Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dalam Memenuhi Apbd Pada Pemerintah Kota Medan

Embed Size (px)

Citation preview

  • 0

    ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

    (PAD) DALAM MEMENUHI APBD PADA

    PEMERINTAH KOTA MEDAN

    OLEH :

    NAMA : K. DEBBY DEBORA L.

    NPM : 10510016

    PROGRAM STUDY : AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI

    PROGRAM STUDI AKUNTANSI

    UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

    MEDAN

    2014

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    memberikan nikmat yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini selesai

    dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

    memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas HKBP

    Nommensen Medan.

    Adapun judul skripsi ini yaitu : Analisis Kontribusi Pendapatan Asli

    Daerah (PAD) Dalam Memenuhi APBD Pada Pemerintah Kota Medan.

    Banyak sekali pihak-pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga,

    pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil dalam membantu penulis

    dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terutama untuk kedua orang tua

    penulis kepada Ayahanda S. Lumban Gaol dan Ibunda M. Br Sihombing yang

    tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil, nasehat, motivasi

    serta doanya kepada penulis. Beserta kepada adik Bryan David Lumban Gaol dan

    Lola Triartini Lumban Gaol yang sangat penulis cintai dan sayangi. Dalam

    kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga

    kepada yang terhormat:

    1. Bapak Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA., selaku Dekan Fakultas

    Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan.

    2. Bapak Dr. Jadongan Sijabat, SE., MSi., selaku Ketua Jurusan

    Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan.

  • ii

    3. Ibu Audrey M. Siahaan, SE., MSi., Akt., selaku Sekretaris Jurusan

    Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan.

    4. Bapak Amran Manurung, SE., MSi., selaku Dosen Pembimbing Utama

    yang telah banyak membantu, membimbing, dan memberikan

    pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian

    skripsi ini.

    5. Bapak Ardin Dolok Saribu, SE., MSi., selaku Dosen Pembimbing

    kedua sekaligus selaku Dosen Wali penulis yang telah banyak

    membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. Kepada seluruh Dosen Pengajar Program Studi Akuntansi yang telah

    mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan dan juga kepada

    seluruh pegawai/staf Tata Usaha Fakultas Ekonomi yang telah banyak

    memberikan bantuan kemudahan administrasi.

    7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan kota Medan yang telah

    memberikan izin untuk mengadakan riset di Badan Pengelola

    Keuangan Daerah Pemerintah kota Medan.

    8. Bapak Pimpinan dan seluruh pegawai/staf Badan Pengelola Keuangan

    Daerah Pemerintah kota Medan yang memberi izin mengadakan riset

    dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan riset,

    khususnya kepada Bapak Arfan Rangkuti yang dengan kesediaannya

    meluangkan waktu dan memberikan kemudahan kepada penulis.

  • iii

    9. Kepada sahabat-sahabat terdekat penulis yang penulis sayangi dan

    yang selalu memberi semangat dan motivasi: Trisliani Napitipulu,

    Xarismawati Simangunsong, Putri Bane Cindy Napitupulu dan

    terutama kepada Rintal Parlindungan Sibarani yang tiada hentinya

    memberikan dukungan, motivasi dan Doa kepada penulis.

    10. Kepada kakak Frida Napitupulu, SE. dan abang Heri Silalahi, SE. yang

    telah memberikan motivasi, semangat serta saran kepada penulis.

    11. Kepada teman-teman Group AD-1 dan kepada semua yang berperan

    dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

    Penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam

    penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

    membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi.

    Medan, April 2014 Penulis

    K. Debby Debora L. Npm. 10510016

  • iv

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................. i

    DAFTAR ISI .......................................................................................... iv

    DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL ...................................... vi

    ABSTRAK .......................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 5

    1.3 Batasan Masalah ........................................................... 6

    1.4 Tujuan Penelitian .......................................................... 7

    1.5 Manfaat Penelitian ........................................................ 7

    BAB II URAIAN TEORITIS

    2.1 Pendapatan Asli Daerah ................................................ 8

    2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ................... 8

    2.1.2 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ................... 9

    2.1.3 Potensi Pendapatan Asli Daerah ........................ 17

    2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ...... 20

    2.2.1 Pengertian APBD .............................................. 20

    2.2.2 Struktur APBD .................................................. 21

    2.3 Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD ........ 29

    2.4 Kerangka Konseptual.................................................... 30

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Objek dan Jenis Penelitian ............................................ 33

    3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................. 33

  • v

    3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data .................... 34

    3.4 Metode Analisis Data ................................................... 34

    BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan ................... 37

    4.1.1 Sejarah Singkat Pemerintah Kota Medan ............. 37

    4.1.2 Visi dan Misi Kantor Walikota Medan ................. 37

    4.1.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas ............. 40

    4.2 Data Penelitian .............................................................. 47

    4.2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........... 47

    4.2.2 Perkembangan PAD Pemerintah Kota Medan ....... 58

    4.3 Analisis Hasil Penelitian ................................................ 66

    4.3.1 Analisis Kontribusi PAD dalam APBD Kota Medan 66

    4.3.2 Sekor-sektor PAD yang Berpotensi untuk

    Dikembangkan di Pemerintah Kota Medan ........... 69

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ................................................................... 73

    5.2 Saran ............................................................................. 74

    DAFTAR PUSTAKA

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • vi

    DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Konseptual.................................................... 32

    Gambar 4.1 Struktur Organisasi BPKD ............................................ 41

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Skala Interval Kemampuan Keungan Daerah Kabupaten/

    Kota .......................................................................... 36

    Tabel 4.2 Laporan Realisasi APBD Tahun 2008 .................................... 48

    Tabel 4.3 Laporan Realisasi APBD Tahun 2009 .................................... 50

    Tabel 4.4 Laporan Realisasi APBD Tahun 2010 .................................... 52

    Tabel 4.5 Laporan Realisasi APBD Tahun 2011 .................................... 54

    Tabel 4.6 Laporan Realisasi APBD Tahun 2012 .................................... 56

    Tabel 4.7 Perkembangan Sumber-sumber PAD di Pemerintah Kota

    Medan Periode 2008-2012 ..................................................... 59

    Tabel 4.8 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2008 .......................................................................... 59

    Tabel 4.9 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2009 .......................................................................... 60

    Tabel 4.10 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2010 .......................................................................... 61

    Tabel 4.11 Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2011 .......................................................................... 63

  • vii

    Tabel 4.12 Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2012 .......................................................................... 64

    Tabel 4.13 Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/

    Kota .......................................................................... 68

    Tabel 4.14 Kontribusi PAD Terhadap APBD Pemerintah Kota Medan

    Periode 2008-2012 ................................................................. 68

  • viii

    ABSTRAKSI SKRIPSI

    ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM

    MEMENUHI APBD PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN

    NAMA : K. DEBBY DEBORA L.

    NPM` : 10510016

    JURUSAN : AKUNTANSI

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sektor-sektor mana saja dari PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintahan Kota Medan.

    Jenis data yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian adalah data sekunder selanjutnya metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode komparatif dimana penulis mengambil data-data yang berhubungan dengan PAD dan APBD dari tahun 2008-2012, kemudian menganalisa seberapa besar kontribusi PAD dalam memenuhi APBD dengan menggunakan rasio PAD terhadap total APBD berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI yang bekerja sama dengan Fisipol UGM dengan tolak ukur kemampuan keuangan daerah dilihat dari skala interval, 0,00%-10,00% kriteria sangat kurang, 10,01%-20,00% kriteria kurang, 20,01%-30,00% kriteria sedang, 30,01%-40,00% kriteria cukup, 40,01%-50,00% kriteria baik dan diatas 50,00% kriteria sangat baik, serta menganalisis sektor-sektor mana saja dari PAD yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan PAD yang memberikan kontribusi yang terbesar terhadap PAD.

