12
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Pendahuluan Penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode AHP dan SAW sebagai berikut: 1. Kitnas Dian Purwitasari dan Feddy Setio Pribadi (2015) dalam jurnal yang berjudul “Implementasi Sistem Keputusan Peminatan Peserta Didik SMA menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan SAW (Simple Additive Weighting)” menghasilkan peminatan dapat memasukkan peserta didik ke kelompok peminat sesuai dengan bakat dan minat mereka. 2. Made Astradanta dkk (2016) dalam jurnal “Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Tempat Kuliner dengan Menggunakan Metode AHP dan SAW Studi Kasus: Kecamatan Buleleng hasil dari pengujian tingkat akurasi sistem ini 82% dengan tingkat kesalahan 18% didapat dengan metode manhattan distance. 3. Agung Nilogiri dan Deni Arifianto (2016) dalam jurnal “Sistem Pendukung Keputusan Prioritas Lokasi Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process” hasil dari penelitian tersebut dapat memudahkan pihak Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga untuk menentukan lokasi perbaikan jalan terbaik terhadap berbagai jenis masalah yang akan dianalisa. 4. Ade Mubarok dan Astri Rosmiati (2016) dalam jurnal “Sistem Penunjang Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process” hasil dari penelitiannya sistem informasi untuk menunjang suatu keputusan dalam menentukan prioritas perbaikan jalan dengan cara mengembangkan sebuah sistem berbasis web serta pemanfaatan internet sebagai jaringan komunkasi yang dapat mempercepat dan mempermudah proses penyampaian dan penerimaan laporan. 5. Firmandi, Amat Sofiyan, Ade Saputra, dan Fitri Pratiwi (2016) dalam jurnal “Perancangan Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan Menentukan Lokasi Pasar untuk Pedagang pada Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Pendahuluan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Pendahuluan

Penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode AHP dan SAW sebagai

berikut:

1. Kitnas Dian Purwitasari dan Feddy Setio Pribadi (2015) dalam jurnal yang

berjudul “Implementasi Sistem Keputusan Peminatan Peserta Didik SMA

menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan SAW

(Simple Additive Weighting)” menghasilkan peminatan dapat memasukkan

peserta didik ke kelompok peminat sesuai dengan bakat dan minat mereka.

2. Made Astradanta dkk (2016) dalam jurnal “Pengembangan Sistem

Penunjang Keputusan Pemilihan Tempat Kuliner dengan Menggunakan

Metode AHP dan SAW Studi Kasus: Kecamatan Buleleng hasil dari

pengujian tingkat akurasi sistem ini 82% dengan tingkat kesalahan 18%

didapat dengan metode manhattan distance.

3. Agung Nilogiri dan Deni Arifianto (2016) dalam jurnal “Sistem Pendukung

Keputusan Prioritas Lokasi Perbaikan Jalan Menggunakan Metode

Analytical Hierarchy Process” hasil dari penelitian tersebut dapat

memudahkan pihak Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga untuk menentukan

lokasi perbaikan jalan terbaik terhadap berbagai jenis masalah yang akan

dianalisa.

4. Ade Mubarok dan Astri Rosmiati (2016) dalam jurnal “Sistem Penunjang

Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical

Hierarchy Process” hasil dari penelitiannya sistem informasi untuk

menunjang suatu keputusan dalam menentukan prioritas perbaikan jalan

dengan cara mengembangkan sebuah sistem berbasis web serta

pemanfaatan internet sebagai jaringan komunkasi yang dapat mempercepat

dan mempermudah proses penyampaian dan penerimaan laporan.

5. Firmandi, Amat Sofiyan, Ade Saputra, dan Fitri Pratiwi (2016) dalam jurnal

“Perancangan Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan Menentukan Lokasi

Pasar untuk Pedagang pada Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai

6

Menggunakan Metode SAW” hasil dari penelitiannya aplikasi sistem

penunjang keputusan (SPK) dalam menentukan lokasi pasar bagi pedagang

kota Dumai. Calon pedagang yang telah ditetapkan menggunakan metode

SAW.

