View
685
Download
17
Category
Preview:
DESCRIPTION
1
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi atau kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah
ketidakteraturan arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat
meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Penanganan segera pada pasien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001). Penanganan
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya
oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan
infeksi (Rasjad, 1998).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada pasien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada
pasien fraktur melalui metode ilmiah.
1
2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan
keperawatan dengan fraktur terbuka Tibia Fibula
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
fraktur terbuka Tibia fibula, Penulis mampu :
a. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan
pada fraktur terbuka Tibia Fibula
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur
terbuka Tibia Fibula
c. Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan fraktur
fraktur terbuka Tibia Fibula
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan fraktur
terbuka Tibia Fibula
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan fraktur
terbuka Tibia Fibula
f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta
penyelesaian masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur terbuka Tibia Fibula
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat
fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa
menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan
bahwa patah tulang terbuka adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
2.2.2 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
4
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
2.2.3 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5
2.2.4 Patoflow
Gangguan Perpusi Jaringan
Gangguan Mobilitas Fisik
6
2.2.5 Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Terbuka (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit.
b.Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada
foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
7
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d.Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e.Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen
tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g.Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h.Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur terbuka ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
8
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
2.2.6 Proses Penyembuhan Tulang
a. Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x
24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel
ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang.
Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua
kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur,
massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi
setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu,
secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10
setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.
9
2.2.7 Manifestasi Klinik
2.3 Deformitas (perubahan bentuk)
2.4 Bengkak/edema
2.5 Echimosis (Memar)
2.6 Spasme otot (otot mengencang)
2.7 Nyeri
2.8 Kurang/hilang sensasi
2.9 Krepitasi
2.10 Pergerakan abnormal (gerakan tidak normal)
2.11 Rontgen abnormal
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
e.Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal
2.2.9 Penatalaksanaan Medik Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
10
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner,
2001).
Reduksi terbuka, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi terbuka. Pada kebanyakan kasus, reduksi terbuka dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi
dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang.
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus
telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
11
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi
fragmen tulang.
Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti-
daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
12
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non
union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1`pengkajian
1. identitas pasien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, penanggung jawab
dan hubungan dengan pasien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada pasien keluhan apa yang dirasakan pasien pada saat ini
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan
kecelakaan, patah tulang
Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam pasien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
Riwayat kesehatan keluarga
13
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau fraktur
seperti pasien atau penyakit yang berhubungan dengan tulang lainnya.
2.3.2 Pemeriksaan fisik
- Tingkat kesadaran
- GCS
- Pemeriksaan N I – N XII
- Pemeriksaan fungsi sensorik
- Pemeriksaan fungsi motorik
2.3.3 Pemeriksaan system
1. Sistem kardiovaskular : hipertensi, hipotesi, vertigo, penyakit jantung
2. Sistem neurologic : Perubahan kesadaran, headache, kehilangan kemampuan
motorik
3. Sistem pernafasan :hambatan jalan nafas, timbuklnya bernafas yang sulit
4. Sistem integument : perubahan kuku dan rambut
5. Sistem Musculoskeletal : tremor, gangguan koordinasi berjalan sempoyongan
6. Sistem pencernaan : Vomitting, anoreksia, kehilangan rasa kecap.
2.3.4 Analisa Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data
subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang
terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih saying
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat
14
dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi actual, potensial, dan
kemungkinan.
2.3.5 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada pasien fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada
(Doengoes, 2000)
2.3.6 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Pasien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
15
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan imobilasasi bagian
yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas
yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak
pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan
(masase, perubahan posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik
manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual, aktivitas
dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi.
Mengurangi nyeri dan mencegah
malformasi.
Meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
Mengalihkan perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung
lama.
Menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri.
Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
16
Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
perifer.
Menilai perkembangan masalah
pasien.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Pasien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan
kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak
secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Dorong pasien untuk secara rutin
melakukan latihan
menggerakkan jari/sendi distal
cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi
akibat tekanan bebat/spalk yang
terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali
ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Berikan obat antikoagulan
(warfarin) bila diperlukan.
Meningkatkan sirkulasi darah dan
mencegah kekakuan sendi.
Mencegah stasis vena dan sebagai
petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan drainase vena dan
menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran
arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.
Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
17
5. Pantau kualitas nadi perifer,
aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang
normal.
Mengevaluasi perkembangan
masalah pasien dan perlunya
intervensi sesuai keadaan pasien.
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
Tujuan : Pasien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria pasien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa
gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Instruksikan/bantu latihan napas
dalam dan latihan batuk efektif.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai keadaan
pasien.
3. Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin)
dan kortikosteroid sesuai
indikasi.
Meningkatkan ventilasi alveolar dan
perfusi.
Reposisi meningkatkan drainase
sekret dan menurunkan kongesti
paru.
Mencegah terjadinya pembekuan
darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
Penurunan PaO2 dan peningkatan
18
4. Analisa pemeriksaan gas darah,
Hb, kalsium, LED, lemak dan
trombosit
5. Evaluasi frekuensi pernapasan
dan upaya bernapas, perhatikan
adanya stridor, penggunaan otot
aksesori pernapasan, retraksi sela
iga dan sianosis sentral.
PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.
Adanya takipnea, dispnea dan
perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan,
mungkin menunjukkan terjadinya
emboli paru tahap awal.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Pasien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan
posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan pasien.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif
aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai
Memfokuskan perhatian,
meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.
Meningkatkan sirkulasi darah
muskuloskeletal, mempertahankan
19
keadaan pasien.
3. Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri
(kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan pasien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan pasien.
6. Dorong/pertahankan asupan
cairan 2000-3000 ml/hari.
7. Berikan diet TKTP.
8. Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi
pasien dan program imobilisasi.
tonus otot, mempertahakan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
Mempertahankan posis fungsional
ekstremitas.
Meningkatkan kemandirian pasien
dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan pasien.
Menurunkan insiden komplikasi kulit
dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat,
men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
20
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka
sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan tempat tidur yang
nyaman dan aman (kering,
bersih, alat tenun kencang,
bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area
distal bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada
daerah perianal
4. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.
Menurunkan risiko kerusakan/abrasi
kulit yang lebih luas.
Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.
Mencegah gangguan integritas kulit
dan jaringan akibat kontaminasi
fekal.
Menilai perkembangan masalah
pasien.
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Pasien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
21
1. Lakukan perawatan pen steril dan
perawatan luka sesuai protokol
2. Ajarkan pasien untuk
mempertahankan sterilitas insersi
pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika
dan toksoid tetanus sesuai
indikasi.
4. Analisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung darah
lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas luka/serum/tulang)
5. Observasi tanda-tanda vital dan
tanda-tanda peradangan lokal
pada luka.
Mencegah infeksi sekunderdan
mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan kontaminasi.
Antibiotika spektrum luas atau
spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus.
Leukositosis biasanya terjadi pada
proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
Mengevaluasi perkembangan
masalah pasien.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
Tujuan : pasien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan
kriteria pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji kesiapan pasien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran
22
program pembelajaran.
2. Diskusikan metode mobilitas
dan ambulasi sesuai program
terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan
sensasi kulit distal cedera)
4. Persiapkan pasien untuk
mengikuti terapi pembedahan
bila diperlukan.
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental pasien untuk mengikuti
program pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan
kemandirian pasien dalam
perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.
Meningkatkan kewaspadaan pasien
untuk mengenali tanda/gejala dini
yang memerulukan intervensi lebih
lanjut.
Upaya pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi pasien.
2.3.7 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana
respon pasien
2.3.8 Evaluasi
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat
23
mempunyai tiga alternative dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : Perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan tujuan
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
dinyatakan dalam tujuan.
3. Belum tercapai : Pasien Tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
24
Tangggal masuk : 16 April 2012 jam 15.30 WIB
Tanggal pengkajian : 17 April 2012 jam 08.00 WIB
No reg : 497541
Ruang : Bedah
Diagnoda medik : FRAKTUR TERBUKA TIBIA FIBULA SINISTRA
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas pasien
Nama :Ny.N
Umur :66 Tahun
Agama :islam
Jenis kelamin :perempuan
Pekerjaan :IRT
Alamat :JL.Danau RT.01 Dusun Besar Bengkulu
Penanggung Jawab
Nama :Ny.S
Umur :50 Tahun
Jenis kelamin :perempuan
Hub.dgn pasien :keponakan
3.1.2 Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri
3.1.3Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dibawa ke IGD diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri pada
betis sebelah kiri dan tidak bisa digerakkan karena patah setelah ditabrak sepeda
motor.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17 April 2012 pasien
tampak lemah,kesadaran composmentis,tampak bengkak pada bagian kaki yang
patah,pasien mengeluh nyeri pada kaki (betis) sebelah kiri karena patah dengan
25
skala nyeri :4. Dan nyeri bertambah jika kaki tersebut digerakan.keluarga pasien
selalu membantu dalam memenuhi kebutuhannya.
