27
ASKEP FRAKTUR KRURIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000- 2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini selain menyebabkan fraktur, menurut WHO juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang disebabkan oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan trauma. dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ- organ lain. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik, dan kecelakaan atau cidera olahraga. Menurut Smeltzer (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Prinsip mengenai fraktur meliputi reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi)

ASKEP FRAKTUR KRURIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gtr

Citation preview

Page 1: ASKEP FRAKTUR KRURIS

ASKEP FRAKTUR KRURIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Saat ini  penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia.  Bahkan

WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan

Persendian.  Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu

lintas. Kecelakaan lalu lintas ini selain menyebabkan fraktur, menurut WHO

juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana

sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.

Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang

disebabkan oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di

Indonesia maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas.

Kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan

trauma. dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang

dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain. Trauma-trauma lain adalah

jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik, dan

kecelakaan atau cidera olahraga.

Menurut Smeltzer (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas

tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Prinsip mengenai fraktur

meliputi reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang terdiri dari reduksi

tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka (dengan operasi),

mempertahankan reduksi atau  imobilisasi yaitu tindakan untuk mencegah

pergeseran dengan traksi terus nmenerus, pembebatan dengan gips,

pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal,

memulihkan fungsi yang tujuannya adalah mengurang oedem,

mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot dan memandu

pasien kembali ke aktifitas normal. (Apley & Solamon 1995)

Page 2: ASKEP FRAKTUR KRURIS

1.2  Tujuan Penulisan

a.       Tujuan Umum

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam

mempelajari fraktur dan dapat diterapkan dalam kehidupan sesuai teori

yang ada.

b.      Tujuan Khusus

1.      Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari fraktur secara

umum

2.      Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi fraktur

3.      Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etiologi atau penyebab

terjadinya fraktur

4.      Diharapkan mahasiswa dapat mengerti tentang  manifestasi fraktur

5.      Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari fraktur

6.      Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari faktur.

7.      Agar dapat mamberikan askep pada fraktur tibia fibula cruris mulai dari

pengkajian sampai evaluasi dengan baik dan benar

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1  Definisi.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang

biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,

rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh

dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai

stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya

(Smeltzer, 2001).

Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai

bawah yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali).

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi

Page 3: ASKEP FRAKTUR KRURIS

jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.

(Brunner & Suddart, 2000).

2.2  Klasifikasi Fraktur

1.      Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :

a.       Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian

(fragmen) atau lebih.

b.      Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :

a)      Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di

tempat, biasa terjadi di tulang pipih.

b)      Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius,

ulna, clavikula dan costae.

c)      Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.

2.      Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:

a.       Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari

sumbu tulang)

b.      Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari

sumbu tulang)

c.       Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang

d.      Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

e.       Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.

3.      Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :

a.       Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat

anatomisnya

b.      Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi

atas :

1)      Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat

2)      Angulated, membentuk sudut tertentu

3)      Rotated, memutar

4)      Distracted, saling menjauh karena ada interposisi

Page 4: ASKEP FRAKTUR KRURIS

5)      Overriding, garis fraktur tumpang tindih

6)      Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

4.      Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang

fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a.       Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh

b.      Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka

yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang

memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke

tulang sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :

1)      Derajat I

a)      Luka kurang dari 1 cm

b)      Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.

c)      Kraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.

d)     Kontaminasi ringan.

2)      Derajat II

a)      Laserasi lebih dari 1 cm

b)      Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse

c)       Fraktur komuniti sedang.

3)      Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

2.3  Etiologi

Penyebab fraktur diantaranya:

1.      Trauma

Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah

pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada

jaringan lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang

maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena

Page 5: ASKEP FRAKTUR KRURIS

dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur

karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a)      Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat

tersebut.

b)      Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan.

2.      Fraktur Patologis

Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses

pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang

bermetastase atau osteoporosis.

3.      Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan

Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang

tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang

menimpanya.

4.      Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

5.      Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh

dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.

6.      Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan

kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.