2.2. Pengertian Jalan

Segala sesuatu dari bagian jalan, bangunan, yang diperuntukkam bagi lalu

lintas. Terletak di permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air. Tidak

termasuk kereta api, jalan lori, dan jalan untuk kabel.Undang-Undang No.38 Tahun

2004 Tentang Jalan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 4.

2.3. Jalan Kabupaten

Undang-Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan Bagian Keempat

Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota pasal 16. Ayat 1, wewenang pemerintah

kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten

dan jalan desa. Ayat 3 yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wewenang

penyelanggarann jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa meliputi pengaturan ,

pembinaan, pembangunan, dan pengawasan.

2.4. Penentuan Prioritas Penanganan Jalan

Penanganan jalan mengacu pada hasil kondisi jalan, lalu lintas

harian, rencana dan biaya kegiatan.

2.4.1. Klasifikasi permukaan Jalan

Tabel 2.1 Kategori Kerusakan Permukaan Jalan

Jalan beraspal

A Tampak permukaan/ tekstur (tidak digunakan untuk penilaian)

B Lubang-lubang

C Legokan-legokan/amblas

D Retak-retak (tipe buaya)

E Alur bekas roda (+rusak tepi)

F Bahu Jalan

G Kemiringan Melintang

Sumber: Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

7

Kondisi permukaan jalan menurut Dirjen Biana Marga SK No.

77/KPTS/Db/1990, dikategorikan sebagai berikut:

a. Baik (B)

Permukaan halus, kendaraan melaju nyaman, dan tekstur pada

permukaan jalan yang rapat.

b. Sedang (S)

Kondisi jalan mengalami kekerasan yang sedang, tekstur pada jalan

terbuka, dan adapula terkelupasnya jalan dangkal mengalami

kerusakan <50%

c. Rusak Ringan (RR)

Apabila kesulitan dalam membedakan kondisi jalan, jalan tersebut

sedang rusak atau rusak.

d. Rusak (R)

Kondisi dimana jalan kasar, jalan juga terkelupas, beberapa jalan

mengalami pengelupasan dalam

e. Rusak Berat (RB)

Jalan sangat rusak parah, jalan mengalami perkerasan yang

terkelupas, dan banyak jalan mengalami pengelupasan yang terlalu

dalam.

Tabel 2.2 Kategori Kerusakan Permukaann Jalan Beraspal

Jalan

Beraspal

Tingkat Persen Kerusakan (% luas)

(1)

Baik

(2)

Sedang

(3)

Rusak

(4)

Rusak Berat

B Lubang-lubang 0-1 1-5 5-15 > 150

C Legokan/ amblas 0-5 5-10 10-50 > 50

D Retak-Retak 0-3 3-12 12-25 > 25

E Alur bekas Roda 0-3 5-5 5-25 > 25

Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

Tabel 2.3 Kategori Kerusakan Permukaan Jalan Beraspal

Tipe Keruskaan

Jalan Beraspal

Tingkat Persen Kerusakan (% luas)

(1)

Baik

(2)

Sedang

(3)

Rusak

(4)

Rusak Berat

B Luabang-lubang 0-40 40-200 200-600 > 600

8

C Legokan/ amblas 0-200 200-400 400-2000 > 2000

D Retak-Retak 0-100 100-500 500-1000 > 1000

E Alur bekas Roda 0-100 100-200 200-1000 > 1000

Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

2.4.2. Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Volume lalu lintas dua arah yang melalui suatu titik rata-rata

dalam sehari, biasanya dihitung sepanjang setahun. Berdasarkan

Dirjen Bina Marga SK No. 77?KPTS/Db/1990 tentang Petunjuk

Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten.

Ukuran pada tingkatan lalu lintas:

a. LHR kendaraan roda 4.

Yang termasuk dalam jenis ini kendaran bermotor roda 4 atau

kendaraan bermotor yang mempunyai > 4 roda.

b. Total LHR.

Semua jenis sepeda motor dan kendaraan yang tak bermotor,

termasuk juga kendaraan roda 4 atau lebih.