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya,pasien juga
tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan dan menular lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit keturunan ataupun menular lainnya.
3.1.4 Data psikologis
Pasien tampak menerima keadaan sakit sekarang dan berharap bisa cepat
sembuh.
3.1.5 Data sosial
Hubungan pasien dengan keluarga baik,terlihat dari anak dan keluarganya yang
lain selalu menunggu nya.
3.1.6 Data spiritual
Pasien beragama islam,pasien dan keluarga selalu berdo'a supaya cepat senbuh.
3.1.7 Pemeriksaan fisik
keadaan umum
kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : TD : 150/90 mmHg P : 18x/Menit
N : 81x/Menit S : 36,5oc
Keadaan khusus
1.Kepala
inspeksi :simetris,distribusi rambut merata
26
palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan
2.Mata
inspeksi :simetris,tidak ada katarak,konjungtiva anemis,sclera an ikterik
palpasi :tidak ada nyeri tekan
3.Hidung
inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran,tidak ada pernafasan cuping hidung
palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan
4.Telinga
inspeksi :simetris,tidak ada pengeluaran
Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada benjolan
5.Mulut
inspeksi :simetris,mukosa bibir lembab,tidak ada sianosis
Palpasi :tidak ada nyeri tekan
6.Leher
inspeksi :simetris,tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi :tidak ada nyeri tekan,tidak ada pembengkakan
7.Dada
inspeksi :simetris,pergerakan dinding dada baik
palpasi :tidak ada nyeri tekan
auskultasi :bunyi nafas vesikuler
perkusi :bunyi rensonan
8.Abdomen
inspeksi :simetris,tidak ada bekas operasi
auskultasi :bunyi bising usus (+)
perkusi :bunyi timpani
palpasi :tidak ada nyeri tekan
9.Ekstremitas
atas :pada ekstremitas atas,tangan bisa digerakkan dengan baik
bawah :pada ekstremeritas bawah,kaki sebelah kiri(tibia-fibula) tidak bisa
digerakkan/fraktur, kondisi sekitar fraktur oedema, adanya luka
10.Genetalia
27
inspeksi :simetris,terpasang kateter
palpasi :tidak ada nyeri tekan
3.1.8 TERAPI YANG DIBERIKAN
1.cairan RL 20 tts/menit
2.citicholine 3x1 (IV)
3.keterolac 3x1 (IV)
4.taxef 2x1 gr (14/st)
5.pronalges supp
6dexamethason 2x1 amp (IV)
7.rannitidin 2x1 amp (IV)
3.1.9 PENGKAIAN MASALAH PSIKO, SOSIAL, BUDAYA DAN
SPIRITUAL
a. Psikologi
Keluarga pasien mengatakan pasien merasa cemas dan tertekan dengan masalah
penyakitnya.
b. Sosial
Keluarga pasien mengatakan pasien berhubungan baik dengan masyarakat
sekitar dan keluarga lainnya.
c. Budaya
Keluarga pasien mengatakan pasien mengikuti budaya yang ada di sekitarnya
sebelum sakit.
d. Spiritual
Keluarga pasien mengatakan pasien rajin sholat dan rajin mengikuti kegiatan
keagamaan sebelum sakit.
