Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Keselamatan Pelayaran
Keselamatan pelayaran merupakan hal yang paling diutamakan
dalam kegiatan transportasi. Keselamatan pelayaran juga merupakan hal
yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang berhubungan dengan
system palayaran. Pada saat sekarang ini banyak terjadi kecelakaan dalam
pelayaran, baik itu dari kelalaian manusia maupun dari bencana yang
terjadi tanpa diketahui oleh manusia (Rizki dan Tipa, 2019). Keselamatan
pelayaran dapat diartikan sebagai segala hal yang ada dan dapat
dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan pencegahan kecelakaan
pada saat pelaksanaan kerja di bidang pelayaran (Nurhasanah, dkk, 2015).
Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 32
menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu
keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim.
Menurut Buku Panduan Kapal – Kapal Pedalaman (2009:3) dalam Akbar
(2014) menjelaskan bahwa Keselamatan Pelayaran adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan berbagai upaya yang diwujudkan terhadap
penyelenggaraan angkutan diperairan untuk menjamin keselamatan jiwa,
manusia, harta, benda dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka
untuk menunjang Keselamatan Pelayaran dibuat sebuah aturan sebelum
berlayar pihak pihak terkait harus mengecek semua yang berhubungan
dengan pelayaran untuk menghindari kecelakaan (Rizki dan Tipa, 2019).
Safety Of Life At Sea atau biasa disebut SOLAS adalah peraturan
yang mengatur keselamatan maritime yang paling utama dengan tujuan
untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut yang dimulai sejak
1914, mengingat saat itu banyak terjadi kecelakaan kapal yang menelan
banyak korban jiwa (Suryani, dkk, 2018). Melaksanakan fungsi
11
keselamatan pelayaran bukan hal yang mudah yang harus diikuti oleh
semua instansi dan ditunjang dana yang cukup serta kesadaran semua
pihak termasuk masyarakat pengguna serta pesisir dan kelautan. Untuk itu
yang perlu dilakukan adalah membangun manejemen dan aturannya,
mendorong pemerintah melakukan terobosan atau reformasi, mewujudkan
fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran serta membangun
kepercayaan ataupun kesadaran masyarakat dan memacu pembentukan
aturan. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan sehingga perlu
segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran
melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan
prasarananya (Andry dan Yuliani, 2014). Windyandari (2011) berpendapat
bahwa Keselamatan kapal dipengaruhi oleh perlengkapan kapal, fungsi
kapal, beban muatan dan kecakapan pengemudi kapal. Agar keselamatan
penumpang dan awak kapal tetap terjaga, maka perlengkapan kapal harus
disesuaikan dengan standard keselamatan, penggunaan kapal sesuai fungsi
utamanya, beban muatan tidak melebihi batas muatan yang diisyaratkan,
pengemudi kapal benar-benar cakap melayarkan kapal dan menguasai jalur
pelayaran yang dilaluinya.
Keselamatan pelayaran telah diatur oleh lembaga internasional
yang mengurus atau menangani hal-hal yang terkait dengan keselamatan
jiwa, harta laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan
International Maritime Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB.
Salah satu faktor penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian
lingkungan laut adalah keterampilan, keahlian dari manusia yang terkait
dengan pengoperasian dari alat transportasi kapal di laut, karena
bagaimanapun kokohnya konstruksi suatu kapal dan betapapun
canggihnya teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang
ditempatkan di atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia yang tidak
mempunyai keterampilan atau keahlian sesuai dengan tugas dan fungsinya
maka semua akan sia-sia (Santoso dan Sinaga, 2019).
12
Santoso dan Sinaga (2019) mengemukakan bahwa untuk mengukur
tingkat Keselamatan Pelayaran maka dapat dilihat berdasarkan :
1. Keamanan Alur Pelayaran
Perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran).
2. Keamanan Perairan
Keamanan Perairan adalah perairan yang meliputi laut wilayah,
perairan kepulauan, perairan pedalaman yang dianggap aman serta
dapat dilayari (Undang-Undang Republik Indonesia 4 Prp Tahun
1960 tentang Perairan Indonesia).
3. Kelancaran Lalu Lintas Kapal
Lalu-Lintas laut damai dari kendaraan air asing diperairan pedalaman
Indonesia serta terbebas dari hambatan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Laut
Damai Kendaraan Air Asing Dalam Perairan Indonesia).
2.1.2 Kelaiklautan Kapal
Kelaiklautan kapal sangat erat kaitannya dengan Keselamatan
Pelayaran. Setiap kapal yang berlayar harus berada dalam kondisi laik laut
sehingga menjamin keselamatan dan keamanan selama kapal berlayar.
