Upload
moch-rochman
View
131
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN FRAKTUR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat I
Dosen Pengampu : Ns. Emma Setiyo Wulan,S.Kep
Disusun oleh
Kelompok 5 :
1. Moch Rochman
2. Siti Kotijah
3. Siti Zulfianti
4. Ony Puspita Sari
5. Didit Panca Nugraha
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
PROGRAM STUDI (S1) ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2013
OLAH
TIN
G
U KESEHAT
DEKIA UT
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT ,dan atas segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN FRATUR”. Askep ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I,Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Semester
VI.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari adanya kekurangan dan
keterbatasan, namun berkat bantuandari semua pihak akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ns.Emma Setiyo Wulan,S.Kep selaku koordinator mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman PSIK Reguler semester VI kelas B yang telah memberikan
motivasi dalam bentuk apapun.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca
pada umumnya.
Kudus, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi.............................................................................................
B. Definisi....................................................................................................................
C. Etiologi ...................................................................................................................
D. Klasifikasi...............................................................................................................
E. Manifestasi Klinik...................................................................................................
F. Patofisologi.............................................................................................................
G. Komplikasi..............................................................................................................
H. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................
I. Penatalaksanaan......................................................................................................
J. Asuhan Keperawatan..............................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajiam .............................................................................................................
B. Riwayat Keperawatan ............................................................................................
C. Pengkajian Pola Fungsional ...................................................................................
D. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................
F. Terapi yang didapatkan ..........................................................................................
G. Analisa Data ...........................................................................................................
H. Prioritas Diagnosa ..................................................................................................
I. Nursing Care Plane ................................................................................................
J. Implementasi ..........................................................................................................
K. Profres Report ........................................................................................................
L. Evaluasi ..................................................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya pelayanan kesehatan seharusnya mendorong perawat untuk
meningkatkan profesionalismenya baik dalam fungsi sebagai pendidik, advokat,
peneliti maupun sebagai pelaksanan asuhan keperawatan, masalah kesehatan
seringkali membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan seseorang apalagi bila
masalah tersebut sampai menghambat aktivitas kesehatan atau pekerjaan.Salah satu
masalah kesehatan tersebut adalah fraktur. (DAPUS)
Fraktur / patah tulang dapat terjadi pada semua kalangan tanpa batas usia baik
pria maupun wanita, khususnya bagi individu dengan tingkat aktivitas tinggi rawan
terhadap fraktur. Kota kudus sebagai kota industri dan terletak pada jalur pantura
yang cukup ramai, secara teknis mempunyai kecenderungan yang tinggi terhadap
terjadinya fraktur yang khususnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu lintas.
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak
menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari
raya idulfitri tahun kemarin banyak terjadi kecelakaan lalu lintas
yang sangat banyak,yang sebagian korbannya mengalami fraktur.
Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak
menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak
tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia
contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena
kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat
atau sering disebut juga sangkal putung, mungkin karena gejalanya
mirip dengan orang yang terkilir.
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
Sedangkan pada usia prevalensi cenderung lebih banyak terjadi
pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon.
Prinsip mengenai fraktur meliputi reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen
yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka ( dengan
operasi), mempertahankan reduksi / imobilisasi yaitu tindakan untuk mencegah
pergeseran dengan traksi terus menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan
fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal, memulihkan fungsi yang tujuannya
adalah mengurang oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan
otot dan memandu pasien kembali ke aktifitas normal. (Apley & Solamon 1995)
TIDAK MASUK DALAMLATAR BELAKANG DITAMBAHKAN TINGKAT
KEJADIAN FRAKTUR DAN TIAP PARAGRAF HARUS ADA DAPUSNYA
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar makalah tentang Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat dengan klien Fraktur mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada klien tersebut.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai definisi Fraktur
b. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi dan manifestasi klinis
Fraktur
c. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai patofisiologi Fraktur
d. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari jenis-jenis Fraktur
e. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dan komplikasi Fraktur
f. Mahasiswa mampu menjelaskn tentang Asuhan Keperawatan dengan klien
Fraktur.
