16
BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjelasan Umum Kebakaran merupakan kejadian yang muncul dari adanya api yang tidak terkontrol. Teori segitiga api menjelaskan tentang munculnya api yakni berupa reaksi oksidasi cepat yang timbul apabila muncul tiga faktor pencipta api secara bersamaan yaitu bahan yang mudah terbakar, adanya oksigen dan adanya panas yang sampai pada titik penyalaannya. Kebakaran dapat dibedakan berdasarkan kondisi di mana lokasi sumber api berada. Kebakaran pada bangunan umumnya berawal dari kebakaran dalam suatu ruangan, yang sering disebut sebagai kebakaran dalam ruangan tertutup (compartment fire). Sifat kimia dan fisika yang terjadi saat penyulutan, dilanjutkan dengan pembakaran (combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load) dengan kuantitas yang cukup termasuk perletakannya, dimensi ruangan serta faktor ventilasi yang menunjang, maka kebakaran meningkat intensitasnya, ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. LAPORAN STUDI KASUS II - 1 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dasar Teori Proteksi Kebakaran Pada Rumah Sakit

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II DASAR TEORI

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Penjelasan Umum

Kebakaran merupakan kejadian yang muncul dari adanya api yang tidak

terkontrol. Teori segitiga api menjelaskan tentang munculnya api yakni berupa

reaksi oksidasi cepat yang timbul apabila muncul tiga faktor pencipta api secara

bersamaan yaitu bahan yang mudah terbakar, adanya oksigen dan adanya panas

yang sampai pada titik penyalaannya. Kebakaran dapat dibedakan berdasarkan

kondisi di mana lokasi sumber api berada. Kebakaran pada bangunan umumnya

berawal dari kebakaran dalam suatu ruangan, yang sering disebut sebagai

kebakaran dalam ruangan tertutup (compartment fire). Sifat kimia dan fisika yang

terjadi saat penyulutan, dilanjutkan dengan pembakaran (combustion) ditambah

dengan tersedianya beban api (fire load) dengan kuantitas yang cukup termasuk

perletakannya, dimensi ruangan serta faktor ventilasi yang menunjang, maka

kebakaran meningkat intensitasnya, ditandai dengan kecepatan penjalaran dan

panas yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat.

2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,

yaitu:

1. Bahaya kebakaran ringan

Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan

yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi

kebakaran melepaskan panas rendah dan menjalarnya api lambat.

2. Bahaya kebakaran sedang

Bahaya kebakaran tingkat ini dibagi lagi menjadi dalam tiga kelompok,

yaitu :

LAPORAN STUDI KASUS II - 1 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 2: BAB II

BAB II DASAR TEORI

a. Kelompok I

Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan

yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan

yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2.5 meter dan

apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga

menjalarnya api sedang.

b. Kelompok II

Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan

yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan

yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila

terjadi kebakaran melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya api

sedang.

c. Kelompok III

Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan

yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi

kebakaran melepaskan panas tinggi dan menjalarnya api cepat.

3. Bahaya kebakaran berat

Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan

yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi

kebakaran melepaskan panas sangat tinggi dan menjalarnya api sangat

cepat.

2.3 Klasifikasi Bangunan

Menurut tinggi dan jumlah lantai maka bangunan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Bangunan Menurut Tinggi dan Jumlah Lantai

Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai

A Ketinggian kurang dari 8 m atau 1 lantai

B Ketinggian sampai dengan 8 m atau 2 lantai

LAPORAN STUDI KASUS II - 2 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 3: BAB II

BAB II DASAR TEORI

C Ketinggian sampai dengan 14 m atau 4 lantai

D Ketinggian sampai dengan 40 m atau 8 lantai

E Ketinggian lebih dari 40 m atau di atas 8 lantai

Sumber : “ Panduan Sistem Hidran untuk Pencegah Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung”, Departement Pekerjaan Umum, 1987

Tipe Konstruksi Tahan Api ( Permen : 10/KPTS/2000 ). Dikaitkan dengan

ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi, yaitu :

1. Tipe A

Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu

menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini

terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah

penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu

mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.

2. Tipe B

Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api

mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di

dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran

dari luar bangunan.

3. Tipe C

Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang

dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara

struktural terhadap kebakaran.