Kelaiklautan kapal juga dibantu dengan sarana dan prasarana Keselamatan
Pelayaran. Apabila hal – hal yang bersangkutan diabaikan, maka resiko
kecelakaan kapal akan sangat tinggi. Barus, dkk (2017) mengemukakan
bahwa untuk melakukan kegiatan pelayaran setiap angkutan laut (kapal)
memerlukan Surat Persetujuan Berlayar/Berlabuh (SPB) yang dikeluarkan
oleh syahbandar agar dapat berlayar ataupun berlabuh. Agar dapat
memperoleh SPB, maka kapal yang akan berlayar harus memenuhi
beberapa persyaratan. Setiap Surat Persetujuan Berlayar dapat diberikan
oleh seorang syahbandar kepada pengguna atau pemilik kapal apabila
kapal tersebut telah memenuhi beberapa syarat penting.
13
Kapal yang laik laut adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan keamanan dan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran
lingkungan perairan dari kapal, pengawakan, peralatan navigasi dan
peralatan keselamatan, garis muat,serta pemuatan (Budiman, dkk, 2016).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran, Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran
perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan
Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran menyebutkan beberapa syarat penting Keselamatan dan
keamanan angkutan perairan diantaranya yaitu kondisi terpenuhinya
persyaratan kelaiklautan kapal dan kenavigasian. Persyaratan Keselamatan
sebagaimana dimaksud meliputi material, konstruksi, bangunan,
permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan
termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal.
Pemenuhan setiap persyaratan kelaiklautan kapal dibuktikan dengan
sertifikat dan surat kapal. Sertifikat keselamatan sebagaimana dimaksud
terdiri atas sertifikat keselamatan kapal penumpang, sertifikat keselamatan
kapal barang, sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan surat atau dokumen kapal antara lain
Surat Ukur, Surat Tanda Kebangsaan Kapal, Sertifikat Keselamatan,
Sertifikat Garis Muat, Sertifikat Pengawakan Kapal, dan dokumen muatan.
Menurut Supanji, dkk dalam Karim, dkk (Hal. 1039-1047), syarat-
syarat kapal yang memenuhi kelaikalautan yaitu :
1. Keselamatan Kapal
Definisi dari Keselamatan Kapal yaitu kapal dapat kembali pulang
dengan selamat.
14
2. Pengawakan
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi
persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan
nasional dan internasional (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran). Ketentuan pengawakan
dalam negeri diatur dalam Peraturan Menteri, sedangkan ketentuan
pengawakan internasional diatur dalam STCW (Standart Of
Training Certification and Watchkeeping). Dalam sebuah kapal
terdapat Awak Kapal atau orang yang bekerja dan dipekerjakan di
atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas
diatas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku
sijil. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 70
Tahun 1998 Tentang Pengawakan Kapal Niaga, Susunan awak
kapal harus didasarkan pada Daerah Pelayaran, Tonase Kotor
Kapal (Gross Tonnage/GT), serta Ukuran Tenaga Penggerak
(KiloWatt/KW).
3. Muatan
Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai
dengan persyaratan, penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam
Sertifikat Garis Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan
ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai
dengan daerah-pelayarannya. Setiap kapal sesuai dengan jenis dan
ukurannya harus dilengkapi dengan informasi stabilitas untuk
memungkinkan Nakhoda menentukan semua keadaan pemuatan
yang layak pada setiap kondisi kapal. Tata cara penanganan,
penempatan, dan pemadatan muatan barang serta pengaturan balas
harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Perusahaan
angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal
sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati. Nakhoda wajib menolak dan memberitahukan kepada
15
instansi yang berwenang apabila mengetahui muatan yang
diangkut tidak sesuai dengan dokumen muatan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran).
4. Kesehatan dan Kesejahteraan ABK
Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang
meliputi gaji, jam kerja dan jam istirahat, jaminan pemberangkatan
ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal, kompensasi
apabila kapal tidak dapat beroperasi, karena mengalami
kecelakaan, kesempatan mengembangkan karier, pemberian
akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman,
pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja. Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib
menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang. Fasilitas
kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi ruang pengobatan atau
perawatan, peralatan medis dan obat-obatan dan tenaga medis
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran).