(Apley, G.A. 1995 : 840)

2.4    Manifestasi Klinis

1.      Deformitas

2.      Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang brrpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a.       Rotasi pemendekan tulang

b.      Penekanan tulang

3.      Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

4.      Echumosis dan perdarahan subculaneus

Page 6: ASKEP FRAKTUR KRURIS

5.      Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

6.      Tendernes atau keempuka

7.      Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

8.      Kehilangan sensasi  (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya saraf atau

perdarahan).

9.      Pergerakan abnormal

10.  Syock hipovolemik dari hilangnya  hasil darah.

11.  Krepitasi

2.5  Patofisiologi

Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian

korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera

pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan

pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik.

Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan

sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul

rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik. (Mansjoer Arief,

2002)

Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan

kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada

fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah

cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat

patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat

setelah fraktur.

Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan

peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan

sisa – sisa sel mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma

Page 7: ASKEP FRAKTUR KRURIS

fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentukan sel-sel baru.

Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yg

disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalmi

remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Mansjoer Arief, 2002)

2.6   Pemeriksaan Penunjang

1.      Foto Rontgen

a.       Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

b.      Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan

sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik. 

c.       Artelogram bila ada kerusakan vaskuler

2.      Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah

fraktur.

3.      Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi

multiple atau trauma hati.

4.      Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:

a.       Bayangan jaringan lunak.

b.      Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik

atau juga rotasi.

c.       Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

d.      Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

5.      Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya

seperti:

a.       Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang

lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan

struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada

struktur lain juga mengalaminya.

Page 8: ASKEP FRAKTUR KRURIS

b.      Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

c.       Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena

ruda paksa.

d.      Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak.

6.      Pemeriksaan Laboratorium

a.       Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

b.      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

c.       Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

7.      Pemeriksaan lain-lain

a.       Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

b.      Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

c.       Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

fraktur.

d.      Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

e.        Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang.

f.       MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2.7   Penatalaksanaan

Page 9: ASKEP FRAKTUR KRURIS

Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi  imobilisasi

dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

1.      Rekognasi

Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai

neurovascular ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui

kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus

dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih parah.

Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai

petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai

segera dan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan

pada cidera tulang belakang bagian servikal, di mana contusio dan laserasio

pada wajah dan kulit kepala menunjukkan perlunya evaluasi radiografik,

yang dapat memperlihatkan fraktur tulang belakang bagian servikal

dan/atau dislokasi, serta kemungkinan diperlukannya pembedahan untuk

menstabilkannya. (Smeltzer C dan B. G Bare, 2001)

2.      Traksi

Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang

fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:

a.       Skin Traksi

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan

menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,

membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan

biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

b.      Skeletal traksi

Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada

sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins

atau kawat ke dalam tulang.

3.      Reduksi 

Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2

yaitu:

Page 10: ASKEP FRAKTUR KRURIS

a.       Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang

pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat

dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih

bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk

menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,

dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan

anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan

lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada

banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment

tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

manipulasi dan traksi manual.

b.      Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)

Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau

yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang

terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan

fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan

dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan

penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada

tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat

juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang

paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial

batang.

4.      Imobilisasi Fraktur

Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi

kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat

Page 11: ASKEP FRAKTUR KRURIS

digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk

mengimobilisasi fraktur.

2.7  Perawatan Perioperatif

A.    Perawatan Pre Operasi:

1.       Persiapan Pre Operasi:

a.       Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di

operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)

b.      Kateterisasi

c.        Persiapan saluran pencernaan dengan puasa mulai tengah malam

sebelum operasi esok paginya (pada spinal anestesi dianjurkan untuk

makan terlebih dahulu)

d.       Informed Consent

e.       Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan di

meja operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang dilakukan dan

lamanya operasi

2.      Perawatan intra Operasi:

a.       Menerima Pasien

b.      Memeriksa kembali persiapan pasien

c.       Identitas pasien

d.      Surat persetujuan operasi

e.       Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.

f.       Mengganti baju pasien

g.      Menilai KU dan TTV

h.      Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien sebelum memberikan

obat dan memberikan obat pre medikasi.

