19
5 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Kehamilan Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2002). Menurut Cunningham, 2006 tahap perkembangan manusia yang diambil dari Moore yaitu : 1. Zigot yaitu sel yang terbentuk sebagai hasil fertilisasi ovum dan spermatozoa. 2. Blastomer. Pembelahan mitotik (cleavage) zigot menghasilkan sel anak yang disebut blastomer. 3. Morula yaitu sel berbentuk bola padat yang terbentuk dari 16 atau lebih blastomer. 4. Blastokista. Setelah morula mencapai uterus, terbentuk suatu rongga berisi cairan yang mengubah morula menjadi blastokista. 5. Mudigah (embrio). Sel-sel pembentuk mudigah, yang berkelompok sebagai suatu massa sel dalam (inner cell mass), menghasilkan mudigah yang biasanya disebut demikian apabila sudah terbentuk lempeng embrionik bilaminar. Periode mudigah memanjang sampai akhir minggu ke – 7 saat struktur-struktur utama mulai ditemukan. 6. Janin (fetus) yaitu setelah periode mudigah konseptus yang tumbuh disebut janin. 7. Konseptus yaitu kata yang digunakan untuk menyebut semua produk jaringan hasil konsepsi-mudigah, janin, membran janin, dan plasenta. Konseptus mencakup semua jaringan, baik embrionik maupun ekstraembrionik, yang berkembang dari zigot.

Bab ii

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab ii

5

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka

II.1.1. Kehamilan

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama

dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai

6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2002).

Menurut Cunningham, 2006 tahap perkembangan manusia yang diambil dari

Moore yaitu :

1. Zigot yaitu sel yang terbentuk sebagai hasil fertilisasi ovum dan spermatozoa.

2. Blastomer. Pembelahan mitotik (cleavage) zigot menghasilkan sel anak yang

disebut blastomer.

3. Morula yaitu sel berbentuk bola padat yang terbentuk dari 16 atau lebih

blastomer.

4. Blastokista. Setelah morula mencapai uterus, terbentuk suatu rongga berisi

cairan yang mengubah morula menjadi blastokista.

5. Mudigah (embrio). Sel-sel pembentuk mudigah, yang berkelompok sebagai

suatu massa sel dalam (inner cell mass), menghasilkan mudigah yang biasanya

disebut demikian apabila sudah terbentuk lempeng embrionik bilaminar.

Periode mudigah memanjang sampai akhir minggu ke – 7 saat struktur-struktur

utama mulai ditemukan.

6. Janin (fetus) yaitu setelah periode mudigah konseptus yang tumbuh disebut

janin.

7. Konseptus yaitu kata yang digunakan untuk menyebut semua produk jaringan

hasil konsepsi-mudigah, janin, membran janin, dan plasenta. Konseptus

mencakup semua jaringan, baik embrionik maupun ekstraembrionik, yang

berkembang dari zigot.

Page 2: Bab ii

6

II.1.2. Persalinan

II.1.2.1. Definisi

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Sebab terjadinya partus sampai kini

masih merupakan teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh

prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut

sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan

dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dari

berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan

progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot uterus.

Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus

dimulai (Prawirohardjo, 2007).

II.1.2.2. Mekanisme Persalinan

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi

pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan, Kala II disebut pula

kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin

didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari

dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya

1 jam (Prawirohardjo, 2007).

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu

darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau

mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang

berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika

serviks membuka.

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase. Fase

laten yang berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai

mencapai ukuran diameter 3 cm. Selanjutnya yaitu fase aktif yang dibagi dalam 3

fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi

Page 3: Bab ii

7

4 cm. Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat

cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat

kembali. Dalam waktu waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase –fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun

terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih

pendek. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada

primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-

kira 7 jam.

Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah

lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir

lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai

pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini (KPD) (Prawirohardjo, 2007).

Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3

menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang

panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang

secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan

kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol

dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama

kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul

sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his

dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput

dibawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada

primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5

jam (Prawirohardjo, 2007).

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas

pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan

plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit

Page 4: Bab ii

8

setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.

Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah (Prawirohardjo, 2007).

Kala IV

Seperti diterangkan diatas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah

ada perdarahan post partum. Setelah plasenta lahir masih ada masa kritis yang

dihadapi oleh ibu dalam masa tersebut dapat terjadi perdarahan. Penyebab utama

dari perdarahan ialah kontraksi uterus yang kurang baik. Oleh karena itu sebelum

1 jam berlalu, penderita belum boleh dipindahkan ke kamarnya dan masih

memerlukan pengawasan yang seksama. Nadi dan tensi diawasi tiap 15 menit ()

(Prawirohardjo, 2007; Wiknjosastro, 2007).

