Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN JALAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
Memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Mariyah
Nim : 11C20101106
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT 2016
ii
iii
iv
LEMBARAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Mariyah
Nim : 11C20101106
Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa didalam skripsi adalah hasil karya
saya dan tidak terdapat bagian atau satu kesatuan yang utuh dari skripsi, tesis,
desertasi, buku atau bentuk lain yang saya kutip dari orang lain tanpa saya
sebutkan sumbernya yang dapat dipandang sebagai tindakan penjiplakan.
Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat reproduksi karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain yang dijadikan seolah-olah
karya asli saya sendiri. Apabila ternyata dalam skripsi saya terdapat bagian-bagian
yang memenuhi unsur penjiplakan, maka saya menyatakan kesediaan untuk
dibatal dibahagian atau seluruh hak gelar kesarjanaan saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Meulaboh, 27 September 2016
Saya yang membuat pernyataan
Mariyah
NIM: 11C20101106
Materai 6.000
Materai 6.000
v
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi:
Nama : Mariyah
NIM : 11C20101106
Tempat Tanggal Lahir: Paya Baro, Februari 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tran SP6 Alue Peunyareng, Kec. Meureubo Kabupaten
Aceh Barat
Status Perkawinan : Belum Menikah
No Hp : 0852376923688
Pendidikan Formal:
1. SD (2002) : Negeri Paya Baro
2. SMP (2008) : Negeri 4 Kaway XVI
3. SMK (2011) : Negeri 3 Meulaboh
4. Perguruan Tinggi (2016) : Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar
Nama Orang Tua:
1. Ayah : Bantakiyah
2. Ibu : Siti Hamamah
vi
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji beserta syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT atas
karunia yang telah diberikan kepada penulis serta selawat dan salam penulis
hantarkan kepangkuan Nabi besar Muhammad Rasullullah SAW, yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga penulis berhasil
menyusun skripsi ini yang berjudul “ Analisis Konribusi Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat”.
Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak mungkin penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, maka dari itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dengan penuh cinta penulis
persembahkan untuk Ayahnda Bantakiyah Ibunda tercinta Siti Hamamah yang
telah memberikan pengorbanan, nasihat, kasih kasayang tiada batas dan do’a
tulusnya demi keberhasilan penulis.
2. Bapak Moenawar Iha, MM selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak
TM. Haiqal, SE., M.Si selaku Pembimbing Anggota, yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini..
3. Bapak Yasrizal, M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
4. Bapak Dr. Ishak Hasan M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Teuku Umar
5. Seluruh keluarga penulis yang turut memberikan semangat dan arahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
viii
6. Kawan-kawan seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Alue Peunyareng, September 2016
MARIYAH
ix
ABSTRACT
Mariyah. Analysis of Street Lighting Tax Contributions to the Local Revenue in
West Aceh district. Under the guidance of Moenawar Iha and T.M Haiqal.
Street lighting tax is one of the few taxes that exist in West Aceh, where
its presence as a major source of regional revenue. The purpose of this study was
to determine the contribution of street lighting tax to the regional revenue in West
Aceh district. The data used in this research is secondary data, street lighting tax
and data Local Revenue in West Aceh obtained from the State Electricity
Company (PLN) and the Office of Financial Management and Wealth West Aceh
regency. The period of data used are annual data starting in 2007-2015. The
results showed that the development of street lighting tax in West Aceh seen
rising since the year 2007-2015 with an average growth rate of 21 percent
annually. While the street lighting tax contribution to regional revenue in Aceh
Barat district ranged from 5.68 to 15.94, the lowest contribution in 2007
amounting to 5.68 percent and the largest contribution occurred in 2012 in the
amount of 15.94 percent.
Keywords: street lighting tax and Local Revenue
x
ABSTRAK
Mariyah. Analisis Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Aceh Barat. Dibawah bimbingan Moenawar Iha dan T.M
Haiqal.
Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu dari sekian pajak yang ada
di Kabupaten Aceh Barat, dimana keberadaanya sebagai sumber utama
Pendapatan Asli Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
besarnya kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Aceh Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa data pajak penerangan jalan dan data Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Aceh Barat yang diperoleh dari Perusahan Listrik Negara (PLN) dan
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Aceh Barat.
Periode data yang digunakan adalah data tahunan mulai tahun 2007-2015. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pajak penerangan jalan di
Kabupaten Aceh Barat terlihat meningkat sejak tahun 2007-2015 dengan rata-rata
tingkat pertumbuhan sebesar 21 persen pertahun. Sedangkan kontribusi pajak
penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat
berkisar antara 5,68-15,94, kontribusi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu
sebesar 5,68 persen dan kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar
15,94 persen.
Kata Kunci : Pajak Penerangan Jalan dan Pendapatan Asli Daerah
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN KOMISI UJIAN ........................................... iii
LEMBARAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRACT........................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3.Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4.Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................................... 5
1.4.2. Manfaat Praktis................................................................................. 5
1.5.Sistematika Pembahasan .......................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7
2.1.Keuangan Daerah...................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Keuangan Daerah ....................................................... 7
2.1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah ..................................................... 10
2.1.3. Pendekatan Hubungan Keuangan ............................................... 10
2.1.4. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah................................. 12
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) .............................................................. 14
2.3. Pajak Daerah ............................................................................................... 19 2.3.1. Pengertian Pajak ............................................................................... 19 2.3.2. Pengertian Pajak Daerah ................................................................... 21
2.4. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) ...................................................................... 22 2.3.1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penerangan Jalan........................... 23 2.3.2. Objek Pajak Penerangan Jalan........................................................... 23
2.3.3. Bukan Objek Pajak Penerangan Jalan................................................ 23 2.3.4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Pajak Penerangan Jalan ...................... 24 2.3.5. Potensi Penerimaan Pajak Penerangangan Jalan ................................ 25
2.5. Perumusn Hipotesis .................................................................................... 26
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 27
3.1.Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 27
xii
3.2.Data Penelitian .......................................................................................... 27
3.2.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 27
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 27
3.3.Metode Analisa Data ................................................................................ 27
3.4.Defenisi Operasional Variabel ................................................................. 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 29
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat ................................................. 29
4.1.1. Giografis ........................................................................................... 29
4.1.2. Kependudukan ................................................................................. 30
4.1.3. Perekonomian .................................................................................. 31
4.2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat ....... 32
4.3. Perkembangan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Aceh Barat........ 34
2.4. Pembahasan Hasil ..................................................................................... 36
2.4.1. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendaptan Asli
Daerah di Kabupaten Aceh Barat ................................................. 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 41
5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 41 5.2. Saran ............................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat 2007-2015 ...... 33
2. Realisasi Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Aceh Barat
3. Tahun 2007-2015 ............................................................................................ 35
4. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2015 ................................................. 37
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2015 ................................................... 38
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Input Penelitian ......................................................................................... 38
2. Surat izin penelitian ........................................................................................... 39
3. Surat Kerangan Studi Pustaka .......................................................................... 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang
diputuskan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat membuat kebijakan
dimana pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk mengelola keuangan
daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
desentralisasi, hal ini dilakukan dengan harapan daerah akan memiliki
kemampuan untuk membiayai pembangunan daerahnya sendiri sesuai prinsip
daerah otonom yang nyata.