ANALISA DATA
Nama : Ny.N No.Reg : 4793
28
Umur : 66 Tahun Ruangan :Bedah
No Data Senjang Interprestasi
Data Masalah
1
DS : Pasien mengatakan nyeri pada
betis sebelah kiri kerena patahDO :
Pasien tampak lemah Skala nyeri 4 Tampak edema pada bagian
fraktur Nyeri bertambah jika pada
bagian yang fraktur di gerakkan
Fraktur
Diskontinuitas
tulang
Pergeseran fragmen tulang
Nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
2
DS : Keluarga pasien mengatakan
aktivitas pasien selalu dibantu oleh keluarga
DO : Pasien tampak selalu di bantu
oleh keluarga dan perawat dalam melakukan aktivitas
Fraktur pada 1/3 tibia fibula sinistra
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Perubahan
jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Depormitas
Gangguan fungsi
Gangguan
mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Ny.N No.Reg : 4793Umur : 66 Tahun Ruangan :Bedah
29
No Tujuan dan
kriteria hasil Intervensi
Keperawatan Rasional Paraf
1
Setelah
dilakukan
perawatan
selama 3x24
jam di harapkan
gangguan rasa
nyaman nyeri
dapat berkurang
/ atau teratasi
dengan criteria
hasil :
Pasien
tidak
mengelu
h nyeri
Skala
nyeri0
Pertahankan
imobilisasi
bagian yang
sakit dengan
tirah baring,
gips /
pembidaian
Tinggikan
dan dukung
eksremitas
yang terkena
Evaluasi
keluhan
nyeri,
perhatikan
lokasi,
karakteristik
dan intensitas
nyeri
Lakukan
kompres
dingin 24-48
jam pertama
sesuai
keperluan
Kolaborasi
pemberian
obat analgetik
Menghilangkan
nyeri dan
mencegah
kesalahan posisi
tulang atau
jaringan yang
cedera
Meningkatkan
aliran balik vena,
menurunkan
edema, dan
menuunkan
nyeri
Mempengaruhi
pilihan /
pengawasan
kefektifan
intervensi
Menurunkan
edema /
pembentukan
hematum,
menurunkan
sensasi nyeri
Untuk
menurunkan
nyeri atau
spasme otot
30
2 Setelah
dilakukan
perawatan
selama 3x24
jam diharapkan
gangguan
mobilitas fisik
dapat teratasi
dengan kriteria
hasil :
Pasien
melakuk
an
aktivitas
secara
mandiri
Kaji derajat
imobilitas
yang
dihasilkan
oleh cedera
Beriakn
papan kaki,
bebat
pergelangan
Berikan /
bantu
mobilisasi
dengan kursi
roda, kruk,
tongkat,
sesegera
mungkin,
intruksikan
keamanan
dalam
menggunakan
alat
mobilisasi
Awasi TD
dengan
Pasien mungkin
dibatasi oleh
pandangan diri /
persepsi diri
tentang
keterbatasan
fisik aktual,
memerlukan
informasi
Berguna untuk
mempertahankan
posisi fungsional
eksremitas
tangan / kaki,
mencegah
kontraktur
Mobilisasi dini
menurunkan
komplikasi tirah
baring,
meningkatkan
penyembuhan
dan normalisasi
fungsi organ
Hipertensi
pertural adalah
masalah umum
menyertai tirah
baring lama dan
31
melakukan
aktivitas
dapat
memerlukan
intervensi
khusus
IMPLEMENTASI
Nama : Ny.N No.Reg : 4793Umur : 66 Tahun Ruangan :Bedah
32
No Tanggal / jam
Implementasi Respon hasil Paraf
1
-mempertahankan
mobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah
baring dan spalk
-meninggikan dan
mendukung ekstrimitas
yang terkena
-mengevaluasi keluhan
nyeri
lokasi,karakteristik dan
intensitasnya
-mengukur TD pasien
Mengkolaborasikan
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi yaitu:keterolac
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
Mempertahankan
mobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah
baring dan spalk
Meninggikan dan
mendukung eksremitas
yang terkena
Nyeri
berkurang
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Neri p[ada
eksremitas
bawah sebelah
kiri (tibia-
fibula) Nyeri
nyilu skala 4
TD : 150/90
mmHg
Ketrolak 2x1
amp IV
Membantu
menyembuhka
n dan
menormalisak
an fungsikan
organ
33
Mengevaluasi keluhan
nyeri
Mengukur TD pasien
Berkolaborasi dalam
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi yaitu : ketrolak
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
Mempertahankan
mobilasasi bagian yang
sakit dengan tirah
baring dan spalk
Meninggikan dan
medukung eksremitas
yang terkena
Mengevaluasi keluhan
nyeri
Mengukur TD pasien
Berkolaborasi dalam
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi yaitu : ketrolak
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
Nyeri
berkurang
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Skala nyeri 4
TD : 130/90
Ketrolak 2x1
amp IV
Membantu
penyembuhan
dan normalisai
fungsi organ
Nyeri
berkurang
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Skala nyeri 3
TD : 130/90
Ketrolak 2x1
amp IV
Membantu
penyebuhan
34
menggunakan alat
mobilitas
dan
normalisasi
fungsi organ
EVALUASI
Nama : Ny.N No.Reg : 4793Umur : 66 Tahun Ruangan :Bedah
Hr/tgl/jam No. Evaluasi Keperawatan paraf
1.
S : Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O : skala nyeri:3pasien masih tampak lemah
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2. S : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga
O : Pasien masih tampak dibantu oleh keluarga
35
dalam beraktivitas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
BAB III
PEMBAHASAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress
pada tulang yang berlebihan. Selanjutnya penulis akan menyimpulakn sesuai
dengan tahapan-tahapan yang ada didalam proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung
yang penulis dapatkan dari keluarga pasein dan pasien itu sendiri, selain itu juga
penulis mendapatkan informasi dari perawat dan catatan medik pasien. Dua
diagnosa yang penulis temukan pada pasien setelah dilakukan pengkajian yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas
jaringan pada tulang / fraktur
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan
36
Dalam menyusun rencana keprawatan pada pasien penulis mengacu pada
konsep dasar askep yang kemudian disesuaikan dengan kemampuan pasien dan
ruangan perawatan pasien. Dalam melakukan tindakan keperawatan penulis tidak
melakukan semua yang ada dalam rencana keperawatan karena keterbatasan
sarana, kemampuan pasien dan waktu yang ada
Evaluasi dilakukan pada ketiga hari perawatan sesuai dengan rencana yang
telah ada, tetapi masih banyak diagnosa yang belum teratasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada gangguan sistem
Muskuloskeletal; Fraktur Cruris pada pasien Ny.. N yang dirawat di Ruang Bedah
RSUD BARI Palembang. Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pada saat pengkajian terjadi kerjasama antara pasien dengan penulis sehingga
mampu mengumpulkan data dan menemukan masalah keperawatan juga data
diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara langsung kepada pasien, tetapi
tidak semua masalah keperawatan yang ada dalam teori ditemukan pada
pasien dengan penyakit yang sama. Dalam pengkajian perawat menemukan
tanda gejala yang aktual yaitu nyeri pada kaki sebelah kanan, keterbatasan
aktivitas dan gangguan citra diri.
37
2. Dari hasil pengkajian akhirnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan.
Diagnosa Keperawatan yang diangkat oleh penulis untuk pasien dengan
gangguan sistem Muskuloskeletal; Fraktur Cruris antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi bedah
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur
pembedahan
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan
diri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi bedah
3. Perencanaan yang dibuat untuk menyelesaikan masalah pasien berdasarkan
diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien, kemampuan penulis
dan fasilitas RSUD BARI, pelaksanaan tindakan dan evaluasi dapat dilakukan
karena adanya kerja sama antara pasien dengan perawat, dokter dan keluarga.
5.2 SARAN
Bagi pasien dan keluarga
Pada penderita fraktur tibia sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan
pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan
keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total.
Bagi lahan peraktek
Perawatan penderita fraktur tibia memerlukan waktu yang cukup panjang dan
sangat beresiko terjadi komplikasi. Dengan demikian perawatan kepada penderita
haruslah dilakukan dengan cermat dan tepat, untuk mencapai hal tersebut pihak
rumah sakit hendaklah mempunyai perawat yang telah berpengalaman dalam
perawatan pasien fraktur tibia.
38
DAFTAR PUSTAKA
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Brunner and suddart. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ns. Arif Muttaqin, S.Kep. (2005). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.
EGC
39
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah,
Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
40
MENGGANTI PERBAN (GP)
Mengganti perban yang kotor dengan perban yang bersih.
1.1 kontra indikasi
1. Perban dapat menimbulkan situasi gelap,hangat dan lembab sehingga
mikroorganisme dapat hidup
2. Perban dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan-
gesekan pembalut.
1.2 Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Membalut harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat,
hal ini untuk terjadinya pembendungan. Contoh : pada kaki dan
tangan.
41
2. Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar
luka jangann terkontaminasi, untuk merapatkan luka,atau untuk
menghentikan perdarahan.
