View
86
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin-Nya lah
referat ini telah dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu Bedah penyusun mengucapkan
terima kasih kepada dr. H. Asmoji, Sp.B, FINACS selaku dokter konsulen yang telah memberi
banyak arahan dan bimbingannya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat ini dengan
baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, sangat diharapkan untuk penyusun
kedepannya dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.
Besar harapan penyusun agar referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca,serta dapat
digunakan sebagaimana mestinya dan dapat memberikan suatu pengetahuan bagi mahasiswa
untuk meningkatkan keilmuannya.
Batam, September 2012
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………….………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………. 2
2.1 Definisi Struma………………………………………………………… 2
2.2 Anatomi Tiroid…………………………………………………………….. 2
2.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid……….……………………………………………. 3
2.4 Patogenesis Struma……………………………………………………………. 3
2.5 Klasifikasi Struma……………………………………………………………. 4
2.6 Epidemiologi Struma…….……………………………………………… 7
2.7 Pencegahan……..……………………………………………………….. 9
BAB III PENUTUP……………………………………………………….……… 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 15
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Tiroid menyekresikan dua hormon
utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur
metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid
Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium.
Defisiensi hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik.
Cretinism, misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai
dengan retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada saat
perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada daerah goiter
(gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium menyebabkan hipotiroidisme
sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar.
Penyakit kelenjar endokrin mempunyai bentuk yang terbatas. Kelenjar endokrin dapat
menghasilkan hormon secara berlebihan, umpamanya pada penyakit Graves, yaitu hiperfungsi
kelenjar tiroid atau menghasilkan terlalu sedikit hormon, misalnya pada miksudem akibat
hipofungsi kelenjar tersebut. Kelainan grandula thyroidea dapat berupa gangguan fungsi seperti
tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid nodular.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.1
Gambar 1.
Pembesaran tiroid (Struma)
2.2 Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan . Kelenjar
tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama
kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan
kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk
sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. 1
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap.
Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten
duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,
4
merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar
tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.
2.3 Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang
kelenjar tyroid .1
Gambar 2. Anatomi tiroid
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan
dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar
tyroid atau tidak.2
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh
5
jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular.
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.
Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2
2.4 Fisiologi Hormon Tyroid
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi
menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam
tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang
kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)
atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).1
Gambar 3. Fisiologi hormon tiroid
6
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang
mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang
tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.2
Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 2
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
7
Efek metabolisme Hormon Tyroid : 3
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol
dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid
kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester
dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,
anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
2.5 Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan
struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar
tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk
struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,
defisiensi iodida dan goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap
8
hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi
human chorionic gonadotropin.
2.6 Klasifikasi Struma
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi : 4
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Struma Toxic Nodusa
4. Stuma Toxic Diffusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.
Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium
yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun
3. Goitrogen :
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
9
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina,
brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam
rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
2. Struma Non Toxic Diffusa
Definisi :
Pembesaran dari kelenjar tiroid yang bersifat difus tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi :
1. Defisiensi Iodium
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan
pelepasan hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis
terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis
hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
8. Resistensi hormon tiroid
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
10. Silent thyroiditis
11. Agen-agen infeksi
12. Suppuratif Akut : bacterial
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
10
14. Keganasan Tiroid
3. Struma Toxic Nodusa
Definisi :
Pembesaran dari kelenjar tiroid yang bersifat nodular dengan gejala gangguan produksi
hormon tiroid (hipertiroid)
Epidemiologi:
1. Wanita > pria
2. Usia > 40 tahun
Etiologi :3
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like
growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
4. Struma Toxic Diffusa
Definisi :
Pembesaran dari kelenjar tiroid yang bersifat difus dengan gejala gangguan produksi
hormon tiroid (hipertiroid)
Epidemiologi :
Kanak-kanak : perempuan 3/100000,
laki-laki 0,5/100000
Dewasa : wanita:pria = 2,7% : 0,23%
11
Riwayat keluarga, insidens meningkat.