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,
menyebutkan bahwa melaluiotonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah
diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi daerah
merupakan kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai aturan perundang-undangan. Penerapan desentralisasi
sebagai wujut dari otonomi daerah juga menimbulkan permasalahan dalam
pembagian keuangan antara pusat dan daerah dimana pelaksanaan tugas dan
wewenang masing-masing tingkat pemerintahan memerlukan dukungan
pendanaan. Pemerintah daerah dalam hal ini dituntut memiliki kemandirian
secara fiskal karena subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat yang selama
ini sebagai sumber utama dalam APBD, mulai kurang kontribusinya dan
2
menjadi sumber utamanya adalah pendapatan dari daerah sendiri (Waluyo
2004).
Untuk meningkatkan penerimaan atau sumber fiskal suatu daerah,
pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak
dan pemerintah pusat harus membagi sebagian penerimaan pajaknya dengan
pemerintah daerah. Kebijakan ini sesuai dengan Undang –Undang No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, maka sistem pengelolaan keuangan daerah dilakukan
oleh pemerintah daerah itu sendiri, dengan syarat pengelolaan keuangan harus
dilakukan secara profesional, efisien, transparan dan bertanggung jawab. Hal
ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan
meningkatkan kinerja keuangan dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.
Pedapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kasi
umum daerah yang menambah ekuiditas dan lancar yang merupakan hak
pemerintah daerah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh daerah. Sehungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah
yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara bruto,
yang mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang di anggarkan tidak boleh
dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan
tersebut dan/atau dikurangi dengna bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam
rangka bagi hasil.
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan yang sah.
3
Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan
(budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur
(regulatory function). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, seperti
membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrastruktur,
menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai anggota polisi,
dan membiayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-
kebutuhan yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta yaitu berupa
barang-barang publik. Melihat dari fenomena tersebut dapat dilihat bahwa
pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan
daerah itu sendiri merupakan pemasukan dana yang sangat potensi karena besar-
nya penerimaan pajak akan meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk,
perekonomian dan stabilitas politik. Dalam pembangunan suatu daerah, pajak
memegang peranan penting dalam suatu pembangunan.
Penarikan pajak di suatu daerah disesuaikan dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000, sesuai dengan Undang-Undang tersebut
maka kabupaten atau kota diperkenankan untuk menarik pajak daerah.
Pajak Penerangan Jalan merupakan pungutan daerah atas penggunaan tenaga
listrik baik untuk industri maupun non industri. Dengan melihat semakin baiknya
Perekonomian Kabupaten Aceh Barat maka tidaklah heran jika pemasukan
pemerintah daerah dari sektor pajak daerah juga meningkat, tidak terkecuali
Pajak Penerangan Jalan. Meningkatnya Pajak Penerangan Jalan lebih
terpengaruh oleh bertambahnya pengguna listrik sebagai contoh sumber listrik
yang sudah mulai terjangkau ke daerah-daerah terpencil di Kabupaten Aceh Barat
4
yang menyebabkan bertambahnya pengguna listrik. Dengan demikian pemerintah
Kabupaten Aceh Barat agar dapat memaksimalkan penerimaan Pajak Penerangan
Jalan maka perlu bekerjasama dengan instansi terkait dalam hal ini PLN untuk
menyediakan sumber listrik untuk rumah-rumah yang belum terjangkau listrik
sama sekali. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap terhadap PAD relatif
kecil dibandingkan dengan pendapatan daerah lainnya yang berasal dari Pajak
Daerah. Evaluasi terhadap penerimaan Pajak Penerangan Jalan perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah target penerimaan Pajak Penerangan Jalan untuk
tahun-tahun sebelumnya dapat tercapai dan mengetahui jumlah realisasi yang
diperoleh. Serta mengetahui perkembangan penerimaan Pajak Penerangan Jalan
dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Selama kurun waktu 2008-2012 realisasi pajak penerangan jalan di
Kabupaten Aceh Barat terus mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi pajak
penerangan jalan sebesar Rp 1.196.068.974, selanjutnya pada tahun 2009
mengalami menjadi Rp. 977.961.363. Kemudian pada tahun 2010 mengalami
peningkatan kembali sebesar Rp 1.236.298.134. Peningkatan ini terus terjadi
hingga tahun 2011-2012 yakni sebesar Rp 1.648.915.452 dan Rp 1.784.490.168
pada tahun 2012. Perubahan penerimaan pajak setiap tahunnya disebabkan oleh
berbagai hal baik karena peningkatan jumlah wajib pajak, peningkatan pendapatan
dari objek pajak dan juga sistem pemungutan pajak yang semakin membaik
(DPKKD Kabupaten Aceh Barat 2012)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis Kontribusi Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat”.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah berapa besar kontribusi
pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Aceh Barat.
.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah:
a. Bagi peneliti dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan dan wawasan peneliti tentang pajak penerangan jalan
b. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi tentang pajak
penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat.
c. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharpakan dapat dijadikan acuan dalam
membuat kebijakan terutama untuk meningkatkan penerimaan pajak terutama
melalui pengembangan potensi pajak penerangan jalan.
1.4.Sistematika Penulisan
Bagian pertama pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bagian kedua tinjauan pustaka dalam ini membahas mengenai landasan
teori yang digunakan sebagai ajuan penlitian .
