BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAB II

Citation preview

37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Penumonia

1. Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003).Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).

2. EpidemiologiPneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%. WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia.3. Etiologia. BakteriPneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).b. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).c. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

d. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

4. Klasifikasi

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di Negara berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

- Bayi kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

- Penumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.

- Anak umur 2 bulan 5 tahun

- Pneumonia ringan: napas cepat

- Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi

5. Patofisiologi

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari) Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari) Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.6. Faktor Risiko

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita, diantaranya :

a) Faktor Intrinsik

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

(1) Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.

(2) Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.(3) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita.

(4) Umur Anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

b) Faktor Ekstrinsik

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :

(1) Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen(2) Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.7. Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.

Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dada,takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis

a) Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

(1) Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan

(2) Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

(3) Serangan apnea

(4) Sianosis

(5) Merintih

(6) Napas cuping hidung

(7) Takipnea

(8) Letargi, muntah

(9) Tidak mau minum

(10) Takikardi atau bradikardi

(11) Retraksi subkosta

(12) Demam

(13) Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama

(14) Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%

(15) Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi

b) Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

(1) Takipnea

(2) Retraksi subkosta (chest indrawing)

(3) Napas cuping hidung

(4) Ronki

(5) Sianosis

(6) Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar

(7) Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna

(8) Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan infiltrasi diafragma

(9) Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis.8. Diagnosa

Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan Primer

a) Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

(1) Pneumonia berat

(a) Bila ada sesak napas

(b) Harus dirawat dan diberikan antibiotik

(2) Pneumonia

(a) Bila tidak ada sesak napas

(b) Ada napas cepat

(c) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

(d) Bukan pneumonia

(e) Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.

(f) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

b) Bayi berusia dibawah 2 bulan

(1) Pneumonia

(a) Bila ada napas cepat atau sesak napas

(b) Harus dirawat dan diberikan antibiotik

(2) Bukan pneumonia

(a) Tidak ada napas cepat atau sesak napas

(b) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis 9. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Radiologis

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

b) Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.

c) Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

d) Pemeriksaan Khusus

Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.10. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu diraawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

a) Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/KgBB. Dosis kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.

b) Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi .

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/ aatau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan. 11. Pencegahan

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :

1) Perawatan Selama Masa Kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

2) Perbaikan Gizi Balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

3) Memberikan Imunisasi Lengkap pada Anak

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

4) Memeriksa Anak Sedini Mungkin Apabila Batuk

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.

5) Mengurangi Polusi didalam dan diluar Rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.

6) Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.23