5. Status Kapal
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008
Tentang Pelayaran, Status Hukum Kapal dapat ditentukan setelah
melalui proses pengukuran kapal, pendaftaran kapal, dan
penetapan kebangsaan kapal. Kapal yang telah melakukan proses
pengukuran sebagaimana dimaksud diterbitkan Surat Ukur untuk
kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7
(tujuh) Gross Tonnage). Kapal yang telah diukur dan mendapat
Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada
Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan
oleh Menteri. Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda
Pendaftaran. Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut
diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia diberikan dalam bentuk :
16
a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh
puluh lima Gross Tonnage) atau lebih.
b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross
Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175
(seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau
c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh
Gross Tonnage).
Kapal berkebangsaan Indonesia wajib mengibarkan bendera
Indonesia sebagai tanda kebangsaan kapal.
6. Pencegahan Pencemaran Air Laut
Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk
jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal. Kapal yang
telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal sebagaimana dimaksud diberi
sertifikat. Sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen
Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan
dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management
Certificate/SMC) untuk kapal (Undang-Undang Republik
Indonesia Tahun 2008 Tentang Pelayaran).
2.1.3 Sistem Komunikasi
Tingkat keselamatan pelayaran juga dapat dipengaruhi oleh faktor
komunikasi antar kapal ke pelabuhan, pelabuhan ke kapal, ataupun antar
kapal ke kapal. Riza (2016) mengemukakan bahwa alat komunikasi adalah
semua media yang digunakan untuk menyebarkan atau menyampaikan
informasi, baik itu informasi kepada satu orang saja atau kepada banyak
orang. Alat komunikasi ini juga bukan hanya menyampaikan informasi
saja tetapi juga menghasilkan informasi. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian, Telekomunikasi Pelayaran
adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang
17
merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis
tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas
bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
Alat komunikasi atau Telekomunikasi Pelayaran tidak akan dapat
berjalan dengan lancar tanpa adanya Sistem Komunikasi. Wahab dalam
Riza (2016) mengungkapkan bahwa pembagian Sistem Komunikasi
berdasarkan medium fisik yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis yaitu sistem komunikasi yaitu dalam bentuk kabel dan nirkabel.
Sistem komunikasi nirkabel menggunakan frekuensi radio atau gelombang
radio sebagai medium pembawa informasi atau lebih dikenal dengan
sistem komunikasi radio. Sistem komunikasi radio juga dapat diartikan
sebagai sistem komunikasi yang tidak menggunakan kawat dalam proses
perambatannya melainkan menggunakan udara atau ruang angkasa sebagai
pengantar.
Teknologi terbaru sistem komunikasi kapal di laut dinamakan
Automatic Identification System (AIS). Sistem ini menolong kapal untuk
mengatasi kesulitan dalam komunikasi, dalam hal tukar-menukar ID,
posisi, kecepatan dan data vital lainnya dengan kapal terdekat atau stasiun
pelabuhan melalui sistem transmitter responder standart. Pertukaran data
oleh AIS terjadi secara automatic dan sampai dengan jelas ke tujuan. AIS
akan membantu dengan jangkauan yang luas dalam menjamin keselamatan
pelayaran (Windyandari, 2011).
Konsep dari AIS ditemukan oleh seorang Swedis bernama Hakan
Lans yang ditemukan pertengahan tahun 1980 dengan teknik jeniusnya
yang spontan, diuumumkan sebagai alat komunikasi yang menggunakan
transmitter rensponder dalam jumlah banyak untuk mengirimkan data
dengan cepat melebihi channel radio melalui sinkronisasi data tranmisi
sesuai waktu standart yang telah ditentukan. AIS dirancang dalam operasi
meliputi :
1. Informasi dari kapal ke kapal untuk menghindari tabrakan.
18
2. Informasi tentang kapal dan muatan ketika memasuki daerah
pantai.
3. Alat pengatur lalu lintas yang diintegrasikan dengan (Vessel Traffic
System) (VTS).
AIS mempunyai peranan yang paling penting, dalam tukar-
menukar laporan data kapal. Pada proses ini kapal mentrasfer data
perlengkapan AIS kapal lain meggunakan gelombang VHF. Keunikannya,
proses ini berlangsung independen antar kapal tanpa menggunakan stasiun
transmisi. Adapun informasi yang disampaikan oleh AIS ini adalah :
1. Data statistik : nomor IMO, tipe kapal, panjang kapal, lokasi dari
posisi antena di kapal.
2. Data (dynamic) : posisi kapal sesuai indikasi yang akurat, waktu
pada UTC, (speed overground), status navigasi, laju gerakan kapal.
3. Data pelayaran yang terkait : tinggi sarat kapal, (type cargo
hazard), ETA.