6
Bagian ketiga metode penelitian yang terdiri dari ruang lingkup penelitian,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data model analisis data dan definisi
operasional variable.
Bagian keempat hasil dan pembahasan yang berisi tentang gambaran umum
Provinsi Aceh, kependudukan, perekonomian, perkembangan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), perkembangan pajak penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat
dan pembahasan hasil penelitian.
Bagian kelima kesimpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan
mengenai hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keuangan Daerah
2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Yani (2009, h. 347), keuangan daerah merupakan semua hak dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Menurut Yani (2009, h. 357) ruang lingkup keuangan daerah meliputi.
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan daerah;
d. Pengeluaran daerah;
e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Menurut Halim (2007, h. 20) APBD adalah suatu anggaran daerah. APBD
memiliki unsurunsur sebagai berikut :
8
a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci;
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas
maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan;
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka;
d. Periode anggaran, biasanya satu tahun.
Struktur APBD terdiri atas tiga komponen utama,yaitu:
a. Pendapatan
Dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
b. Belanja
Dibagi ke dalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja
pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak
terduga. Belanja aparatur dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu
belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal.
c. Pembiayaan
Pos pembiayaan merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit
anggaran.Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu
sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas
dan fungsi-fungsi yang dimilikinya pemerintah daerah dilengkapi dengan
seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal 55 UU.No. 5 / tahun
9
1974, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar
yaitu;
1). Pendapatan asli daerah yang meliputi:
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum
(BLU) Daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2). Pendapatan yang berasal dari pusat meliputi:
a. Sumbangan dari pemerintah;
b. Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang
undangan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua
yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Di
samping itu besarnya dana dari pusat tersebut juga membawa konsekuensi
kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik implementasinya itu berada
di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi
dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD).
Ketergantungan yang tinggi dari keuangan daerah terhadap pusat tersebut
tidak lepas dari makna otonomi dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang “Pokok-
pokok Pemerintah di Daerah”. Undang-undang tersebut lebih tepatdisebut sebagai
penyelenggaraan pemerintah yang sentralistik daripada desentralistik. Unsur
10
sentralistik ini sangat nyata dalam pelaksanaan dekonsentrasi. Dalam
implementasinya dekonsentrasi merupakan sarana bagi perangkat birokrasi pusat
untuk menjalankan praktek sentralisasi yang terselubung sehingga kemandirian
daerah menjadi terhambat. Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi
pemerintah mengeluarkan satu paket Undang-undang Otonomi Daerah, yaitu UU
No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004
tentang “Pemerintah Daerah”, dan UU No. 25 1999 yang telah diubah menjadi
UndangUndang No.33 tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah”. Pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UndangUndang
No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004,
perlu dibarengi dengan pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No.33 tahun 2004 tanpa adanya otonomi keuangan daerah tidak
akan pernah ada otonomi bagi pemerintah daerah. Jadi kedua Undang-undang
tersebut saling melengkapi (Saputra 2014 h. 5-6).
2.1.2. Pendekatan Hubungan Keuangan
Menurut Bahar (2009 h. 99) secara teoritik pendekatan yang dapat
digunakan untuk merumuskan hubungan antara pusat dan daerah dapat dibagi
sebagai berikut :
1. Pendekatan permodalan. Dalam pendekatan pemodalan ini kepada Pemda ini
diberi modal permulaan yang dapat diinvestasikan, kemudian berkembang dan
kemudian berhasil.
11
2. Pendekatan pendapatan. Dalam pendekatan pendapatan kepada daerah
diberikan wewenang untuk mengelola sejumlah urusan yang dijadikan sumber-
sumber yang potensial diserahkan kepada daerah.
3. Pendekatan pengeluaran. Dengan pendekatan ini pusat memberikan sejumlah
dana pinjaman, bantuan atau bagi hasil kepada daerah untuk menutup
pengeluarannya.
4. Pendekatan konprehensif. Pendekatan ini berusaha menggabungkan sasaran
pengeluaran dengan sumber dananya.
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Daerah
Salah satu ukuran keberhasilan suatu daerah otonom dapat dilihat dari
kemampuan dalam pengeloaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan yang baik
akan bermuara pada peningkatan pendapatan asli daerah dan meningkatnya usaha
usaha pembangunan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan keuamgan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat di nilai dengan uang dan
segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang
berhubungan dengan pelaksaanaan hak dan kewajiban tersebut.
Penyelenggaraaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari Dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD).
Ssementara itu,penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah di danai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan
belanja Negara ( APBN). Administrasi pendanaan penyelenggaraan kedua jenis
urusan pemerintahan tersebut dilakukan secara terpisah.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah adalah pemegang
kekuasaan pemegang kekuasaan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya,
12
kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya, yang berupa
perencanaan, pelaksanaan,penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban,
serta pengawasan keuangan daerah kepada penjabat perangkat daerah.
Pelimpahan ini didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang
memerintahkan, menguji dan yang menerima/mengeluarkan uang (Abdullah,
2007, h. 143).
2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17 yang dimaksud
dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Struktur APBD terdiri atas pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan
APBD berpedoman pada Rencaan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam
rangka mewujudkan pelayanan publik. Tahapan dalam penyusunan APBD antara
lain; penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), penyusunan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS), penyiapan Surat Edaran Kepala Daerah
tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (RKA SKPD), penyusunan RKA SKPD, penyiapan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, dan evaluasi Raperda APBD
(Nordiawan et al, 2012, h. 40).
Menurut Abdullah (2007, h. 152) anggaran pendapatan belanja daerah
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran,
terhitung mulai1 januari sampai dengan 31 Desember.
13
Menurut Sumarsono (2010, h. 115) anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu alat
perencanaan mengenai pengeluaran dan penerimaan atau pendapatan dimasa yang
akan datang, umumnya disusun untuk satu tahun.
Anggaran Pendapatan Daerah memiliki prinsip sebagai berikut :
1. Partisipasi masyarakat, bahwa pengambilan keputusan dalam proses
penyusunanan dan penetapan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat
sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam
pelaksanaan APBD.
2. Transparansi dan Akuntabilitas, Anggaran APBD harus dapat menyajikan
informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi
tujuan,sasaran,sumber pendanaan pada jenis/objek belanja serta korelasi
besarnya Anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu
kegiatan yang dianggarkan.
