQ mengklasifikasikan vektor masukan dalam kelas yang sama dengan unit

keluaran yang memiliki vektor bobot (referensi) yang paling dekat dengan vektor

masukan. Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2004)

Keterangan :

X : Vektor masukan (X1,X2,...,Xn)

F : Lapisan Kompetitif

y_in : Masukan lapisan kompetitif

y : Keluaran

W : Vektor bobot untuk unit keluaran

||X-W|| : Selisih nilai jarak Euclidean antara vektor masukan

Untuk Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ) dapat dilihat

pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ)

Keterangan:

Wj : Bobot baru

I : Target

N : Jumlah baris dan kolom