    Setelah melakukan penganalisaan, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kontribusi PAD dalam memenuhi APBD Pemerintah Kota Medan pada periode 2008-2012, mencapai rata-rata 28,86%, dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan dari tahun 2008 sampai 2012 dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sedang. dan yang memperoleh kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 38,28% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah cukup dan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu dengan persentase 19,70% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sedang. Serta sektor-sektor PAD yang berpotensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2008-2012 adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah Kota Medan harus berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta menjadikan PAD sebagai sumber motor penggerak pertumbuhan ekonomi dengan menggali potensi PAD.

    Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Daerah (APBD).

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma

    pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan

    berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan

    otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam

    satu paket undang-undang yaitu Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang

    pemerintah daerah menjelaskan tentang tanggungjawab politik dan administratif

    pemerintah pusat, provinsi dan daerah dan undang-undang No.25 tahun 1999

    tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

    menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fiskal, menjelaskan pembagian

    baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.

    Berdasarkan perundang-undangan ini, ada peralihan fungsi yang cukup

    besar dari pemerintah pusat langsung ke pemerintah daerah tanpa melalui

    propinsi. Kota dan kabupaten menjadi bertanggungjawab dalam penyediaan

    sebagian besar pelayanan umum. Namun berdasarkan undang-undang No. 22

    tahun 1999 pemerintah pusat tetap memegang tanggungjawab untuk sistem

    hukum, masalah keagamaan, pertahanan dan keamanan nasional, perencanaan

    ekonomi makro, masalah keuangan dan moneter, hubungan internasional dan

    standarisasi; sementara tanggung jawab wajar lainnya dilimpahkan, pemerintah

  • 2

    daerah belum sepenuhnya memiliki sumber daya, pemasukan dan kapasitas

    kelembagaan yang memadai untuk memenuhi tanggung jawab tersebut.

    Selanjutnya pada tanggal 15 Oktober 2004 dengan persetujuan dengan

    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia

    memutuskan : bahwa undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

    Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntunan

    penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu direvisi dan terbitlah Undang-

    Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sedangkan Undang-

    Undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

    pusat dan pemerintah daerah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004.

    Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri

    dalam menjalankan otonomi sepenuhnya implementasinya diperlukan dana yang

    memadai. Oleh karena itu, melalui undang-undang No.33 Tahun 2004

    kemampuan daerah untuk memperoleh dana dapat ditingkatkan. Sebagai daerah

    otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan

    semua potensi daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan yang

    terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang

    dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah menjadi sumber PAD maka

    pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat

    serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam

    rangka desentralisasi itulah maka daerah daerah diberi otonomi, yaitu mengatur

    dan mengurusi rumah tangganya sendiri. Karena makna subtantif otonomi itu

    sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian.

  • 3

    Dana untuk pembiayaan pembangunan daerah terutama di gali dari

    sumber kemampuan sendiri dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam

    pelaksanaan pembangunan. Pemerintah daerah dipacu untuk meningkatkan

    kemampuan di dalam membelanjai urusan rumah tangga sendiri, dengan cara

    menggali segala sumber dana yang potensial di daerah tersebut.

    Dari uraian yang disampaikan diatas bahwa ciri utama suatu daerah

    mampu melaksanakan otonomi daerah adalah:

    (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki

    kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan,

    mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai

    penyelenggaraan pemerintahan

    (2) ketergantungan kepada sumber keuangan terbesar yang didukung juga oleh

    kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sebagai

    prasyarat dalam sistem pemerintahan Negara. Dengan kata lain, keberhasilan

    pengembangan otonomi daerah bisa dilihat dari derajat desentralisasi fiskal

    daerah yaitu perbandingan antara PAD dengan total penerimaan APBD-nya

    yang semakin meningkat.

    Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah

    Daerah yang dinamis dan bertanggung jawab serta mewujudkan pemberdayaan

    dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, salah satu aspek dari

    pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah

    pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.

  • 4

    Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

    (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.

    APBD digunakan sebagai alat untuk menggambarkan besarnya pendapatan dan

    pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan,

    otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan

    ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para

    pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

    Dalam operasionalisasinya, kemampuan keuangan daerah dapat dilihat

    dari struktur APBD-nya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang

    cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan

    aktivitas pemerintahan dan program-program pembangunan. Namun, dalam

    implementasinya banyak daerah yang memiliki struktur kontribusi PAD relatif

    kecil terhadap total penerimaan daerah, sebaliknya sebagian penerimaan

    pendapatan terbesar justru berasal dari pendapatan pemerintah atau instansi lebih

    tinggi, hal ini menunjukkan ketergantungan yang sangat besar dari pemerintah

    daerah terhadap pemerintah pusat.

    Dana untuk membiayai pembangunan daerah terutama digali dari

    sumber kemampuan keuangan sendiri dengan prinsip peningkatan kemandirian

    dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dipacu

    untuk meningkatkan kemampuan seoptimal mungkin dalam membelanjai urusan

    rumah tangganya sendiri, dengan cara menggali segala sumber dana yang

    potensial yang ada didaerah tersebut.

  • 5

    Demikian halnya dengan pembangunan yang ada di Pemerintah Kota

    Medan, dimana untuk jangka panjang Pendapatan Asli Daerah diharapkan mampu

    menjadi sumber pembiayaan daerah sehingga mampu membiayai sendiri

    pembangunan yang ada di Kota Medan dan dampaknya dapat mengurangi

    ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan (Dana

    Bagi Hasil,DAU dan DAK). Sejauh ini peranan dan kontribusi Pendapatan Asli

    Daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan di Kota Medan.

    Melihat latar belakang dan pentingnya kontribusi PAD dalam memenuhi

    APBD sebagai sumber pembiayaan pembangunan Kota Medan dan mewujudkan

    kemandirian daerah dalam berotonomi maka penulis tertarik untuk mengkaji

    permasalahan ini dalam skripsi yang berjudul Analisis Kontribusi Pendapatan

    Asli Daerah Dalam Memenuhi anggaran pendapatan Dan Belanja Daerah

    Pemerintah Kota Medan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Menurut Moh. Nazir,

    Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antarkegiatan atau antarfenomena, baik yang telah ada ataupun yang akan ada.1

    1 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cetakan keenam: Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal.

    111

  • 6

    Menurut Elvis F. Purba, Merumuskan masalah berarti membuat

    masalah menjadi lebih jelas, dari mana harus dimulai, kemana harus pergi

    dan dengan apa dilakukan.2

    Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah yang

    menjadi dasar penyusunan skripsi, adalah:

    Berapa besar kontribusi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam

    memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintahan kota

    Medan Tahun 2008-2012?

    1.3 Batasan Masalah

    Menurut Elvis F. Purba, Membatasi masalah berarti menetapkan

    batasan-batasan dari masalah penelitian yaitu dengan menetapkan faktor-

    faktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian.3

    Dengan mempertimbangkan terbatasnya kemampuan pengetahuan,

    waktu dan biaya yang dimiliki serta data yang diperoleh, maka ruang lingkup

    penelitian dibatasi hanya menyangkut masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008-2012.

    2 Elvis F. Purba, Metode Penelitian, Cetakan Kedua: Universitas HKBP Nommensen, Medan, 2008, hal.40

    3 Ibid, hal.49

  • 7

    1.4 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini dilakukan yaitu:

    1. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

    Tahun 2008-2012.