Kelas Bangunan berdasarkan SNI 03-1735-2000 “Tata Cara Perencanaan

Akses Bangunan Dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran

Pada Bangunan Gedung”, adalah pembagian bangunan atau bagian bangunan

sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan sebagai berikut :

1) Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa adalah satu atau lebih bangunan yang

merupakan :

a) Kelas 1a : bangunan hunian tunggal yang berupa :

LAPORAN STUDI KASUS II - 3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 4: BAB II

BAB II DASAR TEORI

i. satu rumah tunggal; atau

ii. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing

bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk

rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau

b) Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan

luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang

secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain

atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

2) Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang

masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3) Kelas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum

digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang

yang tidak berhubungan, termasuk :

a) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

e) bagian untuk tempat tinggal darisuatu bangunan perawatan kesehatan

yang menampung karyawan-karyawannya.

4) Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran Adalah tempat tinggal yang berada di

dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal

yang ada dalam bangunan tersebut.

5) Kelas 5: Bangunan kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk

tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha

komersial, di luar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6) Kelas 6: Bangunan Perdagangan Adalah bangunan toko atau bangunan lain

yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau

pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :

a) ruang makan, kafe, restoran; atau

b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel

atau motel; atau

LAPORAN STUDI KASUS II - 4 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 5: BAB II

BAB II DASAR TEORI

c) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau

d) pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

7) Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah bangunan gedung yang

dipergunakan penyimpanan, termasuk :

a) tempat parkir umum; atau

b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci

gudang.

8) Kelas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik Adalah bangunan gedung

laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan

suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau

pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau

penjualan.

9) Kelas 9: Bangunan Umum Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk

melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :

a) Kelas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari

bangunan tersebut yang berupa laboratorium;

b) Kelas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium

atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan

peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap

bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

10) Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian.

a) Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,

carport,atau sejenisnya;

b) Kelas 10b:struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding

penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau

sejenisnya.

Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus Bangunan atau

bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10

tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang

mendekati sesuai peruntukannya.

LAPORAN STUDI KASUS II - 5 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 6: BAB II

BAB II DASAR TEORI

Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak

mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki

klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari

bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan :

1) Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10

% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan

laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan

utamanya;

2) Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang

terpisah;

3) Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau

sejenisnya diklasifikasikan samadengan bagian bangunan di mana

ruang tersebut terletak.

2.4 Penyebab Terjadinya Kebakaran

Menurut UPT Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan

ITB, kebakaran yang terjadi di dalam bangunan gedung dapat disebabkan oleh :

1. Kebakaran karena sifat kelalaian manusia seperti : kurangnya pengetahuan

penanggulangan bahaya kebakaran, kurang berhati-hati dalam

menggunakan alat dan bahan yang dapat menimbulkan api, kurang

kesadaran pribadi atau tidak disiplin.

2. Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan cuaca, sinar

matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.

3. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang bahan

kimia dimana bahan bereaksi dengan udra, air, dan juga bahan-bahan lainya

yang mudah meledak atau terbakar.

4. Kebakaran karena kesengajaan unutuk tujuan tertentu, misalnya sabotase,

mencari keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan jejak kejahatan,

tujuan taktis pertempuran dengan jalan bumi hangus.

LAPORAN STUDI KASUS II - 6 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 7: BAB II

BAB II DASAR TEORI

2.5 Kerugian Akibat Kebakaran

Kebakaran pada bangunan gedung rumah sakit tentunya dapat

menyebabkan berbagai kerugian baik bagi pihak pemilik bangunan gedung rumah

sakit tersebut maupun terhadap para penghuni gedung seperti para pegawai rumah

sakit, pasien dan pengunjung. Masyarakat luas pun akan merasakan dampak

kerugian dari kebakaran rumah sakit dikarenakan rumah sakit adalah bangunan

yang fital yang dibangun dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat.

Berikut beberapa aset yang harus dilindungi dari bahaya kebakaran untuk

meminimalkan kerugian yang ada :

1. Jiwa (life)

Dalam peristiwa kebakaran rumah sakit, jiwa manusia dapat terancam.

menurut artikel Sunamo dalam Anjungnusa edisi XIV (2009) menjelaskan tentang

hasil sebuah pembakaran dan bahayanya terhadap keselamatan jiwa manusia. Ada

5 produk hasil dari sebuah pembakaran yakni gas hasil pembakaran, nyala api

(flame), panas, asap, dan pengurangan kadar oksigen. Kelima produk pembakaran

ini akan sangat berpengaruh secara fisiologis terhadap kehidupan. Namun yang

paling penting adalah pengaruh terbakar dan keracunan. Penyelidikan terhadap

kebakaran menunjukkan bahwa selama terjadi kebakaran dihasilkan sejumlah gas

beracun, dengan tingkat toksisitas yang rendah sampai yang mematikan, antara lain

carbon monoksida, carbondioksida, hidrogensulfida, sulfurdioksida, ammonia,

hidrogensianida, nitrogendioksida, acrylicaldehid, dan phosgene. Nyala api dan

panas yang menjalar apabila mengenai korban akan mengakibatkan luka bakar.