II.1.3. Selaput Ketuban dan Cairan Amnion

II.1.3.1. Selaput Ketuban

Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion

adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.

Sktuktur avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada

manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan

regang membran janin. Dengan demikian, pembentukan komponen-komponen

amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan

kehamilan (Cunningham, 2006).

Menurut Helen, 2001 amnion (selaput ketuban) merupakan membran

internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, ulet,

dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas

dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada

insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang

tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran

eksternal yang berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang

berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta

dan melekat pada lapisan uterus.

Page 5: Bab ii

9

Gambar II.1. Selaput amnion dan korion (Parry, 1998)

II.1.3.2. Cairan Amnion

II.1.3.2.1. Volume cairan amnion

Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion ini

akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai

menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak

kehamilan normal.

Tabel II.1 Volume cairan amnion yang lazim (Cunningham, 2006)

Minggu

gestasi

Janin (g) Plasenta (g) Cairan amnion

(ml)

Persen cairan

16

28

36

40

100

1000

2500

3300

100

200

400

500

200

1000

900

800

50

45

24

17

Dari Queenan (1991), dengan izin.

Page 6: Bab ii

10

Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 – 1500 ml, warna

putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan

ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam

anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo, sel-

sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata-rata 2,6% g per liter,

sebagian besar sebagai albumin (Prawirohardjo, 2007).

Keadaan normal cairan amnion menurut Yulaikhah 2009 antara lain pada

usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh,

steril, bau khas, agak manis dan amis, terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam

anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,

verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500 cc/jam.

II.1.3.2.2. Fungsi cairan amnion

Beberapa fungsi dari cairan amnion menurut Prawirohardjo 2007 :

1. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.

2. Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin.

3. Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH)

dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin.

4. Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauterin.

5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan

steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.

II.1.4. Ketuban Pecah Dini

II.1.4.1. Definisi

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Sebagian besar

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36

minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).

Sedangkan menurut Yulaikhah, 2009 ketuban pecah dini adalah pecahnya

ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam, belum

ada tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim

Page 7: Bab ii

11

disebut kejadian ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan

penyebab terbesar persalinan prematur dengan segala akibatnya.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila

pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm

(Mochtar, 1998).

Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat

usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan di bawah 38 – 42 minggu

(Sinsin, 2008).

Arti klinis ketuban pecah dini adalah :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka

kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat

menjadi besar.

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian

terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan

tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik.

3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga

dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of

membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin dengan segala

akibatnya.

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka

panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi

pertumbuhan dan perkembangan janin (Widjanarko, 2009).

II.1.4.2. Insidensi

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm, dan pada

midtrimester kehamilan. Frekuensi kejadiannya yaitu 8%, 1% – 3% dan kurang

dari 1 %. Secara umum, insiden dari KPD terjadi sekitar 7 – 12 % (Chan, 2006).

Menurut EASTMAN insidensi ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua

kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011 insiden KPD

adalah sekitar 6-9 % dari kehamilan.

Page 8: Bab ii

12

II.1.4.3. Etiologi

Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi:

1. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban paling bawah

mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.

2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan

genetik).

3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan

meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai

terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi

kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya

pemecahannya tanpa menimbulkan morbidiats janin dan komplikasi ketuban

pecah dini makin meningkat.

4. Multipara, grandemultipara. Pada kehamilan yang terlalu sering akan

mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang

terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah

sebelum tanda-tanda inpartu.

5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan sefalopelvik

disproporsi. Hidramnion atau kadang-kadang disebut polihidramnion adalah

keadaan di mana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc (Prawirohardjo,

2007). Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus,

gemeli dan ibu yang mengalami diabetes mellitus gestasional (DMG). Ibu

dengan DMG akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada

semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih

(Saifuddin, 2002). Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin

atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali

lebih besar (Mochtar, 1998).

6. Kelainan letak yaitu letak lintang sungsang.

7. Pendular abdomen (perut gantung).

8. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat

daripada ibu muda.

9. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.

10. Merokok selama kehamilan.

Page 9: Bab ii

13

II.1.4.4. Mekanisme ketuban pecah dini

Mekanisme KPD menurut Manuaba, 2009 antara lain :

1. Terjadi pembukaan prematur serviks.

2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi :

a. Devaskularisasi

b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang

d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang

mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

II.1.4.5. Patogenesis

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis

dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease

tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion.