    2. Untuk mengetahui sektor sektor mana saja dari PAD yang berpotensi

    untuk dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintahan Kota

    Medan Tahun 2008-2012.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

    1. Bagi Pemerintah Daerah dapat Memberikan bahan masukan bagi Badan

    Pengelolaan Keuangan Daerah kota Medan mengenai kinerja keuangan yang

    dilaksanakan Badan Pengelolaan Kuangan Daerah Kota Medan sehingga

    dapat menjadi motivasi bagi peningkatan kinerja pemerintah daerah.

    2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan

    pengetahuan tentang masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh

    gambaran yang lebih jelas mengenai kesesuaian dilapangan dengan teori

    yang ada.

    3. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah

    serta meningkatkan kemampuan analisis kontribusi Pendapatan Asli Daerah

    dalam memenuhi APBD.

  • 8

    BAB II

    URAIAN TEORITIS

    2.1 Pendapatan Asli Daerah 2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

    Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bertujuan

    untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam

    pelaksanaan otonomi daerah sebagai pewujudan asas desentralisasi. Pendapatan

    Asli Daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus

    ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan

    untuk penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun

    meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan

    bertanggung jawab dapat dilaksanakan.

    Bedasarkan UU No. 33 tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan

    Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.4

    4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang, Perimbangan

    Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, hal. 2 www.djlpe.esdm.go.id/modules/UU/tahun /2004.pdf

  • 9

    Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan

    daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Menurut Mahmudi, Semakin tinggi kemampuan daerah dalam

    menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk

    menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas

    pembangunan daerah.5

    2.1.2 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

    Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menetapkan

    Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas

    Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-

    lain Pendapatan Yang Sah.6

    Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:

    A. Pajak daerah

    Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan

    retribusi daerah dalam Marihot , yang dimaksud dengan

    Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

    5Mahmudi , Manajemen Keuangan Daerah: Buku Seri Membudayakan

    Akuntabilitas Publik: Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 18 6Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, Op. Cit., hal. 2

  • 10

    yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.7

    Sementara berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan

    retribusi daerah Pasal 1 ayat (10), bahwa

    Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8

    Menurut Andrian Sutedi,

    bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangan-undangan, yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.9

    Pemerintah daerah diberdayakan untuk kreatif mengembangkan pajak-

    pajak daerah, dengan kriteria-kriteria perpajakan yang baik (good tax). kriteria-

    kriteria ini antara lain:

    a. Objek pajak harus berada di daerah dan kemungkinan kecil bergerak diluar

    daerah

    b. Pajak tidak kontradiktif dengan kepentingan umum

    c. Pajak tidak melanggar undang-undang perpajakan nasional maupun

    provinsi

    7Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Edisi Pertama, Cetakan

    Ketiga: Rajagrafindo Pers, Jakarta, 2008, hal 10 8Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah, Bab 1 Pasal 1 ayat 10 9Andrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Cetakan Pertama: Ghalia

    Indonesia, Bogor, 2008, hal 57

  • 11

    d. Pajak harus sesuai dengan potensi pendapatan

    e. Penerapan pajak tidak memberi dampak negatif bagi ekonomi lokal

    f. Pajak dilakukan secara adil kepada penduduk daerah

    g. Pajak melindungi pelestarian lingkungan. Pemerintah daerah mempunyai

    kewenangan untuk mengatur tarif pajak daerah untuk memaksimumkan

    pendapatan, atau menciptakan daerah yang kompetitif bagi investor

    potensial.

    Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas:

    1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.10

    B. Retribusi Daerah

    Menurut Rohmat Sumitro dalam Andrian Sutedi,

    mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang

    10Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah ,Op. Cit.,, bab 2 pasal 2 ayat 2

  • 12

    berkepentingan, atau jasa yang diberikan oleh daerah bagi secara langsung maupun tidak langsung.11

    Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah

    Pasal 1 ayat (64),

    Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.12

    Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi

    daerah pasal 108 ayat (1) Objek retribusi adalah:

    (a) Jasa Umum, (b) Jasa Usaha, (c) Perizinan Tertentu.

    a. Retribusi Jasa Umum:

    Menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal 109 yang dimaksud dengan,

    Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.13

    Jenis Retribusi Jasa Umum menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal (109)

    adalah:

    1. retribusi pelayanan kesehatan

    2. retribusi pelayanan persampahan/kebersihan;

    3. retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan

    akta catatan sipil;

    11Andrian Sutedi, Op. Cit., hal. 7 4 12Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah, Op. Cit., , bab 1 pasal 1 ayat 64 13 Ibid, bab VI pasal 109

  • 13

    4. retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat;

    5. retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum;

    6. retribusi pelayanan pasar;

    7. retribusi pengujian kendaraan bermotor;

    8. retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran;

    9. retribusi penggantian biaya cetak peta;

    10. retribusi penyediaan dan/ atau penyedotan kakus;

    11. retribusi pengolahan limbah cair;

    12. retribusi pelayanan Tera/Tera Ulang;

    13. retribusi pelayanan pendidikan; dan

    14. retribusi pengendalian menara telekomunikasi

    Adapun kriteria Retribusi jasa umum menurut UU No. 28 tahun 2009

    Pasal 150 yaitu:

    1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi

    Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;

    2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka

    pelaksanaan desentralisasi;

    3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan

    yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani

    kepentingan dan kemanfaatan umum;

    4. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yang

    membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat

    yang tidak mampu;

  • 14

    5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai

    penyelenggaraannya;

    6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan

    salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

    7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan

    tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

    b. Retribusi Jasa Usaha:

    Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009, Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan

    Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/ atau b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan

    secara memadai oleh pihak swasta.14

    Yang termasuk jenis- jenis jasa usaha dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal

    127 adalah sebagai berikut:

    1. retribusi pemakaian kekayaan daerah;

    2. retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan;

    3. retribusi tempat pelelangan;

    4. retribusi terminal;

    5. retribusi tempat khusus parkir;

    6. retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa;

    7. retribusi rumah potong hewan;

    8. retribusi pelayanan kepelabuhan;

    14 Ibid, hal bab VI pasal 126

  • 15

    9. retribusi tempat rekreasi dan olahraga;

    10. retribusi penyeberangan di air;dan

    11. retribusi penjualan produksi usaha daerah.

    Adapun kriteria Retribusi Jasa Usaha menurut UU No. 28 Tahun 2009

    yaitu sebagai berikut:

    1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa

    umum atau retribusi perizinan tertentu; dan

    2. Jasa yang bersangkutn adalah jasa yang besifat komersial yang seyogyanya

    disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta

    yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh

    Pemerintah Daerah.

    c. Retribusi Perizinan Tertentu

    Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009, Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada oran pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemenfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas guna meindungi kepentinga umum dan menjaga kelestarian lingkungan.15 Adapun jenis jenis Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan UU No. 28

    Tahun 2009 Pasal 141 adalah:

    1. retribusi izin mendirikan bangunan;

    2. retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol;

    3. retribusi izin gangguan;

    4. retribusi izin trayek; dan

    15 Ibid, bab VI pasal 140

  • 16

    5. retribusi izin usaha perikanan.

    Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No. 28 Tahun

    2009 Pasal 150 yaitu sebagai berikut:

    1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang

    diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;

    2. Perizinan tertentu benar-benar diperlukan guna melindungi

    kepentingan umum; dan

    3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin

    tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari

    pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari

    retribusi perizinan;

    Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

    C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

    Menurut Abdul Halim, Hasil pengelolaan kekayaan milik

    daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal

    dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.16

    Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang

    mencakup:

    1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

    daerah/BUMD

    16Abdul Halim, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Keuangan Daerah) , Edisi Ketiga,

    Cetakan Ketiga : Salemba Empat, Jakarta, 2008, hal. 98

  • 17

    2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

    Negara/BUMN

    3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

    kelompok usaha masyarakat.