Tabel 2.4 Manfaat Lalu Lintas Rendah

Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

Jalan yang

ada

Indikat

or

kecepat

an

km/jam

Skr

S1/

MS2

Tipe Usulan Total Rata-Rata (LHR Ekivalen Roda 4)

Tipe Kondisi Peker

Jaan

Per

muka

an

60 90 120 160 200 220 260

AS

PA

L

Baik/

Sedang

30-45 <11 MS A 19 39 62 87 115 143 193

MP A 19 44 74 110 149 171 216

Sedang 25-40 <15 MP A 32 64 99 139 182 207 256

Sedang/

Rusak

25-35 >17 MP A 46 85 125 163 204 232 286

PK A 69 125 181 243 305 344 421

Rusak 15-30 >16 PK A 112 185 258 325 377 432 529

Rusak

Berat

15-20 >20 PK A 147 225 303 390 453 506 611

9

Tabel 2.5 Manfaat Lalu Lintas Tinggi

Jalan yang ada Indikato

r

kecepat

an

km/jam

Skr

S1/M

S2

Tipe Usulan Total Rata-Rata (LHR

Ekivalen Roda 4)

Tipe Kondisi Peker

jaan

Permu

kaan

350 400 450 500

AS

PA

L

Baik/

Sedang

30-45 <11 MS A 293 324 396 457

MP A 324 368 422 492

Sedang

25-40

<15

MP A 371 418 479 551

BW3 A - - - -

BW

3.5

A - - - -

Sedang/

Rusak

25-35 <17 MP A 397 440 506 586

PK A 572 647 733 840

Rusak 15-30 >16 PK A 569 634 726 978

Rusak

Berat

15-20 >20 PK A 739 801 930 1059

Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

2.4.3. Perhitungan Penaksiran Biaya untuk Pekerjaan

Metode yang membandingkan semua komponen dengan manfaat suatu

kegiatan yang memiliki acuan yang sama agar dapat dibandingkan satu

sama lain yaitu metode Net Present Value. Rumus sistematisnya sebagai

berikut:

NPV = PV B – PV C

Atau

NPV = ∑ 𝑡 𝐵𝑡−𝐶𝑡

(1+𝑖)𝑡 dan NPV = (i + 1)𝑡

Sumber : Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten

Pasuruan

Keterangan:

PV B = nilai sekarang yang mempunyai manfaat pada

perhitungan nilai investasi

10

PV C = nilai sekarang yang mempunyai biaya pada perhitugan

investasi

𝐵𝑡 = besaran total pada komponen manfaat proyek pada tahun

t

𝐶𝑡 = besaran total dari komponen biaya pada tahun t

i = tingkat suku bunga (%tahun)

t = jumlah tahun

Proyek dapat dikerjakan apabila nilai NPV > 0, jika nilai NPV < 0

proyek tidak layak untuk dikerjakan. Suku bunga atau pengembalian dari

proyek setara jika diketahui NPV=0.

2.4.4. Pemilihan Usulan Pekerjaan Pemeliharaan

Tabel 2.6 Penilaian Pekerjaan Pemeliharaan

Nialai (6-10)

Pemeliharaan Rutin (MR)

(Nilai 11-16)

Pemeliharaan Periodik

(MP)

(Nilai 16-24)

Pekerjaan / Penanganan

lainnya

• Ringan (R) • Pengaspalan tipis

ulang

• Pekerjaan

Penyangga (H)

• Sedang (S) • Pelapisan aspal/

pengkrikilan ulang

• Pekerjaan Berat

(PK): rehabilitasi /

rekontruksi

• Berat (B) • Pekerjaan drainase

• Pekerjaan jembatan

• Pekerjaan

campuran

Sumber: Dirjen.Bina.Marga.Departemen PU, Petunjuk Teknis Perencanaan dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

Tabel 2.7 Rekomendasi Pekerjaan Setiap Segmen

Klasifikasi umum Kisaran S1 Kemungkinan Jenis

Pekerjaan

Kode

Baik 6-8 Hanya

pemeliharaan rutin

ringan

MR (pemeliharaan

rutin)

11

Sedang 8-10 Pemeliharaan rutin

berat/

pengaspalanberkala

atau pelapisan

ulang

MR (pemeliharaan

rutin) / MS

(Pengaspalan Ulang

Periodik)