Dengan adanya peraturan yang ditetapkan dalam IMO, seperti
contohnya penerapan AIS diatas diharapkan perkembangan system
komunikasi untuk kapal semakin pesat seiring dengan berkembangnya
teknologi sehingga dapat mengurangi angka kecelakaan di laut. Tingkat
keberhasilan Sistem Komunikasi dalam pelayaran dapat dilihat apabila
sudah terlaksannya system AIS yang berfungsi sebagai :
1. Sebagai perberi informasi otomatis identitas kapal, posisi,
kecepatan, status navigasi, dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan keselamatan pelayaran.
2. Menerima informasi secar otomatis dari sesame kapal.
3. Monitoring kapal.
4. Pertukaran data sesuai aktivitas pelabuhan.
2.1.4 ISM Code
International Safety Management Code / ISM Code diartikan
sebagai peraturan manajemen keselamatan internasional untuk keamanan
maupun keselamtan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran
19
yang ditetapkan oleh Dewan Keselamatan Maritim International Maritime
Organization / IMO yang masih dimungkinkan untuk diamandemen.
Tujuan diselenggarakannya International Safety Management /
ISM Code adalah sebagai berikut :
1. Menjamin keselamatan di laut, mencegah kecelakaan dan
hilangnya jiwa manusia serta menghindari terjadinya kerusakan
lingkungan laut.
2. Membentuk dan membiasakan sikap peduli dan bertanggung jawab
terhadap terwujudnya fungsi keselamatan kapal dan pencegahan
pencemaran.
3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, kehandalan dan kinerja
perusahaan serta kapal, khususnya pada aspek keselamatan
pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran (Suwestian, dkk,
2015).
Patayang dan Lia (SEBATIK 2621-069X) menyebutkan bahwa
Elemen – Elemen ISM Code adalah :
1. Umum
Pengenalan secara umum terhadap definisi, sasaran, dan penerapan
ISM Code.
2. Kebijakan Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan
Perusahaan harus mendokumentasikan kebijakan tentang
keselamatan dan pencegahan pencemaran dan memastikan bahwa
setiap personil di perusahaannya mengetahui tentang hal tersebut
dan menjalankannya.
3. Tanggung Jawab dan Wewenang Perusahaan
Perusahaan harus mempunyai personil di kantor maupun di kapal
dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, dengan tanggung jawab dan wewenang yang telah
didefinisikan dengan jelas.
20
4. Designated Person Ashore (DPA)
Perusahaan harus menunjuk personil di kantor yang bertanggung
jawab untuk memonitor semua hal yang berkaitan dengan
keselamatan kapal.
5. Tanggung Jawab dan Wewenang Nahkoda
Nahkoda bertanggung jawab untuk membuat sistem yang tela
ditetapkan berjalan di kapal, membantu awak kapal dalam
menjalankan sistem tersebut, dan memberikan instruksi/panduan
bagi ABK jika diperlukan.
6. Sumber Daya dan Tenaga Kerja
Perusahaan harus mempekerjakan personil yang tepat sesuai
jabatan yang dibutuhkan di kantor dan di kapal, dan memastikan
bahwa semua personil mengetahui tanggung jawab, dan
wewenangnya.
7. Pengembangan Rencana Pengoperasian Kapal
Perusahaan harus membuat rencana untuk melakukan pekerjaan di
atas kapal dan arus menjalankan apa yang telah direncanakan
tersebut.
8. Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat
Perusahaan harus mempersiapkan cara untuk menghadapi keadaan
darurat yang dapat terjadi sewaktu – waktu. Perusahaan harus
mengembangkan rencana untuk merespon keadaan darurat di kapal
dan melatih semua personil.
9. Pelaporan dan Analisa Ketidaksesuaian
Kecelakaan dan kejadian berbahaya. Hal baik tentang sistem ini
adalah memberikan jalan bagi kita semua untuk memperbaiki dan
meningkatkan sistem tersebut. Ketika menemukan hal yang salah
makan dilaporkan dan dianalisis.
10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya
Seluruh perlengkapan kapal harus dipelihara agar selalu dalam
kondisi yang baik.
21
11. Dokumentasi
Sistem kerja manajemen keselamatan selalu didokumentasikan
secara tertulis dan dikontrol pendistribusiannya. Dokumen penting
harus tersedia di kantor dan di kapal.
12. Verifikasi, Tinjauan, dan Evaluasi Perusahaan
Perusahaan harus mempunyai metode internal sendiri untuk
memastikan bahwa sistem yang ada bekerja seperti yang
diharapkan dan selalu ditingkatkan.