    D. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

    Pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-

    lain milik pemerintah Daerah

    Menurut Abdul Halim, jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan

    berikut:

    1. Hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro 3. Pendapatan bunga 4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah 5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat

    dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. 6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap

    mata uang asing 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan 8. Pendapatan denda pajak 9. Pendapatan denda retribusi 10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 11. Pendapatan dari pengembalian 12. Fasilitas sosial dan umum 13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.17

    2.1.3 Potensi Pendapatan Asli Daerah

    Adapun sumber-sumber penerimaan pelaksanaan Pemerintah Daerah

    terdiri atas Pendapatan asli daerah, Dana perimbangan, Pinjaman Daerah, dan

    lain-lain pendapatan yang sah.

    17 Ibid., hal. 98

  • 18

    Menurut Riadi Lancar Padang,

    Pendapatan asli daerah belum diandalkan sebagai sumber pembiayaan utama otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Rendahnya basis pajak/retribusi daerah Pajak/retribusi yang ditetapkan untuk daerah kabupaten/kota

    memiliki basis pungutan yang relatif kecil dan sifatnya bervariasi antar daerah. Daerah pariwisata dan daerah yang memiliki aktivitas yang luas akan menikmati penerimaan pendapatan asli daerah yang besar. Sementara daerah terpencil dan daerah pertanian akan menikmati penerimaan pendapatan asli yang relatif kecil.

    b. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan

    pusat dalam bentuk dan subsidi. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan pendapatan asli daerahnya dan daerah lebih mengandalkan kemampuan negosiasinya terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantuan.

    c. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah Pemungutan pajak di daerah cenderung dibebani dengan biaya

    pungut yang besar dan pengelolaan pendapatan asli daerah ditetapkan berdasarkan target. Akibatnya beberapa daerah lebih condong memenuhi target, walaupun dari segi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukan pajak dapat melampaui target yang telah ditetapkan.

    d. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang cukup Pemungutan pajak selalu mengalami kebocoran-kebocoran yang

    cukup besar, sebagai dampak daripada lemahnya kemampuan aparat perencanaan dan pengawasan keuangan.

    Pengembangan sumber keuangan atau potensi ekonomi khususnya PAD agar supaya memenuhi syarat minimum otonomi sering mengalami kendala. Hal ini karena pengenaan atau penarikan PAD harus memperhatikan tolak ukur seperti hasil, keadilan, efisiensi, kemampuan dan kecocokan objek sebagai sumber PAD. Pencapaian sasaran pembangunan daerah melalui kebijakan otonomi masih dihadapkan pada beberapa kendala yang harus diatasi pemerintah daerah.18

    18 Riadi Lancar Padang, Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam

    Memenuhi APBD Pada Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat, Skripsi, 2011, hal. 18

  • 19

    Setiap daerah memiliki kendala yang berbeda sesuai dengan tingkat

    kesiapan dan kondisi nyata daerah masing-masing. Beberapa kendala utama

    antara lain adalah:

    a. Belum memadai dan belum mantapnya kelembagaan di daerah,

    sehingga cenderung dapat menghambat pelaksanaan desentralisasi

    dan otonomi daerah.

    b. Masih terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara

    tuntutan untuk mempercepat pembangunan semakin gencar.

    c. Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar di

    beberapa daerah

    d. Tidak meratanya ketersediaan sumber daya alam di beberapa

    daerah

    e. Kurang dan tidak meratanya SDM yang berkualitas. Padahal SDM

    berkualitas dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan

    tumbuhnya kreativitas di daerah

    f. Kendala alamiah, yaitu sumber daya alam daerah tidak sama

    g. Kendala institusional

    h. Kendala investasi (modal)

    i. Kendala sumber keuangan daerah dalam APBD

    Oleh karena seringnya timbul permasalahan dalam melaksanakan suatu

    kebijakan publik sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak memuaskan semua

    pihak. Untuk itu perlu adanya proses analisis terhadap pelaksanaan suatu

    kebijakan publik yang dalam hal ini akan mencoba menganalisis terhadap

  • 20

    kebijakan fiskal yang akan menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam

    menunjang pelaksanaan otonomi daerah.

    Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung

    jawab, Pendapatan Daerah memegang peranan sangat penting, karena melalui

    sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan

    pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya.

    2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

    2.2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    Salah satu bentuk dari anggaran organisasi sektor publik adalah Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun salah satu fungsi dari Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu untuk menjadi dasar dalam merealisasi

    pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Karena jika tidak

    dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk

    dilaksanakan.

    Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah suatu

    rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan

    peraturan daerah.19

    Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71

    Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Anggaran Pendapatan

    19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang, Pemerintah

    Daerah, bab 1 pasal 1 ayat 14

  • 21

    dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan

    pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah.20

    APBD adalah suatu anggaran daerah. Yang memiliki unsur - unsur

    sebagai berikut:

    1. rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

    2. adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

    menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan

    adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-

    pengeluaran yang akan dilaksanakan.

    3. jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

    4. periode anggaran yang biasanya satu tahun.

    2.2.2 Struktur APBD

    Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa

    konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk

    terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur

    APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah

    penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini

    struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi

    disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki

    perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan

    masing-masing daerah.

    20 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 Tentang Akuntansi Pemerintahan, Pernyataan No.2, hal. 280

  • 22

    Sejalan dengan perubahan yang terjadi, bentuk APBD sekarang ini

    didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun

    2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 dalam Yonge L.V. Sihombing, Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

    1. Pendapatan Daerah 2. Belanja Daerah 3. Pembiayaan Daerah21

    A. Pendapatan Daerah

    Pendapatan daerah yang dimaksud meliputi semua penerimaan uang

    melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar, yang

    merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali

    oleh Daerah. Pendapatan Daerah meliputi:

    1. Pendapatan Asli Daerah

    Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang

    bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali

    pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas

    desentralisasi yang bersumber dari:

    a. Hasil Pajak Daerah

    b. Hasil Retribusi Daerah

    c. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah Dipisahkan

    d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

    21 Yonge L.V. Sihombing, Manajemen APBD (Anggaran Pendapatan Dan Belanja

    Daerah) Untuk Pejabat Daerah, Konsultan/ Kontraktor Pemerinah, Pengama APBD, LSM, Akademisi, dan Mahasiswa: Bina Media Perintis, Medan, 2011, hal. 2

  • 23

    2. Dana Perimbangan

    Menurut Nurlan Darise,

    Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah.22

    Sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan

    keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

    Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.23 Pemerintah daerah menyatakan dana perimbangan terdiri atas:

    a. Dana Bagi Hasil

    Menurut Nurlan Darise, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah pengahasil. Dana Bagi Hasil terdiri dari Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan Dana Bagi Hasil bersumber daya alam.24

    b. Dana Alokasi Umum

    Menurut Nurlan Darise, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk pemerataan dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan

    22 Nurlan Darise, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik), Cetakan

    Pertama: Indeks, Jakarta, 2008, hal. 137 23 Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Op. Cit., Pasal 10 Ayat (1), hal.6 24 Nurlan Darise, Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

    (SKPD) Dan BLU,, Edisi Kedua, Cetakan Pertama: Indeks, Jakarta, 2009, hal. 38

  • 24

    antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.25

    DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal

    gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal

    need) dan potensi daerah (fiscal capacity).

    c. Dana Alokasi Khusus

    Menurut Nurlan Darise, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan.26

    3. Lain-lain Pendapatan yang Sah, meliputi:

    a. Hibah/ Bantuan dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan

    lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/

    perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat;

    b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/

    kerusakan akibat bencana alam dan krisis solvalibilitas;

    c. Dana bagi hasil pajak dan provinsi kepada kabupaten/ kota;

    d. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh

    pemerintah; dan

    e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

    25 Ibid, hal.39. 26 Loc. Cit.,

  • 25

    B. Belanja Daerah

    Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Belanja

    daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

    kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.27

    Menurut Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 02, Belanja adalah semua

    pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi

    ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak

    akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.28

    Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja),

    organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang

    didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas.