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
Sistem musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan.Komponen utama dari system musculoskeletal adalah jaringan ikat.
System ini terdiri dari tulang,sendi,otot rangka,tendon,ligamen,bursa dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-strktur ini.
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.Tulang terdiri
dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionik hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia,tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
1. Tulang panjang (Femur,Humerus) terdiri dari batang tebal
panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis.
Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan
yang tumbuh,yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan dilempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel
tulang yang dihasilkan oleh osteoblast,dan tulang memanjang.
Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongy bone (cancellous atau trabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,lempeng epifisis
berfusi,dan tulang berhenti tumbuh. Hormone
pertumbuhan,estrogen dan testoteron merangsang pertumbuhan
tulang panjang. Estrogen bersama dengan testoteron
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang
memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis
medularis berisi sumsung tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan lapisan luar adalah tulang cancellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan
tulang pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar
tulang yang berdekatan degan persendian dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial,misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel,matriks,protein dan deposit mineral.
Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblast,osteosit dan
osteoklas. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen
dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan,asam polisakarida,dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam
mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam
osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,resorpsi dan
remodeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang
dewasa.Ditengah osteon terdapat kapiler.Dikelilingi kapiler tersebut
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam
lamella terdapat osteosit,yang memperoleh nutrisi melalui prosesus
yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghbungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh
kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh,selain sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,pembuluh
darah dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membranevaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsung tulang panjang dan rongga-rongga dalam ulang
kansellus. Osteoklast,yang melarutkan tulang untuk memelihara
rongga sumsum,terletak dekat dengan endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organic (hidup)
dan 70% endapan garam. Bahan organic disebut matriks,dan terdiri
dari 90% serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein
plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan
fosfat,dengan sedikit natrium,kalium karbonat,dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat
kolagen melalui proteoglikan.Adanya bahan organik menyebabkan
tulang memiiki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan).Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus-menerus dan
dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang.Kecepatan
pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang
ditentukan oleh rangsangan hormone,factor makanan,dan jumlah
stress yang dibebankan pada suatu tulang,dan terjadi akibat
aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblast.
Osteoblast dijumpai dipermukan luar dan dalam
tulang.Osteoblast berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk
menghasilkan matrik tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk,matrik
tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi
bagian osteoid,dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknya ulang,osteosit dimatriks membentuk tonjolan-
tonjolan yang menghubungkan osteosit lainnya membentuk suatu
system saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap
tulang,sebagian ion kalsium ditulang tidak mengalami kristalisasi.
Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat
dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara
tulang,cairan interstisium dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi,terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi
karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklast.Osteoklast adalah
sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip
monosit yang terdapat ditulang.Osteoklast tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan
memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya
sebagian kecil pada potongan tulang,dan memfagosit tulang sedikit
demi sedikit. Setelah selesai disuatu daerah,osteoklast menghilang
dan muncul osteoblast. Osteoblast mulai mengisi daerah yang
kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan
tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang yang baru
yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblast dan osteoklast
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami
remodeling. Pada anak dan remaja,aktivitas osteoblast melebihi
aktivitas osteoklast,sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal. Aktivitas osteoblast juga melebihi aktivitas osteoklast
pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda,aktivitas osteoblast dan osteoklast biasnaya setara,sehingga
jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan,aktivitas
osteoklast melebihi aktivitas osteoblast dan kepadatan tulang mulai
berkurang. Aktivitas osteoklast juga meningkat pada tulang-tulang
yang mengalami immobilisasi. Pada usia decade ketujuh atau
kedelapan,dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang
menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblast dan
osteoklast dikontrol oleh beberapa factor fisik dan hormone.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblast dirangsang
oleh olah raga dan stress beban akibat arus listrik yang terbentuk
sewaktu stress mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis
merangsang aktivitas osteobl zast,tetapi mekanisme pastinya
belum jelas. Estrogen,testoteron dan hormone pertumbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblast dan pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat
melonjaknya kadar hormone-hormon tersebut. Estrogen dan
testoteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti
tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang).sewaktu kadar estrogen turun pada masa
menopause aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mngganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak
langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini
meningkatkan konsentrasi kalsium darah,yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
penguraian tulang. Dengan demikian,vitamin D dalam jumlah besar
tanpa di imbangi kalisum yang adekuat dalam makanan akan
menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas
terutama dikontrol oleh hormone paratiroid.Hormone paratiroid
dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat dibelakang
kelenjar tiroid. Pelepasan hormone paratiroid meningkat sebagai
respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormone
paratiroid mningkatkan aktivitas osteoklast dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium kedalam
darah.Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik
negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih
lanjut.Estrogen tampaknya mengurangi efek hormone paratiroid
pada osteoklast.
Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium
serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormone
paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah
suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons
terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pembentukan osteoklast.
Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan
kadar kalsium serum.
Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,otak,dan paru-paru)
dan jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
belakang.
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium,fosfor
B. Defisini
Fraktur berarti deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang. ( Kowalak,dkk,2011 )
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula.Fraktur terjadi jika tulang dikena
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
Fraktur adalahpatah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. (Sylvia A. Price,1995)
Fraktur atau umumnya patah tulang adalah
terputusnyakontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
disebabkan olehrudapaksa. (Mansjoer Arief, 2000).
Jadi menurut kelompok fraktur adalah deformitas atau diskontinuitas
dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma,kecelakaan atau tenaga fisik yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan
tulang untuk menahan kompresi atau regangansehingga menyebabkan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang.
C. Etiologi
1. Fraktur akibat trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang, maka dapat terjadi patah pada tempat
yang terkena. Hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak di
sekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang, maka dapat terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan dan kerusakan
jaringan lunak dan di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur patologis disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis / kanker
tulang.
3. Torsio yaitu fraktur yang terjadi pada titik perputaran dari lokasi tekanan.
Misalnya memutar kaki dengan sangat kuat dapat mematahkan tulang kaki.
(Barbara C. Long, 2000).
D. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar/menembus kulit.
2. Fraktur Terbuka(open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
3. Komplit / tidak komplit
a. Fraktur komplit (Total), bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
b. Faktur tidak komplit (Parsial),bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti :
1) Hair Line Fraktur (patah tidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
4. Bentuk garis patah dan hubunganya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut sekitar 45
derajat terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
5. Jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
6. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a. Fraktur undisplacet (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua
pragmen tidak bergeser, peryosteumnya masih utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang,
seperti :
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.(Kowalak,dkk,2011)
E. Patofisiologi
Ketika tulang patah pembuluh darah dibagian korteks sumsum dan jaringan
lunak sekitarnya akan terganggu. perdarahan terjadi di ujung tulang yang patah dan
dari jaringan lunak didekatnya.
Cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang menentukan
pembedahan segera dapat menimbulkan pembengkakan sekitar daerah cidera /
deformitas akibat terputusnya kontinuitas tulang. Apabila ditahan atau digerakkan
dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga dapat mengakibatkan syok
neurogenik. Sedangkan kerusakan pada sistem persyarafan akan menimbulkan
kehilangan sensori yang dapat berakibat paralisis yang menetap. Pada fraktur juga
terjadi keterbatasan gerak karena hilangnya fungsi pada daerah yang cidera.
Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma
patah tulang apabila kulit robek atau luka dan terjadi hubungan antara udara luar
dengan tulang yang patah, maka mengakibatkan kontinuitas sehingga resiko infeksi
sangat besar.
Akibat tindakan pembedahan fase pasca pembedahan diarahkan untuk
mengembalikan fungsi optimal dari organ tubuh secepat mungkin, proses
penyembuhan tulang harus ditingkatkan dan komplikasi pasca operasi harus dicegah.
Pada tindakan ORIF (Open Reduction and Internal Fiksation) dilakukan
pembedahan untuk memasang implant langsung pada tulang. Tindakan ini dilakukan
dengan pengaruh anestesi. Insisi dibuat pada daerah yang patah sehingga
memungkinkan dilakukan reposisi dan immobilisasi fragmen tulang. Tindakan ini
akan menimbulkan luka yang mengakibatkan ”Port de entry” atau jalan masuk bagi
mikroorganisme, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi. Insisi atau sayatan yang
dibuat sewaktu operasi juga potensial merusak jaringan syaraf dan pembuluh darah,
hal ini menyebabkan resiko perdarahan yang mengakibatkan hipovolemi dan
gangguan nyeri.
Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler. Fraktur tulang panjang dapat
mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak dan perdarahan yang keluar dapat
menimbulkan tekanan pada ”compartement otot” dan memberikan gejala
”compartement Syndrome”, keadaan terakhir ini sering terjadi pada fraktur pada
tungkai bawah dan lengan bawah. Pemeriksaan neoru vaskuler distal perlu dilakukan
dengan cermat terutama pada tungkai atau lengan yang mengalami pembengkakan
dan kulit yang tegang. Rasa kesemutan atau nyeri diujung jari dan selanjutnya bila
dilakukan pemeriksaan dengan mengekstensikan ujung jari akan menjadi lebih sakit
maka keadaan tersebut adalah tanda awal dari ”Compartement Syndrome” gejala
seperti pucat, dingin, mati rasa atau kulit menjadi gelap pada ujung jari adalah tanda-
tanda yang telah lanjut dan pengenalan yang terlambat terhadap ”compartement
syndrome” dapat berakhir dengan kematian jaringan distal dari fraktur. (dr. H. Nur
Abadi,2007)
F. Pathway
Terlampir
G. Manifestasi Klinis
Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinik dari fraktur seperti bagian
atau lokasi, tingkat kesakitan, tipe fraktur dan adanya kerusakan dan struktur lainnya.
Adapun manifestasi klinis yang muncul antara lain :
1. Deformitas : adanya tekanan yang kuat pada otot dan menyebabkan fragmen
tulang bergeser sehingga perubahan countur kesejajaran sumbu tulang terjadi
seperti :
Angulasi, perputaran, pemendekan anggota badan.
2. Depresi pada tulang (penekanan pada tulang)
Gangguan perputaran pada bagian yang terbuka, ketika dibandingkan sisi
kebalikannya.
3. Pembengkakan
Pembengkakan yang mungkin tampak secara cepat dari lokasi dan bagian yang
mengalami fraktur.
4. Memar
Kerusakan dan perdarahan yang terjadi pada daerah subcutan.
5. Spasme otot
Kontraksi otot tak sadar disekitar lokasi fraktur.
6. Nyeri
Rasa takut yang sangat dan muncul tiba-tiba pada saat injuri, setelah itu nyeri
mungkin terjadi karena spasme otot kerusakan pembuluh darah dari struktur
sekitarnya.
7. Hilangnya sensasi atau paralisis distal
Bila saraf rusak / terjepit oleh otot karena edeme, perdarahan atau fragmen tulang.
8. Pergerakan yang abnormal, deformitas karena kontinuitas tulang rusak
9. Krepitasi yaitu suara yang dirasakan / didengar jika bagian yang injuri digerakkan.
10. Syok hipovolemik mungkin diakibatkan karena kehilangan darah dalam jumlah
banyak atau injuri yang lain.
H. Komplikasi
1. Syndrom kompartemen
Yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam suatu tulang
yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. Terutama pada ekstremitas
bagian distal, adapun tanda-tandanya meliputi :
a. Jaringan pucat (cyanosis)
b. Nadi lemah, paresis (mati rasa)
c. Merupakan kasus emergency, kerusakan neuromuskuler akan terjadi dalam 4 –
6 jam setelah serangan dan anggota gerak badan tidak berfungsi dalam 24
sampai 28 jam.
2. Syok yaitu syok primer dan sekunder
Syok primer berkaitan dengan pengurangan cairan tubuh, mual muntah atau
perdarahan.
3. Trombo embolik complication
Perdarahan atau trombus dari neuratom atau sisa-sisa pembuluh darah yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang kecil.
4. Infeksi, yaitu karena :
a. Luka terbuka yang tidak didebridement atau dibersihkan dengan baik.
b. Perawatan luka yang tidak adekuat.
c. Penurunan daya tahan tubuh karena infeksi yang menjalar diseluruh tubuh.