Sedang Rusak 10-16 Perbaiakn

pengaspaklan

berkala atau

pelapisan ulang

MP (Pemeliharaan

Berkala/ Periodik)

Rusak Berat 16-24 Rekontruksi/

dibangun kembali

atau rehabilitasi

berat

PK (Pekerjaan

Berat atau

Peningkatan)

Sumber: Dirjen..Bina..Marga..Departemen PU, Petunjuk..Teknis.Perencanaan..dan

Penyusunan.Program.Jalan.Kabupaten.SK No. 77/KPTS/Db/1990.Kabupaten Pasuruan

2.5. Penentuan Skala Prioritas den Analytical Hierarchy Process (AHP) dan

Simple Additive Weighting (SAW)

2.5.1. Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP).

AHP membantu dalam pengambilan keputusan dari berbagai

permasalahan kompleks. Metode ini dirancang agar pendekatan

yang praktis dan efektif. Hasil akhir Analytical Hierarchy Process

(AHP) adalah pembobotan prioritas dari setiap langkah dalam

pengambilan alternatif keputusan atau disebut elemen. Metode

pemecahan masalah karena struktur hierarki memudahkan kriteria ,

sub-kriteria hingga sub-kriteria terdalam. Ada 3 langkah dalam

pengambilan keputusan dengan AHP, yaitu membangun hierarki,

penilaian, dan sintesis prioritas.

Bentuk hierarki yang struktural akan disusun sedemikian

rupa hingga kompleks. Struktur hierarki Analytical Hierarchy

Process (AHP) sebagai berikut:

12

Gambar 2.1 Stuktur Herarki AHP

2.5.2. Pembentukan Keputusan Perbandingan

Langkah selanjutnya dengan menentukan penelitian prioritas

elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan matriks

perbandingan yang berisi kondisi tiap elemen yang digambarkan

dalam bentuk kuantitatif. Berupa angka-angka skala penilaian (1-9).

Tiap angka memiliki arti tersendiri. Hasil dari pengambilan

keputusan sebaiknya dilakukan oleh seorang yang memang ahli

dalam bidang ini.

Tabel 2.7 Skala Penilaian Antara Dua Elemen

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Bobot /

Tingkat

Signifikan

Pengertian

(2)

Penjelasan

(3)

1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh

terhadap sasaran

3 Sedikit lebih penting Salah satu faktor sedikit lebih

berpengaruh dibanding faktor

5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh

dibanding faktor lainnya

7 Sangat lebih penting Salah satu faktor sangat lebih

berpengaruh dibanding faktor lainnya

9 Jauh lebih penting Salah satu faktor jauh lebih

berpengaruh dibanding faktor lainnya

2,4,6,8 Antara nilai yang di atas Diantara kondisi di atas

Kebalikan Nilai kebalikan dari kondisi di

atas untuk pasangan dua faktor yang

sama

13

2.5.3. Perhitungan Bobot Elemen

Metode yang digunakan dalam mencari bobot elemen dengan cara

perbandingan berpasangan. Untuk mencarinya dipilih dari hierarki yang

tertinggi, sebagai acuan dalam pembuatan perbandingan. Matriks kriteria

berpasangan A1, A2,………., An, hasil yang diperoleh membentuk matrik

pada gambar berikut:

A1 A2...................................... An

A1a11 a12 .....................................

a1n

A2 a21 a22

.................................... a2n

An an1 an2

...................................... ann

Gambar 2.2 Perhitungan Bobot pada Matiks Perbandingan

Matriks Anx , n dinilai secara perbandingan berpasangan

antara (A1 , A2). Rumusnya sebagai berikut:

𝐴1

𝐴2 = a(i,j);i.j = 1,2, … … … … … n (2,1)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Unsur matriks tersebut didapatkan dengan membandingkan

satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk satu

tingkat hierarki yang sama. Sehingga diperoleh a11 adalah

perbadingan kepentingan operas A1 dengan A1 sendiri. Sedangkan

a21 yang menyatakan tingkat kepentingan elemen operasi A2

terhadap elemen operasi A1.