13. Setifikasi dan Verifikasi
Flag administration atau organisasi yang ditunjuk oleh flag
administration adalah yang berhak mengeluarkan sertifikat dan
menunjuk auditor.
Nurhasanah, dkk dalam Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk
Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis
Kesejahteraan Rakyat menyebutkan bahwa tujuan ISM Code diterapkan
dalam suatu perusahaan ialah :
1. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapalnya
2. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban jiwa diatas kapal.
3. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan kerusakan
lingkungan dan kehilangan harta benda .
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan
penelitian yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang
dilakukan :
2.2.1 Rujukan Jurnal Penelitian Santosa dan Sinaga (2019)
Pada tabel 2.1 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini
berfokus pada masalah variabel Keselamatan Pelayaran.
22
Tabel 2.1 Penelitian Untuk Variabel Keselamatan Pelayaran
Penelitian Agus Santosa dan Erwin Alexander Sinaga, Jurnal Saintek
Maritim, Vol 20 No. 1, September (2019)
Judul Peran Tanggung Jawab Nakhoda Dan Syahbandar
Terhadap Keselamatan Pelayaran Melalui Pemanfaatan
Sarana Bantu Navigasi Di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang
Variabel dan
Indikator
Variabel Dependen (Y) :
Keselamatan Pelayaran
Indikator :
a. Keamanan Alur Pelayaran
b. Keamanan Perairan
c. Kelancaran Lalu Lintas Kapal
Variabel Independen (X) :
Tanggungjawab Nakhoda (X1)
Peran Syahandarr (X2)
Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi (X3)
Metode
Analisis Data
Metode Penelitian Survey
Hasil
Penelitian
Berdasarkan perhitungan dengan program SPSS,
persamaan regresi dalam penelitian ini diperoleh:
Y = 0,923 + 0,222X1 + 0,341X2 + 0,372X3 + μ
Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Konstanta 0,923 menyatakan bahwa jika variabel
independen (Tanggung Jawab Nakhoda, Peran
Syahbandar, Pemanfaatan Sarana Bantu
Navigasi) serta variabel terikat) dianggap
konstan , maka Faktor Keselamatan pelayaran
tetap dan tidak berubah nilainya sebesar 0,923.
23
2. Koefesien regresi Tanggung Jawab Nakhoda
(X1) sebesar 0,222 artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan Tanggung
Jawab Nakhoda ditingkatkan sebesar 1 satuan,
maka variabel Faktor Keselamatan pelayaran (Y)
mengalami peningkatan sebesar 0,222 satuan.
3. Koefesien regresi, Peran Syahbandar (X2)
sebesar 0,341 artinya jika variabel independen
lain nilainya tetap dan Peran Syahbandar
ditingkatkan sebesar 1 satuan, maka variabel
Faktor Keselamatan pelayaran (Y) mengalami
peningkatan sebesar 0,341 satuan.
4. Koefesien regresi Pemanfaatan Sarana Bantu
Navigasi (X3) sebesar 0,372 artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan Pemanfaatan
Sarana Bantu Navigasi ditingkatkan sebesar 1
satuan, maka variabel Keselamatan pelayaran (Y)
mengalami peningkatan sebesar 0,372 satuan.
Berdasarkan analisis tersebut, dapat dijelaskan adanya
pengaruh atau keeratan hubungan antara variabel
independen (Tanggung Jawab Nakhoda, Peran Syahbandar,
Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi) terhadap variabel
dependen Keselamatan pelayaran.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable
yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis
yaitu variable Keselamatan Pelayaran.
2.2.2 Rujukan Jurnal Penelitian Nur Karim, dkk. (hal. 1039-1047)
Pada tabel 2.2 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini
berfokus pada variabel Kelaiklautan Kapal.
24
Tabel 2.2 Penelitian Untuk Variabel Kelaiklautan Kapal
Penelitian Nur Karim, Abdullah Said, Wima Yudho Prasetyo, Jurnal
Administrasi Publik (JAP) Vol. 1 No. 5, Hal. 1039-1047.
Judul Dualisme Kebijakan Pelayaran dan Perikanan (Studi
Tentang Implementasi Kepmen. Perhubungan No. KM. 46
Th. 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap
Ikan dan PerMen Kelautan dan Perikanan No. 07 di PPP
Mayangan, Kota Probolinggo).