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Contoh klasifikasi

    belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai berikut:

    Belanja Operasi:

    - Belanja Pegawai xxx

    - Belanja Barang xxx

    - Bunga xxx

    - Subsidi xxx

    - Hibah xxx

    - Bantuan Sosial xxx

    27 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Op. Cit., Pasal 1 ayat 16, hal. 6 28 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang, Standar Akuntansi Pemerintahan,

    Op. Cit., Pernyataan No.2 hal. 281

  • 26

    Belanja Modal:

    - Belanja Aset Tetap xxx

    - Belanja Aset Lainnya xxx

    Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx

    Sumber: Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010

    Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi

    pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan

    pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian negara/lembaga beserta unit

    organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah

    daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

    Sekretariat Daerah pemerintah provinsi/ kabupaten/ kota, dinas pemerintah tingkat

    provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota.

    Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-

    fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada

    masyarakat. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:

    Belanja :

    - Pelayanan Umum xxx

    - Pertahanan xxx

    - Ketertiban dan Keamanan xxx

    - Ekonomi xxx

    - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx

    - Perumahan dan Permukiman xxx

    - Kesehatan xxx

  • 27

    - Pariwisata dan Budaya xxx

    - Agama xxx

    - Pendidikan xxx

    - Perlindungan sosial xxx

    Sumber: Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010

    C. Pembiayaan Daerah

    Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di era

    prareformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin

    informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai

    dengan dengan definisi pendapatan sebagai hak pemda, sedangkan pinjaman

    belum tentu menjadi hak Pemda.Pembiayaan Daerah seperti dimaksud adalah

    meliputi semua penerimaan uang yang perlu dibayar kembali dan/atau

    pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

    bersangkutan meupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 02

    Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.29

    29 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, Op. Cit., Pernataan No.2, hal. 281

  • 28

    Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum

    Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi

    pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali

    pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen

    lainnya, dan pencairan dana cadangan.

    Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum

    Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan

    modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun

    anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.

    Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang

    bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di

    pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat

    sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.

    Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan dengan anggaran

    belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit. Surplus anggaran, terjadi

    apabila anggaran pendapatan daerah lebih besar dari pada anggaran belanja

    daerah. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan

    lebih kecil dari pada anggaran belanja daerah.

  • 29

    2.3 Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD

    Salah satu penerimaan Pemerintah Kota/Kabupaten yang tercermin dalam

    APBD Pemerintah Kota/Kabupaten berasal dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi

    daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain

    pendapatan asli daerah yang sah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

    dan daerah yang ideal apabila setiap tingkat pemerintahan daerah independen di

    bidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang masing-

    ,masing. Hal utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berdiri

    sendiri dalam pembangunannya terletak pada kemampuan keuangan daerah

    tersebut untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri dan ketergantungan

    terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus

    menjadi sumber keuangan besar yang didukung oleh kebijakan pembagian

    keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam system

    pemerintahan mendasar dalam system pemrintah daerah.

    Dilihat dari sisi pendapatan, keuangan daerah yang berhasil adalah jika

    keuangan daerah mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkelanjutan

    seiring dengan perkembangan perekonomian di daerah tersebut tanpa

    memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan rasa keadilan dalam masyarakat

    serta dengan biaya untuk mendapatkan penerimaan daerah secara efektif dan

    efisien.

    Inti dari desentralisasi fiskal adalah menciptakan kemandirian daerah

    dalam penyelenggaraan daerah. Dalam hubungannya dengan pendanaan,

  • 30

    desentralisasi fiskal merupakan faktor utama bagi kelancaran penyediaan dana

    pembangunan daerah dapat berjalan secara maksimal.

    Pendapatan asli daerah merupakan variabel utama untuk menentukan

    tingkat kemandirian daerah atau sering disebut dengan derajat desentralisasi

    fiskal. Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah

    salah satunya bisa diukur melalui kinerja atau kemampuan keuangan daerah, dapat

    digunakan alat analisis Derajat Desentralisasi Fiskal.

    Derajat desentralisasi fiskal ditentukan berdasarkan rasio pendapatan

    daerah terhadap total pendapata daerah. Semakin besar nilai derajat desentralisasi

    fiskal tersebut maka semakin besar pula kemandirian daerah dalam pendanaan

    tugas daerah.

    2.4 Kerangka Konseptual

    Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

    UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

    dan Daerah sebagai dasar penyelenggaraan Otonomi Daerah, Organisasi

    pemerintah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua

    potensi daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan agar dapat

    meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memelihara ketentraman dan ketertiban

    masyarakat. Karena itu Pemerintah Daerah harus siap dengan segala

    konsekuensinya untuk memikul tanggungjawab mengatur seperangkat sumber-

    sumber dana dan daya manusia dalam menigkatkan pelayanan publiknya.

  • 31

    Beradasarkan UU No. 33 tahun 2004 Pendanaan penyelenggaraan

    pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah

    tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang

    pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan.

    Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari

    APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi

    tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang

    didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah

    dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.

    Adapun Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah

    terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan

    Lain-lain Pendapatan Yang Sah.

    Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber

    dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan

    Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang

    bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali

    pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas

    Desentralisasi.

    Dalam penulisan ini yang menjadi lingkup kajian nantinya adalah

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan sumber pembiayaan dalam

    penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

    Secara sederhana kerangka konseptual dapat dibuat dalam gambar 2.1 berikut:

  • 32

    Gambar 2.1

    Gambar 2.1

    Kerangka Konseptual

    OTONOMI DAERAH

    Undang-undang No.32 Tahun 2004

    Undang-undang No.33 Tahun 2004

    DANA

    PERIMBANGAN

    LAIN-LAIN PENDAPATAN

    YANG SAH

    PENDAPATAN

    ASLI DAERAH (PAD)

    LABA

    BUMD

    PAJAK

    DAERAH

    LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG

    SAH

    RETRIBUSI

    DAERAH

    LAPORAN APBD

    KESIMPULAN

    ANALISA

  • 33

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Objek Dan Jenis Penelitian

    Penelitian atau riset merupakan suatu proses yang dilakukan dengan

    sistematis dengan meliputi pengumpulan dan analisis data (informasi) dalam

    upaya meningkatkan pengertian kita mengenai fenomena yang telah menjadi

    perhatian kita maupun hal yang kita minati.

    Adapun penelitian ini dilakukan penulis pada Badan Pengelola Keuangan

    Daerah Kota Medan. Jenis penelitian yang dilakukan penulis berupa deskriptif

    kuantitatip, yaitu menguraikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap

    APBD.

    3.2 Jenis dan Sumber Data

    Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut

    Elvis Data sekunder adalah data yang telah ada atau telah dikumpulkan

    oleh orang ketiga. 30

    Meliputi jumlah penerimaan masing-masing komponen PAD yaitu

    penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, Pendapatan hasil pengelolaan

    30 Elvis F. Purba dan Parulian Simanjuntak, Op. Cit.,, hal. 107

  • 34

    kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

    serta APBD yang ada di dalam Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Daerah (APBD), undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

    Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

    antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah, Standar Akuntansi

    Pemerintah.

    3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis

    menggunakan metode penelitian lapangan yaitu penelitian yang berhubungan

    dengan pengumpulan data yang relevan melalui pengamatan langsung.

    Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan

    teknik dokumentasi, yaitu dengan cara mempelajari dokumen-dokumen dan

    laporan-laporan yang ada kemudian melakukan pencatatan atau pengcopyan

    terhadap dokumen-dokumen yang dibutuhkan baik data keuangan maupun non

    keuangan.

