View
239
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
DASAR TEORI
Berisi tentang dasar-dasar teori yang berhubungan dengan Kerja Praktek seperti
Penginderaan Jauh, Citra Landsat, Konsep Resolusi, Kualitas dan Koreksi Citra
Digital, Pengolahan Citra Digital, Interpretasi Citra Digital, dan Klasifikasi Citra
Digital.
III.1 Penginderaan Jauh
Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa penginderaan
jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah
direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau
objek. Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah
ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.
Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara atau
wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki
karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya
menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan
(Richards and Jia, 2006). Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan
dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi
elektromagnetik (Purwadhi, 2001).
Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan tetapi gelombang
elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari.
Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber
III-1
gelombang elektromagnetik, akan tetapi ada beberapa sensor penginderaan jauh yang
menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh sensor
itu sendiri. Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan cahaya matahari atau
energi bumi dinamakan sensor pasif, sedangkan yang memanfaatkan energi dari
sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif (Kerle, et al., 2004)
Gambar 3.1 Skema Umum Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh digital dideskripsikan bukan sekedar kumpulan teknik
pengolahan citra digital. Lebih dari itu, penginderaan jauh digital dipandang sebagai
kerangka kerja dalam memahami masalah dunia nyata yang bersifat multi
dimensional (spasial, ekologis, dan kewilayahan), serta menawarkan solusi melalui
prespektif analisa citra. Pada Gambar 3.2 akan dijelaskan hubungan setiap langkah
pemrosesan dengan upaya pemahaman masalah dan solusinya.
III-2
DUNIA NYATA
PERUMUSAN MASALAH
PEROLEHAN DATA CITRA
PRA PEMROSESAN CITRA DIGITAL
Koreksi geometrik Koreksi dan kalibrasi radiometrik
PENAJAMAN CITRA DAN TRANSFORMASI KHUSUS
EKSTRAKSI INFORMASI TEMATIK
UJI AKURASI
DETEKSI PERUBAHAN
INTERGRASI DENGAN SIG
PEMECAHAN MASALAH
Penajaman spasial. Mis. pemfilteranAljabar dan trasnformasi citra. Mis. PCAPenajaman spektral. Mis. Indeks vegetasi
Klasifikasi tidak terbimbingKlasifikasi terbimbing
IMPLEMENTASI
KONDISI LINGKUNGAN BARU
Gambar 3.2 Penginderaan Jauh Digital sebagai Kerangka Kerja
III-3
III.2 Citra Landsat TM 7
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat
dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1
(Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2
pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS
(Multi Spektral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-
1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1,
Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir
adalah Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari
Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang
ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang
mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7.
Gambar 3.3 Sistem Satelit Landsat
Sensor Thematic Mapper mengamati objek-objek di permukaan bumi dalam 7
band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7
adalah inframerah dekat, inframerah menengah, dan band 6 adalah inframerah termal
yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x
185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput
daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada Ratnasari,
2000). Kemampuan ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam spektral dari
III-4
Landsat-TM, Program Landsat merupakan tertua dalam program observasi
bumi.Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor
MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada
sensor MSS. MSS dan TM merupakan whiskbroom scanners. Pada April 1999
Landsat-7 diluncurkan dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5
dan 7 sedang beroperasi.
Tabel 3.1 Karakteristik Citra Landsat
Sistem Landsat-7
Orbit 705 km, 98.2 , sun-synchronous, 10:00 AM
crossing, rotasi 16 hari (repeat cycle)
Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper)
Swath Width 185 km (FOV=15 )
Off-track viewing Tidak tersedia
Revisit Time 16 hari
16 hari
Band-band Spektral (µm)
0.45 -0.52 (1), 0.52-0.60 (2), 0.63-0.69 (3),
0.76-0.90 (4), 1.55-1.75 (5), 10.4-12.50 (6),
2.08-2.34 (7), 0.50-0.90 (PAN)
\Ukuran Pikse Lapang
(Resolusi spasial)
15 m (PAN), 30 m (band 1-5, 7), 60 m
band 6
Arsip data earthexplorer.usgv.gov
Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga
instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (Multispektral
Scanner) dan TM (Thematic Mapper), (Jaya, 2002). RBV merupakan instrumen
semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari permukaan bumi sepanjang
track lapangan satelit pada setiap selang waktu tertentu. MSS merupakan suatu alat
scanning mekanik yang merekam data dengan cara men-scanning permukaan bumi
dalam jalur atau baris tertentu. TM Juga merupakan alat scanning mekanis yang
mempunyai resolusi spektral, spatial dan radiometrik.