5. Avaskuler nekrosis
Rusaknya pembuluh darah sehingga jaringan pada daerah distal akan terjadi
nekrosis.
6. Delayed union
Fraktur yang tidak mengalami penyembuhan dalam waktu 8 bulan sejak terjadi
trauma, sering terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti infeksi.
Delayed union merupakan kelainan yang sering didapatkan tindakan yang
dilakukan dengan operasi tandur tulang oleh ahli tulang.
7. Non union
Kelainan yang disebabkan oleh karena hilangnya segmen tulang yang disertai
dengan infeksi.
8. Mal union
Fraktur yang tidak pernah mengalami penyembuhan secara utuh.
9. Fraktur embolism syndrom
Pada fraktur terjadi peningkatan hormon katekolamin yang dapat menyebabkan
emboli.
(Brunner & Sudarth, 2002).
I. Biologi Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur.Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung
24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang
mati.Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat padapermukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
J. Penyembuhan Fraktur
Ada 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur: Rekognisi, Reduksi, Retensi, dan Rehabilitasi.
a. Rekognisi
Menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan,
derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan an deskripsi
tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan
apakah ada kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan
pemeriksaan speksifikasi untuk encari adanya fraktur.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha atau tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali
seperti letak asalnya.Frsktur tertutup pada tulang panjang
seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Tindakan ii dapat
dilaksanakan secara efektif didalam ruang gawat darurat atau
ruang bidai gips pada evaluasi awal.
c. Retensi
Retensi menyatakan metode-metode yang dilaksanakan
untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama
penyembuhan.Sebagai aturan umum, gips yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati posisinya membentuk
sududt dengan sumbu longitudinal tulang yang patah, maka
koreksi angulasi dan oposisi dapat dipertahankan dan sekaligus
mencegah perubahan letak rotasional.
d. Rehabilitasi
Rencana rehabilitasi harus segera dimulai dan dilaksakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur. Rehabilitasi adlah
mengembalikan fungsi normal bagian yang cedera.
K. Penatalaksanaan (DIBEDAKAN ANTARA MEDIS DAN KEPERAWATAN)
DAN LEBIH MENGARAH KE GAWAT DARURATNYA
1. Penatalaksanaan medik
a. Pembidaian
Fungsi bidai
1) Mempertahankan kedudukan fragmen tulang (imobilisasi)
2) Mengurangi rasa sakit
3) Mengurangi atau menghilangkan perdarahan
4) Mencegah kerusakan lebih lanjut.
b. Reduksi
Mengembangkan garis tulang yang patah dengan cara :
Tertutup : Tindakan non bedah dengan mengembalikan bagian tulang
yang terbentuk sesuai anatomisnya. (traksi).
Terbuka : Tindakan perbaikan bentuk dan kedudukan tulang dengan
pembedahan, sering dilakukan dengan internal fiksasi (ORIF).
c. Fiksasi
1) Eksternal
Cor / Gipsona
Tindakan mekanisme yang tetap dan terus menerus pada bagian tubuh
tertentu.
2) Internal
Plate & screw, pen, wire, hail.
3) Traksi
Secara umum traksi didapatkan dengan penempatan beban berat dengan
tali pada ekstremitas bagian bawah (femur).
Macam traksi :
a) Manual / tangan
b) Traksi skeletal atau tulang. Misal : pen, kawat
c) Sekrup
d) Traksi skin atau kulit → pembungkusan harus dilakukan atau dipasang
harus tanpa lipatan dan benjolan dan tulang harus diberi bantalan, traksi
kulit yang digunakan adalah buck ekstension pusseis traction, balance
ruiseis traction.
d. Imobilisasi
Bagian yang patah tulang tidak boleh digerakkan.
e. Debriment (Pada fraktur terbuka)
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengatur posisi
Tujuan memberi rasa nyaman
Hal yang harus diperhatikan dalam pengaturan posisi
1) Hindari tekanan / tarikan pada alat fiksasi
2) Sikap tidur pasien disesuaikan kondisi
3) Setelah patah tulang direduksi, pergantian posisi tidur dilakukan minimal 2
jam sekali.