    3.4 Metode Analisis data

    Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh, penulis

    menggunakan metode analisis yakni:

  • 35

    1. Metode Analisis Deskriptif

    Menurut Elvis, penelitian Deskriptif adalah suatu jenis penelitian

    yang bertujuan untuk memberikan gambaran (deskripsi) dari suatu

    fenomena tertentu secara obyektif.31

    Dimana dalam penelitian ini penulis menganalisa seberapa besar

    kontribusi PAD dalam memenuhi APBD yang di ukur dengan desentralisasi

    fiskal.

    DDF =

    Dimana :

    DDF : Derajat Desentralisasi fiskal

    PADt : Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun ke t

    APBDt : Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah Tahun ke t

    Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI

    Bekerja sama dengan Fisipol UGM dalam Munir Dasril untuk menentukan

    tolak ukur kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD

    terhadap total APBD dan berikut ini skala interval kemampuan keuangan

    daerah seperti pada Tabel 3.2 dibawah ini:

    31 Ibid, hal. 19

  • 36

    Tabel 3.1

    Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah

    Kabupaten/kota

    Presentase PAD Kemampuan keuangan daerah

    0,00 - 10,00 Sangat Kurang

    10,01 - 20,00 Kurang

    20,01 - 30,00 Sedang

    30,01 - 40,00 Cukup

    40,01 - 50,01 Baik

    > 50,00 Sangat Baik

    Sumber : BALITBANG-Fisipol UGM

    2. Metode Analisis Komparatif

    Menurut, Moh. Nazir, Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian

    deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat,

    dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya

    suatu fenomena tertentu.32

    Dimana dalam hal ini penulis membandingkan kontribusi PAD terhadap

    APBD setiap tahun.

    32 Moh Nazir, Op. Cit., hal. 58

  • 37

    BAB IV

    ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Pemerintah Kota medan

    4.1.1 Sejarah Singkat Pemerintahan Kota Medan

    Pemerintah Kota Medan berdiri berdasarkan UU Darurat No. 8 Tahun

    1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kota-Kota dalam lingkungan Daerah

    Propinsi Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan beraktivitas untuk memberikan

    pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan

    infrastruktur.

    Sebagai salah satu daerah otonom berstatus Kota di Propinsi Sumatera

    Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis

    secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan

    sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan

    pemerintah daerah.

    Pelaksanaan pembangunan kota, khususnya setelah melalui fase kritis

    (2002-2004) memiliki kinerja yang menggembirakan, berdasarkan indikator-

    indikator yang dapat diamati, keluaran, hasil, manfaat dan dampak pembangunan

    kota pada periode tersebut, cenderung cukup berarti, bahkan dapat dianggap

    efektif dan efisien, meningkatkan kesejahteraan warga kota.

  • 38

    4.1.2 Visi dan Misi Kantor Walikota Medan

    Visi

    Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada visi:

    Jangka Panjang (Visi 2025): Perda Nomor 8 Tahun 2009 Kota Medan

    yang maju, sejahtera, religious dan berwawasan lingkungan (Indikasi:

    Income perkapita Rp 72 Juta / Tahun)

    Jangka Menengah (Visi 2015): Kota Medan menjadi Kota Metropolitan

    yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera.

    Jangka Pendek (Tahun 2011): Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah

    yang semakin dinamis dan berkualitas guna menciptakan kesempatan kerja

    yang luas, mengurangi kemiskinan, meningkatkan mutu pelayanan publik

    dan kesejahteraan masyarakat (Indikasi: Income perkapita menjadi Rp

    41,3 Juta dari Rp 36 Juta Tahun 2010).

    Misi

    Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan beberapa misi yang

    merupakan titik konsentrasi kegiatan yang sekaligus menjadi pedoman dalam

    melaksanakan tugas-pemerintah.

    Adapun Misi yang akan diwujudkan Pemerintah Kota Medan Tahun 2013 yaitu

    melaksanakan percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6

    (enam) aspek dasar, yaitu:

  • 39

    1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen pendidikan

    yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang unggul

    2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan,

    taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan.

    3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan

    yang semakin baik.

    4. Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan

    KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha.

    5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan

    kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

    masing-masing.

    6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan: Misi ini tidak

    ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan internal.

    Untuk itu, kita harus bekerja lebih efektif.

    Dengan terwujudnya misi kota Medan maka telah mendukung kemajuan

    dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan dengan motto Kota Medan Hari ini

    lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih cerah dari hari ini.

  • 40

    4.1.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas

    Struktur Organisasi

    Untuk memudahkan pengawasan dan pengaturan kerja terhadap pegawai

    diperlukan suatu struktur organisasi dalam perusahaan/instansi, sebuah

    perusahaan besar ataupun yang kecil tentunya sangat memerlukan adanya struktur

    organisasi perusahaan, dimana struktur organisasi ini memberikan penjelasan

    tentang semua kedudukan ataupun jabatan-jabatan yang diemban oleh pegawai

    untuk mengetahui tugas dan batasan-batasan pekerjaan serta kepada siapa dia

    akan bertanggung jawab, sehingga akhirnya aktivitas organisasi akan berjalan

    dengan lancer dan tepat serta baik tanpa adanya kendala yang timbul dalam

    perusahaan tersebut.

    Untuk memperjelas, pada gambar 4.3 berikut dapat ditampilkan gambar

    struktur organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kantor Walikota Medan.

  • 41

    Deskripsi Tugas

    Organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), terdiri dari:

    a. Kepala BPKD

    BPKD dipimpin oleh Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

    bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. BPKD

    mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan

    pemerintahan daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah lingkup anggaran,

    perbendaharaan, akuntansi dan pelaporan.

    Dalam melaksanakan tugas, BPKD menyelenggarakan fungsi:

    a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan keuangan daerah

    b. Penyusunan pedoman dan petunjuk teknis urusan pemerintah daerah di

    bidang pengelolaan keuangan daerah.

    c. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di

    bidang pengelolaan keuangan.

    d. Penyusunan dan penyelenggaraan administrasi keuangan,

    penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan

    keuangan daerah.

    e. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan keuangan

    daerah.

    f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan

    tugas dan fungsinya.

  • 42

    b. Sekretariat

    Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris, yang berada di bawah dan

    bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Sekretariat mempunyai tugas pokok

    melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup kesekretariatan yang meliputi

    pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.

    Sekretariat menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan.

    b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program BPKD

    c. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi umum,

    kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan BPKD.

    d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan

    organisasi, dan ketatalaksanaan.

    e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas BPKD.

    f. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian bidang

    kesekretariatan.

    g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kesekretariatan.

    h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai

    dengan tugas dan fungsinya.

    c. Bidang Anggaran

    Bidang Anggaran dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berad dibawah dan

    bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Bidang Anggaran mempunyai tugas

    pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup pendapatan, belanja tidak

    langsung dan belanja langsung

  • 43

    Bidang Anggaran menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Anggaran.

    b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup anggaran yang meliputi

    pendapatan dan pembiayaan, belanja tidak langsung dan belanja

    langsung.

    c. Pengkoordinasian Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas

    Plafon Anggaran

    d. Sementara (PPAS) dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

    e. Pengkoordinasian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.

    f. Pengkoordinasian dan penyusunan Rancangan APBD dan Perubahan

    APBD atas usulan SKPD.

    g. Penyiapan bahan pengesahan DPA/DPPA SKPD.

    h. Penyiapan SPD sesuai DPA/DPPA SKPD.

    i. Penyusunan laporan realisasi SPD SKPD.

    j. Penyusunan laporan kinerja program bidang anggaran.

    k. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan

    pelaksanaan tugas.

    l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai

    dengan tugas dan fungsinya.

    d. Bidang Perbendaharaan

    Bidang Perbendaharaan dipimpin oleh Kepala BIdang, yang berada di

    bawah dan bertanggung jawab kepada Badan. Bidang Perbendaharaan mempunyai

  • 44

    tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup gaji, belanja, verifikasi

    dan kas.