III-5
Tabel 3.2 Band-band pada Landsat-TM dan Kegunaannya
(Lillesand dan Kiefer, 1997)
Band
Panjang Spektral
Kegunaan
Gelombang (µm)
Spektral Kegunaan
1 0.45 - 0.52 Biru Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk
pemetaan air, pantaipemetaan tanah, pemetaan
tumbuhan, pemetaan kehutanan dan
mengidentifikasi budidaya manusia
2 0.52 - 0.60 Hijau Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk
tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya,
juga 4untuk pengamatan kenampakan
budidaya manusia.
4 0.76 - 0.90 Infra
merah
dekat
Untuk membedakan jenis tumbuhan aktifitas
dan kandungan biomas untuk membatasi
tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah
5 1.55 - 1.75 Infra
merah
sedang
Menunjukkan kandungan kelembaban
tumbuhan dan kelembaban tanah, juga
untukmembedakan salju dan awan
6 10.4 - 12.5 Infra
Merah
Termal
Untuk menganallisis tegakan tumbuhan,
pemisahan kelembaban tanah dan
pemetaanpanas
7 2.08 - 2.35 Infra
merah
sedang
Berguna untuk pengenalan terhadap mineral
dan jenis batuan, juga sensitif terhadap
kelembaban tumbuhan
Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM : pemetaan penutupan lahan,
pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu
III-6
permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan data
Landsat TM lebih dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat band
infra merah menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang
mempunyai band inframerah termal.
Sensor pengambil gambar (citra) yang terpasang pada satelit Landsat 7 ini
sejak akhir Mei 2003 mengalami kerusakan sehingga gambar yang dihasilkan selalu
dihiasi dengan stripping yang berasal dari sebagian baris sensor yang tidak berfungsi
lagi. Oleh USGS, citra-citra yang diambil setelah tanggal ini disebut dengan citra
yang bersifat “SLC-Off”. Contoh citra yang diambil dengan kondisi ini adalah
sebagai berikut :
Gambar 3.4 Citra Landsat yang Mengalami Stripping
Untuk mengoreksi celah yang timbul akibat kerusakan sensor pada satelit
Landsat 7, kita bisa menggunakan citra pada path/row yang sama yang diambil pada
tanggal/tahun yang berbeda. Penyedia data citra biasanya memberikan nilai (digital
number/DN) = 0 untuk piksel-piksel yang mengalami stripping alias tidak berisi data.
Nah, nilai-nilai 0 inilah yang nantinya akan digantikan oleh nilai piksel yang berasal
dari citra penambal yang satu lagi.
Untuk citra yang akan digunakan untuk menambal ditampilkan sebagai
berikut:
III-7
Gambar 3.5 Citra Landsat untuk Menambal Citra yang Memiliki Stripping
Sebelum melakukan operasi ini, posisi geometris kedua citra dapat dipastikan
sudah sama persis. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan titik ikat yang
diukur di lapangan (misal, dengan menggunakan GPS saat survei) pada citra yang
pertama, kemudian sesuaikan/koreksi posisi geometrik citra yang kedua berdasarkan
hasil koreksi geometrik citra yang pertama sehingga diperoleh posisi geografis yang
tepat sama untuk kedua citra. Setelah syarat ini dipenuhi, kita bisa mulai mencoba
menambal citra yang bergaris ini. Metode ini disebut juga dengan gap filling.
Sekarang ini citra Landsat bisa dengan mudah didapatkan dengan mengunduh
dari internet. Ketika mengunduh citra, ada kejadian citra terunduh terbagi menjadi
beberapa file sesuai dengan bandnya. Misalnya, citra Landsat yang terdiri dari 7 band
terpisah menjadi 7 file. Untuk menggabungkan ketujuh band tersebut menjadi 1 file,
maka dilakukan proses layer stacking dengan menggunakan software pengolah citra.
III.3 Konsep Resolusi
III-8
Dalam bekerja dengan data spasial digital, para pengguna peta biasanya tidak
langsung berbicara tentang skala. Dalam ‘bahasa’ peta-peta tercetak, para
geografiwan, perencana, dan surveyor pemetaan biasanya menggunakan istilah skala,
yaitu konsep yang menyatakan perbandingan antara ukuran yang tersaji pada peta
dengan ukuran nyata di lapangan. Untuk sistem pencitraan berbasis digital, biasanya
digunakan konsep resolusi.
Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik yang membedakan
informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spectral memiliki kemiripan
(Swain dan Davis, 1978). Dalam bidang penginderaan jauh, terdapat empat konsep
resolusi yang sangat penting, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi
radiometric, dan resolusi temporal. Dalam praktik pengolahan citra, resolusi layar
juga memegang peranan penting.
III.3.1 Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil objek yang masih dapat dideteksi oleh
suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran objek (terkecil) objek yang dapat
dideteksi, semakin halus atau tinggi resolusi spasialnya. Begitupun sebaliknya,
semakin besar ukuran objek yang dapat dideteksi, semakin kasar atau rendah
resolusinya. Citra satelit SPOT beresolusi 10 dan 20 meter dapat disebut memiliki
resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra Landsat TM yang memiliki
resolusi 30 m.
III.3.2 Resolusi Spektral
Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk
membedakan informasi objek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya.
Semakin banyak jumlah saluran citranya dan masing-masing cukup sempit, semakin
tinggi kemungkinannya untuk membedakan objek berdasarkan respons spectral.
Dengan kata lain, semakin sempit interval panjang gelombangnya dan atau semakin
banyak jumlah salurannya, semakin tinggi pula resolusi spektralnya.
III-9
III.3.3 Resolusi Radiometrik
Kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek dimana sebagai
resolusi radiometrik. Respon berupa resolusi radiometrik datang mencapai sensor
dengan intensitas yang bervariasi. Sensor yang peka dapat membedakan selisih
respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung
dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas
pantulan atau pancaran spektral seperti angka digital. Kemampuan ini dinyatakan
dengan bit.
Sistem koding 4 bit akan mengubah intensitas pantulan atau pancaran 24=16
tingkat, yang terlemah diberi kode 0, dan yang tertinggi diberi kode 15. Bagi sensor
dengan kemampuan koding 8 bit, sinyal dengan julat intensitas yang sama akan
diubah menjadi citra 28=256 tingkat kecerahan, di mana 0 adalah untuk sinyal
terlemah, dan 255 untuk sinyal terkuat. Sinyal terlemah tampak berwarna hitam di
citra dan sinyal terkuat tampak berwarna putih di citra.
III.3.4 Resolusi Temporal
Resolusi temporal adalah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang
daerah yang sama. Satuan resolusia adalah jam atau hari. Satelit GMS dapat merekam
daerah yang sama setiap 2 kali sehari. Satelit Landsat GSS dan TM setiap 18 hari
sekali untuk generasi 1 dan 16 hari sekali untuk generasi 2. Satelit SPOT mampu
merekam ulang setiap 26 hari sekali pada sistem operasi normal, tetapi dapat pula
beberapa berturut-turut dengan mekanisme perekaman menyamping (Brachet, 1984).
III.3.5 Resolusi Layar
III-10
Resolusi layar adalah kemampuan layar monitor dalam menyajikan
kenampakkan objek pada citra secara lebih halus. Semakin tinggi resolusi layarnya,
semakin tinggi kemampuaannya untuk menyajikan kenampakkan gambar dengan
butir-butir piksel yang halus. Dengan kata lain, semakin banyak pulah jumlah piksel
citra yang dapat ditampilkan pada layar. Biasanya ukuran piksel layar atau yang
sering disebut dot pitch sebesar 0,26 mm sudah dapat dikatakan memadai untuk studi
penginderaan jauh. Kemampuan layar monitor ini dikendalikan graphic card yang
dipasang pada CPU. Dengan graphic card yang berbeda, kadang-kadang suatu layar
monitor resolusi tinggi dapat diemulasikan menjadi layar monitor resolusi menengah.