3. Disiplin Anggaran
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan terukur secara rasional
yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja
dianggarkan merupakan batasan tertinggi pengeluaran belanja.
b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
14
melaksanakan kegiatan yang tidak tersedia atau mencukupi kredit anggaran
dalam APBD/perubahan APBD.
c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun yang bersangkutan harus
dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah.
4. Keadilan Anggaran yaitu Pajak daerah, restribusi daerah dan pungutan daerah
lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan
kemampuan.
5. Efesiensi dan efektifitas anggaran, dana yang tersedia harus dimanfaatkan
dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan penetapan secara jelas tujuan
dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai,
penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan
harga satuan yang rasional.
6. Taat Asas, APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah di dalam penyusunannya harus tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan
peraturan daerah lainnya. (Sumarsono 2010, h. 116).
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bertujuan untuk memberikah keleluasan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retriusi darah, hasil
15
pengelolaan kekayaan daerah ddipisahkan, dan lain-lin pendapatan asli daerah
yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Darise 2009 : 33).
Menurut Widjaja (2007 : 78) PAD terdiri dari pajak, restribusi, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti bagian
laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah serta pinjaman dan pendapatan
asli daerah yang sah seperti hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.
Menurut Fokusmedia (2006 : 249) beberapa sumber PAD yang terdiri dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri atas:
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
- Jasa giro
- Pendapatan bunga
- Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
- komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan
barang dan jasa oleh daerah.
A. Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
16
dipaksakan berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku (Bahar 2009:
140).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis pajak provinsi
terdiri atas:
1. Pajak kendaraan bermotor (PKB)
2. Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)
4. Pajak air permukaan
5. Pajak rokok.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis pajak kabupaten/kota
terdiri atas:
1.Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
17
B. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah jenis jasa tertentu yang disediakan oleh
pemerintah daerah, tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat
dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu
tersebut dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu jasa umum, jasa usaha dan
perizinan tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Pasal 108 Tahun 2009 retribusi
daerah terdiri atas:
1.Retribusi jasa umum.
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut
dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan/
memanfaatkan kekayaan daerah yang belum di manfaatkan secara optimal.
3. Retribusi perizinan tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan yang
dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana
18
atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian terntentu (Darise 2009, h. 35-36).
C. Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Menurut Darise (2009, h. 37) menyatakan bahwa jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisakan terdiri dari :
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan daerah/BUMD
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
D. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Berdasarkan pasal 43 undang-undang nomor 34 tahun 2004 menyatakan
bahwa lain-lain pendapatan daerah terdiri dari hibah dan pendapatan dana darurat.
Hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat, artinya dalam menerima dana
hibah daerah tidak boleh mengadakan hibah yang secara politis dapat mengurangi
kebijakan daerah tersebut. Hibah yang berasal dari luar negeri harus dilakukan
melalui pemerintah dan harus dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara
pemda dan pemberian hibah, hibah harus digunakan sesuai dengan peruntukannya
sebagaimana yang dimaksud dalam naskah perjanjian hibah, tetapi harus
memperkuat dan menunjang fungsi pemerintah dan pelayanan dasar umum, serta
pemberdayaan aparatur pemerintah, untuk selanjutnya tatacara pemberian
penerimaan dan penggunaan hibah baik dalam negeri maupun luar negeri yang
diatur dalam PP No.57 Tahun 2005 (Bahar 2009, h. 158).
Menurut Darise (2009, h. 37-38) jenis lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah, disediakan untuk mengganggarkan penerimaan daerah yang tidak
19
termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup :
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsur/cicilan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e. Penerimaan komisi, pemotongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah
f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi
i. Pendapatan eksekusi atas jaminan
j. Pendpatan dari pengembalian
k. Fasilitas sosial dan fasilitas umum
l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatiahan
m. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
2.3. Pajak Daerah
2.3.1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat
(wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan
tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut beberapa ahli :
20
Menurut Sumarsan, (2009, h. 3) pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajib pajak membayarnya
menurut peraturan- peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk secara langsung .
Selanjutnya menurut (Mardiasmo, 2008, h. 1) pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah
berdasarkan undang-undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa
timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum.
Dari definisi definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan tentang ciri-
ciri yang melekat pada pengertian pajak, sebagai berikut :
a. Iuran rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara/pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. Berdasarkan Undang Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan Undang Undang serta aturan pelaksanaannya. Oleh karena itu
pemungutan pajak bisa dipaksakan. Sekalipun demikian walaupun negara
mempunyai hak untuk memungut pajak namun pelaksanaannya harus
memperoleh persetujuan dari rakyatnya melalui Undang Undang.
c. Tanpa jasa timbal atau kontra prestasi secara individual dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk, dalam arti bahwa jasa timbal atau kontra prestasi yang
diberikan oleh negara kepada rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara
langsung dengan besarnya pajak.
d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, pajak
diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah. Dan jika masih surplus
21
digunakan untuk “public saving” dan public saving ini yang akan digunakan
untuk membiayai “public invesment”.
Dari ke-4 (empat) ciri tersebut diatas, ciri ke-2 ( dua ) merupakan ciri yang
paling menonjol dalam suatu negara modern karena pengalihan sumber-sumber
(resources) dari sektor swasta ke sektor pemerintah harus selalu berdasarkan
peraturan atau Undang Undang, yang mana peraturan atau Undang-Undang
tersebut telah mendapat persetujuan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Hal ini
telah memunculkan sebuah slogan di negara-negara maju bahwa dalam
pemungutan pajak berlaku istilah “no taxation without representation” yang
artinya tidak ada pajak tanpa persetujuan dari wakil rakyat.
Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan
pemungutan pajak dalam Undang Undang Dasar nya, yaitu Pasal 23 ayat (2)
UUD 1945 yang berbunyi bahwa “segala pajak untuk keperluan negara harus
berdasarkan Undang Undang”. Hal ini dipertegas dalam penjelasan dari pasal 23
ayat (2) tersebut, yaitu “Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari
mana didapatnya belanja buat hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri,
dengan perantaraan Dewan Perwakilannya.