    Bidang Perbendaharaan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Perbendaharaan.

    b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup perbendaharaan.

    c. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas di bidang gaji, belanja, verifikasi

    dan kas.

    d. Penyiapan SP2D belanja tidak langsung, belanja langsung dan

    pengeluaran pembiayaan.

    e. Pengujian terhadap pengajuan pembayaran gaji, belanja, verifikasi dan

    kas.

    f. Penyiapan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) belanja tidak

    langsung, belanja langsung dan pengeluaran pembiayaan.

    g. Penyusunan laporan realisasi SP2D SKPD.

    h. Penyusunan laporan kinerja program bidang pembendaharaan.

    i. Penyiapan bahan dalam rangka penyelesaian masalah tuntutan

    perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.

    j. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan

    pelaksanaan tugas.

    k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan Sesuai

    dengan tugas dan fungsinya.

  • 45

    e. Bidang Akuntansi dan Pelaporan

    Bidang Akuntansi dan Pelaporan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang

    berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Bidang Akuntansi

    dan Pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD

    lingkup akuntansi dan pelaporan.

    Bidang Akuntansi dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi:

    a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Akuntansi dan

    Pelaporan.

    b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup akuntansi dn pelaporan.

    c. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas di bidang akuntansi dan

    pelaporan.

    d. Pelaksanaan penyusunan, sosialisasi dan asistensi sistem

    penatausahaan akuntansi pemerintah daerah.

    e. Pengkoordinasian laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan

    manajerial dari SKPD menjadi laporan keuangan sebagai

    pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

    f. Penyajian data dan informasi di bidang analisa, bidang pelaporan

    keuangan serta bidang penatausahaan keuangan.

    g. Penatausahaan Pembukuan Keuangan Pemerintah Daerah dan

    penyusunan Laporan Keuangan Daerah.

    h. Penyusunan Laporan realisasi APBD setiap semester dan prognosis 6

    (enam) bulan berikutnya.

  • 46

    i. Penelitian kelengkapan surat pertanggungjawaban belanja dan

    pengesahan surat pertanggung jawaban pendapatan.

    j. Penyusunan laporan kinerja program bidang akuntansi dan pelaporan.

    k. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan pengawasan dan pengendalian di

    bidang akuntansi dan pelaporan keuangan.

    l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala Badan sesuai

    dengan tugas dan fungsinya.

    f. Unit Pelaksana Teknis

    Pembentukan, nomenklatur, tugas pokok dan fungsi Unit Pelaksana

    Teknis akan ditentukan dan ditetapkan dengan peraturan Walikota.

    g. Kelompok Jabatan Fungsional

    Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian

    tugas Badan sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok Jabatan

    Fungsional dimaksud dalam Pasal 37, terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang

    diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap

    Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dipimpin oleh Tenaga Fungsional Senior

    yang dihunjuk. Jumlah tenaga fungsinal tersebut ditentukan berdasarkan

    kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut di atur

    berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    4.2 Data Penelitian

    4.2.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

    Untuk melihat jumlah APBD Kota Medan dapat dilihat dalam struktur

    laporan realisasi APBD tahun 2008-2012 yang disajikan dibawah ini :

  • 47

    4.2.2 Perkembangan PAD Pemerintah Kota Medan

    Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan

    yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

    Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah

    kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol

    penggunaan data yang bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan

    persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi.

    Sejalan dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan lebih

    mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi

    kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerah melalui PAD.

    Adapun jenis-jenis PAD yang diterima oleh Badan Pengelola Keuangan

    Pemerintah Kota Medan adalah pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi

    daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain

    pendapatan asli daerah yang sah.

    Berikut perkembangan sumber-sumber PAD di kota Medan pasca

    pelaksanaan otonomi daerah tahun 2008-2012 yakni:

  • 48

    Tabel 4.7

    Perkembangan sumber-sumber PAD di Pemerintah Kota Medan

    Periode 2008-2012

    Dalam miliyaran rupiah

    Jenis PAD Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

    2008 2009 2010 2011 2012 Pajak Daerah 216,910 237,097 308,123 609,379 892,674 Retribusi Daerah 141,208 80,760 212,158 236,694 127,839 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

    4,910

    4,524 9,526 11,727 9,780 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

    28,484

    46,181 59,132 137,271 117,607

    Jumlah PAD 391,514 368,564 588,941 995,072 1.147,901

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Medan

    Untuk mengidentifikasi dan menganalisis sektor-sektor mana saja dari

    PAD yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan

    penerimaan pendapatan asli daerah di Pemerintah Kota Medan, berikut rincian

    perkembangan sumber pendapatan asli daerah.