III.4 Restorasi dan Kalibrasi Citra Digital
Semua citra digital yang telah merekam oleh sensor adan disimpan dalam
format yang dapat dibaca oleh program pengolah citra perlu ditampilkan pada layar
monitor untuk dianalisis dan tidak jarang kemudian dicetak. Melalui layar monitor ini
kualitas citra dapat ditentukan secara kuantitatif, tetapi dapat pula kualitatif. Restorasi
atau koreksi citra diperlukan apabila kualitas citra yang digunakan tidak mencukupi
untuk mendukung aplikasi tertentu. Namun sebenarnya setiap citra yang didapat dari
perekaman sensor tak lepas dari yang namanya kesalahan, yang diakibatkan oleh
mekanisme perekaman sensor, gerakan, wujud geometri dan konfigurasi permukaan
bumi, serta kondisi atmosfer pada saat perekaman.
III.4.1 Kualitas Citra
Kualitas citra merupakan ukuran kualitatif maupun kuantitatif suatu citra
yang akan diproses dengan teknik penginderaan jauh agar dapat menghasilkan
informasi tematik-spasial turunan yang sesuai dengan standar akurasi yang telah
ditetapkan. Secara garis besar, kualitas citra dapat dikelompokkan menjadi kualitas
geometri dan kualitas radiometri.
Kualitas geometri dinilai secara kuantitatif berdasarkan tingkat kebenaran
(akurasi) bentuk serta posisi objek pada citra dengan mengacu pada bentuk dan posisi
III-11
pada peta dengan proyeksi tertentu. Ukuran kualitas geometri ini terkait erat dengan
salah satu aspek kualitas data spasial, yaitu akurasi posisi. Kualitas radiometri dinilai
berdasarkan nyaman tidaknya gambar dalam pandangan secara visual dan juga benar
tidaknya informasi spectral yang diberikan oleh objek dan tercatat oleh sensor.
Dengan demikian, kualitas radiometri dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif.
Meskipun bersifat kualitatif, nyaman tidaknya gambar untuk dilihat secara visual
sangat berpengaruh pada penggunaan citra untuk menurunkan infomasi yang ada.
1. Penilaian Kualitas Citra
Penilaian kualitas citra dapat dilakukan secara absolut dan dapat pula secara
relatif. Penilaian secara absolut biasanya mengacu pada tolok ukur yang jelas,
misalnya presentasi liputan awan, banyaknya drop-out atau kegagalan garis
pemindaian, serta kolerasi antara saluran pada sistem multispektral. Penilaian
secara relatif biasanya dikaitkan dengan potensi yang citra yang bersangkutan
untuk suatu aplikasi tertentu, misalnya survey geologi, kota, ataupun vegetasi.
2. Parameter Kualitas Citra
Beberapa parameter kualitas citra yang sering digunakan oleh para praktisi
antara lain sebagai berikut :
a. Tutupan awan dan gangguan kabut
Satelit sumberdaya dikatakan baik atau memenuhi syarat jika luas liputan
awannya kurang dari 10%. Semakin banyak luas liputan awannya berarti
semakin banyak pula informasi permukaan bumi yang hilang karena
tutupan awan dan bayangannya. Hal ini sangat berbeda dibandingkan
dengan satelit cuaca yang justru banyak membutuhkan mengenai bentuk
dan luas liputan awan untuk memprediksi gejala-gejala atmosfer dan
cuaca. (Conway dan Maryland Space Consortium, 1997).
b. Korelasi antarsaluran
III-12
Sistem sensor multispectral menghasilkan citra daerah yang sama pada
beberapa saluran. Perbedaan informasi spektral objek-objek sama pada
beberapa saluran justru memperkuat kemampuan sistem dalam
membedakan objek satu terhadap objek yang lain, melalui analisa gugus
(cluster analysis). Rendahnya hubungan antar saluran justru menunjukkan
bahwa satu saluran tidaklah mirip atau tidak sekadar menunjukkan
kecenderungan rona yang terbalik dari saluran yang lain sehingga secara
bersama-sama saling melengkapi dan dapat dipakai untuk mengenali
objek.
c. Kesalahan geometri
Citra yang dihasilkan langsung dari perekaman satelit tidak terlepas dari
kesalahan yang disebabkan oleh pergerakan satelit, rotasi bumi, gerakan
cermin pada sensor pemindai, dan juga kelengkungan bumi. Hal ini
menyebabkan pergeseran wujud pada gambar sehingga posisi pada
gambar tidak terletak di posisi sebenarnya atau biasa disebut distorsi.
d. Kesalahan radiometri
Kesalahan radiometri pada citra disebabkan oleh inkonsistensi detector
dalam menangkap informasi dan gangguan sinyal sehingga terjadilah
anomali piksel. Anomali piksel yang terjadi diantaranya : kosongnya nilai
piksel dan nilai piksel lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai piksel yang
sebenarnya.
