Upload
fadhli-abd-essential
View
6
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KEJANG DEMAM
Di susun Oleh :
PEMBIMBING :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD.SOLOK
2014
DEFINISI
)
kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam
tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat. Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan- 5 tahun. 80 % merupakan
kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam kompleks. 8 % berlangsung
lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara
umur 17 - 23 bulan. Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam
sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke dua
50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam
ke dua turun menjadi 30%.. Setelah kejang demam pertama, 2-4 % anak akan berkembang menjadi
epilepsid an ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang
demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1
kali kejang dalam 24 jam). Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam
penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya
kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya
Menurut Konsensus Penanganan Kejang Demam UKK Neurologi IDAI 2005. Kejang
demam diklasifikasikan menjadi :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau
klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan ciri :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Yang dimaksud Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, dan kadar natrium rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam
adalah :
1. Riwayat kejang demam d alam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80
%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan
berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi
adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor risiko
meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor risiko
tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 % (Level II-2).
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat kejang
demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1,2,3
Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga pada
231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu
diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung -
79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami
kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812
orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:2,3,4
Demamnya sendiri : Kebutuhan O2 meningkat
Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili
(campak).1
PATOFISIOLOGI1,5
Masih belum jelas, hippocampus dan termoregulator dihippothalamus imatur sehingga
rentan kejang (agespecificity of the brain’s sensitivity to fever). peningkatan temperatur
hippocampus menginduksi aktivitas epileptiform
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.Untuk mempertahankan
hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa
yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 390C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas,
dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat
pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. 2
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan
kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.2
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yaitu:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan
adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis
lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan
suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level
III, rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil sering
manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan ( level II-2, rekomendasi E).
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas indikasi, seperti:
1.Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2.Parese nervus VI
3.Papiledema
PENATALAKSANAAN
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis
maksimal 20mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal Dosis diazepam rectal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia
3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam dan
faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks
Pemberian obat pada saat demam Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam . Dosis asetaminofen
yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/1x diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.
Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya
dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,50C Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile seizures.Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds,
Febrile seizures. San Diego : Academic Press 2002;p.1-20
Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus. 3. Kejang fokal4. Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:. Kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. kejang
demam > 4 kali per tahun
Penjelasan:*
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakanindikasi
pengobatan rumat* Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan
bukan merupakan indikasi* Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik
Jenis obat antikonvulsan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang
Mamelle C, dkk. Prevention of recurrent febrile convulsion ² a randomized therapeutic assay :Sodium valproate,
Phenobarbital and placebo. Neuropediatrics 1984;15:37-42 Farwell JR, dkk. Phenobarbital for febrile seizures-
effects on intelligence and on seizurerecurrence. NEJM 1990:322:364-9
Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efeksamping
penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terusmenerus diberikan dalam jangka
pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 - 50 %).Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya
kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari dalam 2- 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg
per hari dalam 1 - 2 dosis.
AAP, Committee on drugs. Behavioral and cognitive effects of anticonvulsant theraopy. Pediatr 1995;96::538-
40 AAP. Practice parameter: Longterm treatment of the child with simple febrile seizures Pediatr
1999;103;1307-9Knudsen FU. Febrile seizures-treatment and outcome. Epilepsia 2000;41;2-9.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secarabertahap selama 1-
2 bulan.
Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome.
Brain Dev 1996;18:438-49.
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saatkejang sebagian besar
orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat efek samping obat
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panic
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan memasukkan
sesuatu kedalam muluT
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi dengan standar vaksinasi. Kejang setelah demam
karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi cDPT . Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
anak merekomendasikan asetaminofen pada saat vaksinasi hingga 3 harikemudian.
Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile seizures. Brain Dev
1996;18: 479-484.Zempsky WT.Pediatrics,febrile seizures.Http://www.emedicine.com/emerg/topic 376. htm.
Lampiran
Bagan Penatalaksanaan Kejang Demam
KEJANG
1.Diazepam rektal 0,5 mg/kg atau Berat badan < 10 kg : 5 mg Berat
badan > 10 kg : 10 mg
KEJANG
Diazepam rectal 2. Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kg
(5 menit)
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam iv
Kecepatan 0,5 - 1 mg/menit (3 - 5 menit)(Depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus iv 10-20 mg/kg Kecepatan 0,5 ² 1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke ruang rawat intensif
Penjelasan:
1. Bila kejang berhenti, terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikanberdasarkan
apakah kejang demam sederhana atau kompleks danbagaimana faktor risikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit)dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.
Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996;18:438-
49. Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management
of febrile seizures. Brain Dev 1996;18: 479-484.Kesepakatan saraf anak
PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat
pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria
33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,
terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayatkejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston
(1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi
epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang
menjadi epilepsi.2
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor:2
Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The
National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak
pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan
kematiansebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan
menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah
mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya
(kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai
menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara
kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir
serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-
Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan
populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak.
Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak :
Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.
5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency
Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London
6. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta
Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
7. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th
edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000
8. Kejang,Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?
FNM=10899.
9. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004
http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf
10. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005.
http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion