13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5m2 dengan berat kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta meru cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks elastis dan s bervariasi pada keadaan iklim umur seks ras dan juga bergantung pada tubuh. "embagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utam a. Lapisan epidermis atau kutikel b.Lapisan dermis $korium kutis vera true skin c. Lapisan subkutis $hipodermis &idak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. 'ubkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringa lemak. ( Gambar 2.1 Histologi Kulit. 2.2 Fisiologi Kulit 5

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab I

Citation preview

9

13

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi dan Histologi KulitKulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :a. Lapisan epidermis atau kutikelb. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)c. Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.8 Gambar 2.1 Histologi Kulit.2.2Fisiologi KulitKulit dapat dengan mudah dan diraba, hidup, dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain. Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.8

2.3Sindrom Stevens Johnson 2.3.1Definisi Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dimediasi oleh kompleks imun biasanya melibatkan kulit dan mukosa. Sindrom Stevens Johnson adalah kelainan yang ditandai dengan cepatnya perluasan ruam makula, sering disertai dengan lesi target atipikal(datar dan irreguler), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (rongga mulut, konjungitva, dan genital). Keterlibatan yang signifikan pada mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa pada saluran pernapasan bawah dapat berkembang seiring perjalanan penyakit. Kerusakan yang terjadi pada saluran pencernaan dan pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. Sindrom Stevens Johnson adalah gangguan sistemik serius dengan potensi morbiditas yang parah dan bahkan kematian.1

2.3.2 EpidemiologiBerdasarkan kasus yang terdaftar dan diobservasi, kejadian SSJ terjadi satu hingga enam kasus per satu juta penduduk setiap tahunnya. Sindrom Stevens Johnson juga telah dilaporkan lebih sering terjadi pada ras kaukasia. Sindrom Stevens Johnson dapat mempengaruhi dari semua umur, tampaknya juga perempuan sedikit lebih rentan daripada laki-laki.9

2.3.3EtiologiTerdapat empat kategori etiologi yaitu (1) infeksi, (2) obat - obatan(3) keganasan, dan (4) idiopatik.Obat dan keganasan paling sering terlibat sebagai etiologi pada orang dewasa dan orang tua. Pada anak-anak lebih sering disebabkan karena infeksi daripada keganasan atau reaksi terhadap suatu obat.10 Beberapa obat yang diduga sebagai penyebab alergi obat ialah analgetik atau antipiretik, antikonvulsan, antibiotik dan antimalaria. Golongan sulfa merupakan salah satu jenis golongan obat yang banyak menyebabkan SJS. Sulfadoksin yang merupakan obat antimalaria adalah obat yang termasuk ke dalam golongan sulfa, sedangkan penyebab yang lain adalah cefadroxil, amoxicillin, anti konvulsan, dan piroxicam.11 Antikonvulsi karbamazepin, asam valporat, lamotrigin, dan barbiturate juga telah terlibat. Mockenhapupt et al menekankan bahwa antikonvulsi-indunced SSJ terjadi pada 60 hari pertama penggunaan. Infeksi virus yang telah dilaporkan menyebabkan SSJ adalah herpes simplex virus (HSV), AIDS, infeksi virus coxsackie, influenza, hepatitis, dan gondok. Penyebab bakteri adalah grup A beta streptokokus, difteri, brucellosis, mikrobakteri, Mycoplasma pneumonia, Tularemia, dan tifus. Coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoplasmosis adalah kemungkinan yang disebabkan oleh jamur. Malaria dan trikomoniasis telah dilaporkan sebagai penyebab protozoa. Pada anak-anak, Epstein-Barr virus dan enterovirus telah diidentifikasi. Pada kasus kasus keganasan berbagai karsinoma dan limfoma telah dikaitkan. Sindrom Stevens Johnson adalah idiopatik pada 25 hingga 50% kasus.7

2.3.4Gejala Klinis Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Pada trias SSJ ini terlihat trias kelainan berupa : kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mataa. Kelainan kulitKelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

b. Kelainan selaput lendir di orifisiumKelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital(50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang(masing-masing 8% dan 4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudo membrane. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta krusta berwarna hitam yang tebal.Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esophagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar atau tidak dapat menelan. Adanya pseuodomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.c. Kelainan mataKelainan mata, merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.42.3.5 PatogenesisPenyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung kepada sel sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL -5 meningkat, juga sitokin-sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat di dermis, sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM-2, dan MHC II. Sel Langerhans tidak ada atau sedikit. TNF di epidermis meningkat.12

2.3.6 KomplikasiKomplikasi yang tersering ialah bronko-pneumonia,yang didapati sekitar 16% diantara seluruh kasus. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.4

2.3.7Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi bacterial. Kalau terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah2.3.8 HistopatologiGambaran histopatologiknya sesuai dngan eritema multiforme, bervariasi dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa :1. Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh darah-pembuluh darah dermis superfisial.2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.3. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.13

2.3.9 PenatalaksanaanSindrom Stevens Jhonson merupakan suatu kondisi kehidupan yang mengancam. Keberhasilan pengobatan tergantung pada munculnya gejala awal kemudian diikuti pemberhentian pemakaian obat penyebab dan perawatan yang suportif dan intensif seperti di rumah sakit.13 Beberapa agen anti-inflamasi atau imunosupressan telah dicoba untuk mengubah perjalanan penyakit, tetapi tidak ada agen tunggal yang memiliki efikasi yang jelas dan telah dibuktikan dengan uji klinis.15 Terapi utama pada SSJ adalah terapi spesifik dan terapi simptomatik.Terdapat beberapa terapi spesifik SSJ yang telah dilakukan diantaranya adalah immunoglobulin intravena, kortikosteroid, cyclosporine A, plasmaperesis atau hemodialisis dan anti TNF-. Immunoglobulin intravena terbuat dari plasma, IV IG (Intravena Immunoglobulin) mengandung kekebalan antibodi mengganggu jalur apoptosis yang dimediasi oleh ligan fas dan reseptor. Secara teoritis terapi terbaik adalah memberikan IV IG pada awal terjadi gejala (dalam waktu 24 hingga 72 jam dari pertama muncul bula).15 Pasien dengan defisiensi IgA misalnya orang dengan riwayat infeksi berulang akan menimbulkan reaksi anafilaksis untuk IV IG.14Terapi kedua yang paling sering diberikan adalah kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid menghambat berbagai proses intraseluler yang memodifikasi respon inflamasi dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menganjurkan penggunaan kortikosteroid sistemik untuk tahap awal SSJ. Agen yang menunjukan peningkatan sepsis dan komplikasi lain.Cyclosporin A merupakan agen imunosupresif kuat memiliki efek biologic. Mekanisme kerja obat dengan cara mengaktivasi sitokin T helper 2,menghambat mekanisme sitotoksik CD8 dan efek anti apoptosis dengan cara menghambat ligan fas, nuclear factor dan TNF-.1Terapi spesifik yang lain yaitu dengan plasmaperesis atau hemodialisis. Secara rasional pasmaperesis atau hemodialisis digunkaan untuk menghilangkan metabolit obat penyebab SSJ atau menghilangkan mediator inflamasi seperti sitokin.12Selain plasmapiresis atau hemodialisis dapat juga menggunakan anti TNF-.Selain terapi spesifik ada juga terapi simptomatik juga bertujuan untuk menjaga keseimabangan cairan, elektrolit, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Biasanya diberikan antibiotik profilaksis, terapi cairan dan menjaga agar nutrisi tetap baik.

2.3.10 PrognosisKalau kita bertindak cepat dan tepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian. Dengan < 10% permukaan tubuh terlibat memiliki angka kematian sekitar 5%. Resiko kematian bisa diperkirakan dengan menggunakan skala SCORTEN, dengan menggunakan sejumlah faktor prognostic yang dijumlahkan. Outcome lainnya termasuk kerusakan organ dan kematian.Persentase kematian di berbagai kota di Indonesia bervariasi. Dalam publikasi Sri Lestari dan Adhi Djuanda dicantumkan angka kematian di berbagai kota di Indonesia. Angka kematian di RS Dr. Kariadi Semarang 14,6%, RS DR. Soetomo Surabaya 5,1%, RS Dr. Sardjito Yogyakarta 7%, RS Wangaya Denpasar 9%, dan RS Denpasar 20%; sedangkan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo 4%. 4Keparahan dan prognosis NE dapat dinilai dengan memakai skala SCORTEN. Skala SCORTEN ialah skala untuk menentukan keparahan (dan prognosis) penyakit kulit berlepuh. Awalnya, skala tersebut dikembangkan untuk Nekrolisi Epidermal Toksik (NET) , tetapi kemudian dapat pula dipakai pada SSJ, luka bakar, dan reaksi obat.Tabel 2.1 Skala SCORTENFaktor PrognostikNilai

Umur > 40 Tahun1

Denyut Nadi > 120 x/min1

Kanker atau keganasan hematologis1

Bagian tubuh yang terkena> 10 %1

Kadar urea serum > 10 mmol/L1

Kadar bikarbonat serum < 20 mmol/L1

Kadar glukosa serum > 14 mmol/L1

SCORTENTingkat Kematian (%)

0-13.2

212.1

335.8

458.3

>590

Sumber: Batsuji-Garin et al. Scorten: A severity of illness score for toxic epidermal necrolysis. J Invest Dermatol. 2000,115-49.

Tabel 2.2 Daftar ObatDaftar obat obat yang beresiko menyebabkan Sindrom Stevens Johnson (SSJ)Resiko TinggiResiko RendahResiko di RagukanResiko yang belum pernah di teliti

AllopurinolSulfamethoxazoleSulfadiazineSulfapyridineSulfadoxineSulfasalazineCarbamazepineLamotriginePhenobarbitalPhenytoinPhenylbutazoneNevirapineOxicam NSAIDThiacetazone

Acetic Acid NSAIDAminopenicilinsCephalosporinsQuinolonesCyclinsMacrolidesParacetamolPyrazolone AnalgetikCorticosteroidsSertraline

AspirinSulfonylureaThiazide diureticFurosemideAldactoneCalcium Channel Blockers BlockerAngiotensin-converting enzyme inhibitorsAngiotensin II reseptor antagonistStatinsHormonVitamin

NSAID=Non Steroid Anti Inflammatory Drugs

2.4Kerangka TeoriBerdasarkan deskripsi Sindrom Steven Johnson yang telah diuraikan, didapatkan kerangka teori yang digambarkan berikut ini:

Obat

Hipersensitifitas tipe II

Destruksi Keratinosit

Sindrom Steven Johnson

Gambar 2.2. Kerangka teori

2.5Kerangka KonsepBerdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan, didapatkan kerangka konsep yang diambarkan dalam diagram berikut ini:Kerangka konsep penelitian :

Predisposisi

Etiologi

Jenis KelaminUsiaIdiopatikKeganasanInfeksiObat

analgetik/antipiretik,antikonvulsan,antibiotik,antimalaria dan lain lain.

reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik)

Sindrom Stevens Johnson

Gambar 2.4.1 Kerangka konsep5