Terperangkap pada suatu ruang dengan panas tinggi akan menyebabkan

tubuh mengalami dehidrasi hebat. Panas juga akan mengakibatkan meningkatnya

denyut jantung secara drastis. Apabila pengaruh panas tersebut sudah tidak dapat

diatasi lagi, maka si korban akan meninggal dunia. Asap, yang merupakan partikel-

partikel kecil dalam ukuran mikron juga dapat sangat berbahaya bagi kesehatan

manusia. Partikel asap dalam jumlah yang cukup banyak, akan mengakibatkan

iritasi di mata dan terpapar asap untuk jangka waktu yang lama mungkin akan

LAPORAN STUDI KASUS II - 7 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 8: BAB II

BAB II DASAR TEORI

mempengaruhi pernapasan. Munculnya gas beracun dan asap pada suatu ruangan

yang terbakar akan menimbulkan kehilangan orientasi. Jika turun lebih rendah lagi

ke angka 14-10 persen, korban mulai kehilangan kepercayaan diri dan menjadi

sangat capai.Pada konsentrasi 10 sampai 6 persen, korban akan pingsan tak

sadarkan diri.

2. Harta benda (property)

Peristiwa kebakaran pada rumah sakit dapat menimbulkan kerugian berupa

kerusakan pada strukur bangunan rumah sakit, rusaknya berbagai alat medis dan

kerugian-kerugian properti interior yang lainnya yang secara keseluruhan akan

menurunkan nilai aset bangunan rumah sakit tersebut.

3. Kontinuitas kegiatan

Penurunan aktifitas terjadi di dalam rumah sakit pasca terjadinya

kebakaran, hal ini dikarenakan banyaknya alat-alat penunjang kesehatan yang

habis terbakar. Untuk meningkatkan kembali aktifitas di dalam rumah sakit yang

telah terbakar membutuhkan banyak pengeluaran dana untuk perbaikan struktur

bangunan dan pengadaan alat-alat penunjang kesehatan yang baru.

4. Lingkungan

Kerusakan lingkungan mungkin terjadi akibat kebakaran bangunan.

2.6 Konsep Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran

Berdasarkan pemahaman karakteristik kebakaran pada bangunan yang

umumnya cellulosic fire maka pengamanan terhadap kebakaran mencangkup hal-

hal sebagai berikut :

1. Pengendalian lewat perancangan bangunan yang diarahkan pada upaya

meminimalisir timbulnya kebakaran dan intensitas terjadinya kebakaran,

yang menyangkut minimasi beban api, rancangan sistem ventilasi, sistem

kontrol asap, penerapan sistem kompartemenisasi, pemilihan material

bangunan dan lain-lain yang dikenal sebagai sistem proteksi pasif.

LAPORAN STUDI KASUS II - 8 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 9: BAB II

BAB II DASAR TEORI

2. Pengendalian lewat perancangan sistem supresi kebakaran untuk

meminimalkan dampak terjadinya kebakaran melalui rancangan

pemasangan sistem deteksi dan alarm kebakaran, sistem pemadam berbasis

air (sprinkler, slang kebakaran, hose reel), sistem pemadam berbasis kimia

(APAR, pemadam khusus) dan sarana pendukungnya yang dikenal dengan

sistem proteksi aktif.

3. Pengendalian lewat tata kelola bangunan yang mengantisipasi terjadinya

bahaya kebakaran didasarkan pada analisis potensi bahaya kebakaran,

analisis resiko dan penaksiran bahaya kebakaran sesuai tahap-tahap

pertumbuhan kebakaran dalam ruangan. Tata kelola ini sering disebut

sebagai Fire Safety Management yang mencangkup kondisi sebelum, pada

saat dan setelah terjadi kebakaran.