b. Pemantauan neurosirkulasi
Dilaksanakan tiap 2 jam secara dini pada pasien dengan fraktur karena
kerusakan pembuluh darah atau serabut saraf dapat terjadi karena patah tulang
atau proses reduksi. Pemantauan dilakukan dengan cara :
1. Meraba lokasi fraktur, apakah masih hangat
2. Observasi warna kulit
3. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensori pada
lokasi fraktur.
c. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
Bengkak dan edeme adalah respon alami jaringan terhadap trauma dan
pembedahan, penekankan syaraf karena pembengkakan dapat menurunkan
aliran darah pada ekstremitas dan menyebabkan kerusakan syaraf perifer, otot
dan terputusnya aliran darah. Secara umum edeme dapat dikontrol dengan
meningkatkan area injuri dalam meningkatkan perfusi jaringan, perawat perlu
melakukan monitor terhadap ekstremitas yang fraktur seperti nyeri, bengkak,
pucat atau edeme, yang kesemuanya dapat menurunkan perfusi jaringan.
Sianosis diduga disebabkan oleh obstruksi arteri, sedangkan menurunnya
kemampuan motorik diindikasikan adanya iskemi syaraf.
d. Pertahankan kekuatan mobilisasi
Anjurkan pada pasien agar bisa melakukan sesuatu. Bergerak bebas terbatas
adanya pembatasan kepada anggota tubuh yang telah direduksi yang
dilengkapi alat-alat mobilisasi, setiap sendi yang termobilisasi harus dilatih
dan digerakkan untuk mempertahankan fungsi. Jika pada pasien terpasang
balutan tungkai, exercise pada ibu jari bisa dilakukan dan bila terpasang pada
lengan : exercise pada jari-jari tangan.
e. Mempertahankan keutuhan kulit dan penyembuhan luka.
1. Mempertahankan daerah kulit yang berisiko terutama pada daerah
tonjolan tulang.
2. Reguler (minimal 8 jam) memperhatikan adanya tekanan.
3. Menggerakkan (minimal 2 jam sekali) dalam batasan menurut sistem
pada anggota gerak yang fraktur.
4. Sebelum balutan terpasang, laserasi dan abrasi kulit harus ditangani untuk
mempercepat penyembuhan, kulit dibersihkan, kemudian balutan steril
dipasang untuk membalut luka.
5. Menganjurkan pasien untuk makan sesuai diit yang disediakan (TKTP)
f. Mengurangi nyeri
1. Meninggikan apa yang sakit.
2. Kompres dingin pada tempat yang cedera.
3. Ganti posisi secara teratur sesuai prosedur dan batasan menurut sistem.
g. Perawatan diri
Defisit perawatan diri terjadi saat ada bagian tubuh yang termobilisasi
sehingga menyebabkan menurunnya ”self care” dan mengembangkan strategi
terbaik dalam membantu mencapai kemandirian ADL. Partisipasi pasien
dalam ADL penting untuk meningkatkan ”self care” kemandirian
pemeliharaan dan menghindari reaksi pasienikologis.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a) Airway :Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh
adanyapenumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
b) Breathing :Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan
napas, timbulnyapernapasan yang sulit dan / atau tak teratur,
suara nafasterdengar ronchi /aspirasi.
c) Circulation : TD dapat normal atau meningkat , hipotensi
terjadi pada tahaplanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada
tahap dini,disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosispada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a) Identitas klien : meliputi nama,umur,jenis
kelamin,pendidikan,pekerjaan,dll.
b) Keluhan Utama: keluhan yang paling mengganggu yang
dirasakan klien.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang : kejadian yang mengalami
cedera.
d) Riwayat kesehatan Dahulu : riwayat penyakit TB,
arthritis,osteomielitis, dan lain-lain.
e) Riwayat Imunisasi : Polio, Tetanus.
f) Aktivitas/istirahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
Keterbatasan mobilitas.
g) Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi.
Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
Cailary Refil Time melambat.
Pucat pada bagian yang terkena.