Variabel dan
Indikator
Variabel Dependen (Y) :
Surat Izin Berlayar
Variabel Independen (X) :
Kelaiklautan Kapal (X1)
Indikator :
a. Keselamatan Kapal
b. Pengawakan
c. Muatan
d. Kesejahteraan dan Kesehatan Anak Bauh Kapal
e. Status Kapal
f. Pencegahan Pencemaran Air Laut
Surat Laik Operasi (X2)
Tugas dan Wewenang (X3)
Metode
Analisis Data
Analisis Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif
Hasil
Penelitian
Berdasarkan Hasil Penelitian maka dapat disimpulkan :
1. Implementasi kebijakan Serifikasi Kelaiklautan
Kapal Penangkap Ikan dan Surat Laik Operasi Kapal
Perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Mayangan Kota Probolinggo merupakan
bentuk sinergi antar kebijakan dan instansi yaitu
Departemen Perhubungan dan Departemen Kelautan
25
dan Perikanan dalam mengawasi kelaikan kapal
perikanan. Sertifikasi Kelaiklautan Kapal
Penangkap Ikan yang dikeluarkan oleh
Kesyahbandaran Pelabuhan Probolinggo di
bawah Departemen Perhubungan merupakan
salah satu persyaratan administrasi dalam
penerbitan Surat Laik Operasi (SLO) oleh
pengawas perikanan dan Surat Persetujuan
Berlayar (SPB) oleh Syahbandar Perikanan di
bawah Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP). Dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dari
kedua kebijakan tersebut memiliki kesamaan
yaitu agar nelayan pada saat beroperasi di laut
lepas terjamin keselamatannya, dan tidak
merusak dan mencemari lingkungan maritim.
2. Apabila melihat keseluruhan tugas dan
kewenangan dari Departemen Per-hubungan dan
Departemen Kelautan dan Perikanan, memang
terjadi dualisme kebijakan dalam pelaksanaan
kelaikan kapal perikanan.
3. Dalam pelaksanaan pengawasan sertifikasi
kelaiklautan kapal penangkap ikan oleh Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas
IV Probolinggo dan Surat Laik Operasi Kapal
Perikanan oleh Satuan Kerja Pengawasan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Satker
PSDKP) Probolinggo, sudah memiliki petugas
yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya.
4. Implementasi kebijakan Sertifikasi Kelaiklautan
Kapal Penangkap Ikan dan Surat Laik Operasi
Kapal Perikanan memiliki dampak terhadap para
26
pemilik kapal dan nelayan. Untuk dampak
terhadap pemilik kapal menyebabkan
bertambahnya pengeluaran oleh pemilik kapal
untuk biaya perijinan kelaikan kapal perikanan,
sedangkan untuk nelayan kurang maksimalnya
hasil tangkapan karena terkendala oleh masa
berlaku surat.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable
yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis
yaitu variable Kelaiklautan Kapal.
2.2.3 Rujukan Jurnal Penelitian Mudiyanto (2019)
Pada tabel 2.3 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini
berfokus pada masalah variabel Kelaiklautan Kapal.
Tabel 2.3 Penelitian Untuk Variabel Kelaiklautan Kapal
Penelitian Mudiyanto, Jurnal Saintek Maritim Vol. 20 No. 1,
September (2019)
Judul Analisis Kelaiklautan Kapal Terhadap Keselamatan
Pelayaran Dikapal Niaga (Study Kasus Pada Perusahaan
Pelayaran Kapal Penumpang di Surabaya)
Variabel dan
Indikator
Variabel Dependen (Y) :
Keselamatan Pelayaran
Variabel Independen (X) :
Kelaiklautan Kapal
Dimensi :
1. Pengawakan Kapal (X1)
Indikator :
a. Hak dan Kewajiban Awak Kapal
b. Persyaratan Awak Kapal
27
2. Garis Muat Kapal dan Pemuatan (X2)
Indikator :
a. Penetapan Garis Muat
b. Tata Cara Pemadatan Muatan
Metode
Analisis Data
Metode Eksplanasi / hubungan dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan perhitungan dengan program SPSS,
persamaan regresi dalam penelitian ini diperoleh:
Y = 0,963 + 0,279 X1 + 0,692 X2
Hasil pengolahan data diperoleh nilai R berganda
sebesar 0,937 Koefisien korelasi berganda tersebut
menunjukkan bahwa antara variable analisis kelaiklautan
kapal memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap
variabel keselamatan pelayaran, Koefisien determinasi
ditunjukkan oleh Nilai R sebesar 0,937 berarti variable X1
& X2 mempunyai tingkat hubungan kuat terhadap variable
terikat Y. & nilai R Square, yaitu sebesar 0,878,artinya
sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel X1 & X2
terhadap variabel terikat Y adalah sebesar 87,8%.