III-13
III.4.2 Koreksi Citra Digital
Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian supaya citra yang akan
digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris dan
radiometris.
1. Koreksi Geometri
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan geometri citra, berbagai macam koreksi
dilakukan. Mather (2004) mengelompokkan koreksi itu ke dalam dua kategori
besar, yaitu :
a. Model geometri orbital
Merupakan metode koreksi yang mengau ke model geometri orbital oleh
pengetahuan mengenai karakteristik orbit wahana satelit. Hal ini
memerlukan informasi tentang koordinat geografis dari beberapa titik di
citra yang disebut titik control lapangan (GCP, Ground Control Point).
Faktor-faktor yang dikoreksi melalui model geometri orbital ini adalah :
1) Koreksi aspect ratio
Koreksi ini digunkan jika arah pemindaian melintang garis orbit yang
disebabkan oleh oversampling yang terjadi akibat perbedaan kecepatan
antara pemindaian dengan coding dan penyimpanan data pantulan
detektor.
2) Koreksi kemencengan
Koreksi ini dipakai jika terjadi kemencengan citra terhadap sumbu
utara-selatan bumi karena ada perbedaan inklinasi antara keduanya.
Misalnya, ini terjadi pada citra Landsat TM dan ETM+.
3) Koreksi rotasi bumi
Pada saat yang bersamaan dengan berputarnya salelit, bumi pun
berputar dari barat ke timur dengan kecepatan perpindahan
permuakaan sebanding dengan posisi lintang tepat di posisi nadir
satelit sehingga untuk mengompensasi pergeseran posisi, diperlukan
III-14
penentuan parameter : waktu yang diperlukan oleh sensor satelit untuk
merekam citra dan kecepatan sudut rotasi bumi.
b. Transformasi berdasarkan GCP (Ground Control Point)
Dalam perkembangan dewasa ini, penentuan titik di lapangan yang dapat
diidentifikasi pada citra juga dapat dilakukan dengan pembacaan GPS.
Dengan GCP, analisis citra harus dapat memeperoleh dua himpunan data
titik lokasi : koordinat piksel citra (i,j) dan koordinat peta (x,y).
Berdasarkan pasangan titik-titik ini koefisien transformasi koordinat dapat
diperoleh sehingga citra yang akan dikoreksi dapat diubah proyeksinya
mengikuti sistem proyeksi/koordinat rujukan. Koreksi berdasarkan GCP
meliputi :
1) Koreksi geometri dengan rektifikasi citra ke peta
Peta dianggap memiliki sistem proyeksi dan koordinat yang lebih
benar sehingga dapat digunakan untuk menyamakan posisi titik di citra
terhadap peta.
2) Koreksi geometri dengan rektifikasi citra ke citra
Yaitu suatu proses membandingkan pasangan titik-titik yang dapat
diidentifikasi dengan mudah pada kedua citra.
2. Koreksi Radiometri
Koreksi radiometri diperlukan atas dasar dua alasan, yaitu untuk memperbaiki
kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak
sesuai dengan pantulan citra atau pancaran spekral objek yang sebenarnya.
Koreksi radiometri citra yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas visual
citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop-out baris
maupun masalah kesalahan awal pemindaian (scanning start). Baris atau
bagian baris yang bernilai tidak sesuai dengan yang seharusnya dikoreksi
dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian
dirata-ratakan (Guindo, 1984, dalam Jensen 2005).
III-15
a. Koreksi yang bertumpu pada informasi dalam citra
Koreksi yang termasuk ke dalam kelompo ini relatif mudah dan
menggunakan asumsi-asumsi yang juga sederhana.
1) Penyesuaian histogram
Dalam histogram, bbjek yang memberikan respons spektral paling
lemah seharusnya bernilai nol. Bila > 0 maka dihitung menjadi offset
(besar pengaruh gangguan oleh atmosfer), dan koreksi dilakukan
dengan mengurangi keseluruhan nilai pada saluran dengan offset-nya.
2) Penyesuaian Regresi
Diterapkan dengan memplot nilai-nilai piksel hasil pengamatan pada
beberapa saluran sekaligus.