Kolagen amnion interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel

mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat

dalam remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-

9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan ketuban

pecah dini. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix

metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan

amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan

penurunan dari inhibitor mendukung teori bahwa enzim-enzim ini mempengaruhi

kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker

apoptosis di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran

pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa ketuban

pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi aktivitas degradasi kolagen dan

kematian sel yang membawa pada kelemahan dinding membran fetal (Parry,

1998).

Page 10: Bab ii

14

II.1.4.6. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis

Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan

seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa

basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari

jalan lahir (Chan, 2006).

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,

bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini

akan lebih jelas.

1. Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari

serviks. Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi. Bau

dari amnion yang khas juga diperhatikan.

Pemeriksaan inspekulo

Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan

dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko infeksi. Cairan yang

keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang

dinilai adalah :

2. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diagnosis

KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk

mempermudah melihat pooling.

3. Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas

nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 – 6.5. Sekret

vagina ibu hamil memiliki pH 4 – 5, dengan kertas nitrazin tidak

memberikan perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan hasil positif

palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen atau vaginitis

seperti trichomoniasis.

4. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih samar

dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari

forniks posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan di atas gelas objek

Page 11: Bab ii

15

dan dilihat dibawah mikroskop. Gambaran ‘ferning’ menandakan cairan

amnion.

5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan group B

Streptococcus.

1. Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan

amnion tetapi tidak di semen dan urin.

Pemeriksaan lab

2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.

3. Tes pakis.

4. Tes lakmus (Nitrazine test).

1. Terhadap janin

Pemeriksaan ultrasonography (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam

kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit

(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan

anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan

diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index (AFI),

presentasi janin, berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat

mengidentifikasikan kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau melokalisasi

kantong cairan amnion pada amniosentesis dan sering digunakan dalam

mengevaluasi janin. Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan diagnosis

ketuban pecah dini (Chan, 2006).

II.1.4.7. Komplikasi

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi pada ibu maupun pada

janin yang dikandungnya. Komplikasi tersebut antara lain:

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin

mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu

terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan

meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal (Mochtar, 1998). Pada

janin dapat terjadi infeksi bahkan sepsis. Sepsis neonatorum adalah infeksi

aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri

Page 12: Bab ii

16

dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih

(Sholeh Kasim, 2010).

2. Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi

bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu dapat juga dijumpai infeksi

puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry-labour. Ibu akan

merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,

maka suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi. Hal

tersebut akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu

(Mochtar, 1998). Menurut Chan, 2006 pasien yang mengalami ketuban

pecah dini akan mengalami peningkatan kejadian infeksi baik

korioamnionitis, endometritis, sepsis.

II.1.4.8. Penatalaksanaan

Konservatif

Rawat di rumah sakit , berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau

eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar

atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,

belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi

tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37

minggu. Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,

berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika

usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,

nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia

kehamilan 32 -37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin,

dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis

betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg

setiap 6 jam selama 4 kali.

Page 13: Bab ii

17

Aktif

Kehamilan > 37 minggu,, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio

sesarea. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan

diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. jika

tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5,

induksi persalinan (Prawirohardjo, 2008).

Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Rahmawati, 2011 yaitu :

1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan

tanda infeksi intrauterin.

2. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke

rumah sakit dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam

dari pecahnya ketuban untuk memperkecil risiko infeksi intrauterin.

3. Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian

antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam),

tokolisis, pematangan paru amnioinfusiepitelisasi (vit C dan trace element,

masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif

(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea atau pun

partus per vaginam.

4. Dalam penetapan langkah pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah

langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia

kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu

dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status

imunologik ibu dan kemampuan finansial keluarga.

5. Untuk usia kehamilan < 37 minggu dilakukan penanganan konservatif

dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.

6. Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih, lakukan terminasi dan

pemberian profilaksis Streptococcus grup B. untuk kehamilan 34-36 minggu

lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.

7. Untuk kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif /

expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu

dilakukan tes pematangan paru), profilaksis Streptococcus grup B,

Page 14: Bab ii

18

pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan

oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.

8. Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan

tindakan konservatif, pemberian profilaksis Streptococcus grup B, single-

course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus), dan pemberian

antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi).

9. Untuk non viable preterm (usia kehamilan < 24 minggu) lakukan konseling

pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan.