3. Menggunting plester jangan terlalu panjang/terlalu pendek.
4. Pembalut yang kotor/ basah segera di ganti. Pada luka operasi
tanpa drain sampai angkat jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut
yang tepat berada di atas luka tidak boleh diganti. Jadi bila
pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang diganti,
atau pembalut diganti sesuai dengan instruksi dokter.
5. Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran-kotoran yang
lain untuk menetukan kapan drain dapat diangkat.
6. Memperhatikan komplikasi luka operasi, contoh : haematon,
adanya pus,pengerasan,perdarahan,kemerahan atau lecet-lecet
pada kulit sekitarnya.
1.3 alat- alat mengganti perban (GP)
1. Dalam bak instrumen steril
Pinset anatomis 2
Pinset chirurgis
Handscoon steril 1 pasang
Kom steril 2
Kassa steril secukupnya
2. Di luar bak instrumen
Gunting perban
Plester
Korentang
42
Nierbekken
Alas/perlak
Kapas alkohol dalam tempatnya
Betadine dalam tempatnya
NaCl. 0,9%
Kom berisi larutan. Clorin 0,5%
Lembar/buku catatan
1.4 Tahap orientasi
Berikan salam, panggil pasien dengan namanya
Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien/keluarga
( ” assalamuaikum pak, saya perawat Bina Husada, pagi ini
saya yang bertugas dari jam 07.00 s/d 14.00. saya akan
mengganti perban luka bapak karna sudah 3 hari belum diganti
perban. ”)
2. Tahap kerja
Jelaskan tujuan tindakan pada pasien
Atur posisi pasien senyaman mungkin
Dekatkan alat kedekat pasien
Menjaga privacy (pasang sampiran)
Perawat cuci tangan
Siapkan plester untuk fiksasi
Pasang perlak/alas
Dekatkan nierbeken/ bengkok
Paket steril dibuka dengan benar
43
Pakai handscone steril
Membuka balutan yang lama
Basahi plester yang melekat dengan kapas alkohol
Lepaskan plester menggunakan pinset anatomi ke 1 dengan
melepaskan ujung plester dan menarik secara perlahan
sejajar dengan kulit ke arah balutan
Buang balutan ke nierbekken (bengkok)
Simpan pinset On steril ke waskom/nierbekken yang sudah
terisi larutan clorin 0,5%
Kaji luka
Jenis luka,luas dan kedalaman luka,grade luka,warna
luka,fase proses penyembuhan ,tanda-tanda infeksi.
Perhatikan kondisi luka,kondisi jahitan,letak drain,bila
perlu palpasi luka dengan tangan non dominan untuk
mengkaji ada tindakanya puss.
Membersihkan luka
Larutan NaCl 0,9%/NS dituangkan ke kom kecil ke 1
Ambil pinset,kanan cirurgis tangan kiri anatomi ke 2
Membuat kassa lembab secukupnya untuk membersihkan
luka
Pegang kasa lembab dengan menggunakan pinset cirurgis
Bersihkan luka dengnan kasa lembab sekalian usapan
( sampai bersih ),gunakan tekhnik dari area kurang
terkontaminasi ke area terkontaminasi.
Menutup luka
Bila sudah bersih kasa di bersihkan dengan kassa steril
kering yang diambil dengan pinset anatomi ke
2,dipindahkan ke pinset cirurgis ditangan kanan
Beri topikal therapi bila diperlukan/sesuai indikasi
44
Kompres dengan kassa lembab ( bila kondisi luka basah )
atau langsung ditutup dengan kassa steril (kurang lebih 2
lapis)
Luka di plester secukupnya atau diberi pembalut dengan
baluktan tidak terlalu ketat.
Alat dibereskan
Buang handscoon
Mencuci tangan
Tahap terminasi
Evaluasi respon dan kondisi
(”Bagaimana” pak ”setelah saya mengganti perban
bapak,apakah sekarang bapak merasa lebih nyaman”).
Simpulkan hasil kegiatan
Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
Akhiri kegiatan
Dokumentasi
Catat tanggal,hari dan jam pelaksanaan penggantian perban
(GP)
Catat respon pasien
Hasil observasi
Catat prosedur tindakan perawatan mengganti perban (GP)
Catat nama perawat dan tanda tangan perawat yang
melakukan tindakan mengganti perban (GP).
Recommended