2.3.2. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi, Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan daerah. Dengan demkian,
pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan
22
peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan didaerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi
dua, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, maka wewenang
pemungutannya ditetapkan oleh pemerintah daerah masing- masing yang
diatur dalam undang-undang.
2.4. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Pajak penerangan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan yang dimaksud
adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya
dibebankan kepada Pemerintah Daerah yang selanjutnya biaya tersebut
dibebankan kepada masyarakat pelanggan listrik. Penerangan jalan merupakan
sarana menambah keindahan kota, kenyamanan serta ikut menunjang terciptanya
keamanan dan ketertiban yang dinikmati oleh masyarakat. Untuk membiayai
kebutuhan tersebut perlu adanya pengenaan pajak yang merata serta proporsional
untuk memenuhi rasa keadilan. Pajak ini dipungut pemerintah daerah melalui
PLN dalam bentuk kutipan dalam rekening listrik. Pajak ini dikatakan adil,
karena dasarnya pemakaiannya yang erat kaitannya dengan kemampuan
bayar.
23
2.4.1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penerangan Jalan
Pemungutan Pajak Penerangan Jalan di Indonesia saat ini didasarkan pada
dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat
dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Penerangan Jalan adalah
sebagai berikut.
a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
c. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Pajak Penerangan Jalan
2.4.2. Objek Pajak Penerangan Jalan
Objek Pajak Penerangan Jalan adalah tenaga listrik di wilayah daerah yang
tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
kabupaten atau kota. Penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan PLN dan
bukan PLN.
2.4.3. Bukan Objek Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan, tidak semua penggunaan tenaga listrik
dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek
pajak, yaitu :
1. Penggunaan listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan,
konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas
timbale balik berpedoman pada keputusan menteri keuangan.
24
3. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan
kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknisi terkait.
4. Penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan
daerah. Misalnya penggunaan tenaga listrik yang digunakan untuk tempat
ibadah serta panti asuhan yatim piatu dan sejenisnya.
2.4.4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan, subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana subjek pajak
adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh
pengusaha penerangan jalan. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menjadi pelanggan dan ayau pengguna tenaga listrik. Dalam hal
ini berarti subjek pajak sama dengan wajib pajak, atau dengan kata lain
orang atau badan yang menggunakan tenaga listrik merupakan subjek pajak
yang ditetapkan menjadi wajib pajak. Jika tenaga listrik disediakan oleh
PLN, pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Pelanggan
merupakan pemakai tenaga listrik dari PLN sedangkan pengguna tenaga listrik
umumnya merupakan pengguna tenaga listrik bukan PLN, yang terbagi menjadi
dua, yaitu pengguna tenaga listrik bukan PLN untuk industri dan bukan untuk
industri. Pengguna listrik bukan PLN untuk industri meliputi penggunaan
tenaga listrik oleh industri dan bisnis sedangkan pengguna listrik bukan
PLN bukan untuk industri meliputi penggunaan tenaga listrik oleh rumah
tangga. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan Pajak Penerangan
Jalan diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan
Menteri Keuangan. Untuk mengatur lebih lanjut tentang Pajak Penerangan
25
Jalan, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan.
Keputusan ini dikhususkan untuk pemungutan Pajak Penerangan Jalan atas
penggunaan tenaga listrik yang disediakan oleh PLN sedangkan pemungutan
Pajak Penerangan Jalan atas penggunaan tenaga listrik yang bersumber bukan dari
PLN diserahkan sepenuhnya pada ketentuan dalam peraturan daerah. Dalam
menjalakan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan Peraturan Daerah
tentang Pajak Penerangan Jalan. Wakil wajib pajak bertanggung jawab
secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak
terutang. Selai itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat
kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.4.5. Potensi Penerimaan Pajak Penerangangan Jalan
Potensi Pajak Penerangan Jalan ini diperoleh dengan cara mengalikan
basis pajak (Tax Base) Pajak Penerangan Jalan dengan tarif pajak yang berlaku.
Basis pajak (Tax Base) merupakan hasil perhitungan biaya tarif beban
dengan biaya pemakaian listrik. Untuk mendapatkan hasil biaya tarif beban
dengan cara mengalikan persentase Pajak Penerangan Jalan berdasarkan golongan
pelanggan PLN (Golongan Rumah Tangga, Bisnis dan Industri), Jumlah
pelanggan PLN dan rata-rata tarif dasar listrik dari masing-masing golongan
pelanggan PLN. Sedangkan untuk mendapatkan hasil biaya pemakaian listrik
(KWH) dengan cara mengalikan persentase pajak penerangan jalan berdasarkan
golongan pelanggan PLN (Golongan Rumah Tangga, Bisnis dan Industri),
26
Jumlah pemakaian listrik (KWH) dan rata-rata tarif dasar listrik dari masing-
masing golongan pelanggan PLN (Hamrolie,2003)
2.5. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka penulis
merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga kontribusi pajak
penerangan jalan berpengaruh nyata terhadap Pedapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Aceh Barat.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi jumlah pelanggan listrik, jumlah
tagihan listrik dan pendapatan daerah di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun waktu
2004-2014.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder.
Data sekunder data ini di peroleh pada PLN dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah (DPKKD) di Kabupaten Aceh Barat.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mendatangi langsung ke kantor-kantor terkait guna memperoleh data yang akurat.
Sebagai pendukung penulis juga menggunakan studi pustaka sebagai metode
pengumpulan datanya dengan cara mempelajari buku-buku referensi, skripsi, serta
browsing website internet yang terkait dengan penelitian ini
3.3. Model Analisis Data
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif yaitu
melihat nilai kontribusi Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan dan pendapatan
28
lain-lain yang sah terahadap pendapatan daerah di Kabupaten Aceh Barat Daya
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Untuk melihat kotribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Baihaqi 2011):
KPPJ =
Dimana :
KPJ : Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
PPJ : Total Pajak Penerangan Jalan
TPAD : Total Pendapatan Asli Daerah Daerah
3.4. Definisi Operasional Variabel
a. Pendapatan Asli Daerah (Y) adalah sumber pendapatan daerah yang diperoleh
dari pendapatan asli daerah dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun waktu 2004-2014 yang di ukur
dengan satuan rupiah (Rp)
b. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain di Kabupaten Aceh
Barat dalam kurun waktu 2004-2014 yang di ukur dengan satuan rupiah (Rp)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat
4.1.1. Giografis
Secara geografis Kabupaten Aceh Barat berada pada bagian pesisir Barat
dari Provinsi Aceh dengan bentuk topografi daerah pegunungan dibagian utara
yang merupakan rangkaian dari Bukit Barisan yang termasuk dalam Ekosistem
Leuser, serta dataran rendah dan pesisir pantai dibagian Selatan.