    Tabel 4.8

    Pemerintah Kota Medan

    Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2008

    No. URAIAN JUMLAH

    I Pendapatan Pajak Daerah 216.910.382.187,23

    1 Pajak Hotel 24.868.083.225,86

    2 Pajak Restoran 43.114.093.968,34

    3 Pajak Hiburan 9.417.048.139,23

    4 Pajak Penerangan Jalan 113.584.356.914,00

  • 49

    5 Pajak Parkir 4.290.011.370,00

    6 Pajak Reklame 21.636.788.569,80

    II Pendapatan Retribusi Daerah 141.208.724.216,42

    1 Retribusi Jasa Umum 99.570.568.879,00

    2 Retribusi Jasa Usaha 12.511.969.602,77

    3 Retribusi Perijinan Tertentu 29.126.185.734,65

    III Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan

    Daerah Yang Dipisahkan

    4.910.560.066,74

    1 Bagian Laba atas Penyertan Modal pada

    Perusahaan Milik Daerah/BUMD

    4.910.560.066,74

    IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang

    Sah

    28.484.891.611,05

    1 Pendapatan Jasa Giro 12.562.824.726,68

    2 Pendapatan Denda Pajak 565.975.966,36

    3 Pendapatan dari Pengembalian 9.549.643.169,28

    4 Penerimaan Lain-lain 5.806.447.748,73

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan

    Tabel 4.9

    Pemerintah Kota Medan

    Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2009

    No. URAIAN JUMLAH

    I Pendapatan Pajak Daerah 237.119.620.405,07

    1 Pajak Hotel 32.248.881.972,36

    2 Pajak Restoran 48.513.407.068,68

    3 Pajak Hiburan 9.995.090.144,30

    4 Pajak Reklame 24.205.729.883,00

  • 50

    5 Pajak Penerangan Jalan 116.994.355.803,00

    6 Pajak Parkir 5.162.155.533,73

    II Pendapatan Retribusi Daerah 80.760.379.948,75

    1 Retribusi Jasa Umum 32.107.327.487,00

    2 Retribusi Jasa Usaha 13.536.597.356,75

    3 Retribusi Perizinan Tertentu 35.116.455.105,00

    III Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

    Dipisahkan

    4.524.800.350,05

    1 Bagian laba atas Penyertaan Modal pada

    Perusahaan Milik Daerah/BUMD

    4.524.800.350,05

    IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 44.542.612.247,54

    1 Penerimaan Jasa Giro 20.192.004.132,05

    2 Pendapatan Denda Pajak 1.143.884.433,99

    3 Pendapatan dari Pengembalian 25.385.670.430,90

    4 Penerimaan Lain-lain (2.178.946.749,40)

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Kota Medan

    Tabel 4.10

    Pemerintah Kota Medan

    Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2010

    No URAIAN JUMLAH

    I Pendapatan Pajak Daerah 308.123.452.172,49

    1 Pajak Hotel 41.803.017.281,76

    2 Pajak Restoran 63.001.970.875,10

    3 Pajak Hiburan 12.944.719.326,63

    4 Pajak Reklame 25.483.008.482,00

    5 Pajak Penerangan Jalan 158.789.100.162,00

  • 51

    6 Pajak Parkir 6.101.636.045

    II Hasil Retribusi Daerah 212.158.267.838,94

    1 Retribusi Jasa Umum 126.435.643.709,57

    2 Retribusi Jasa Usaha 16.988.783.525,87

    3 Retribusi Perizinan Tertentu 68.733.840.603,50

    III Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

    yang Dipisahkan

    9.526.994.442,00

    1 Bagian laba atas Penyertaan Modal pada

    Perusahaan Milik Daera/BUMD

    537.954.857,00

    2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada

    Perusahaan Milik Pemerintah/BUMN

    8.989.039.585,00

    IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

    Sah

    59.132.739.238,11

    1 Penerimaan Jasa Giro 14.764.884.971,94

    2 Komisi, Potongan, dan Selisih Nilai Tukar

    Rupiah

    37.452.656,00

    3 Pendapatan Denda Keterlambatan

    Pelaksanaan Pekerjaan

    3.954.330.122,73

    4 Pendapatan Denda Pajak 2.211.682.241,44

    5 Pendapatan dari Pengembalian 1.139.402.054,00

    6 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 611.290.632,00

    7 Penerimaan Lain-lain 36.413.696.560,00

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan

  • 52

    Tabel 4.11

    Pemerintah Kota Medan

    Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2011

    No. URAIAN JUMLAH

    I Pendapatan Pajak Daerah 609.379.336.501,11

    1 Pajak Hotel 58.597.540.530,49

    2 Pajak Restoran 70.669.938.224,06

    3 Pajak Hiburan 16.243.264.797,77

    4 Pajak Reklame 28.005.529.193,00

    5 Pajak Penerangan Jalan 172.666.073.481,00

    6 Pajak Parkir 5.912.356.159,80

    7 Pajak Air Bawah Tanah 3.067.489.752,28

    8 Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah &

    Bangunan (BPHTB)

    254.217.144.362,71

    II Hasil Retribusi Daerah 236.694.879.407,88

    1 Retribusi Jasa Umum 114.358.586.390,00

    2 Retribusi Jasa Usaha 19.609.029.014,56

    3 Retribusi Perizinan Tertentu 102.727.264.003,32

    III Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

    yang Dipisahkan

    11.727.355.511,57

    1 Bagian Laba atas Penyertaan Modal

    pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD

    151.890.800,00

    2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal

    pada Perusahaan Milik

    Pemerintah/BUMN

    11.350.767.030,57

    3 Bagian Laba atas Penyertaan Modal

    pada Perusahaan Milik Swasta (PT.

    KIM)

    224.697.681,00

    IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 137.271.000.720,78

  • 53

    yang Sah

    1 Penerimaan Jasa Giro 15.772.480.352,93

    2 Komisi, Potongan dan Selisih Nilai

    Tukar Rupiah

    15.303.840,00

    3 Pendapatan Denda Keterlambatan

    Pelaksanaan Pekerjaan

    3.152.251.178,34

    4 Pendapatan Denda Pajak 1.829.759.846,16

    5 Pendapatan dari Pengembalian 947.574.864,00

    6 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 22.800.000,00

    7 Penerimaan Lain-lain 4.717.345.668,35

    8 Pendapatan Dari Kekurangan Bagi Hasil

    Pajak Prov. Tahun Sebelumnya

    110.813.484.971,00

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan

    Tabel 4.12

    Pemerintah Kota Medan

    Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah

    Tahun 2012

    No. URAIAN JUMLAH

    I Pendapatan Pajak Daerah 891.624.045.209,23

    1 Pajak Hotel 65.859.844.092,43

    2 Pajak Restoran 82.157.551.577,81

    3 Pajak Hiburan 21.554.181.278,77

    4 Pajak Reklame 26.976.951.857,70

    5 Pajak Penerangan Jalan 146.304.763.696,00

    6 Pajak Parkir 6.862.498.055,34

    8 Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah &

    Bangunan (BPHTB)

    259.114.429.583,50

  • 54

    9 Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan 274.853.657.632,00

    10 Pajak Air Tanah 7.940.167.435,68

    II Hasil Retribusi Daerah 127.839.652.517,53

    1 Retribusi Jasa Umum 33.332.919.450,00

    2 Retribusi Jasa Usaha 14.933.645.411,16

    3 Retribusi Perizinan Tertentu 79.573.087.656,37

    III Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

    yang Dipisahkan

    9.780.305.586,00

    1 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada

    Perusahaan Milik Daerah/BUMD

    183.319.415,00

    2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada

    Pemerintah/BUMN

    9.253.891.193,00

    3 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada

    Perusahaan Milik Swasta (PT. KIM)

    343.094.978,00

    IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

    Sah

    117.607.258.270,11

    1 Penerimaan Jasa Giro 7.152.735.788,04

    2 Pendapatan Denda Pajak 2.035.669.936,38

    3 Pendapatan dari Pengembalian 12.476.906.553,21

    4 Pendapatan BULD 95.941.945.992,48

    Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan

    Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sumber-sumber PAD untuk

    Kota Medan selama periode 2008-2012, yaitu pajak daerah, retribusi daerah,

    pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain

    pendapatan asli daerah yang sah mengalami terus peningkatan.

    Jika di perhatikan dari sumber-sumber pandapatan asli daerah tersebut,

    pajak daerah dan retribusi daerah masih mendominasi dalam penerimaan

  • 55

    pendapatan asli daerah di kota Medan bila dibandingkan dengan sumber

    penerimaan yang lain yakni pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

    dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang masih memberi

    kontribusi kecil. Besarnya kontribusi laba BUMD terhadap PAD dapat dijadikan

    indikator kuat atau lemahnya BUMD dalam suatu daerah.

    4.3 Analisis Hasil Penelitian 4.3.1 Analisis Kontribusi PAD dalam APBD Pemerintah Kota Medan

    Kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada dasarnya adalah

    kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber-sumber

    penerimaan pendapatan asli daerah.

    Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi

    terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus

    memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan

    sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai

    untuk membiayai pemyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan

    kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerah

    harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan

    perimbangan keuangan pusat.

    Dengan demikian, otonomi daerah akan lebih mengarah pada aspek

    kemandirian dalam bidang keuangan, yang biasanya diukur dengan desentralisasi

    fiskal atau derajat otonomi fiskal daerah. Dimana derajat otonomi fiskal daerah

    menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan

  • 56

    Asli Daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan

    kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

    diketahui melalui perhitungan kontribusi PAD terhadap total APBD.

    DDF =

    Dimana :

    DDF : Derajat Desentralisasi Fiskal

    PADt : Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun ke t

    APBDt : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun ke t

    Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI Bekerja sama

    dengan Fisipol UGM dalam Munir Dasril untuk menentukan tolak ukur

    kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap total APBD

    dan berikut ini skala interval kemampuan keuangan daerah seperti pada Tabel

    4.13 dibawah ini:

    Tabel 4.13

    Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah

  • 57

    Kabupaten/kota

    Presentase PAD Kemampuan keuangan daerah

    0,00 - 10,00 Sangat Kurang

    10,01 - 20,00 Kurang

    20,01 - 30,00 Sedang

    30,01 - 40,00 Cukup

    40,01 - 50,01 Baik

    > 50,00 Sangat Baik

    Sumber : BALITBANG-Fisipol UGM

    Tabel 4.14

    Kontribusi PAD terh