2.5.4. Pembobotan Kriteria

Untuk mendapatkan bobot dari masing-masing kriteria

dengan jalan menentukan nilai eigen. Langkahnya sebagai berikut:

(1) Melakukan perkalian elemen-elemen dalam satu baris dan

diakar pangkat n seperti persamaan berikut:

14

Wi = √a11x a12x … … . a1n 𝑛

(2,2)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

(2) Menghitung vektor prioritas atau vektor eigen

Xi = 𝑤1

∑𝑤1 (2,3)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Perhitungan apda rumus di atas menghasilkan bobot elemen

yang diperoleh dari perhitungan vektor eigen.

(3) Menghitung nilai eigen maksimum (λ maks),

λ maks = ∑aij * Xi (2,4)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Keterangan:

λ maks = eigen value maksimum

aij = nilai matriks perbandingan berpasangan

Xi = vektor eigen (bobot)

(4) Perhitungan Indeks Konsistensi

Perhitungan ini untuk mengetahui konsistensi

terhadap hasil

Perhitungan Indeks Konsistensi sebagai berikut:

CI = ( 𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛)

(𝑛−1) (2,5)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Keterangan :

𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = eigenvalue maksimum

n = ukuran matriks

CI dengan hasil yang baik apabila CR < 0,1

Dimana

CR = 𝐶𝐼

RI (2,6)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Tabel 2.8 Indeks Konsistensi Acak Rata-Rata

Berdasarkan Pada Order Matriks

Ukuran

Matriks

Indeks

Konsistensi

Acak (RI)

1 0

2 0

15

3 0.58

4 0.9

5 1.12`

6 1.24

7 1.32

8 1.41

9 1.45

10 1.49

Sumber : Saaty, T.L, 2000

Untuk hasil CR yang baik apabila ukuran matriks yang lebih

daripada tabel ≤ 0,1. Nilai CR harus lebih rendah atau nilai sama

tergantung dari ukuran matriks yang digunakan. Hasil dapat diterima

dan konsisten. Jika tidak memenuhi syarat proses AHP akan diulang

Kembali.

2.5.5. Pembobotan Masing-Masing Alternatif

Ruas jalan akan dihitung bobot alternatifnya dengan sistem

persamaan matematis menurut Brodjonegoro (1991), yaitu:

Y= A((a1 x (bobot a1)) +…..+((a6 x (bobot a6))+…..+D((d1 x

(bobot d1)) + …..+((d5 x (bobot d5))..................................... (2,7)

Sumber : Saaty, T.L., 2000

Dengan

Y = Skala Prioritas

A s/d D = Bobot Alternatif level 2 (responden)

a1,a2,.. d4,d5 = Bobot Alternatif level 3 (analisa data)

Ruas jalan akan diketahui jika hasil bobot diperoleh dengan

cara mengurutkan nilai yang terbesar sampai nilai yang terkecil.

Bobot jalan yang mempunyai nilai terbesar akan diperbaiki terlebih

dahulu karena prioritas pertama.

2.5.6. Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Metode ini merupakan metode yang banyak dikenal dan

digunakan. Menentukan bobot bagi setiap atribut bagi pembuat

keputusan. Menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating dan

bobot tiap atribut untuk menentukan rating kecocokan. Rating harus

dinormalisasi. (Fishburn, 1967) (MacCrimmonC, 1968). Langkah

penyelesaiannya sebagai berikut:

16

1. Menentukan kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan

keputusan yaitu Ci.

2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

3. Membuat matriks keputusan berdasarkan Ci, kemudian dilakukan

normalisasi matriks. Sehingga diperoleh matriks R.

4. Hasil akhir diperoleh dari proses perangkingan, jumlah (perkalian R

dengan bobot vektor), sehingga diperoleh nilai terbesar. Alternatif

terbaik Ai sebagai solusi

5. Formula normalisasi sebagai berikut:

rij = Xij / (Max Xij) Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)

ri j = (Min Xij) / Xij Jika j adalah atribut biaya (cost)

6. Alternatif 𝑉𝑖 nilainya sebagai berikut:

𝑉𝑖 = ∑ 𝑤𝑗𝑟𝑖𝑗

𝑛

𝐽=1

Sumber : (Fishburn, 1967)(MacCrimmonC, 1968)

Nilai 𝑉𝑖 yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴𝑖 lebih

terpilih