3) Penggunaan Feature Space
Metode ini memanfaatkan gambaran feature space hasil pengeplotan
piksel-piksel pada saluran hijau melaawan inframerah dekat dan
saluran merah melawan inframerah dekat (Bronsveld, 1991).
4) Metode Kalibrasi Bayangan
Untuk mengoreksi faktor gangguan atmosfer dengan
mempertimbangkan imbangan energy elektromagnetik yang masuk ke
atmosfer bumi serta kenampakan permukaan bumi yang tertutup
bayangan (Gastellu-Etchegorry, 1988)
5) Kalibrasi Relatif Antarcitra
Merupakan proses pengubahan nilai piksel dari satu atau beberapa data
digital citra dengan mengacu pada nilai piksel untuk objek yang sama
pada citra yang berbeda secara temporal.
b. Kalibrasi dengan data dari luar citra
Perlu dilakukan untuk meminimalisir sisa-sisa masalah akibat kalibrasi
atau koreksi sebelumnya.
1) Kalibrasi berbasis data empiris
2) Koreksi pengaruh matahari
III-16
3) Kalibrasi sensor : radiasi yang tercatat oleh sensor
4) Koreksi pengaruh atmosfer
5) Kalibrasi sensor : pantulan yang diterima sensor
6) Kalibrasi berbasis model transfer radiasi
III.5 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan
atau terintegrasi untuk membentuk suatu sistem antara data, perangkat keras,
perangkat lunak, prosedur pengolahan, dan tenaga pelaksana dalam ekplorasi citra
digital. Ada juga yang mengatakan bahwa pengolahan citra digital merupakan
manipulasi dan interprestasi digital dari citra dengan bantuan komputer. Konsep dasar
pengolahan citra dengan data masukan pokok (internal data) berupa langkah berikut :
1. Pengumpulan data yang relevan, yaitu citra digital
2. Klasifikasi atau pengelompokan dengan cara pengkelasan
3. Penyusunan data sesuai kelas
4. Perhitungan dan manipulasi
5. Pengujian ketelitian dan perhitungan
6. Penyimpulan dan rekapitulasi hasil
7. Informasi
III.6 Software ENVI 4.5
ENVI (Environment for Visualizing Images) adalah perangkat lunak yang
ideal untuk visualisasi, analisis, dan presentasi dari semua jenis citra digital. ENVI
dilengkapi dengan paket image processing yang canggih dan mudah digunakan, alat
spektral, koreksi geometrik, analisis medan, analisis radar, kemampuan raster dan
vektor SIG, dapat membuka gambar dari berbagai sumber dan jenis citra, dan
sebagainya.
III-17
Gambar 3.6 Software ENVI 4.5
Pendekatan unik ENVI untuk pengolahan citra adalah dengan
menggabungkan teknik berbasis file dan band-based dengan fungsi interaktif. Bila
file input data dibuka, band yang disimpan dalam daftar di mana dapat diakses dari
semua fungsi sistem. Jika beberapa file dibuka, band tipe data yang berbeda sebagai
sebuah kelompok dapat diproses. Kemampuan interaktif ENVI ini analisis meliputi :
1. Beberapa kemampuan overlay dinamis yang memungkinkan perbandingan
mudah gambar dalam menampilkan beberapa.
2. Real-time ekstraksi dan terkait spasial/spektral profil dari data multispektral
dan itt yang disediakan dengan cara-cara baru dalam mempenggunang tinggi-
dimensi data.
3. Alat interaktif untuk melihat dan menganalisis vektor dan atribut GIS.
4. Standar kemampuan, seperti kontras peregangan dan scatter plot 2D.
Antarmuka ENVI ini dilengkapi dengan perpustakaan yang komprehensif dari
algoritma pengolahan. ENVI mencakup semua fungsi pengolahan gambar dasar.
ENVI tidak memaksakan pembatasan pada jumlah band spektral yang dapat
memproses, sehingga Pengguna dapat menggunakan salah multispektral atau itt set
data. ENVI juga mencakup alat-alat canggih untuk menganalisis set data radar.
Masalah pengolahan pada ENVI misalnya seperti input non-standar tipe data,
melihat dan analisis gambar besar, dan ekstensi sederhana kemampuan analisis (add-
on fungsi). Perangkat lunak ini termasuk alat penting yang diperlukan untuk
III-18
pengolahan gambar di berbagai disiplin ilmu, dan memiliki fleksibilitas untuk
memungkinkan pelaksanaan strategi analisis disesuaikan.
III.7 Interpretasi Citra Digital
Estes dan Simonett (1975) dalam Sutanto (1992) mengatakan bahwa
interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Pengalaman sangat menentukkan hasil interpretasi, karena persepsi pengenalan objek
bagi orang-orang yang berpengalaman biasanya lebih konstan atau dengan kata lain
pengenalan objek yang sama pada berbagai bentuk citra akan selalu sama. Misalkan
pada citra A dianggap sebuah pemukiman, maka pada citra B atau C pun tetap bisa
dikenal sebagai pemukiman walaupun agak sedikit berbeda dalam penampakannya.
Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu
deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya
suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan. Identifikasi
atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan
menggunkan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek
berkotak-kotak sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan
laut. Sedangkan analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan
deduksi, seperti penambahan informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang
dan dklasifikasikan sebagai daerah pertambakan udang.
Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi, 2001).
Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang
mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik
objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola,
bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi
secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan
pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra piksel berdasarkan
III-19
nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian
citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara
otomatis setiap piksel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan
mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola
temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu.
III.8 Klasifikasi Citra Digital
Klasifikasi citra merupakan teknik yang digunakan untuk menghilangkan
informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi
spasial untuk mempermudah interpretasi dan analisis citra sehingga dari citra tersebut
diperoleh informasi yang bermanfaat atau sesuai dengan keperluan. Untuk pemetaan
penutup lahan, hasilnya bisa diperoleh dari proses klasifikasi multispektral citra
satelit. Klasifikasi multispektral sendiri andalah algoritma yang dirancang untuk
menyajikan informasi tematik dengancara mengelompokkan fenomena berdasarkan
satu kriteria yaitu nilai spektral.
Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek
sebagai sampel. Selanjutnya nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai
masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh
berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis static
digunakan untuk memeperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan varian dari tiap
kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel. Analisis grafis
digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam suatu kelas. Dalam melakukan
proses klasifikasi citra terdapat dua cara umum yang sering digunakan yaitu
supervised dan unsupervised.
III.8.1 Supervised (dengan bimbingan)
Pada metode ini, analis terlebih dahulu menentukan beberapara training area
(daerah contoh) pada citra sebagai kelas kenampakan objek tertentu. Penetapan ini
berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam cita mengenai daerah-daerah
III-20
tutupan lahan. Nilai-nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh
perangkat lunak komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang
memiliki nilai-nilai piksel sejenis akan dimasukkan ke dalam kelas yang telah
ditentukan sebelumnya. Jadi dalam metode ini, nails mengidentifikasi kelas infomasi
terlebih dahulu yang kemudian digunakan untuk menenyukan kelas spektral yang
mewakili kelas informasi tersebut. Algoritma yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan metode supervised ini antara lain :
1. Parallelepiped
Klasifikasi parallelepiped menggunakan aturan keputusan sederhana untuk
mengklasifikasikan data multispektral. Batas-batas keputusan merupakan
parallelepiped n-dimensi dalam ruang data gambar. Dimensi ini ditentukan
berdasarkan batas deviasi standar dari rata-rata setiap kelas yang dipilih.
2. Minimum Distance
Teknik jarak minimal menggunakan vektor rata-rata endmember masing-
masing dan menghitung jarak Euclidean dari setiap piksel yang diketahui oleh
vektor rata-rata untuk masing-masing kelas. Beberapa piksel memiliki
kemungkinan tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria yang dipilih.
3. Mahalanobis Distance
Klasifikasi Mahalanobis Jarak adalah jarak arah pengklasifikasi sensitif yang
menggunakan statistik untuk masing-masing kelas. Hal ini mirip dengan
klasifikasi Maximum Likehood, tetapi menganggap semua kovarian kelas
adalah sama dan karenanya merupakan metode yang lebih cepat. Semua
piksel yang diklasifikasikan ke kelas ROI terdekat kecuali pengguna
menentukan ambang batas jarak, dalam hal ini beberapa piksel mungkin tidak
ditandai jika mereka tidak memenuhi ambang batas.
4. Maximum Likehood
III-21
Mengasumsikan bahwa statistik untuk setiap kelas dalam setiap band biasanya
didistribusikan dan menghitung probabilitas bahwa suatu piksel diberikan
milik kelas tertentu. Kecuali ambang probabilitas dipilih, semua piksel
diklasifikasikan. Setiap piksel ditugaskan untuk kelas yang memiliki
probabilitas tertinggi (yaitu, "maksimum likelihood"). Jika probabilitas
tertinggi lebih kecil dari ambang batas yang ditentukan, piksel tetap tidak
terklasifikasi
5. Spektral Angle Mapper
Klasifikasi spektral berbasis fisik yang menggunakan sudut n-dimensi untuk
mencocokkan piksel untuk spektra acuan.
6. Spectral Information Divergence
Informasi Divergence Spectral (SID) adalah metode klasifikasi spektral yang
menggunakan ukuran divergensi untuk mencocokkan piksel untuk spektrum
referensi. Semakin kecil divergensi, semakin besar kemungkinan piksel
serupa. Piksel dengan pengukuran lebih besar dari ambang perbedaan
maksimum yang ditentukan tidak diklasifikasikan.
7. Binary Encoding
Pengkodean biner teknik klasifikasi mengkodekan data dan spektra akhir
anggota menjadi nol dan satu, berdasarkan apakah sebuah band jatuh di
bawah atau di atas rata-rata spektrum, masing-masing. Dapat membandingkan
setiap spektrum referensi yang dikodekan dengan spektrum data yang
disandikan dan menghasilkan klasifikasi citra. Semua piksel diklasifikasikan
ke endmember dengan jumlah terbesar dari band yang cocok, kecuali jika
ditentukan batas minimum pertandingan, dalam hal ini beberapa piksel
mungkin tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria.
III-22
8. Neural Net
Digunakan untuk menerapkan teknik umpan-maju jaringan klasifikasi berlapis
neural.
9. Support Vector Machine
Sistem klasifikasi yang berasal dari teori belajar statistik. Ini memisahkan kelas
dengan permukaan keputusan yang memaksimalkan margin antara kelas.
III.8.2 Unsupervised (tanpa bimbingan)
Cara kerja metode ini merupakan kebalikan dari metode supervised,
dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer ke dalam
kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi. Dalam metode ini, di awal
proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat.
Kemudian setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas objek terhadap
kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelas-kelas
(cluster) yang dihasilkan, analis bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap
memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Misal class 1, class 2, dan class 3
misalnya adalah hutan, perkebunan, sawah maka analis bisa mengelompokkan kelas-
kelas tersebut menjadi satu kelas yaitu kelas vegetasi. Jadi, pada metode ini tidak
terdapat campur tangan manusia. Algoritma yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan metode ini adalah :
1. Isodata
Mengklasifikasikan kelas secara merata. Piksel-piksel diklasifikasikan ke
kelas terdekat. Setiap iterasi kalkulasi ulang sarana dan mereklasifikasi piksel
sehubungan dengan cara baru. Iteratif membelah kelas, penggabungan, dan
menghapus dilakukan berdasarkan parameter input threshold. Semua piksel
diklasifikasikan ke kelas terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas
jarak yang ditentukan, dalam hal ini beberapa piksel mungkin unclassified jika
mereka tidak memenuhi kriteria yang dipilih. Proses ini berlanjut sampai
III-23
jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang perubahan
piksel yang dipilih atau jumlah maksimum iterasi tercapai.
2. K-means
Menggunakan pendekatan analisis kelas yang mengharuskan analis untuk
memilih jumlah kelas yang berlokasi di data, sewenang-wenang ini
menempatkan sejumlah pusat klaster, kemudian iteratif repositions mereka
sampai keterpisahan spektral yang optimal dicapai. Klasifikasi ini juga
menggunaka teknik jarak minimum. Setiap iterasi kalkulasi ulang berarti kelas
dan mereklasifikasi piksel sehubungan dengan cara baru. Semua piksel
diklasifikasikan ke kelas terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas
jarak yang ditentukan, dalam hal ini beberapa piksel mungkin unclassified
jika mereka tidak memenuhi kriteria yang dipilih. Proses ini berlanjut sampai
jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang perubahan
piksel yang dipilih atau jumlah maksimum iterasi tercapai.
III-24
Recommended