Tidak direkomendasikan profilaksis Streptococcus grup B dan

kortikosteroid. Pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data

untuk pemberian yang lama.

10. Rekomendasi klinik untuk KPD yaitu pemberian antibiotik karena pada

periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32

minggu (untuk mencegah terjadinya risiko perdarahan intraventrikuler,

respiratory distress syndrome, dan necrotizing examinations). Tidak boleh

dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan

spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan

sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk

memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi

maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian

multiple course tidak direkomendasikan.

11. Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu

deksametason 2 x 6 mg selama 2 hari atau betametason 1 x 12 mg selama 2

hari.

12. Agentokolisis yaitu β2 agonis (terbutalin, ritodrine), kalsium antagonis

(nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium

sulfat, oksitosin antagonis (atosiban).

13. Tindakan epitelisasi masih kontroversial, walaupun vitamin C dan trace

element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama

dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-

amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi

KPD.

Page 15: Bab ii

19

14. Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda korioamnionitis,

terdapat tanda-tanda tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara

usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan lamanya menunda persalinan.

15. KPD dengan usia kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik

eritromisin 3 x 250 mg, amoksisilin3 x 500 mg dan kortikosteroid.

16. KPD dengan usia kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah > 6

jam) berikan ampisilin 2 x 1 gr IV dan penisilin G 4 x 2 juta IU, jika serviks

matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak

matang lakukan sectio caesarea.

17. KPD dengan infeksi (kehamilan < 37 minggu ataupun > 37 minggu) berikan

antibiotik ampisilin 4 x 2 gr IV, gentamisin 5 mg/ kgBB, jika serviks matang

lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang

lakukan sectio caesarea.

Berikut tabel yang menjelaskan tentang skor kematangan serviks.

Tabel II.2. Tabel Skor Bishop (Achadiat 2004)

TABEL SKOR BISHOP

SKOR 0 1 2 3

Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Station -3 -2 -1 +1,+2

Konsistensi Keras Sedang Lunak Amat lunak

Posisi ostium Posterior Tengah Anterior Anterior

CARA PEMAKAIAN :

Tambah 1 angka untuk : Kurangi 1 angka untuk :

Preeklampsia

Setiap partus normal

Post date

Nullipara

Ketuban negatif/lama

Page 16: Bab ii

20

Bila total skor

KEMUNGKINAN :

BERHASIL GAGAL

0 – 4 50-60% 40-50%

5 – 9 90% 10%

10 – 13 100% 0%

Skor Bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan

responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa

serviks dengan skor bishop rendah memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi

dibandingkan serviks yang matang (ripened) (Achadiat, 2004).

Tabel II.3. Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, 1998) KETUBAN PECAH

< 37 MINGGU ≥ 37 MINGGU

Infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tidak ada infeksi

Berikan penisilin,

gentamisin, dan

metronidazol

Lahirkan bayi

amoksisilin +

eritromisin untuk 7

hari

Steroid untuk

pematangan paru

Berikan penisilin,

gentamisin, dan

metronidazol

Lahirkan bayi

Lahirkan bayi

Berikan penisilin atau

ampisilin

ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN

Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi

Stop antibiotik

Lanjutkan untuk

24 – 48 jam

setelah bebas

panas

Tidak perlu antibiotik

Page 17: Bab ii

21

II.1.4.9. Pencegahan

Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk

mengurangi atau berhenti, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup

selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir

bila ada predisposisi (Morgan, 2009).

Page 18: Bab ii

22

II.2. Kerangka Teori

Bagan II.1. Kerangka Teori

FAKTOR JANIN - Gemeli - Malposisi - Berat janin berlebih

FAKTOR IBU - Serviks inkompeten - Multipara - Hidramnion - Sefalopelvik disproporsi - Usia terlalu tua (≥ 35 tahun) - Riwayat KPD - Merokok

Kelemahan dinding membran janin

Rupturnya membran amnion dan khorion

sebelum terdapat tanda persalinan

KETUBAN PECAH DINI Infeksi pada ibu

Page 19: Bab ii

23

II.3. Kerangka Konsep

Bagan II.2. Kerangka Konsep

II.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis-hipotesis dari penelitian ini antara lain :

1. Ada hubungan antara usia ibu terhadap kejadian ketuban pecah dini.

2. Ada hubungan antara paritas terhadap kejadian ketuban pecah dini.

3. Ada hubungan antara berat bayi lahir terhadap kejadian ketuban pecah dini.

USIA IBU

PARITAS

BERAT BAYI LAHIR

KETUBAN PECAH

DINI