Masa hematoma pada sisi cedera.
h) Neurosensori
Kesemutan
Deformitas
Krepitasi
Pemendekan
Kelemahan
i) Kenyamanan/nyeri
Nyeri tiba-tiba saat cidera
Spasme/ kram otot
j) Keamanan
Laserasi kulit
Perdarahan
Perubahan warna
Pembengkakan lokal
k) Integumen
Laserasi
Perdarahan edema
Perubahan warnakulit.
l) Sistem Otot
Kekuatan gerak koordinasi.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur
secaralangsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasidan
selama proses penyembuhan secara periodic.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT, MRI : memperlihatkan fraktur dan juga dapat
digunakan untuk mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat
( hemokonsentrasi )atau menurun ( perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stres normal setelahtrauma.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkat beban kreatinin pemantauan
creatinin untuk pemeriksaan ginjal klien.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hati (Doengoes, 2000 ).
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas
jaringan tulang, pergeseran fragmen tulang.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan
nyeri saat mobilisasi.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah
oleh emboli.
4. Resti infeksi berhubungan dengan adanya luka fraktur
terbuka,port de entry.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rusaknya jaringan kulit,laserasi
kulit.
6. Potensi Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang banyak.
D. Intervensi Keperawatan
N
O
Dx
NOC
INTERVENSI
NIC ACTIVITY
1. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan tercapai (NOC:
Pengendalian Nyeri) dg KH:
Penurunan severity ke
ringan dengan Skala
menjadi 0 – 2
Ekspresi wajah rileks
Pasien tidak merintih
kesakitan dan menangis
Pasien dapat menggunakan
tindakan meredakan nyeri
dengan non analgetik yang
diajarkan perawat.
Manajemen
Nyeri
1. Kaji krakteristik nyeri : lokasi,
durasi, intensitas nyeri dengan
menggunakan skala nyeri(0-
10).
2. Batasi pergerakan pada daerah
fraktur, klien harus bed rest.
3. Berikan sokongan (support)
pada ekstremitas yang luka.
4. Ajarkan pasien tehnik
relaksasi nafas dalam dan
tehnik distraksi untuk
mengurangi rasa sakit pada
skala nyeri 5.
5. Informasikan kepada
pasien untuk
menginformasikan
kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat dicapai.
6. Kolaborasi : pemberian
analgetik.
2. Setelah dilakukan tidkan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan tercapai (NOC:
Mobilitas) dg KH:
Memperlihatkan
mobilitas,misal:berjalan,
pergerakan sendi dan
otot,bergerak dengan
mudah.
Melakukan ADL secara
mandiri tanpa alat
bantu,maupun bantun
orang lain.
Terapi Latihan
Fisik:
Mobilitas
Sendi
1. Kaji tingkat immobilisasi yang
disebabkan oleh edema dan
persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
2. Ajarkan pasien tentang
penggunaan alat bantu
mobilitas
(misalnya,tongkat,walker,kruk
,atau kursi roda).
3. Ajarkan dan bantu pasien
dalam proses berpindah
(misalnya,dari tempat tidur ke
kursi).
4. Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif
maupun pasif untuk
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik dan okupasi untuk
meningkatkan mobilitas.
3. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
dihrapakan tercapai (NOC: Perfusi
jaringan: perifer) dg KH :
Pengisian ulang kapiler
(jari tangan dan jari kaki).
Turgor kulit baik
Nadi perifer teraba
Warna kulit baik
Perawatan
Embolus:
perifer
1. Pantau tingkat
ketidaknyamanan atau nyeri
saat melakukan latihan
fisik,pada malam hari, aau saat
istirahat.
2. Lakukan pengkajian
komprehensif terhadap sirkulasi
perifer misalnya kaji nadi
perifer,edema,suhu.
3. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi.
4. Berikan obat anti koagulan jika
diperlukan.
4. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan tercapai (NOC:
Penyembuhan luka primer
/sekunder) dg KH:
Penyembuhan luka sem-
purna.
Tidak ada tanda infeksi.
Bagian yang fraktur/luka
dapat berfungsi seperti
semula.
Perawatan luka 1. Observasi adanya tanda-tanda
infeksi pada lokasi luka
(kemerahan, bengkak dan rasa
sakit).