Berdasarkan kedudukan dan letak wilayah Kabupaten Aceh Barat yang diapit oleh
Pegunungan Bukit Barisan dan Samudera Indonesia, Kabupaten Aceh Barat
mempunyai posisi yang sangat strategis dan berpeluang dalam pengembangan
bidang ekonomi, industri, perdagangan dan jasa. Kabupaten Aceh Barat dengan
luas wilayahnya 2.927,95 Km2 atau 292.795,00 Ha, tertetak antara 2O – 5O16’
Lintang Utara dan 95° - 97O10’ Bujur Timur yang batas- batasnya sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Pidie
b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
c. Sebelah Barat : Kabupaten Nagan Raya
d. Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Jaya
Kabupaten Aceh Barat terdiri atas 32 mukim, 322 desa dan 12 kecamatan
antara lain yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Samatiga, Kecamatan
Bubon, Kecamatan Arongan Lambalek, Kecamatan Woyla, Kecamatan Woyla
Barat, Kecamatan Woyta Timur, Kecamatan Kaway XVI, Kecamatan Meureubo,
Kecamatan Pante Ceureumeun, Kecamatan Sungai Mas, dan Kecamatan
30
Panteun Reu. Kecamatan Panteun Reu merupakan kecamatan hasil pemekaran
dari Kecamatan Kaway XVI pada Januari 2008.
Kecamatan Sungai Mas merupakan kecamatan terluas yaitu 781,73
Km2 (78.173 Ha) atau 26,70% dari luas Kabupaten Aceh Barat keseluruhan,
selanjutnya Kecamatan Kaway XVI yaitu seluas 510,18 Km2 (51.018 Ha) atau
17,42%, sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Johan Pahlawan yang
hanya 44,91 Km2 (449.100 Ha) luasaanya atau 1,53 % dari luas keseluruhan
Kabupaten Aceh Barat diikuti oleh Kecamatan Panteun Reu 83,04 Km2 (8.304
Ha) atau 2,84 %.
4.1.2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat tahun 2008 berjumlah 182.565
jiwa. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 91.333 jiwa dan
perempuan 91.232 jiwa. Jika dilihat jumlah penduduk perkecamatan, maka
Kecamatan Johan Pahlawan merupakan jumlah yang tertinggi penduduknya
dibandingkan dengan kecamatan- kecamatan lain yaitu sebesar 66.350 jiwa
dengan jumlah rumah tangga sebanyak 15.321 rumah tangga. Hal ini dikarenakan
kecamatan Johan Pahlwan merupakan tempat berlokasinya Ibu Kota Kabupaten
Aceh Barat yaitu Kota Meulaboh. Sedangkan jumlah penduduk perkecamatan
yang terkecil jumlah penduduk yaitu Kecamatan Panteun Reu sebesar 3.552
jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 901 rumah angga, kecamatan ini
merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Kaway XVI sebagai kecamatan
induknya. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,018%
pertahun selama periode 1996-2006 (Aceh Barat Dalam Angka 2006, BPS)
kecuali pada tahun 2008 tercatat pertembuhan penduduk yang tidak normal yaitu
31
mencapai 16,03%, sehingga dalam perhitungan berikutnya, tahun pertumbuhan
ektrim ini tidak diperhitungkan dan diasumsikan kedepan tidak mengalami
dinamika penduduk yang cukup extreeme, maka jumlah penduduk Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2012 akan mencapai 192.966 jiwa.
4.1.3. Perekonomian
Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilihat dari perkembangan nilai
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) yang disajikan secara berkala setiap
tahunnya. Perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya merupakan angka laju pertumbuhan ekonomi
pada tahun berjalan tersebut. Pada tahun 2006 laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Aceh Barat mencapai angka 8,65%. Angka tersebut melampau
target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,5% pada tahun 2006.
Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Barat pada
tahun 2006 cukup beralasan dimana aktivitas perekonomian di daerah ini
meningkat tajam pasca musibah gempa dan tsunami pada Desember 2004.
Sedangkan pada tahun 2005 dimana kegiatan ekonomi masih pada tahap
pemulihan, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar minus 13,15%.
Secara sektoral pertumbuhan ekonomi dipicu oleh meningkatnya aktivitas
pada sector Bangunan/Konstruksi, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor
perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Industri. Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa aktifitas pembangunan secara fisik membutuhkan bahan baku
dari barang galian dan barang-barang dari hasil industri bahan bangunan, sehingga
terjadi peningkatan pada transaksi perdagangan, aktivitas transportasi dan
komunikasi.
32
Sektor pertanian walaupun meningkat sebesar 6,93% pada tahun 2006,
tetap memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Aceh Barat, karena sektor Pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap
nilai PDRB Kabupaten Aceh Barat, terutama subsektor Tanaman Bahan Makanan
dan subsektor Perkebunan. Pertumbuhan ekonomi daerah pada masa yang
akan datang akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sektor Pertanian, dan
sector Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah yang memiliki potensi lahan agraris
yang besar, sektor pertanian memegang peranan penting dalam meningkatkan
perekonomian daerah dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat mengingat
sebagian besar penduduk khususnya masyarakat yang tinggal dipedesaan
mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian khususnya tanaman pangan
terutama tanaman padi, palawija dan hortikultura sebagai sumber mata
pencaharian sehari-hari.
4.2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pencerminan terhadap
pendapatan masyarakat, untuk itu peran pemerintah daerah untuk meningkatkan
potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat.
Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan kesjahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD),
peningkatan Pendapatan asli Daerah (PAD) tentunya tidak terlepas dari
kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam
mewujudkan berbagai bidang usaha untuk selanjutnya dapat memberikan
33
masukan terhadap daerah. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Aceh Barat selama tahun 2007-2015 dapat dilihat pada Tabel 1
berikut:
Tabel 1
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat 2007-2015
Tahun PAD
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
2007 21.710.256.581
2008 40.423.494.271 86
2009 27.878.493.673 (31)
2010 24.272.674.383 (13)
2011 21.042.865.954 (13)
2012 24.727.256.869 18
2013 46.928.106.802 90
2014 51.234.104.121 9
2015 36.794.486.818 (28) Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat tahun (2015)
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa terjadinya fluktuasi Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 2007-2015, dimana pada tahun 2007
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat sebesar
Rp21.710.256.581 jumlah ini meningkat drastis pada tahun 2008 menjadi Rp
40.423.494.271 atau tumbuh 86 persen dari tahun 2007 kemudian tahun
berikutnya yakni tahun 2009 Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat
tercatat sebesar Rp 27.878.493.673, turun 31 persen dari tahun 2008, penurunan
ini terus terjadi hingga tahun 2012 yaitu sebesar Rp 24.727.256.869. penurunan
ini dsebabkan oleh menurunya penerimaan pajak dan retribusi daerah yang
merupakan sumber tertinggi terhadap Pendapatan Asli Dareh (PAD) di Kabupten
Aceh Barat. Kemudian tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup drastis
yaitu sebesar Rp 46.928.106.802 atau tumbuh sebesar 90 persen dan tahun 2014
realisasi pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat tercatat sebesar
34
Rp 36.794.486.818 turun 28 persen dari tahun 2014. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber pembiayaan daereah yang utama dan merupakan cerminan
dari tingkat kemandirian daerah tersebut semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) menunjukkan semakin tingkat kemandirian daerah tersebut oleh karena itu
perencanaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu dilakukan secara matang dan
baik sehingga sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat di optimalkan
dengan begitu ketergantungan pada pemerintah pusat semakin berkurang dalam
hal ini, pemerintah harus terus berupaya untuk dapat meningkatkan jumlah
penerimaan PAD minimal sebesar 40% hingga 50% sehingga dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan daerah.
4.3. Perkembangan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Aceh Barat
Seiring dengan berjalannya waktu, lampu penerangan selalu hadir di
berbagai tempat perkotaan maupun pedesaan. Semakin banyak lampu ditengah
kota dan desa maka akan semakin mempermudah kegiatan sehari-hari masyarakat
di malam hari maupun di siang hari. BUMN yang bergerak di bidang tenaga
listrik harus mengkoordinasi penggunaan lampu, karena jika tidak terkoordinasi
dengan benar akan mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi pihak BUMN
selaku penyedia tenaga listrik maupun masyarakat itu sendiri. Berdasarkan UU
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa salah
satu jenis pajak yang termasuk penerimaan pembayaran pajak daerah adalah pajak
penerangan jalan.
Perkembangan pajak penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat dapat
dilihat pada Tabel 2 berikut.
35
Tabel 2
Realisasi Pajak Penerangan Jalan
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2015
No Tahun PPJ (Rp) Pertumbuhan (%)
1 2007 1.233.726.197
2 2008 1.985.325.672 60,92
3 2009 2.031.776.913 2,34
4 2010 2.999.020.085 47,61
5 2011 3.176.149.389 5,91
6 2012 3.940.719.014 24,07
7 2013 4.203.171.182 6,66
8 2014 5.012.825.832 19,26
9 2015 5.075.071.375 1,24 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat tahun (2015)
Tabel di 2 atas menujukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan
pajak penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun waktu 2007-2015.
Dimana pada tahun 2007 sebesar Rp1.233.726.197, jumlah ini meningkatan pada
tahun 2008 menjadi Rp1.985.325.672 atau tumbuh sebesar 60,92 persen.
Kemudian pada tahun berikutnya yakni tahun 2009 kembali meningkat sebesar
2,34. Peningkatan ini terus terjadi hingga tahun 2015 dimana realisasi pajak
penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp5.075.071.375. Pajak
Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Sumber lain yang dimaksud
adalah tenaga listrik yang diperoleh dari PLN dan/atau oleh bukan PLN. Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang
tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak
Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Dalam hal Pajak Penerangan Jalan
dipungut oleh PLN maka besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan
jumlah rekening listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN.
36
2.4. Pembahasan Hasil
2.4.1. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendaptan Asli Daerh di
Kabupaten Aceh Barat
Pajak Penerangan Jalan merupakan pungutan daerah atas penggunaan
tenaga listrik baik untuk industri maupun non industri. Dengan melihat semakin
baiknya Perekonomian Kabupaten Aceh Barat maka tidaklah heran jika
pemasukan pemerintah daerah dari sektor pajak daerah juga meningkat, tidak
terkecuali pajak penerangan jalan. Meningkatnya pajak penerangan jalan lebih
terpengaruh oleh bertambahnya pengguna listrik sebagai contoh sumber listrik
yang sudah mulai terjangkau ke daerah-daerah terpencil di Kabupaten Aceh Barat
yang menyebabkan bertambahnya pengguna listrik.
Dengan demikian pemerintah Kabupaten Aceh Barat agar dapat
memaksimalkan penerimaan pajak penerangan jalan maka perlu bekerjasama
dengan instansi terkait dalam hal ini PLN untuk menyediakan sumber listrik untuk
rumah-rumah yang belum terjangkau listrik sama sekali. Kontribusi pajak
penerangan jalan terhadap terhadap PAD relatif kecil dibandingkan dengan
pendapatan daerah lainnya yang berasal dari pajak daerah. Evaluasi terhadap
penerimaan pajak penerangan jalan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
target penerimaan pajak penerangan jalan untuk tahun-tahun sebelumnya dapat
tercapai dan mengetahui jumlah realisasi yang diperoleh. Pada bagian ini penulis
ini mengetahui berapa besar kontribusi pajak penerangan jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat.
Untuk melihat besarnya kontribusi pajak penerangn jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat dihitung dengan
menggunakan rumus :
37
KPPJ =
Dimana :
KPPJ : Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
PPJ : Realisasi Pajak Penerangan Jalan
TPAD : Total Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2015
No Tahun PAD
(Rp)
PPJ
(Rp)
Kontribusi
(%)
1 2007 21.710.256.581 1.233.726.197 5,68
2 2008 40.423.494.271 1.985.325.672 4,91
3 2009 27.878.493.673 2.031.776.913 7,29
4 2010 24.272.674.383 2.999.020.085 12,36
5 2011 21.042.865.954 3.176.149.389 15,09
6 2012 24.727.256.869 3.940.719.014 15,94
7 2013 46.928.106.802 4.203.171.182 8,96
8 2014 51.234.104.121 5.012.825.832 9,78
9 2014 36.794.486.818 5.075.071.375 13,79 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat (data diolah Agustus 2016).
Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa kontribusi pajak penerangan jalan
terhadap Pendapatan Asli Darah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun
waktu 2007-2015 berkisar antara 5,68-15,94 persen. Untuk lebih jelasnya
digambarkan pada Grafik 1 berikut.
38
Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat (data diolah Agustus 2016).
Grafik 1 di atas menujukkan bahwa kontribusi pajak penerangan jalan
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat menunjukkan
kecenderungan peningkatan sejak tahun 2007-2015 dimana pada tahun 2007
sebesar 5,68 persen jumlah ini meningkat pada tahun 2008 menjadi 4,91 persen.
Kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 15,94 persen, hal ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah ruas area jalan sehingga memerlukan
lampu penerangan jalan yang banyak. Namun pada tahun 2013 kontribusi pajak
penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh
Barat mengalami penurun yaitu sebesar 8,96 persen. Penurunan ini salah satunya
disebabkan oleh penurunan tarif listrik dan terjadinya keadaan perlistrikan di
Kabupaten Aceh Barat yang sering padam. Namun hingga tahun 2015 realisasi
pajak penerangan jalan di Kabupaten Aceh Barat tercatat sebesar 13,79 persen.
Hal ini menandakan bahwa sistem pungujtan pajak penerangan jalan di Kabupaten
Aceh Barat berjalan dengan cukup baik.
Pajak penerangan jalan dipungut oleh PLN dan hasilnya langsung
diserahkan kepada PEMDA Kabupaten Aceh Barat. Dalam hal ini PLN sebagai
5,68 4,91
7,29
12,36 15,09
15,94
8,96 9,78
13,79
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Grafik 1
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2015
Series1
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
39
pemungut yang diatur sesuai peraturan daerah di Kabupaten Aceh Barat. Karena
jenisnya merupakan pajak, maka perlu dipahami bahwa pajak penerangan jalan
imbal baliknya bersifat tak langsung. Pembayar pajak tidak otomatis dapat
langsung menikmati fasilitasnya. Berbeda dengan retribusi yang fasilitasnya dapat
langsung dinikmati pembayar retribusi. Seperti retribusi parkir, dimana
masyarakat mendapatkan jasa tempat memarkir kendaraannya.
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) termasuk jenis pajak yang dikenakan oleh
kabupaten atau kota. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga
listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain dan
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik. Untuk tarif pengenaan Pajaknya, berdasarkan Pasal
55 ayat 1 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa Pajak
Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 10 Tahun 2002
Tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, secara
singkat dapat digambarkan bahwa Pajak Penerangan Jalan dipungut oleh PLN dari
seluruh pelanggan di daerah yang bersangkutan setiap bulan bersamaan dengan
pembayaran rekening listrik PLN, kemudian oleh PLN, hasil Pajak Penerangan
Jalan disetor ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Terakhir, Pemkab wajib melunasi pembayaran rekening listrik atas lampu
penerangan jalan yang menjadi beban Pemkab. Semua mekanisme tersebut
dilakukan sesuai dengan Momorandum of Understanding (MoU) antara Pemkab
dan PT PLN.
40
Pajak Penerangan Jalan adalah salah satu jenis Pajak Daerah yang
tentunya digunakan untuk meningkatkan pembangunan dan pelayanan publik
yang baik kepada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Menilik kembali
pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang
PDRD, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pengertian tidak mendapatkan imbalan secara langsung, bisa
dipahami sebagai Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tersebut, manfaatnya
tidak bisa secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Artinya, masyarakat tidak
bisa menikmati secara langsung fasilitas penerangan jalan di tempat masing-
masing tanpa ijin dari pihak PLN dan Pemerintah Daerah.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah:
a. Perkembangan pendapatan daerah di Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 2007-
2015 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dengan rata-rata tingkat
pertumbuhan sebesar sebesar 15 persen persen per tahun.
b. Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Aceh Barat mengalalmi peningkatan di setiap tahunnya dan
berkisar antara 5,68-15,94, kontibusi teringgi terjadi pada tahun 2012 yaitu
sebesar 15,94 persen dan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu
sebesar 5,68 persen. Hal ini membuktikan bahwa pajak penerangan jalan di
Kabupaten Aceh Barat dalam kondisi baik.
5.1. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka penulis menyarankan
yaitu :
a. Kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Area Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat seharusnya ada penambahan dari jumlah potensi per
golongan tarif sehingga dapat menghasilkan kontribusi yang cukup besar dari
penerimaan pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Aceh Barat.
42
b. Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat Daya perlu meningkatkan PAD
dengan cara menggali potensi pajak di Kabupaten Aceh Barat terutama pajak
penerangan jalan.
c. Mengurangi ketergantungan pada dana perimbangan dengan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga dapat meningatkatkan kemandirian
daerah di Kabupaten Aceh Barat.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Daerah secara langsung. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Bahar, Ujang. 2009. Otonomi Daerah Terhadap Pinjaman Luar Negeri Antara
Teori dan Praktik. PT Indek . Jakarta.
DPKKD Kabupaten Aceh Barat 2012. Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten
Aceh Barat. DPKKD Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh.
Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan BLU.Edisi Kedua. PT. Macana Jaya Cemerlang.
Jakarta.
Fokusmedia, Tim Redaksi. 2006. Undang-Undang Otonomi Daerah. Fokusmedia.
Bandung
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Ilyas, Wirawan B. 2007. Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta.
Nordiawan, Deddi et al. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Ketiga. Salemba
Empat. Jakarta.
Mardiasmo, 2008. Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta
Thomas Sumarsan, 2009. Perpajakan Indonesia. Esia Media. Jakarta
Saputra. Dori 2014. Analisis Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah
pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Artikel Ilmiah.
Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Padang.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta
Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintahan. Edisi pertama-
Yokyakarta:graha ilmu.
Soemitro, 2003. Asas-asas Perpajakan, PT. Eresco. Bandung.
Walluyo, 2007. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.