i.        Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan

j.        Perawatan dilakukan sejak Memindahkan pasien ke meja operasi

samapai selesai

2.8  Proses Penyambungan Tulang

Page 12: ASKEP FRAKTUR KRURIS

a)      Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di

dalam fraktur (Apley,1995). Hal ini mengakibatkan gangguan suplay darah

pada tulang yang berdekatan dengan fraktur dan mematikannya (Maurice

King, 2001).

b)      Proliferasi

Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai

proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang

tertembus. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan

kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu (Apley, 1995).

c)      Pembentukan callus

Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum

menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan

pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada

fraktur tersebut (Maurice King, 2001).

d)     Konsolidasi

Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus.

Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati

pada ujung dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan

ujungnya mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi tulang padat

(Maurice King, 2001). Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu

beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang

normal (Apley, 1995).

e)      Remodeling

Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan

struktur normal (Appley, 1995). Semakin sering pasien menggunakan

anggota geraknya, semakin kuat tulang baru tersebut (Maurice King, 2001).

Faktor yang Mempercepat Penyembuhan Fraktur:

a.       Imobilisasi fragment tulang

b.       Kontak fragment tulang maksimal

c.       Asupan darah yang memadai

Page 13: ASKEP FRAKTUR KRURIS

d.      Nutrisi yang baik

e.       Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f.       Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid

anabolik.

Faktor yang Menghambat Penyembuhan Tulang:

a.       Trauma lokal ekstensif

b.      Kehilangan tulang

c.       Imobilisasi tak memadai

d.      Rongga atau jaringan di antara fragmen tulang

e.       Infeksi

f.       Keganasan lokal

g.      Penyakit tulang metabolik (mis. penyakit Paget)

h.      Radiasi tulang (nekrosis radiasi)Nekrosis avaskuler

i.        Usia (lansia sembuh lebih lama). (Smeltzer  dan Bare, 2001 : 2386)

2.9  Komplikasi

    1. Dini

a.Compartement syndrome

                        Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena terjebaknya

otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini

disebabkan oleh odem atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan

pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips, dan

embebatan yang terlalu kuat

1.    Tekanan intracompartement dapat diukir langsung dengan cara

whitesides.

2.    Penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan fascioterapi.

b.      Infeksi

            System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan masuk ke

Page 14: ASKEP FRAKTUR KRURIS

dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa

karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat

c. Avaskuler nekrosis

                        Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah

ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia

d.      Shock

                        Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.                                              

  2. Lanjut

a.      Malunion: biasanya terjadi pada fraktur yang komminutiva sedang

immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk

memperbaiki perlu dilakukan osteotomi.

b.      Delayed union: terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan

infeksi atau pada frakter yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan

operasi bonegraft alih tulang spongiosa.

c.       Non union: Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia

disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone

grafting menurut cara papineau.

d.      Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu

lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak,

hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi .

                                                                                                 

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

3.1    Pengkajian

1.      Identitas Pasien

a.       Riwayat Penyakit Sekarang

Page 15: ASKEP FRAKTUR KRURIS

Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan

banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner &

suddarth, 2002)

b.      Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses

perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)

c.       Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya

riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat

mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)

2.      Pola Kebiasan

a.        Pola Nutrisi

Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada

beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri

yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn

pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges, 2000).

b.      Pola Eliminasi

Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti

konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi

dilakukan ditempat tidur, (Doenges, 2000)

c.       Pola Istirahat

Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami

perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan

pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang

hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000)

d.      Pola Aktivitas

Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana

biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini

dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta program

immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus dibantu oleh

Page 16: ASKEP FRAKTUR KRURIS

orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat

melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)

e.       Personal Hygiene

Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada

bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.

(Doenges, 2000)

f.       Riwayat Psikologis

Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu

dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi

otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul

pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat

terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan

yang cukup lama, (Doenges, 2000)

g.      Riwayat Spiritual

Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami

gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap

agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta

harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)

h.      Riwayat Sosial

Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan

sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena

merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi),

(Doenges, 2000)

i.        Pemeriksaan Fisik

j.        Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan

dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara

berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

3.      Inspeksi

Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi,

kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot

dan keadaan kulit.