Standar-standar (SNI) proteksi kebakaran yang telah tersusun sejak tahun

1987 dan cakupannya dikaitkan dengan klasifikasi sistem proteksi di atas dapat

dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 SNI Bidang KebakaranNo. Judul Standar∕SNI No. SNI SPA SPP FSM

1.Pemasangan Alat Pemadaman Api Ringan (APAR)

SNI 03-1756-1989 V

2.Metode Uji Jalar Api Di Permukaan Bahan Bangunan

SNI 03-1739-1989 V

3. Metoda Uji Ketahanan Api ( fire resistence test) SNI 03-1741-1989 V4. Metode Uji Sifat Bakar Bahan Bangunan SNI 03-1740-1989 V5. Perencanaan Akses Masuk Ke Bangunan SNI 03-1735-2000 V6. Perencanaan Sarana Jalan Ke Luar SNI 03-1746-2000 V7. Perencanaan Sistem Proteksi Pasif SNI 03-1736-2000 V

8.Perencanaan Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran

SNI 03-3985-2000 V

9. Perencanaan Sistem Sprinkler Otomatis SNI 03-3989-2000 V10. Sistem Pipa Tegak & Slang Kebakaran SNI 03-1745-2000 V11. Proteksi Bukaan Pada Konstruksi Tahan Api SNI 03-6415-2000 V

12.Tatacara Pemasangan Damper Api (fire damper)

SNI 03-6462-2000 V

13.Tatacara Perencanaan Sistem Udara Bertekanan Untuk Sarana Jalan Ke Luar Kedap Api

SNI 19-6470-2000 V

14.Penanggulangan Keadaan Darurat Pada Bangunan

SNI 03-6464-2000 V

15.Spesifikasi Pengolah Udara Di Dapur & Ruang Parkir Untuk Pengendalian Asap Kebakaran

SNI 03-6420-2000 V

16. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) SNI 04-0225-2000 V17. Spek Peralatan Pengolah Udara Individual SNI 03-6383-2000 V

LAPORAN STUDI KASUS II - 9 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

Page 10: BAB II

BAB II DASAR TEORI

Sebagai Sistem Pengendali Asap Terzona Dalam Bangunan

18. Spesifikasi Hidran Kebakaran Tabung Basah SNI 03-6382-2000 V19. Instalasi Pompa Kebakaran Untuk Gedung SNI 03-6575-2001 V

20.Pasokan Air Untuk Pemadam Kebakaran RSNI no S-10-

2002V

21. Spesifikasi Damper Kebakaran SNI 19-6718-2002 V

22.Spesifikasi Umum Sistem Ventilasi Mekanis dan Sistem Tata Udara Sebagai Pengendali Asap Kebakaran

SNI 03-6767-2002 V

23.Spesifikasi Umum Sistem Pengolah Udara Sebagai Pengendali Asap Kebakaran Dalam Bangunan

SNI 03-6768-2002 V

24.Spesifikasi Sistem Pengolah Udara Sentral Sebagai Pengendali Asap Kebakaran Dalam Bangunan

SNI 03-6769-2002 V

25.Spesifikasi Bahan Bangunan Ntuk Pencegahan Kebakaran

SNI 03-7565-2002 V

26. Metode Uji Sifat Penyalaan Bahan Bangunan SNI 03-6771-2002 V

27.Perancangan Sistem Pemadam Khusus Jenis Gas

SNI 19-6772-2002 V

28. Proteksi Kebakaran Terhadap Sambaran Petir SNI 03-6552-2002 V29. Sistem Pengendalian Asap Pada Bangunan SNI 03-6571-2002 V30. Metode Uji Cat Penghambat Api SNI 03-6770-2002 V

31.Tatacara Klasifikasi Jenis Penggunaan Bangunan Berdasarkan Peringkat Ancaman Bahaya Kebakaran

RSNI T-11-2002 V

32. Metode Evaluasi Potensi Flashover SNI 03-6775-2003 V33. Metode Uji Pintu Kebakaran (fire door) SNI 03-7566-2003 V34. Sarana Pembangkit Daya Listrik Darurat SNI 03-7018-2004 V35. Metode Uji Ketahanan Api Pintu Rakitan RSNI M-08-2004 V

36.Keselamatan Kebakaran Pada Bangunan Kesehatan

SNI 03-7011-2004 V

37. Manajemen Asap di Bangunan Mal dan Atrium SNI 03-7012-2004 V38. Proteksi Kebakaran di Ruang Komputer RSNI S-07-2004 V39. Standar Mobil Pompa Kebakaran (fire pumper) SNI 09-7053-2004 V40. Sistem Pembuangan Asap (smoke venting) RSNI T-04-2005 V

Sumber : Departemen Pekerjaan UmumKeterangan :

SPA : Sistem Proteksi Aktif

SPP : Sistem Proteksi Pasif

FSM : Fire Safety Management

LAPORAN STUDI KASUS II - 10 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013