Etiologi :
Genetik + Lingkungan à genetik (HLA factors), wanita, infeksi viral, operasi,
konsumsi iodine, obat goitrogen.
Berhubungan dengan TSH receptor stimulating antibodies. Kurangnya sel T
supresor menyebabkan produksi antibodi yang tidak terkontrol à autoimun à
dapat melewati sawar plasenta dan menyebabkan hipertiroidisme fetal dan
neonatal.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
Mengenai 1 lobus
Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
Kadang Multilobaris
Fluktuasi (+)
2. Bentuk Noduler : Struma nodusa
Batas Jelas
Konsistensi kenyal sampai keras
Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea
3. Bentuk diffusa : Struma diffusa
batas tidak jelas
Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa
Tampak pembuluh darah
12
Berdenyut
Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein
Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : Aktivitas kelenjar tiroid normal.
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroid : Aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal.
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis
dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
c. Hipertiroid : Aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan.
Didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid
13
2.7 Diagnosis
Anamnesis
Non-toksik :
o Massa nodular (soliter atau multipel) atau difus, biasanya mulai membesar
pada usia muda dan berangsur-angsur berkembang pada usia dewasa
kebanyakan tanpa gejala, ikut saat menelan
o Keluhan pendesakan (gangguan bernapas)
o Rasa berat pada leher terutama saat menelan
Toksik :
o Massa struma ditambah dengan gejala hipertiroid
Hipermetabolik dengan produksi panas dan katabolisme protein –
penurunan BB, heat intolerance, berkeringat, muscle weakness,
osteoporosis
Adrenergik – palpitasi, tremor, emosi labil, insomnia, restlessness,
hiperdefekasi, nafas pendek
Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
pembesaran KGB di sekitar tiroid: ada atau tidak.
14
Dibagi ke dalam derajat:
Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat 0a : tidak terlihat atau teraba tidak besar dari normal
Derajat 0b : jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat
bila kepala ditegakkan
Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III : terlihat pada jarak jauh
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1. Pemeriksaan Fungsi Tiroid 1,5
Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay
(RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah.
Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar N dewasa à 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-
1,7 ng/dL;
TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2.8.2. Pemeriksaan antibodi terhadap antigen tiroid
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
antibodi tiroglobulin
antibodi mikrosomal
antibodi antigen koloid 2 (CA2 antibodies)
antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
15
2.8.3. Pemeriksaan radiologi
Foto Rontgen leher
memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal
(umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga)
untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesi.
USG
Membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat
membedakan dengan pasti ganas atau jinak.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
menentukan jumlah nodul
membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
mengukur volume dari nodul tiroid
mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium,
yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
mengetahui lokasi dengan tepat untuk biopsi terarah
sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan
Radioisotop
Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
16
FNAB
Akurasinya 80% à menentukan terapi definitif tidak hanya berdasarkan hasil
FNAB saja
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27
Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan
nodul
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Potong beku (VC/vries coupe)
Pada operasi tiroidektomi untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut
suatu keganasan atau bukan.
2.9 Penatalaksaan
Obat antitiroid 1,6
Indikasi :
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Karbimazol, Metimazol, Propiltiourasil
17
Yodium radioaktif
Indikasi :
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Operasi
Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap
obat antitiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Multinodular
Kosmetik
Untuk nodul tunggal tiroid yang bukan oleh karena keganasan dilakukan tindakan
isthmolobektomi, sedangkan multinoduler dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi atau
near total tiroidektomi, tetapi para ahli bedah endokrin menganjurkan total tiroidektomi.
Menurut ahli bedah endokrin, terdapat 2 pilihan operasi yang dianjurkan pada penderita
hipertiroid:
Bilateral tiroidektomi atau near total tiroidektomi
Total tiroidektomi
18
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta
2. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
3. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
4. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
5. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
6. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.
19
20
Recommended