Sebuah kapal dianggap laik laut salah satunya telah
memenuhi persyaratan pengawakan kapal dan garis muat
kapal. Artinya hasil dari penelitian garis muat kapal yang
paling dominan sebesar 0,692 yang mempengaruhi
keselamatan pelayaran.
Dari uji F kesiapan sumber analisis kelaiklautan kapal
secara simultan berpengaruh terhadap keselamatan
pelayaran, sehingga hipotesis yang menyatakan ada
pengaruh secara simultan antara variabel peranan analisis
kelaiklautan kapal secara simultan berpengaruh terhadap
keselamatan pelayaran. Dari uji t pengawakan kapal
28
berpengaruh signifikan terhadap keselamatan pelayaran
(Ho ditolak), karena nilai thitung (=2,097) > ttabel
(=1,9818garis muat berpengaruh signifikan terhadap
keselamatan pelayaran (Ho ditolak), karena nilai thitung
(=5,587) > ttabel (=1,9818).
Implikasi dari penelitian ini adalah kelaiklautan di atas
kapal harus ditingkatkan untuk menunjang keselamatan
pelayaran.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable
yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis
yaitu variable Kelaiklautan Kapal.
2.2.4 Rujukan Jurnal Penelitian Aulia Windyandari (2011)
Pada tabel 2.4 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini
berfokus pada masalah variabel Sistem Komunikasi.
Tabel 2.4 Penelitian Untuk Variabel Sistem Komunikasi
Penelitian Aulia Windyandari, Jurnal TEKNIK, Vol. 32 No. 1. ISSN
0852-1697
Judul Tantangan Sistem Komunikasi Laut Di Indonesia Sebagai
Faktor Pendukung Keselamatan Pelayaran
Variabel dan
Indikator
Variabel Dependen (Y) :
Keselamatan Pelayaran
Variabel Independen (X) :
Sistem Komunikasi (X1)
Indikator :
a. Sebagai perberi informasi otomatis identitas
kapal, posisi, kecepatan, status navigasi, dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan
29
keselamatan pelayaran.
b. Monitoring kapal
c. Pertukaran data sesuai aktivitas pelabuhan
Metode
Analisis Data
Metode Observasi dan Wawancara
Hasil
Penelitian
Perkembangan sistem komunikasi untuk kapal di
Indonesia perlu dlakukan peningkatan mengingat semakin
meningkatnya angka kecelakaan kapal di laut maupun di
pelabuhan. Adanya automatisasi system komunikasi harus
ditetapkan dengan peraturan IMO maupun SOLAS yang
berlaku internasional. Salah satu penemuan sistem
komunikasi di kapal adalah AIS (Automatic Identification
System) yang telah distandarisasi IMO dapat diaplikasikan
pada kapal-kapal Indonesia. Penelitian lebih lanjut
mengenai sistem Komunikasi kapal perlu ditingkatkan
untuk menunjang keselamatan dalam pelayaran.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable
yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis
yaitu variable Sistem Komunikasi.
2.2.5 Rujukan Jurnal Penelitian Nina Nurhasanah, dkk.
Pada tabel 2.5 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini
berfokus pada masalah variabel ISM Code.
Tabel 2.5 Penelitian Untuk Variabel ISM Code
Penelitian Nina Nurhasanah, Asmar Joni, Nur Shabrina, Kajian Multi
Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam
Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat
ISBN: 978-979-3649-81-8
30
Judul Persepsi Crew Dan Manajemen Dalam Penerapan ISM
Code Bagi Keselamatan Pelayaran Dan Perlindungan
Lingkungan Laut
Variabel dan
Indikator
Variabel Dependen (Y) :
Keselamatan Pelayaran
Variabel Independen (X) :
Crew Kapal (X1)
ISM Code (X2)
Indikator :
a. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapalnya
b. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban
jiwa diatas kapal
c. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan,
kerusakan lingkungan dan kehilangan harta
benda.
Metode
Analisis Data
Metode Penelitian Studi Kasus dan Metode Penelitian
Deskriptif.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan Penelitian Studi Kasus dan Metode
Penelitian Deskriptif maka dapat disimpulkan :
1. ISM Code merupakan produk dari IMO
(International Maritime Organization) yang
akhirnya diadopsi oleh SOLAS pada tahun 1994
(Safety of Life at Sea). ISM Code merupakan
standard Sistem Manajemen Keselamatan untuk
pengoperasian kapal secara aman dan untuk
pencegahan pencemaran di laut. Intinya ISM
Code ini bertujuan untuk menjamin keselamatan
di laut, mencegah kecelakaan atau kematian, dan
juga mencegah kerusakan pada lingkungan dan
kapal.
31
2. Sistem pada IMS Code harus disetujui oleh Flag
Administration (Pemerintah suatu negara yang
benderanya digunakan oleh kapal yang
bersangkutan) atau suatu badan yang ditunjuk
oleh Flag Administration, kemudian sertifikat
dikeluarkan. Sebelum perusahaan dan kapalnya
dioperasikan keduanya harus disertifikasikan
terhadap ISM Code. Sertifikat ISM Code dapat
diartikan sebagai suatu lisensi untuk menjadi
Ship Operator.
3. Pada manajemen kapal, seharusnya secara
periodic melakukan pelatihan terhadap
penanggulangan dan pencegahan gangguan
keselamatan terhadap aktivitas pelayaran dari
Perusahaan Pelayaran yang bersangkutan. Untuk
menanggulangi dan mencegah keselamatan,
Perusahaan Pelayaran harus memiliki fasilitas
dan peralatan sesuai dengan ketentuan ISM
Code.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable
yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis
yaitu variable ISM Code.
Pada umumnya penelitian terdahulu menggunakan beberapa
variabel yang berbeda, yaitu Kelaiklautan Kapal, Sistem Komunikasi, dan
ISM Code yang berpengaruh pada Keselamatan Pelayaran. Disetiap
penelitian terhahulu, peneliti mengambil satu variabel dan dikembangkan
pada penelitian ini dengan tempat dan sasaran responden yang berbeda.
Berharap dengan pengembangan penelitian ini terdapat perbedaan hasil
dimana beberapa variabel yang digunakan dapat saling mempengaruhi
serta menghasilkan kesimpulan yang baik dan bermanfaat.
32
2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi
Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2016).
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Diguga Kelaiklautan Kapal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Keselamatan Pelayaran .
H2 : Diduga Sistem Komunikasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Keselamatan Pelayaran
H3 : Diduga ISM Code berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Keselamatan Pelayaran
33
2.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori mengenai Kelaiklautan Kapal, Sistem
Komunikasi, dan ISM Code maka kerangka pemikiran teoritis yang
mendasari penelitian ini, sebagai berikut :
H1
H2
H3
Keterangan Gambar :
= Pengaruh = Indikator
= Pengukur = Variabel
H = Hipotesis
Gambar : 2.1
Kerangka Pemikiran
Kelaiklautan
Kapal
(X1)
Sistem
Komunikasi
(X2)
ISM Code
(X3)
Keselamatan
Pelayaran
(Y)
X1.1
X1.2
X1.3
X2.1
X2.2
X2.3
X3.1
X3.2
X3.3
Y1
Y2
Y3
34
Variabel dalam penelitian ini meliputi Kelaiklautan Kapal, Sistem
Komunikasi, dan ISM Code yang berpengaruh terhadap Keselamatan
Pelayaran.
1. Keselamatan Pelayaran (Y) Santosa dan Sinaga (2019)
Indikator-indikator Keselamatan Pelayaran antara lain :
Y1 Keamanan Alur Pelayaran
Y2 Keamanan Perairan
Y3 Kelancaran Lalu Lintas Kapal
2. Kelaiklautan Kapal (X1) Karim, Nur, dkk (Hal. 1039-1047)
Indikator-indikator Kelaiklautan Kapal antara lain :
X1.1 Muatan
X1.2 Pengawakan
X1.3 Status Kapal
3. Sistem Komunikasi (X2) Windyandari, Aulia (2011)
Indikator-indikator Sistem Komunikasi antara lain :
X2.1 Sebagai pemberi informasi
X2.2 Monitoring kapal
X2.3 Pertukaran data sesuai aktivitas
4. ISM Code (X3) Nurhasanah, Nina, dkk (ISBN: 978-979-3649-81-
8)
Indikator-indikator ISM Code antara lain :
X3.1 Menjamin Keselamatan Kapal dan Awak Kapal
X3.2 Mencegah Timbulnya Kecelakaan dan Korban Jiwa Diatas
Kapal
X3.3 Mencegah Terjadinya Pencemaran Lingkungan dan
Kehilangan Harta Benda
35
2.5 Alur Penelitian
NO
YES
Gambar 2.2
Alur Penelitian
Latar Belakang Masalah
Landasan Teori
Metodologi Penelitian
Pengumpulan Data
Analisa Data
Implikasi Manajerial
Kesimpulan dan Saran
Kelaiklautan Kapal
(X1)
Sistem Komunikasi
(X1)
ISM Code
(X3)
Keselamatan
Pelayaran (Y)
Pengolaha
n Data