Page 17: ASKEP FRAKTUR KRURIS

4.      Palpasi

Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan

kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit

biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

5.      Perkusi. Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

6.      Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur

berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada

pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan,

(Brunner & Suddarth, 2002)

3.2   Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pascaoperasi

ortopedi adalah sebagai berikut.

1.   Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan

imobilisasi.

2.   Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.

3.   Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan

kemandirian.

4.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,

prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).

5.   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.

Rencana Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun

seperti berikut ini meliputi diagnosis keperawatan, tindakan, dan kriteria

Diagnosis Keperawatan 1 : Nyeri berhubungan dengan prosedur

pembedahan, pembengkakan, dan imobilisasi.

Kriteria Hasil :

1.      Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang

Page 18: ASKEP FRAKTUR KRURIS

2.      Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan

ketidaknyamanan.

3.      Bergerak dengan lebih nyaman

Intervensi :

a.       Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.

Rasional : Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan

diagnosa selanjutnya.

b.      Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.

Rasional : Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya

penyebab nyeri

c.       Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri.

d.      Berikan kompres dingin (es).

Rasional : Menurunkan edema dan pembentukan hematom

e.       Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.

Rasional : Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non farmakologis

Diagnosis Keperawatan 2 : Risiko perubahan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan

peredaran darah.

Kriteria hasil :

1.      Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat:

2.      Warna kulit normal dan hangat.

3.      Respons pengisian kapiler normal (crt 3 detik).

Intervensi :

a.       Kaji status neurovaskular (misal warna kulit, suhu, pengisian kapiler,

denyut nadi, nyeri, edema, parestesi, gerakan).

Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya

b.      Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Page 19: ASKEP FRAKTUR KRURIS

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri

c.       Balutan yang ketat harus dilonggarkan.

Rasional : Untuk memperlancar peredaran darah.

d.      Anjurkan klien untuk melakukan pengeseran otot, latihan pergelangan

kaki, dan "pemompaan" betis setiap jam untuk memperbaiki peredaran

darah.

Rasional : Latihan ringan sesuai indikasi untuk mencegah kelemahan otot

dan memperlancar peredaran darah

Diagnosis Keperawatan 3 : Perubahan pemeliharaan kesehatan

berhubungan dengan kehilangan kemandirian

Kriteria hasil :

1.      Klien memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.

2.      Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada kulit.

3.      Menjaga hidrasi yang adekuat.

Intervensi :

1.      Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.

Rasional : Untuk mencegah tekanan pada kulit sehingga terhindar pada

luka decubitus.

2.      Lakukan perawatan kulit, lakukan pemijatan dan minimalkan tekanan

pada penonjolan tulang.

Rasional : Untuk menjaga kulit tetap elastic dan hidrasi yang baik.

3.      Kolaborasi kepada tim gizi; pemberian menu seimbang dan pembatasan

susu.

Rasional    :    Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosis Keperawatan 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan

dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat

imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)

Page 20: ASKEP FRAKTUR KRURIS

Kriteria hasil :

1.      Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.

2.      Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.

3.      Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran

Intervensi :

1.      Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap memberikan

sokongan yang adekuat.

Rasional : Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap

2.      Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan

mengurangi nyeri

3.      Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri sebelum

digerakkan.

Rasional : Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

4.      Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker, kursi

roda), dan anjurkan klien untuk latihan.

5.      Rasional : Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan

mobilisasi

Diagnosa keperawatan 5 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan

prosedur invasif.

Kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi

Intervensi :

1.      Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik

Rasional    :    Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien

2.      Pantau tanda-tanda vital

Rasional    :    Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya

tanda-tanda infeksi

3.      Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka

Page 21: ASKEP FRAKTUR KRURIS

Rasional    :    Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya

tanda infeksi dari luka.

4.      Pantau adanya infeksi pada saluran kemih

Rasional    :    Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

3.2    Evaluasi

1.      Nyeri berkurang sampai dengan hilang

2.      Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer

3.      Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik

4.      Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

5.      Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran dir