2. Observasi adanya
peningkatan HR,
anemia, penurunan
kesadaran berlanjut.
3. Observasi penampilan kulit ;
pucat, kemerahan, adanya
vesikel yang berisi cairan
berwarna merah dan adanya
gejala-gejala awal gas
gangren.
4. Kolaborasi dengan
medis pemberian cairan
parenteral dan obat
antibiotic.
5. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
dihrapakan tercapai (NOC:
Integritas jaringan: membran
mukosa dan kulit) dg KH:
Menunjukan keutuhan
kulit
Perfusi jaringan baik
Penyatuan luka fraktur
Perawatan
Area Isisi
1. Observasi adanya
kemerahan,pembengkakan pada
area insisi.
2. Kaji luka ada tidaknya tanda-
tanda infeksi setempat
3. Kaji luka ada tidaknya
perluasan ke jaringan dibawah
kulit.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang makanan tinggi
protein,mineral,kalori dan
vitamin untuk mempercepat
proses penyembuhan.
6. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan tercapai (NOC:) dg
KH:
Tidak terjadi perdarahan
Nilai Hb dan Ht dalam
batas normal
Tidak anemis
1. Observasi Vital
Sign(meliputi ,BP,HR,RR dan
T).
2. Kaji sumber lokasi dan
banyaknya perdarahan.
3. Berikan posisi supinasi.
4. Berikan banyak cairan
(minum).
5. Berikan cairan perinfus.
6. Pantau hasil laboratorium
(Hb,Ht).
7. Kolaborasi dengan medis
pemberian obat koagulan.
BAB IVSIMPULAN DAN SARAN
A. SimpulanSetelah dilakukan seminar dan pembahasan tentang asuhan keperawatan pada
klien fraktur maka dapat disimpulkan fraktur adalah deformitas atau
diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang biasanya
disebabkan oleh trauma,kecelakaan atau tenaga fisik yang dapat menyebabkan
hilangnya kemampuan tulang untuk menahan kompresi atau regangan sehingga
menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang .
Penatalaksaan bisa dilakukan dengan pembidaian,reduksi,fiksasi,imobilisasi,
Debriment (Pada fraktur terbuka)dan dapat dilakukan dengan pembedahan dengan
cara ORIF (Open Ruduction Internal Fixation) maupun OREF (Open Reduction
External Fixation).
B. SaranDalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien hendaknya perawat
mengetahui apa itu penyakitnya, penyebabnya, bagaimana tanda dan gejalanya,
bagaimaa proses terjadinya, dan juga mengetahui terapinya ataupun
penatalaksanaannya.Dan tidak lupa antara perawat dan klien harus dapat membina
hubungan saling percaya agar dalam memberikan Asuhan Keperawatan kepada klien
dapat semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long.2000.
Brunner & Suddart.2000.
Doengoes, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Kowalak,dkk.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC
Mansjoer Arief.2000.
Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit.Jakarta:EGC
Wilkinson,Judith M & Ahern,Nancy R.2011.Buku Saku Diagnosis
Keperawatan DiagnosisNanda,Intervensi NIC,Kriteria Hasil NOC edisi
9.Jakarta:EGC
PATHWAY
Trauma tdk langsung
Faktor Patologis Trauma langsung
FRAKTUR
Fraktur TertutupFraktur Terbuka Pembedahan
Terputusnya kontinuitas tulang
Kerusakan fragmen tulang
Tekanan sumsum tulang dari kapiler
Reaksi stress klien
Melepaskan katekolamin
Memobilisasi asam lemak
Menyatu dengan trombosit
Emboli
Menyumbat pem.darah
Robeknya jar.kulit sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Laserasi kulit
Deformitas
G3. Fungsi
Depresi syaraf
G3.integritas kulit
Invansi kuman
Robeknya pem.darah vena/arteri
perdarahan
Output berlebih
Potensi Syok
Hipovole
Pre op Intra op Post op
Cemas Port de Entry
Resti infeksi
NyeriG3.
Mobilitas fisik
Resti
G3.keseimbangan
cairan dan
G.3 perfusi jaringan